bab ii tinjauan pustaka a. tumbuh kembang...

40
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuh Kembang Anak 1. Pengertian Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Ini berarti bahwa tumbuh kembang sudah terjadi sejak di dalam kandungan dan setelah kelahiran merupakan suatu masa dimana mulai saat itu tumbuh kembang anak dapat dengan mudah diamati. Sejak lahir hingga usia kurang lebih dua tahun perkembangan anak sangat berkaitan dengan keadaan fisik dan kesehatannya. Perkembangan kemampuan, terutama motorik, sangat pesat. Perbedaannya sangat terlihat walau hanya dalam dua atau tiga bulan saja. 2. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan, antara lain: a. Masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan). Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain: 1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu. 2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini terdiri dari dua periode: 7

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tumbuh Kembang Anak

    1. Pengertian

    Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi

    sampai dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Ini

    berarti bahwa tumbuh kembang sudah terjadi sejak di dalam kandungan

    dan setelah kelahiran merupakan suatu masa dimana mulai saat itu tumbuh

    kembang anak dapat dengan mudah diamati. Sejak lahir hingga usia

    kurang lebih dua tahun perkembangan anak sangat berkaitan dengan

    keadaan fisik dan kesehatannya. Perkembangan kemampuan, terutama

    motorik, sangat pesat. Perbedaannya sangat terlihat walau hanya dalam

    dua atau tiga bulan saja.

    2. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan

    Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan dan

    perkembangan, antara lain:

    a. Masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan).

    Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain:

    1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8

    minggu.

    2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini

    terdiri dari dua periode:

    7

  • 8

    a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester

    kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan

    pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna dan alat

    tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi.

    b) Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan

    berlangsung pesat dan adanya perkembangan fungsi-fungsi.

    Pada masa ini terjadi transfer imunoglobulin G (IgG) dari

    darah ibu melalui plasenta.

    b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima

    periode, antara lain:

    1) Masa neonatal (0-28 hari)

    Terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan

    sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh

    lainnya.

    2) Masa bayi, dibagi menjadi dua:

    a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat dan

    proses pematangan berlangsung secara kontiyu terutama

    meningkatnya fungsi sistem saraf.

    b) Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai

    menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik

    dan fungsi ekskresi.

  • 9

    3) Masa prasekolah (2-6 tahun)

    Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi

    perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan

    meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.

    4) Masa sekolah atau masa prapubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki:

    8-12 tahun).

    Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah,

    keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain

    berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.

    5) Masa adolesensi (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki:

    12-20 tahun).

    Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolesensi

    dibanding anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari periode

    anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan

    berat badan dan tinggi badan yang sangat pesat yang disebut

    Adolescent Growth Spurt. Pada masa ini juga terjadi pertumbuhan

    dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan timbulnya tanda-

    tanda kelamin sekunder.

  • 10

    3. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan

    a. Ciri-ciri pertumbuhan, antara lain:

    1) Perubahan ukuran

    Perubahan ini terlihat secara jelas pada pertumbuhan fisik

    yang dengan bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan

    berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lain-lain.

    2) Perubahan proporsi

    Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga

    memperlihatkan perubahan proporsi. Tubuh anak memperlihatkan

    perbedaan proporsi bila dibandingkan dengan tubuh orang

    dewasa. Pada bayi baru lahir titik pusat terdapat kurang lebih

    setinggi umbilikus, sedangkan pada orang dewasa titik pusat

    tubuh terdapat kurang lebih setinggi simpisis pubis. Perubahan

    proporsi tubuh mulai usia kehamilan 2 bulan sampai dewasa.

    3) Hilangnya ciri-ciri lama

    Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi

    perlahan-lahan, seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya

    gigi susu dan menghilangnya refleks primitif.

    4) Timbulnya ciri-ciri baru

    Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi-

    fungsi organ. Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan

    adalah munculnya gigi tetap dan munculnya tanda-tanda seks

  • 11

    sekunder seperti tumbuhnya rambut pubis dan aksila, tumbuhnya

    buah dada pada wanita dan lain-lain.

    b. Ciri-ciri perkembangan, antara lain:

    1) Perkembangan melibatkan perubahan

    Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan

    disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan sistem

    reproduksi misalnya, disertai dengan perubahan pada organ

    kelamin. Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan ukuran

    tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh, berubahnya ciri-

    ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan

    suatu organ tubuh tertentu.

    2) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya

    Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan

    sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Misalnya, seorang

    anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu

    perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan

    menentukan perkembangan selanjutnya.

    3) Perkembangan mempunyai pola yang tetap

    Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua

    hukum yang tetap, yaitu:

    a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala,

    kemudian menuju ke arah kaudal. Pola ini disebut pola

    sefalokaudal.

  • 12

    b) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal

    (gerakan kasar) lalu berkembang di daerah distal seperti jari-

    jari yang mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola

    ini disebut proksimodistal.

    4) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan

    Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur

    dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,

    misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran

    sebelum mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum

    berjalan, dan lain-lain.

    5) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda

    Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-

    beda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja,

    sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin berkembang pesat

    pada masa lainnya.

    6) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan

    Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan

    pun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar,

    asosiasi dan lain-lain.

    4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.

    Menurut Soetjiningsih (1995) dan Suryanah (1996) faktor-faktor yang

    mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain:

  • 13

    a. Faktor genetik

    Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir

    proses tumbuh kembang anak. Anak dapat mewarisi sifat tertentu.

    b. Faktor lingkungan

    Merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya

    potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan

    tercapainya potensi bawaan.

    Faktor lingkungan dibagi menjadi 2:

    1) Faktor pranatal

    Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di

    dalam kandungan. Misalnya: gizi ibu pada waktu hamil,

    toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, dan stres.

    2) Faktor post-natal

    Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

    setelah lahir. Secara umum dapat digolongkan menjadi:

    a) Lingkungan biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, Jenis

    kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap

    penyakit, fungsi metabolisme dan hormon.

    b) Faktor fisik, antara lain: cuaca/musim, sanitasi, keadaan

    rumah dan radiasi.

    c) Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar,

    kelompok sebaya, kasih sayang dan kualitas interaksi anak-

    orang tua.

  • 14

    d) Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaaan,

    pendidikan, jumlah saudara, adat istiadat, norma dan agama.

    B. Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

    Pada usia tiga sampai lima tahun (prasekolah) perkembangan lebih pada

    pencapaian kemandirian dan sosialisasi. Tahap–tahap ini sangat penting untuk

    kehidupan selanjutnya, pada usia ini anak mulai mampu menerima

    ketrampilan dan pelajaran sebagai dasar pembentukan proses berfikir dan

    pembentukan pengetahuan. Pada usia ini perkembangan motorik, bahasa,

    kreativitas, sosial, moral, dan emosionalnya mulai terbentuk dan cenderung

    menetap sampai usia dewasa.

    Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai lima

    tahun (Whaley’s & Wong, 2000). Anak prasekolah adalah pribadi yang

    mempunyai potensi berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang

    dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal.

    Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

    mengakibatkan timbulnya masalah. Usia prasekolah diantara usia 3 (tiga)

    sampai 5 (lima) tahun bertujuan membantu meletakkan dasar ke arah

    perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang

    diperlukan untuk anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan

    untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

    Snowman dalam Patmonodewo (1995) menemukan ciri-ciri anak

    prasekolah atau TK, diantaranya:

  • 15

    1. Ciri-ciri fisik

    Anak prasekolah mempergunakan ketrampilan gerak dasar (berlari,

    berjalan, memanjat, melompat, dan sebagainya) sebagai bagian dari

    permainan mereka. Mereka masih sangat aktif, tetapi lebih bertujuan dan

    tidak terlalu mementingkan untuk bisa beraktivitas sendiri.

    2. Ciri sosial

    Pada umumnya anak dalam tahapan ini memiliki satu atau dua

    sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya

    cenderung kecil dan tidak terlalu teroganisir secara baik, tetapi mereka

    mampu berkomunikasi lebih baik dengan anak lain. Anak lebih menikmati

    permainan situasi kehidupan nyata, dan dapat bermain bersama dengan

    saling memberi serta menerima arahan. Perasaan empati dan simpati

    terhadap teman juga berkembang, mampu berbagi dan bergiliran dengan

    inisiatif mereka sendiri, anak menjadi lebih sosialis.

    3. Ciri emosional

    Anak terdorong mengekspresikan emosinya dengan bebas dan

    terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan dan iri hati pada anak

    prasekolah sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian

    guru dan berebutan makanan atau mainannya.

    4. Ciri kognitif

    Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian besar

    dari mereka senang berbicara dan sebagian lagi menjadi pendengar yang

    baik. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat,

  • 16

    kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Anak mampu menangani

    secara lebih efektif dengan ide-idenya melalui bahasa, dan mulai mampu

    mendeskripsikan konsep-konsep yang lebih abstrak. Mereka

    menyesuaikan dan mengubah konsep secara konstan. Contoh, konsep

    mereka mengenai waktu menjadi semakin luas. Mereka bisa memahami

    hari, minggu, bahkan bulan (Seri Ayahbunda, 2001).

    Prasekolah dapat diartikan sebagai pendidikan sebelum sekolah, jadi

    berarti bukan atau belum merupakan pendidikan sekolah itu sendiri.

    Berdasarkan ulasan para ahli tentang perkembangan anak yang sangat pesat

    pada usia sebelum memasuki sekolah dasar dan pernyataan tentang pentingnya

    lingkungan bagi perkembangan otak anak, maka kita harus mulai memikirkan

    secara serius untuk menyelamatkan generasi yang akan datang dengan

    memberikan pelayanan pendidikan sebaik-baiknya bagi anak sebelum masuk

    sekolah dasar.

    Taman kanak-kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah

    yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai

    memasuki pendidikan dasar, hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah

    nomor 27 tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah. Menurut Patmonodewo

    (1995) Program prasekolah di Indonesia dibedakan menjadi beberapa

    kelompok, diantaranya program tempat penitipan anak (3 tahun-5 tahun),

    kelompok bermain (usia 3 tahun) dan pada usia 4 sampai 6 tahun biasanya

    mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK). Bimbingan di Taman Kanak-

    Kanak bukanlah memecahkan melainkan mendorong murid-murid agar dapat

  • 17

    melindungi dirinya sendiri dari masalah-masalah anak, menghadapi dan

    memecahkan masalahnya sendiri atas bantuan guru (Kartono, 1985).

    C. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah (TK)

    1. Pengertian kemampuan sosialisasi anak prasekolah

    Sosialisasi menurut Suean Robinson Ambron (Yusuf , 2004) adalah

    proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian

    sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung

    jawab dan efektif. Sosialisasi adalah ”proses yang digunakan anak untuk

    mempelajari standar, nilai, perilaku yang diharapkan untuk kultur atau

    masyarakat mereka” (Mussen, dkk, 1994). Menurut Chaplin (2002)

    ”kemampuan merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan

    hasil atau praktek”. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia

    ”kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan atau kekuatan”.

    Usia anak prasekolah berlangsung antara usia 4 (empat) sampai 6

    (enam) tahun, pada masa ini perkembangan sosial anak sudah tampak jelas

    karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya.

    Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh keluarga, teman bermain dan

    sekolah. Lingkungan pertama dan utama dikenal sejak lahir yaitu keluarga.

    Ayah, ibu dan anggota keluarga lainnya merupakan lingkungan sosial

    yang secara langsung berhubungan dengan individu. Pengaruh sosialisasi

    yang berasal dari keluarga besar perannya bagi perkembangan dan

    pembentukan kepribadian individu. Kebiasaan yang ditanamkan keluarga

  • 18

    baik itu positif maupun negatif secara tidak langsung akan terbentuk

    didalam kepribadian anak.

    Kemampuan sosialisasi menjadi suatu aspek penting dalam

    perkembangan anak. Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat

    terbantu apabila anak dimasukkan ke Taman Kanak-Kanak, karena Taman

    Kanak-Kanak (Prasekolah) sebagai ”jembatan bergaul” merupakan tempat

    yang memberikan peluang kepada anak untuk memperluas pergaulan

    sosialnya, dan mentaati peraturan (Yusuf, 2004). Masa Taman Kanak-

    Kanak juga merupakan masa peralihan dari lingkungan keluarga kedalam

    lingkungan sekolah. Dalam lingkungan sekolah, anak tidak hanya

    memasuki dunia sosialisasi yang lebih luas melainkan anak juga akan

    menemukan suasana kehidupan yang berbeda, teman, guru atau aturan-

    aturan yang berbeda dengan lingkungan keluarga (Chaplin, 2002).

    Berdasar dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

    sosialisasi adalah proses dimana anak-anak belajar mengenai standar, nilai

    dan sikap yang diharapkan kebudayaan atau lingkungan masyarakat

    mereka. Sosialisasi merupakan perkembangan individu dalam

    pembentukan kepribadian atau proses penyesuaian diri di dalam

    lingkungan keluarga, seperti pengenalan nilai-nilai atau norma, kebiasaan

    dan mempelajari keperluan-keperluan sosial kultural sehingga dapat

    berperan dalam masyarakat dan teman sebayanya.

  • 19

    Jadi, kemampuan sosialisasi anak prasekolah dapat diartikan sebagai

    proses kesanggupan anak yang berusia 3 (Tiga) sampai 5 (lima) tahun

    yang terkait dengan kegiatan-kegiatan untuk mempelajari standar, nilai,

    perilaku serta tertib sosial yang diharapkan masyarakat dan lingkungan

    mereka dan menyelaraskan pola interaksi di dalam bermasyarakat untuk

    memperoleh kepribadian dan membangun potensi-potensi yang ada pada

    individu.

    2. Ciri-ciri perkembangan sosial

    Masa peka dalam perkembangan sosial anak usia prasekolah dapat

    dicirikan melalui berbagai kegiatan yang ditunjukkan oleh seorang anak

    kepada anak lainnya, sebagai berikut: (Bambang, 2005) adanya minat

    untuk melihat anak yang lain dan berusaha mengadakan kontak sosial

    dengan mereka, mulai bermain dengan mereka, mencoba untuk bergabung

    dan bekerjasama dengan orang lain, dan lebih menyukai bekerja dengan 2

    atau 3 anak yang dipilihnya sendiri. Secara lebih spesifik akan diberikan

    contoh tentang ciri umum perkembangan sosial anak prasekolah: mulai

    bermain dan berkomunikasi dengan anak-anak lain, berani dan mempunyai

    rasa ingin tahu yang besar, dan menunjukkan perhatian untuk mengetahui

    lebih jauh tentang perbedaan jenis kelamin.

    3. Proses sosialisasi

    Hurlock (1997) mengemukakan bahwa proses sosialisasi diperoleh

    dari kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.

    Sosialisasi ini memerlukan beberapa proses, yaitu:

  • 20

    a. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial

    Kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotannya untuk

    dapat diterima, dan harus menyesuaikan perilaku dengan patokan

    yang dapat diterima pula.

    b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima

    Kelompok mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan oleh

    para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada

    peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak serta bagi

    guru dan murid

    c. Perkembangan sikap sosial

    Bermasyarakat atau bergaul dengan baik anak-anak harus

    menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka berhasil dalam

    penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok,

    maka mereka dapat menggabungkan diri.

    Proses sosial pada hakekatnya adalah proses belajar sosial dimana

    proses untuk mempelajari bermacam-macam peranan sosial. Proses sosial

    merupakan fungsi atau tingkah laku yang diharapkan seseorang oleh

    kelompoknya. Berkembangnya peranan sosial itu sejalan dengan

    bertambahnya usia. Berfungsinya peranan sosial merupakan ungkapan

    kepribadian seseorang. Orang yang berkepribadian sosial berarti orang

    yang dapat memainkan peranan-peranan sosialnya dengan baik dan

    berhasil.

  • 21

    4. Tahap-tahap anak bersosialisasi

    Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar

    bersosialisasi. ”Melalui keluargalah anak belajar merespon terhadap

    masyarakat dan beradaptasi ditengah kehidupan masyarakatnya yang lebih

    luas nantinya. Melalui proses bersosialisasi didalam keluarga, seorang

    anak secara bertahap belajar mengembangkan kemampuan nalar serta

    imajinasinya” (Satiadarma, 2001). Melalui pemahaman nilai-nilai

    kehidupan yang ditanamkan oleh anggota keluarga, kemampuan persepsi

    seorang anak akan diarahkan secara khusus ke dalam bidang-bidang

    tertentu. Perhatian terhadap hal-hal di sekelilingnya banyak dipengaruhi

    oleh nilai-nilai yang mereka anut, keluargalah yang menanamkan nilai-

    nilai tersebut.

    Setelah anak belajar bersosialisasi di dalam keluarga, kemudian anak

    belajar sosialisasi di luar rumah yang diperoleh dari teman sebaya,

    sekolah, guru dan lingkungan luar yang lebih luas (Mussen, dkk, 1994).

    Tahap-tahap anak bersosialisasi berawal dari lingkungan di dalam

    keluarga dan selanjutnya anak akan belajar bersosialisasi di luar

    lingkungan keluarga.

    5. Aspek-aspek yang mempengaruhi kemampuan sosialisasi

    Hurlock (1997) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang

    mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak adalah:

  • 22

    a. Kerjasama

    Anak mampu untuk bermain atau bekerja secara bersama-sama

    dengan anak lain. Semakin sering melakukan sesuatu secara bersama-

    sama, maka akan semakin cepat untuk belajar bekerjasama dengan

    orang lain.

    b. Persaingan

    Adanya persaingan merupakan dorongan anak untuk berusaha

    sebaik-baiknya memperoleh sosialisasi yang diinginkan mereka.

    Kadang dari sosialisasi ini mengakibatkan hal buruk, seperti

    pertengkaran dan kesombongan.

    c. Kemurahan hati

    Anak bersedia untuk berbagi sesuatu dengan anak lain, tidak

    mementingkan dirinya sendiri mulai berkurang maka ia merasa

    diterima secara sosial oleh lingkungannya dengan kemurahan hati.

    d. Hasrat akan penerimaan sosial

    Penyesuaian diri anak terhadap tuntutan sosial akan semakin kuat,

    sehingga hasrat untuk diterima oleh orang dewasa akan muncul lebih

    awal dibandingkan dengan hasrat untuk diterima oleh orang teman

    sebaya.

    e. Simpati

    Anak berusaha menghibur dan menolong seseorang yang sedang

    bersedih meskipun kadang susah dilakukan, karena anak dapat

    berperilaku simpati apabila pernah mengalami situasi yang sama.

  • 23

    f. Empati

    Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, seperti anak

    dapat memahami ekspresi wajah dan maksud pembicaraan orang lain.

    Ketergantungan

    Anak selalu bergantung pada orang lain dalam hal apapun, misalnya

    bantuan, perhatian, dan kasih sayang.

    g. Sikap ramah

    Anak mampu memberikan kasih sayang kepada siapapun melalui

    kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain dengan

    memperlihatkan sikap ramahnya.

    h. Sikap tidak mementingkan diri sendiri

    Anak belajar untuk memikirkan dan berbuat untuk orang lain

    dengan meninggalkan kepentingan dan milik mereka sendiri. Mereka

    mau membagi apa yang menjadi miliknya.

    i. Meniru

    Meniru seseorang yang dianggap dapat memberikan contoh

    terhadap kelompok sosialnya, sehingga anak akan mengembangkan

    sifat yang sama terhadap apa yang mereka contoh.

    j. Perilaku kelekatan

    Perilaku kelekatan ini biasanya diperoleh sejak bayi terutama

    kepada ibu dan pengganti ibu. Bertambahnya usia mereka dan

    mengenal lingkungan yang lebih luas, maka anak mengalihkannya

    dengan belajar melakukan persahabatan dengan teman atau orang lain.

  • 24

    Diungkapkan pula oleh Setiawan (2000) bahwa kehidupan sosial anak

    antara lain:

    1) Berteman

    Anak-anak senang bermain dengan teman-teman yang lain

    terutama dengan teman sebayanya, karena segala perkembangan

    dan kesenangannya sama. Hidup berkelompok dapat meningkatkan

    daya sosialnya.

    2) Kerja sama

    Sifat anak-anak sangat egois, suka bertengkar, jarang mereka bisa

    bermain bersama. Tetapi setelah berusia tiga sampai empat tahun,

    permainan bersama dan aktivitas kelompok makin ditingkatkan.

    Melalui latihan, anak-anak dapat belajar bekerja sama dengan

    teman yang lain dan suasana permainan makin hari semakin

    harmonis.

    3) Bertengkar

    Ketika bertengkar, anak biasanya mengambil barang yang sedang

    dipegang temannya, atau merusak barang pekerjaan temannya.

    Berteriak dengan keras, menangis, menendang, marah, tetapi hanya

    dalam waktu yang singkat, pertengkaran itu segera terlupakan dan

    tidak menaruh dendam, bahkan sudah berdamai lagi. Pertengkaran

    anak memiliki nilai sosial karena anak dapat belajar mengenai hal-

    hal apa yang tidak dapat diterima oleh orang lain.

  • 25

    4) Bersaing

    Anak usia empat tahun selalu ingin menang. Ia akan berusaha

    memperlihatkan barang yang dimilikinya untuk menjadi bahan

    persaingannya. Hal yang mendapat perhatian dari orang lain,

    segera ditonjolkan. Apabila orang tua pilih kasih, maka sikap iri

    hati dan keinginan bersaing tidak dapat dihindarkan.

    5) Melawan

    Sikap melawan terhadap disiplin yang ditetapkan orang tua atau

    terhadap suatu tekanan, umumnya dinyatakan dalam perilaku:

    membantah, memberontak, dan membungkam, pura-pura tidak

    mendengar permintaan orang lain, atau pura-pura tidak mengerti.

    Sampai usia enam tahun, gerakan untuk melawan berkurang, tetapi

    lebih banyak membantah.

    6) Jenis kelamin

    Sebelum usia empat tahun, baik anak laki-laki maupun anak

    perempuan, dapat bermain sangat harmonis dan berteman baik

    dengan jenis kelamin yang sama atau yang lain. Tetapi mulai usia

    empat sampai lima tahun, anak-anak dapat membedakan jenis

    kelamin mereka sehingga lambat laun mereka hanya senang

    bermain dengan teman sejenis, bahkan menghina lawan jenisnya;

    anak laki-laki kalau bermain dengan anak perempuan merasa

    masih kekanak-kanakan atau masih menyusu sehingga tekanan ini

    begitu kuat, banyak anak laki-laki berusaha ingin menjadi laki-laki

  • 26

    jantan dengan menyerang anak perempuan. Jadi aspek-aspek yang

    dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak dapat berupa

    perilaku sosial, diantaranya kerja sama antara kelompok,

    persaingan dengan teman, kemurahan hati, hasrat penerimaan

    sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap marah, sikap tidak

    mementingkan diri sendiri, meniru dan perilaku kelekatan.

    6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sosialisasi

    Menurut Hurlock (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi

    sosialisasi, terutama anak yaitu adanya sikap anak-anak terhadap orang

    lain dan pengalaman belajar selama tahun-tahun awal kehidupan yang

    merupakan masa pembentukan kepribadian. Tetapi kelompok sosial juga

    berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak, karena setidaknya

    kelompok merupakan tujuan identifikasi diri. Namun pada akhirnya,

    kemampuan anak untuk belajar bersosialisasi ini, bergantung pada empat

    faktor:

    a. Kesempatan yang penuh untuk belajar bermasyarakat

    b. Dalam keadaan bersama-sama anak tidak hanya mampu

    berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh orang

    lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat

    dipahami dan menarik bagi orang lain.

    c. Anak akan belajar bersosialisasi hanya apabila mereka mempunyai

    motivasi untuk melakukannya.

    d. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting.

  • 27

    Adapun faktor-faktor yang dapat menghambat perkembangan

    sosial pada anak antara lain: (Bambang, 2005).

    a. Kurang kesempatan bersosialisasi

    Penyebab:

    1) Orang tua dan anggota keluarga tidak memiliki cukup waktu

    untuk memberi stimulasi atau rangsangan untuk menjadi

    bagian dari anggota kelompok keluarga dan teman sebaya.

    2) Sikap orang tua yang terlalu protektif dan selalu melarang anak

    untuk bergabung dengan teman seusianya karena kekhawatiran

    mereka yang berlebihan, seperti khawatir anak menjadi kotor

    dan dekil.

    b. Motivasi diri rendah

    Penyebab:

    1) Anak adalah korban prasangka (selalu menjadi sasaran, ejekan,

    gertakan, ancaman dan lain-lain), sehingga mereka

    menganggap bahwa lingkugan sosial memusuhi dan tidak

    menyukai mereka, sehingga merasa rendah diri.

    2) Anak menarik diri dari lingkungan karena merasa tidak

    mendapatkan kepuasan dan pengalaman baru ketika bergabung

    dengan aktivitas kelompok dibandingkan jika mereka bermain

    sendiri.

  • 28

    c. Ketergantungan yang berlebihan

    Penyebab:

    1) Anak terus bergantung kepada orang lain baik kepada orang

    dewasa atau teman seusia, hal ini akan membahayakan bagi

    penyesuaian pribadi dan sosial.

    d. Penyesuaian yang berlebihan

    Menyesuaikan diri secara berlebihan dengan harapan bahwa hal ini

    akan menjamin penerimaan mereka, justru akan mengakibatkan:

    1) Teman seusia menganggap mereka lemah karena kurang

    mandiri

    2) Anak akan dianggap remeh oleh kelompok teman sebaya

    karena tampak tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkan

    bagi kelompok.

    3) Anak tidak dapat memiliki pandangan yang baik tentang diri

    mereka sendiri jika mereka mengetahui bahwa kelompok

    mempunyai pandangan yang tidak baik tentang mereka.

    e. Adaptasi diri rendah

    Penyebab:

    1) Anak tidak memiliki motivasi untuk menyesuaikan diri.

    2) Anak kurang memiliki pengetahuan tentang harapan kelompok

    atau cara memenuhi harapan itu.

  • 29

    f. Prasangka

    Prasangka yang membahayakan anak yang berprasangka maupun

    korban prasangka, akibat yang timbul:

    1) Bagi anak yang berprasangka: menjadi kejam, tidak toleran,

    kaku, ingin membalas dendam.

    2) Bagi anak korban prasangka: sering menjadi sasaran ejekan,

    gertakan, agresi fisik, ditolak, diabaikan, dan menarik diri dari

    lingkungan.

    Sedangkan menurut (Yusuf, 2004) perkembangan sosial anak sangat

    di pengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga,

    orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial

    tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan

    anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan

    sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang

    kondusif, seperti perlakuan orang tua kasar, sering memarahi, acuh tak

    acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan

    terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun

    tatakrama / budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment,

    seperti: (1) bersifat minder, (2) senang mendominasi orang lain, (3)

    bersifat egois, (4) senang mengisolasi diri / menyendiri, (5) kurang

    memiliki perasaan tenggang rasa, dan (6) kurang mempedulikan norma

    dalam berperilaku.

  • 30

    D. Pola Asuh Orang Tua

    1. Pengertian pola asuh

    Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah

    satunya adalah mengasuh anak. Dalam mengasuh anak menurut (Tarsis,

    2001) menyatakan bahwa ” Pola asuh merupakan interaksi anak dan orang

    tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak

    untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

    masyarakat”.

    Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang

    tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak

    adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi

    masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada

    pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa

    suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut

    mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan,

    mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu

    mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.

    Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara

    orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya

    disebut sebagai pola pengasuhan. Interaksi anak dengan orang tua, anak

    cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi

    anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh.

    Disuatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh apa yang tepat

  • 31

    dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai

    orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak

    menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang

    tuanya (Jas & Rachmadiana, 2004).

    Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului

    oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi :

    a. Perilaku yang patut dicontoh.

    Artinya setiap perilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat

    mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya

    akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak-anaknya.

    b. Kesadaran diri.

    Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendorong mereka

    agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai–nilai moral. Oleh sebab

    itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan

    observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun

    non verbal tentang perilaku.

    c. Komunikasi

    Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak–anaknya,

    terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk

    memecahkan permasalahnya.

  • 32

    Menurut Baumrind (1997) terdapat 3 macam pola asuh orang tua :

    1) Pola asuh otoriter

    Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus

    dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman–ancaman. Misalnya

    kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua

    cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak

    mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua

    tidak segan menghukum anaknya. Orang tua tipe ini juga tidak

    mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah

    dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk

    mengerti mengenai anaknya.

    Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang

    penakut, pendiam, tertutup, kurang berkembangnya rasa sosial,

    tidak timbul kreatif dan keberaniannya untuk mengambil

    keputusan atau berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar

    norma, berkepribadian lemah dan menarik diri. Anak yang hidup

    dalam suasana keluarga yang otoriter akan menghambat

    kepribadian dan kedewasaannya.

    2) Pola asuh demokratis

    Pola asuh yang mementingkan kepentingan anak, akan tetapi

    tidak ragu–ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola

    asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio

    atau pemikiran pemikiran dan orang tua bersikap realitis terhadap

  • 33

    kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk

    memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya pada

    anak bersifat hangat.

    Pola asuh demokratis akan menghasilkan karekteristik anak yang

    mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan

    temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru.

    3) Pola asuh permisif

    Orang tua memberikan pengawasan yang sangat longgar,

    memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu

    tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak

    menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam

    bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang

    tua. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat sehingga sering

    disukai anak.

    Pola asuh permisif akan menghasilkan karekteristik anak yang

    impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang

    sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

    2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola asuh

    Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah :

    (Edwards, 2006).

    a. Pendidikan orang tua

    Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan

    mempengaruhi kesiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada

  • 34

    beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap

    dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif

    dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan

    berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan

    waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga

    dan kepercayaan anak Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson

    menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh

    lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-

    perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah

    laku, pikiran, dan sikap. Orang tua yang telah mempunyai

    pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap

    menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu

    mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang

    normal (Supartini, 2004).

    b. Lingkungan

    Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka

    tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola–

    pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

    c. Budaya

    Sering kali orang tua mengikuti cara–cara yang dilakukan oleh

    masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan–kebiasaan

    masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola–pola

    tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah

  • 35

    kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat

    diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan

    atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga

    mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh

    terhadap anaknya (Anwar, 2000).

    E. Tingkat Pendidikan

    1. Pengertian

    Pengertian pendidikan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah

    proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

    dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

    pelatihan. Mengutip pendapat Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan

    berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti

    (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak (Tim

    Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1991). Definisi lain menurut

    Langevelt, bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan,

    dan bantuan yang diberikan kepada anak, yang tertuju kepada kedewasaan

    (jasmani dan rohani) atau pendewasaan anak (Notoatmodjo, 2003).

    Beberapa pengertian pendidikan di atas, maka dapat diambil pokok pikiran

    bahwa pendidikan haruslah mempunyai tujuan apa yang harus dicapai oleh

    individu untuk mengembangkan kemampuannya dan dapat

    mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat. Dengan demikian

    tujuan yang dicapai haruslah terencana dan disengaja.

  • 36

    2. Fungsi pendidikan

    a. Untuk meningkatkan mutu kehidupan, baik sebagai individu maupun

    sebagai kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.

    b. Sedang fungsi pendidikan secara umumadalah terjadinya perubahan

    dalam perkembangan kehidupan bermasyarakat.

    c. Secara formal, berfungsi untuk tercapainya kesejahteraan hidup

    melalui sistem yang teratur dan berencana berdasarkan suatu pedoman

    yang baku yang dilaksanakan oleh lembaga formal.

    3. Jenjang pendidikan formal

    Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang pendidikan

    No 20 Tahun 2003, jenjang pendidikan terdiri atas:

    a. Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

    pendidikan menengah. Contohnya: SD, MI, SMP dan MTs atau bentuk

    lain yan sederajat.

    b. Pendidikan menengah yaitu lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari

    pendidikan menengah kejuruan. Contohnya: SMA, MA, SMK dan

    MAK atau bentuk lain yang sederajat.

    c. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

    menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,

    magister, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

    Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah

    tinggi, institut atau universitas.

  • 37

    4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan

    a. Umur

    Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah

    umur pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan

    formal maupun non formal yang diinginkan adalah terjadi perubahan

    kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan

    perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan,

    sikap, atau ketrampilannya (Notoatmodjo, 2003).

    b. Tingkat sosial ekonomi

    Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan

    dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat.

    Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan

    memilih tingkat pendidikan dan sarana kesahatan yang bagus dan

    bermutu

    ( Effendy, 1998 ; Notoatmodjo, 2003).

    c. Lingkungan

    Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam pedidikan

    seseorang. Seperti contoh orang yang berada dalam lingkungan

    keluarga yang mendukung serta mengutamakan pendidikan mereka

    akan lebih termotivasi untuk belajar. Sehingga pengetahuan yang

    mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang

    keluarganya tidak mendukung untuk merasakan bangku sekolahan

    (Effendy, 1998 ; Notoatmodjo, 2003).

  • 38

    Tingkat pendidikan sangat menentukan perilaku seseorang dalam

    kehidupan sehari-hari meskipun pendidikan bukanlah unsur utama dalam

    membentuk watak dan kepribadian manusia. Namun manusia dengan

    tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pandangan yang

    lebih luas dari pada orang yang tingkat pendidikannya lebih rendah ( Dwi

    Nugroho, 1988). Hal ini disebabkan cara mengatasi dan daya penalaran

    terhadap suatu masalah berbeda. Oleh karena itu pendidikan orang tua

    sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan anaknya, karena

    pendidikan tersebut akan berpengaruh di dalam pola pengasuhan anak.

    F. Hubungan Pola Asuh, Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan

    Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah.

    Menurut pendapat Sudardja (1988) dan Sigelman & Shaffer (1995)

    berpendapat bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat

    universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia (universe) atau

    suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih

    besar (Yusuf, 2004). Keluarga merupakan organisasi sosial yang paling

    penting dalam kelompok sosial. Keluarga sebagai tempat yang paling pertama

    dan utama dalam mengembangkan, mengasuh atau membimbing anak demi

    kelangsungan hidupnya. Hal itu karena di dalam keluargalah anak pertama-

    tama mengenal dunia dan lingkungan atau masyarakat yang lebih luas.

    Salah satu fungsi keluarga yaitu keluarga sebagai fungsi sosialisasi,

    keluarga merupakan faktor penentu (determinan factor) yang sangat

  • 39

    mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi

    sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-

    peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.

    Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan

    kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama

    dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat orang lain, mau

    bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen

    (etnis, budaya, dan agama).

    Pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang

    diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah

    bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat

    yang baik. Pengasuhan terhadap anak merupakan suatu proses interaksi antara

    orang tua dengan anak yang mencakup perawatan seperti dari mencukupi

    kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun

    mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh

    masyarakat (Jas & Rachmadiana, 2004). Pola asuh orang tua yang penuh kasih

    sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun

    sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk

    mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat

    (Yusuf, 2004).

    Pendidikan merupakan suatu kegiatan dinamis yang mempengaruhi

    seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu. Tingkat pendidikan juga

    sangat menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari meskipun

  • 40

    pendidikan bukan merupakan unsur utama dalam membentuk watak dan

    kepribadian manusia. Manusia dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

    akan mempunyai pandangan yang lebih luas dari pada orang yang tingkat

    pendidikannya lebih rendah (Dwi Nugroho, 1988). Hal ini disebabkan cara

    mengatasi dan daya penalaran terhadap suatu masalah berbeda. Oleh karena

    itu pendidikan orang tua sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan

    anaknya, karena pendidikan tersebut akan berpengaruh di dalam pola

    pengasuhan anaknya.

    Kemampuan bersosialisasi pada anak berawal dari keluarga serta

    dipengaruhi oleh pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua. Di dalam

    keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan

    membantu mengarahkan anak untuk bersosialisasi. Masa anak-anak

    merupakan masa yang paling penting dalam proses perkembangan sosial,

    maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-

    anaknya dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi amatlah krusial.

    Meskipun dunia sekolah juga turut berperan dalam memberikan kesempatan

    kepada anak untuk bersosialisasi, keluarga tetap merupakan pilar utama dan

    pertama dalam pembentukan anak untuk bersosialisasi.

    Beberapa sikap orang tua yang berkaitan dengan kemampuan sosilisasi

    seorang anak : (Hurlock,1997).

    a. Melindungi secara berlebihan

    Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan

    pengendalian anak yang yang berlebihan. Hal ini menumbuhkan

  • 41

    ketergantungan pada semua orang, bukan pada orang tua saja, kurangnya

    rasa percaya diri dan frustasi.

    b. Permisivitas

    Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat

    sesuka hati, dengan sedikit kekangan. Hal ini menciptakan suatu rumah

    tangga yang ”berpusat pada anak”. Jika sikap permisif ini tidak terlalu

    berlebihan, mendorong anak untuk menjadi cerdik, mandiri dan

    berpenyesuaian sosial yang baik.

    c. Memanjakan

    Permisivitas berlebihan, memanjakan membuat anak egois, menuntut,

    dan sering tiranik. Mereka menuntut perhatian dan pelayanan dari orang

    lain, perilaku yang menyebabkan penyesuaian sosial yang burukdi rumah

    dan di luar rumah.

    d. Penolakan

    Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak

    dan dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan bersikap bermusuhan

    yang terbuka. Hal ini menumbuhkan rasa dendam, perasaan tak berdaya,

    frustasi, perilaku gugup, dan sikap permusuhan terhadap orang lain,

    terutama terhadap mereka yang dan kecil.

    e. Penerimaan

    Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang

    pada anak orang tua yang menerima, memperhatikan kemampuan

    perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak. Anak

  • 42

    yang diterima umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah,

    loyal, secara emosional stabil, dan gembira.

    f. Dominasi

    Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat

    jujur, sopan, dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh, dan mudah

    dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif. Pada anak yang

    didominasi sering berkembang rasa rendah diri dan perasaan menjadi

    korban.

    g. Tunduk pada anak

    Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi

    mereka dan rumah mereka. Anak memerintah orang tua dan menunjukkan

    sedikit tenggang rasa, penghargaan atau loyalitas pada mereka. Anak

    belajar untuk menentang semua yang berwewenang dan mencoba

    mendominasi orang di luar lingkungan rumah.

    h. Favoritisme

    Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai anak dengan sama

    rata, kebanyakan orang tua maempunyai favorit. Hal ini membuat mereka

    lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam

    keluarga. Anak yang disenangi cenderung memperlihatkan sisi baik

    mereka pada orang tua tetapi agresif dan dominan dalam hubungan dengan

    kakak adik mereka.

  • 43

    i. Ambisi orang tua

    Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka, sering

    kali sangat tinggi sehingga anak tidak relistis. Ambisi ini sering

    dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua

    supaya anak mereka naik ditangga status sosial. Bila anak tidak bisa

    memenuhi ambisi orang tua, anak cenderung bersikap bermusuhan, tidak

    bertanggung jawab dan berprestasi di bawah kemampuan. Tambahan pula

    mereka memiliki perasaan tidak mampu yang sering di warnai perasaan di

    jadikan orang yang dikorbankan yang timbul akibat kritik orang tua

    terhadap rendahnya prestasi mereka.

  • 44

    G. Kerangka Teori

    Bagan 2.1 Kerangka Teori

    Sumber : Hurlock (1997), Baumrind (1997), UU RI No. 20 (2003), Edward

    (2006) .

    Perkembangan Anak Usia Prasekolah • Perkembangan motorik • Perkembangan bahasa • Perkembangan emosi • Perkembangan sosialisasi • Perkembangan moral

    Pola Asuh Orang Tua • Otoriter • Permisif • Demokratis

    Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah (TK)

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak(Hurlock,1997):

    • Kesempatan untuk bermasyarakat.

    • Anak mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain.

    • Anak mempunyai motivasi untuk bersosialisasi.

    • Metode belajar yang efektif.

    Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua:

    • Tingkat pendidikan

    • Lingkungan • Budaya

  • 45

    H. Kerangka Konsep

    Bagan 2.2 Kerangka Konsep

    Variabel independen Variabel dependen

    I. Variabel Penelitian

    Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :

    1. Variabel Independen

    Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, input, dan

    prediktor. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.

    Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

    berubahnya varibel dependen (Sugiyono, 2005). Dalam penelitian ini

    sebagai variabel independen adalah pola asuh dan tingkat pendidikan.

    Pola Asuh Orangtua • Otoriter • Permisif • Demokratis

    Tingkat Pendidikan • Pendidikan dasar

    (SD, MI, SMP dan MTs)

    • Pendidikan Menengah (SMA, MA, SMK dan MAK)

    • Pendidikan tinggi

    Kemampuan sosialisasi Anak Prasekolah (TK)

  • 46

    2. Variabel Dependen

    Variabel ini sering disebut sebagai variabel respon, output, kriteria,

    konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel

    terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

    menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2005). Dalam

    penelitian ini sebagai variabel dependen adalah kemampuan sosialisasi

    anak.

    J. Hipotesis

    Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah :

    1. Ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kemampuan sosialisasi

    anak di TK Kartini Mijen Demak.

    2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua terhadap kemampuan

    sosialisasi anak di TK Kartini Mijen Demak.