asuhan keperawatan fraktur dengan nanda

35
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DENGAN NANDA, NOC, NIC Diposkan oleh Rizki Kurniadi A. Pengertian: Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi . B. Klasifikasi fraktur : Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst). 2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari : a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang). b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang). 3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah : a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan). b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).

Upload: alpi-anor

Post on 12-Aug-2015

1.077 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

ASKEP FRAKTUR

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DENGAN NANDA, NOC, NIC

Diposkan oleh Rizki Kurniadi

 A.    Pengertian:

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur

digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi .

B.     Klasifikasi fraktur :

Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.       Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).

2.       Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :

a.       Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks

tulang).

b.      Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).

3.       Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

a.       Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).

b.       Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).

c.       Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya,

misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).

4.       Berdasarkan posisi fragmen :

a.       Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.

b.       Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

5.       Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :

a.       Tertutup

b.       Terbuka (adanya perlukaan dikulit).

6.       Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :

a.       Garis patah melintang.

b.       Oblik / miring.

c.       Spiral / melingkari tulang.

d.      Kompresi

e.       Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.

Page 2: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

7.       Berdasarkan kedudukan tulangnya :

a.       Tidak adanya dislokasi.

b.       Adanya dislokasi

         At axim : membentuk sudut.

         At lotus : fragmen tulang berjauhan.

         At longitudinal : berjauhan memanjang.

         At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

C.    Etiologi:

Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai

kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat disebabkan oleh

-    Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,

kontraksi otot ekstrim.

-    Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.

-    Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

D.    Patofisiologis :

Jenis fraktur :

Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami

pergeseran

Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.

Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit

atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade

I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas, Grade II luka lebih luas

tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan

mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi, merupakan yang paling berat.

      Penyembuhan/perbaikan fraktur :

Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari

tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut.

Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitif

(osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi

Page 3: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi

fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen

yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya

trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi

fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani

transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan

mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas

akan menyingkirkan bagian yanng rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang

menyerupai keadaan tulang aslinya

E.     Manifestasi klinis:

1.      Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang   diimobilisasi. Spasme

otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2.      Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas.

Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas

tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi  normal otot bergantung pada integritas

tulang tempat melengketnya obat.

3.      Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah  tempat fraktur.

Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm

4.      Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.

Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

5.      Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan

yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah

cedera.

F.  Komplikasi fraktur

-          Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang

tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring

-          Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang

lebih lambat dari keadaan normal.

-          Nonunion,  patah tulang yang tidak menyambung kembali.

-          Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di

dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.

Page 4: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

-          Shock,

-          Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko

terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam

pai 80 fraktur tahun.

-          Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam  sering terjadi pada individu yang

imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi

pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada

bedah ortopedil

-          Infeksi

-          Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.

-          Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik

abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik

dan vasomotor instability.

G.     Pemeriksaan penunjang

Laboratorium :

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat

perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.

Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.

Radiologi :

X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram

menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang

kompleks. 

H.    Penanganan fraktur

Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi

dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

-          Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi

anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang

masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur

Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung

saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi

disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Page 5: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi

internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan

untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang

solid terjadi.

-          Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi  atau di

pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi

dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan,

gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat

dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur.

Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24

minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.

-          Mempertahankan  dan mengembalikan fungsi, segala upaya  diarahkan pada penyembuhan

tulang dan jaringan lunak, yaitu ;

  Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

  Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan

  Memantau status neurologi.

  Mengontrol kecemasan dan nyeri

  Latihan isometrik dan setting otot

  Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

  Kembali keaktivitas secara bertahap.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :

-          Imobilisasi fragmen tulang.

-          Kontak frgmen tulang minimal.

-          Asupan darah yang memadai.

-          Nutrisi yang baik.

-          Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.

-          Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.

-          Potensial listrik pada patahan tulang.

FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian

Page 6: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

Fraktur femur  dapat terjadi pada beberapa tempat  : bagian kaput, kolum atau trochanter,

batang femur dan daerah lutut /suprakondiler. 

B. Klasifikasi

Ada 2 tipe utama fraktur pinggul :

1. fraktur kolum femur : intra kapsuler

2. fraktur trokhenter : ekstrakapsuler.

Fraktur kolum femur : penyembuhan akan lebih sulit disbandingkan dengan  fraktur

trokhenter, karena system pembuluh darah yang memasok darah kekaput dan kolum femur

mengalami kerusakan karena fraktur.

C. Manifestasi Klinik

1.      tungkai mengalami pemendekan

2.      adduksi dan rotasi eksterna

3.      nyeri ringan selangkangan atau sisi medial lutut

D. Penanganan Fraktur

1.       Traksi kulit sementara untuk mereduksi spasme otot, untuk mengimobilisasi ekstremitas dan

mengurangi nyeri.

2.       ORIF

E. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)

2.      Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse

3.      Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan

aktivitas.

Page 7: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

4.      Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur

invasive

5.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang

6.      Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap

informasi, terbatasnya kognitif

RENPRA FRAKTUR

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut b/d agen injuri fisik, fraktur

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, tingkat nyeri terkontrol dg KH:

     Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

    Ekspresi wajah tenang    klien dapat istirahat dan

tidur    v/s dbn

Manajemen nyeri :      Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

      Observasi  reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.      Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri klien sebelumnya.      Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.      Kurangi faktor presipitasi nyeri.      Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non

farmakologis).      Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)

untuk mengetasi nyeri..      Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.      Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.      Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang

pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.      Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis, dan

frekuensi.      Cek riwayat alergi.      Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis

optimal.      Monitor TV       Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.      Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek

samping.

2 Resiko terhadap cidera b/d kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse

Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :

   Bebas dari cidera   Pencegahan Cidera

Memberikan posisi yang nyaman untuk Klien:      Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan

meningkatkan obsevasi pasien, beri pengaman tempat tidur      Periksa sirkulasi periper dan status neurologi      Menilai ROM pasien      Menilai integritas kulit pasien.      Libatkan banyak orang dalam memidahkan pasien, atur

posisi 3 Sindrom defisit

self care b/d kelemahan, fraktur

Setelah dilakukan akep … jam kebutuhan ADLs terpenuhi dg KH:

   Pasien dapat

Bantuan perawatan diri       Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri      Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian,

toileting dan makan

Page 8: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

    melakukan aktivitas sehari-hari.

   Kebersihan diri pasien terpenuhi

      Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.      Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari

sesuai kemampuannya      Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

4 Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, fraktur

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan infeksi terdeteksi dg KH:

      Tdk ada tanda-tanda infeksi

      AL normal      V/S dbn

Konrol infeksi :      Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.      Batasi pengunjung bila perlu.      Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan sesudahnya.      Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.      Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan.      Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.      Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan

alat.      Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus dan dan

kateter setiap hari.      Tingkatkan intake nutrisi dan cairan      berikan antibiotik sesuai program.      Jelaskan tanda gejala infeksi dan anjurkan u/ segera lapor

petugas      Monitor V/S

Proteksi terhadap infeksi      Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.      Monitor hitung granulosit dan WBC.      Monitor kerentanan terhadap infeksi..      Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.      Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan,

panas, drainase.      Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.      Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu      Dorong istirahat yang cukup.      Dorong peningkatan mobilitas dan latihan sesuai indikasi

5 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang

Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Ambulasi :Tingkat mobilisasi, Perawtan diri Dg KH :

      Peningkatan aktivitas fisik

Terapi ambulasi      Kaji kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi      Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan ambulasi       Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan      Ajarkan pasien berpindah tempat secara bertahap      Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan      Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya ambulasi

dini      Edukasi pada pasien dan keluarga tahap ambulasi      Berikan reinforcement positip atas usaha yang dilakukan

pasien.6 Kurang

pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi,

Setelah dilakukan askep …. Jam pengetahuan klien meningkat dg KH:

      Klien dapat mengungkapkan kembali yg dijelaskan.

      Klien kooperatif saat dilakukan tindakan

Pendidikan kesehatan : proses penyakit      Kaji pengetahuan klien.      Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala serta

komplikasi yang mungkin terjadi      Berikan informasi pada keluarga tentang perkembangan

klien.      Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang

tindakan yang akan dilakukan.      Diskusikan pilihan terapi

Page 9: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

keterbatan kognitif

      Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi dini      jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Diposkan oleh Rizki Kurniadi

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang

sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.

Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti

sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi

ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit

demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk

mencari bentuan kepada orang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila

menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan

diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang

memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi

perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.

Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima

kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam

konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat,

ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat

besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan

keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang

Page 10: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan

dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi

ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,

penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi

seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan

kematian (Potter & Perry, 2005).

B.     Permasalahan

Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan

keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:

1. Tujuan umum

         Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.

Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional

1. Tujuan khusus

Mengetahui jenis-jenis kehilangan.

Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.

Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.

BAB II

LANDASAN TEORI

1. Kehilangan

A. Definisi kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan

adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti

sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa

tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau

total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.

Page 11: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang

sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan

(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami

oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami

kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang

berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu

kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada

menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:

1. Arti dari kehilangan

2. Sosial budaya

3. kepercayaan / spiritual

4. Peran seks

5. Status social ekonomi

6. kondisi fisik dan psikologi individu.

B. Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:

1. Aktual atau nyata

Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang

sangat berarti / di cintai.

2. Persepsi

Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang

berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi

menurun.

C.                Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai

Page 12: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti

adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan,

yang mana harus ditanggung oleh seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena

keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian

pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan

tidak dapat ditutupi.

Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental

seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan

fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri

mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat

hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,

perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap

benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal

termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian

secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan

proses penyesuaian baru.

Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada

kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang

berespon berbeda tentang kematian.

D.                Rentang Respon Kehilangan

Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance

Page 13: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

1. Fase denial

a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan

b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.

c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,

menangis, gelisah.

2. Fase anger / marah

a. Mulai sadar akan kenyataan

b. Marah diproyeksikan pada orang lain

c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

d. Perilaku agresif.

3. Fase bergaining / tawar- menawar.

a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “

seandainya saya hati-hati “.

4. Fase depresi

a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.

b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase acceptance

a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.

b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya

harus operasi “

Berduka

A.    Definisi berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang

dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-

lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA

merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu

dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,

hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan.

Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu

yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,

Page 14: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke

tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B.     Teori dari Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep

dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan

emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka

memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan

gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan

memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan

pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau

pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak

jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus

asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena

kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang

bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa

bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

Page 15: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini

diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

1. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku

dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a)                Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai

bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau

“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

b)               Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif

sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk

menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi

kehilangan.

c)                Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk

mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.

d)               Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.

Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai

memecahkan masalah.

e)                Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap

penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah

pada pengunduran diri atau berputus asa.

1. Teori Martocchio

Page 16: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang

tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada

faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari

kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut

sampai 3-5 tahun.

1. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

1. Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

2.      Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang

melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

3.      Akomodasi

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali

secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup

dengan kehidupan mereka.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA

ENGEL (1964) KUBLER-ROSS

(1969)

MARTOCCHIO

(1985)

RANDO (1991)

Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran

Berkembangnya  kesadaran Marah Yearning and

protest

Restitusi Tawar-menawar Anguish,

disorganization and

despair

Konfrontasi

Idealization Depresi Identification in

bereavement

Reorganization / the out Penerimaan Reorganization and akomodasi

Page 17: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

come restitution

Rentang Respon Kehilanagn

Fase Pengingkaran

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau

mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “

Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau

keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan

pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi

ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

Fase Marah

Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan

Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang

lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,

menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering

terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Fase Tawar-menawar

Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke

fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan

dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “.

Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang

sakit, bukan anak saya”.

Fase Depresi

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat

penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan

bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih,

dorongan libido manurun.

Fase Penerimaan

Page 18: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat

kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah

menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang

mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru.

Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang

ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.

Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia

akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas.

Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam

mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

BAB III

ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL

Pengkajian

Data yang dapat dikumpulkan adalah:

a. Perasaan sedih, menangis.

b. Perasaan putus asa, kesepian

c. Mengingkari kehilangan

d. Kesulitan mengekspresikan perasaan

e. Konsentrasi menurun

f. Kemarahan yang berlebihan

g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.

h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.

i. Reaksi emosional yang lambat

j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

A. Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak

efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

Page 19: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

B. Rencana Tindakan Keperawatan

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis

- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

- Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.

2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.

3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.

4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.

5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan

orang lain.

Intervensi

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.

R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam

mengatasi perasaannya.

2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.

R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.

3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.

R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.

4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.

R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat

secara emosi.

5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.

R/ Meningkatkan harga diri.

6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.

R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.

7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang

R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri

klien.

Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif

sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

Tujuan :

1. Klien merasa harga dirinya naik.

Page 20: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

2. Klien mengunakan koping yang adaptif.

3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi

1. Merespon kesadaran diri dengan cara :

~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.

~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.

~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.

R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara :

~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.

~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui

keterbukaan.

~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.

R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap

dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara :

~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.

~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.

R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.

4. Membuat perencanaan yang realistik.

~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.

~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.

R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara

menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.

~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif

dan mempertahankan respon koping yang adaptif.

R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

Page 21: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

6. Mengobservasi tingkat depresi.

~ Mengamati perilaku klien.

~ Bersama klien membahas perasaannya.

R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun

dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.

~ Menghargai perasaan klien.

~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.

~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.

~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.

R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap

orang yang hilang.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.

Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.

2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.

3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.

4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :

1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.

R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.

R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat

melakukan sendiri.

3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.

R/ Diharapkan klien mandiri.

4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.

Page 22: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

R/ Diharapkan klien mandiri.

5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.

R/ Diharapkan klien mandiri

R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang

1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang

normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.

2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan

mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan

secara jujur.

3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang

berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan

aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu

kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada

menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA

merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu

dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,

hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan.

Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu

yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,

Page 23: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke

tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,

mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk

empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5

katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan

lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri

sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :

pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

2.      Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian

dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

3.      Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman

Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

4.      Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Peran Perawat Dalam Memenuhi Kebutuhan Spiritual KlienMengingat perawat merupakan orang yang pertama dan secara konsisten selama 24 jamsehari menjalin kontak dengan pasien, perawat sangat berperan dalam membantu memenuhikebutuhan spiritual pasien. Baik dengan mengusahakan kemudahan seperti mendatangkan pemuka agama sesua i dengan agama yang d iyak in i pas ien, member ikan privacyuntuk 7

   berdoa, atau memberi kelonggaran bagi pasien untuk berinteraksi dengan orang lain (keluarga/ teman).Menjalin komunikasi yang terapeutik terhadap pasien yang sedang menghadapi kematian juga merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan spiritual pasien. Rando (1984), dikutipo leh Ach i r Yan i (1999:52) member ikan pedoman berkomunikas i secara terapeut ik pada  pasien yang menghadapi sakratul maut :1)Komunikas i seba iknya d i lakukan untuk

Page 24: Asuhan Keperawatan Fraktur Dengan Nanda

menormalkan perasaan pas ien tetap i usahakan  jangan terlalu nyata2)Mendengarkan pasien agar ia mengungkapkan kebutuhannya3)Menanyakan pada pas ien tentang pertanyaan yang ada d ibenaknya karena pas ien takut untuk bertanya dan mengungkapkan hal-hal yang ada pada pikirannya4)Memast ikan apa yang d i tanyakan pas ien dengan mengklar i f ikas i dan meref leks ikan kembali pernyataannya5 ) A p a b i l a k e a d a a n m e m u n g k i n k a n , p e r a w a t p e r l u m e n y a d a r i k e s u l i t a n p a s i e n d e n g a n  penyakit terminal. Jangan dikurangi, begitu juga jangan berdebat dengan pasien6)Memast ikan bahwa perawat dan pas ien membicarakan ha l yang sama. Se la lu berusaha mencocokkan pemahaman dan minta umpan balik 7)Memperhatikan keselarasan perilaku verbal dan non verbal8)Usahakan menyediakan waktu jika pasien ingin berbicara walaupun kadang-kadang tidak menyenangkanV