jurnal skripsi mirza p
TRANSCRIPT
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN SARANA PRODUKSIDAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI
(Oryza sativa L.) SAWAH DI LAHAN PASANG SURUTDI DESA BEBANIR BANGUN KECAMATAN SAMBALIUNG
KABUPATEN BERAU
Mirza Puspita Widiasari
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman
ABSTRACT
This study was conducted to know the farmers’ income which derived by
farming rice system in tidal swamps area, and to know efficiency in using input of
productions of rice farming, and to know the contribution of rice production to
fulfill rice requirement in this region. This study was conducted in Bebanir
Bangun village, Sambaliung Sub District, Berau regency.
There were thirty two respondents who were chosen randomly and grouped
them based on their tidal swamps areas larges first. Then, the efficiency in using
the input of productions of rice farming in tidal swamps area was analyzed by
using Cobb Douglas production function.
The study result was shown that the thirty two respondents’ income from
their rice farming for 30.75 hectares per planting period was Rp 181,291,954.00
or the average income was Rp 5,665,373.56 per 0.96 hectare with the rices’
average productions 3.13 ton per 0.96 hectare. The using of urea and KCl
fertilizer, Round Up herbicide and Labor were still inefficient, this was based on
the value of allocation efficiency was higher than one, therefore the using of them
need to be increase. Whereas, the using of seed, SP-36 fertilizer and Decis
insecticide was over value (the value of allocation efficiency less than one) so that
using of them should be decreased. Moreover, the contribution value of tidal
swamps rice in Bebanir Bangun village was still lack to fulfill rice requirement in
Sambaliung Sub district and Berau regency, each of both was only 5.83% and
1.17% repectively. But, the contribution of rice production to fulfill rice
requirement of Bebanir Bangun can reached at 41.39%.
The data indicated that rice farming system in tidal swamps area can be
done more efficiently, the rice production will increase. So the contribution was
given to farmers’ income and able to fulfill rice requirement to be so high.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan petani padi
sawah di lahan pasang surut, mengetahui tingkat efisiensi penggunaan sarana
produksi dan tenaga kerja oleh petani, serta mengetahui kontribusi produksinya
terhadap pemenuhan kebutuhan pangan daerah. Penelitian ini dilakukan di Desa
Bebanir Bangun Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau.
Petani responden ditentukan secara acak sederhana sebanyak 32 (tiga puluh
dua) orang yang sebelumnya dikelompokkan terlebih dahulu dalam strata
berdasarkan luas lahan. Tingkat efisiensi penggunaan sarana produksi dan tenaga
kerja dianalisis dengan fungsi Cobb-Douglas.
Hasil penelitian menunjukkan besar pendapatan usahatani padi sawah di
lahan pasang surut dalam satu musim tanam untuk 32 responden pada luasan
lahan 30,75 ha adalah Rp 181.291.954,00 atau rata-rata sebesar Rp
5.665.373,56/0,96 ha, dengan produksi rata-rata 3,13 ton/0,96 ha. Sedangkan
untuk penggunaan pupuk Urea, pupuk KCl, herbisida Round Up dan tenaga kerja
belum efisien, ini ditunjukkan dengan nilai efisiensi alokatif lebih besar dari satu
sehingga penggunaannya perlu ditambah. Sedangkan untuk penggunaan benih,
pupuk SP-36 dan insektisida Decis tidak efisien (berlebihan) dengan nilai efisiensi
alokatif kurang dari satu sehingga penggunaannya perlu dikurangi. Dan nilai
kontribusi padi pasang surut di Desa Bebanir Bangun terhadap pemenuhan
kebutuhan pangan Kecamatan Sambaliung dan Kabupaten Berau sangat kecil
masing-masing yaitu 5,83% dan 1,17%. Namun, kontribusi di Desa itu sendiri
dapat mencapai 41,39%.
Jika usahatani bisa dilakukan dengan lebih efisien, maka produksi akan
tinggi sehingga kontribusi yang diberikan akan sangat besar untuk pendapatan
petani maupun terhadap pemenuhan kebutuhan pangan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor Pertanian selalu
diharapkan dapat menopang
perekonomian, baik tingkat nasional
maupun daerah. Peranan sektor
pertanian dalam sistem perekonomian
selama ini dalam bentuk penyediaan
pangan bagi penduduk, menyerap
sebagian besar tenaga kerja di
pedesaan, menyediakan bahan baku
industri dan ekspor serta mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah,
karena masyarakat pertanian
merupakan potensi pasar yang sangat
besar bagi produk sektor industri dan
jasa (Nappu, dkk., 2006).
Demikian juga di Kalimantan
Timur, sektor pertanian masih
diharapkan menjadi salah satu sektor
andalan (Nappu, dkk.,2006). Namun,
saat ini masih banyak lahan potensial
pertanian yang tidak termanfaatkan
secara optimal, misalnya lahan yang
sudah direklamasi atau lahan tidur
yang tidak diusahakan (Alihamsyah,
2003).
Padi merupakan komoditas
strategis dalam perekonomian dan
ketahanan pangan, dan apabila terjadi
penurunan produksi padi dapat
mengancam stabilitas nasional. Saat
ini walaupun daya saing padi terhadap
beberapa komoditas lain cenderung
turun, namun upaya pengembangan
dan peningkatan produksi padi
nasional mutlak diperlukan dengan
sasaran utama pencapaian
swasembada pangan dan peningkatan
kesejahteraan petani.
Saat ini ada sekitar 90%
produksi padi nasional dipasok dari
lahan sawah irigasi. Lahan sawah
dengan irigasi terluas berada di Pulau
Jawa, di Sulawesi Selatan dan
Sumatera Utara, akan tetapi dewasa
ini potensi untuk memperluas lahan
sawah dengan irigasi terbatas, karena
telah banyak yang terkonversi untuk
berbagai keperluan diluar pertanian.
Oleh karena itu, pada masa sekarang
ini salah satu lahan yang potensial
untuk dikembangkan menjadi lahan
pertanian adalah lahan pasang surut.
Lahan pasang surut merupakan
salah satu dari lahan marjinal yang
mempunyai potensi rendah dalam
menghasilkan suatu komoditas
pertanian. Namun, di Indonesia
keberadaan lahan pasang surut masih
cukup luas terutama di daerah
Sumatera (1,92 juta ha), Kalimantan
(1,01 juta ha) serta Maluku dan Papua
(3,51 juta ha), sehingga dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan
produksi padi sekaligus sebagai
peluang untuk meningkatkan
pendapatan para petani (Litbang
Deptan, 2006). Berdasakan data dari
Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Propinsi Kalimantan Timur pada
tahun 2005 luas lahan sawah pasang
surut di Kalimantan Timur mencapai
16.124 ha.
Pentingnya pengembangan
lahan-lahan diluar Pulau Jawa,
terutama lahan pasang surut untuk
ketahanan pangan dimasa mendatang
telah disadari sejak tahun 1968,
sehingga untuk pengembangan
tanaman pertanian khususnya padi
juga telah dipikirkan dan dilakukan
riset serta mulai dibuka dan
dikembangkan dengan penerapan
berbagai teknologi. Menurut Noor
(1996) lahan pasang surut di
Kalimantan memiliki produksi padi
yang tinggi yaitu 2 sampai 4,6 ton
Gabah Kering Giling (GKG)/ha.
Setiap tahun pertumbuhan
penduduk lebih tinggi dari laju
penurunan konsumsi, sehingga jumlah
permintaan pangan meningkat.
Menurut Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Propinsi Kaltim (2006) pada
tahun 2005 jumlah penduduk
Kalimantan Timur 2.928.655 jiwa dan
kebutuhan konsumsi beras 330.938
ton, sedangkan produksi padi 499.557
ton GKG setara dengan 289.684 ton
beras, dengan demikian kekurangan
beras untuk konsumsi sebanyak
41.254 ton.
Kabupaten Berau merupakan
salah satu wilayah yang potensial
untuk pengembangan usahatani padi
sawah baik dengan menggunakan
sistem irigasi, pasang surut dan tadah
hujan. Data statistik Dinas Pertanian
Kabupaten Berau (2005) menyebutkan
bahwa luas panen untuk padi sawah
terbesar adalah di Kecamatan
Sambaliung dengan luas panen 1.053
ha dan produksi 3.464 ton pada tahun
2005, dengan luas lahan sawah pasang
surut di Kabupaten Berau adalah
seluas 2.936 ha.
Desa Bebanir Bangun yang
termasuk kedalam wilayah Kecamatan
Sambaliung merupakan daerah
terbesar kedua setelah Desa Sukan
untuk pengembangan usahatani padi
sawah di lahan pasang surut di
Kabupaten Berau. Adapun luas panen
padi sawah di lahan pasang surut di
Desa Bebanir Bangun pada tahun
2005 adalah 115 ha dengan jumlah
produksi sebesar 324,3 ton dan pada
tahun 2006 produksi meningkat
menjadi 359,6 ton dengan luas lahan
116 ha karena dikerjakan secara
intensif (Dinas Pertanian dan
Peternakan Kab. Berau, 2006).
Dengan rata-rata produksi padi sawah
di lahan pasang surut sebesar 3 ton/ha,
diharapkan mampu mencukupi
kekurangan produksi padi di
Kabupaten Berau sebesar 3.500 ton/th.
Saat ini tidak banyak petani
yang menggunakan sarana produksi
secara tepat sesuai yang dianjurkan.
Hal itu disebabkan antara lain tingkat
pendidikan sebagian petani masih
rendah sehingga pola pikir dan daya
intelektual terbatas. Keterbatasan
itulah yang menyebabkan penggunaan
sarana produksi yang bervariasi.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu
adanya upaya untuk meningkatkan
produksi dengan peningkatan
pemenuhan sarana produksi seperti
benih, pupuk, pestisida dan tenaga
kerja secara tepat dan tersedia dengan
harga yang terjangkau, sehingga
diharapkan petani dalam mengelola
usahataninya dapat lebih efisien.
Dengan jumlah produksi yang
meningkat tersebut, diharapkan pula
mampu untuk mencukupi penyediaan
kebutuhan pangan bagi penduduk
desa, kecamatan bahkan kabupaten.
Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan diatas, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang “Analisis Efisiensi
Penggunaan Sarana Produksi dan
Tenaga Kerja pada Usahatani Padi
(Oryza sativa L.) Sawah di Lahan
Pasang Surut di Desa Bebanir Bangun
Kecamatan Sambaliung Kabupaten
Berau”.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui : (1) tingkat
efisiensi penggunaan sarana produksi
dan tenaga kerja pada usahatani padi
sawah pasang surut, (2) besar
pendapatan petani dari usahatani padi
sawah di lahan pasang surut, dan (3)
besar produksi padi sawah pasang
surut dan kontribusinya terhadap
kebutuhan pangan daerah.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama
tiga bulan yaitu mulai bulan Februari
sampai dengan April 2007. Lokasi
penelitian di Desa Bebanir Bangun
Kecamatan Sambaliung Kabupaten
Berau.
Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh
dengan cara observasi langsung ke
lokasi penelitian dan mengadakan
wawancara langsung dengan
responden menggunakan daftar
pertanyaan yang telah disusun sesuai
dengan tujuan penelitian. Data
sekunder diperlukan untuk menunjang
data primer diperoleh dari studi
kepustakaan, lembaga-lembaga yang
terkait, petugas penyuluh lapangan
(PPL) setempat dan instansi-instansi
terkait seperti Dinas Pertanian dan
Tanaman Pangan tingkat I dan tingkat
II.
Metode Pengambilan Sampel
Berdasarkan karakteristik luas
lahan yang dimiliki petani padi sawah
di lahan pasang surut di Desa Bebanir
Bangun, maka dapat diketahui bahwa
populasi bersifat heterogen, sehingga
populasi petani perlu dikelompokkan
dalam strata agar lebih tampak
homogen. Hal ini dimaksudkan agar
petani yang terpilih sebagai sampel
benar-benar mewakili seluruh
populasi. Setelah dilakukan
pengelompokan dalam strata,
kemudian ditentukan ukuran sampel
dari setiap stratumnya. Pengambilan
sampel seperti ini dikenal sebagai
metode acak berstratifikasi (stratified
random sampling).
Dalam penentuan ukuran sampel
tidak ada aturan tegas yang menjadi
syarat untuk suatu penelitian dari
populasi yang tersedia. Arikunto
(2002) menyebutkan apabila populasi
atau subjek kurang dari 100, maka
untuk sampel lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya, jika jumlah subjeknya
besar dapat diambil antara 10 sampai
15% atau 20 sampai 25% atau lebih,
disesuaikan dengan ketersediaan dana,
waktu dan tenaga dari peneliti;
keadaan populasi; dan resiko yang
ditanggung peneliti. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka peneliti
menetapkan ukuran sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebesar
20% dari populasi.
Pada saat ini jumlah petani padi
sawah di lahan pasang surut di Desa
Bebanir Bangun sebanyak 161 petani
yang tergabung dalam enam kelompok
tani, sehingga diperoleh sampel
sebesar 32 petani sebagai responden.
Nazir (1999) menyatakan bahwa
untuk menentukan besarnya sampel
tiap strata ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
ni = Jumlah sampel dari strata ke-i
Ni = Jumlah populasi dari strata ke-i
n = Besarnya sampel yang diambil
pada seluruh strata
N = Jumlah populasi pada seluruh
strata
Berdasarkan rumus tersebut,
maka banyaknya sampel untuk setiap
luas lahan yang diusahakan dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah sampel berdasarkan luas lahan padi sawah di lahan pasang surutyang diusahakan di Desa Bebanir Bangun.
No. Luas Lahan (ha) Populasi (Ni) Sampel (ni)
1. 0,50 38 8
2. > 0,50-1,00 96 19
3. > 1,00-1,50 16 3
4. > 1,50-2,00 11 2
Jumlah 161 32
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan
dalam bentuk tabel, kemudian
dianalisis, dibahas dan ditarik
kesimpulan.
Menurut Soekartawi (2003),
Pendapatan (Income) adalah selisih
antara penerimaan total dengan biaya
total. Menurut Rosyidi (2001),
Penerimaan merupakan hasil kali dari
harga jual dari hasil produksi dengan
nNNini .=
jumlah produksi, sedangkan biaya
total (total cost) merupakan
penjumlahan seluruh biaya yang
dikeluarkan baik untuk biaya tetap
maupun untuk biaya variabel.
Keterangan diatas secara lebih singkat
akan terlihat sebagai berikut :
I = TR – TC ……………………. (1)
TR = Pq . Q …………………….. (2)
VCFCTC += ………………….. (3)
Keterangan :
I = Pendapatan (Income)
TR = Penerimaan total (Total
revenue)
Pq = Harga (Price)
Q = Jumlah yang diminta (Quantity
demand)
TC = Biaya total (Total cost)
FC = Biaya tetap (Fixed cost)
VC = Biaya variabel (Variable cost)
Soekartawi (2003) menyatakan
efisiensi penggunaan input (sarana
produksi dan tenaga kerja) diperoleh
jika nilai produk marginal (NPM)
untuk sarana produksi dan tenaga
kerja sama dengan harga sarana
produksi dan tenaga kerja tersebut.
Rumus efisiensi tersebut dapat ditulis
sebagai berikut :
NPMx = Px
Fungsi Cobb-Douglas adalah
suatu fungsi persamaan yang
melibatkan dua atau lebih variabel,
dua variabel yang satu disebut dengan
variabel dependen yaitu Y dan yang
lain disebut variabel independen yaitu
X. Secara matematik, fungsi Cobb-
Douglas dengan 7 variabel bebas
dapat ditulis sebagai berikut :Ubbbbbbb eXXXXXXaXY 7
76
65
54
43
32
21
1=
Keterangan :
Y = Variabel yang dijelaskan
(Produksi)
X = Variabel yang menjelaskan
(Benih, Pupuk Urea, Pupuk
SP-36, Pupuk KCl,
Herbisida, Insektisida, Tenaga
Kerja)
a, b = Besaran yang akan diduga
U = Kesalahan (Disturbance term)
e = Logaritma natural, e = 2,718
Untuk memudahkan pendugaan
terhadap persamaan, maka persamaan
tersebut diubah menjadi bentuk linier
berganda dengan cara melogaritmakan
persamaan sebagai berikut, yaitu :
log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 +
b3 log X3 + b4 log X4 + b5 log
X5 + b6 log X6 + b7 log X7 + U
Y* = a* + b1X1* + b2X2* + b3X3* +
b4X4* + b5X5* + b6X6* +
b7X7* + U*
Keterangan :
Y* = log Y
a* = log a
Xi* = log Xi
U* = log U
Pengujian terhadap koefisien regresi
dilakukan dengan uji t, nilai F dan
koefisien determinasi (R2).
Dalam fungsi produksi cobb-
douglas, maka besaran pangkat (b1, b2,
b3, b4, b5, b6, b7) disebut koefisien
regresi yang menggambarkan
elastisitas produksi. Nilai produk
marginal (NPM) faktor produksi X
ditulis sebagai berikut :
xPyYbNPMx ..
=
Keterangan :
b = Elastisitas produksi
Y = Produksi
Py = Harga produksi
x = Faktor produksi X
Sehingga kondisi efisiensi
alokatif usahataninya adalah :
PxxPyYb
=.. atau 1
...
=PxxPyYb
Keterangan :
Px = Harga faktor produksi X
Dalam perhitungan nilai X, Y,
Px dan Py adalah nilai rata-
ratanya, sehingga persamaan
menjadi :
1.**
=iPx
PyXiYbi
Keterangan :
Y* = rata-rata geometrik Y
Xi* = rata-rata geometrik Xi
Pxi = rata-rata hitung Pxi
Py = rata-rata hitung Py
Kondisi diatas mempunyai
ketentuan sebagai berikut :
1.**
>iPx
PyXiYbi : bahwa penggunaan
fungsi produksi Xibelum efisiensehingga faktorproduksi Xi perluditambah.
1.**
=iPx
PyXiYbi : bahwa penggunaan
faktor produksi Xiefisien.
1.**
<iPx
PyXiYbi : bahwa penggunaan
fungsi produksi Xitidak efisiensehingga faktorproduksi Xi perludikurangi.
Menurut Widodo (1991)
besarnya kontribusi padi pasang surut
Desa Bebanir Bangun terhadap
pemenuhan kebutuhan pangan di desa
itu sendiri, Kecamatan Sambaliung
dan Kabupaten Berau dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
%100.PrPvK =
Keterangan :
K = Kontribusi Padi Pasang Surut
Pv = Produksi padi pasang surut pada
tingkat Desa (kg/th)
Pr = Produksi padi (padi sawah dan
padi ladang) pada tingkat
Desa/Kecamatan/Kabupaten
(kg/th)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum DaerahPenelitian
Desa Bebanir Bangun
merupakan salah satu desa yang
terletak di Kecamatan Sambaliung
Kabupaten Berau dengan luas wilayah
daratan 42,32 km2 dan wilayah
perairan 42,32 km2. Secara topografi
wilayah Desa Bebanir Bangun terbagi
kedalam 2 topografi yaitu daratan dan
perairan. Struktur tanah pada
umumnya remah dan tanah liat dengan
pH tanah 4-5,5 dan suhu udara 25
sampai 28º C.
Desa Bebanir Bangun memiliki
lahan pertanian seluas 720 ha yang
terdiri dari lahan persawahan, ladang
dan perkebunan. Apabila keseluruhan
lahan tersebut termanfaatkan secara
optimal, maka hasil pertanian akan
semakin meningkat setiap tahun.
Adapun ragam komoditas yang
telah dihasilkan di Desa Bebanir
Bangun antara lain padi sawah, padi
ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kacang panjang, ketimun, sawi,
bayam, labu, lombok, kopi, cengkeh,
kelapa dan kakao (Monografi Desa
Bebanir Bangun, 2006).
Karakteristik Petani Responden
Karakteristik petani responden
dibedakan menurut umur, pendidikan,
tanggungan keluarga dan luas lahan.
Tingkat pendidikan petani responden
rata-rata masih relatif rendah yaitu
tamatan Sekolah Dasar (SD), sehingga
perlu adanya tambahan penyuluhan
guna meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan petani.
Umur petani responden yang
terbanyak terdapat pada umur 35
sampai 44 tahun (40,62%). Ini
menunjukkan bahwa petani responden
masih tergolong usia produktif.
Jumlah tanggungan keluarga rata-rata
4 jiwa. Sedangkan pemilikan lahan
cukup luas yaitu 1 ha, tetapi
pengolahannya masih kurang
produktif.
Sistem Usahatani Padi Sawah diLahan Pasang Surut
Usahatani padi sawah di lahan
pasang surut memiliki teknik
pengerjaan yang berbeda dengan
usahatani padi sawah di lahan irigasi.
Pengairan pada lahan pasang surut
mengikuti pasang surutnya air sungai,
sehingga secara berkala lahan ini
mengalami luapan air pasang. Pada
umumnya kegiatan usahatani ini
dilakukan hanya sekali dalam setahun,
tetapi di Desa Bebanir Bangun
dilakukan dua kali dalam setahun
yaitu pada musim Gadu yang dimulai
dari bulan Maret dan musim
Rendengan yang dimulai pada bulan
September.
Persiapan lahan dilakukan
dengan sistem TOT (Tanpa Olah
Tanah) yaitu dengan penyemprotan
gulma dengan herbisida (Round Up).
Karena usahatani ini berada di lahan
pasang surut, maka penyemprotan
dilakukan saat air sedang tidak
pasang. Selanjutnya sambil menunggu
rumput kering, petani akan melakukan
persemaian. Persemaian dilakukan
dengan sistem sebar, dan akan siap
dipindah saat berumur 15 sampai 25
hari. Adapun varietas padi sawah yang
banyak digunakan petani pasang surut
di Desa Bebanir Bangun adalah jenis
lokal seperti Breh, Pelita, Siam, Panci,
Katumbar, Santana dan Lakattan.
Sedangkan untuk varietas unnggul
yang diusahakan adalah IR-64, tetapi
jarang sekali petani yang
menggunakan varietas ini.
Penanaman padi sawah biasanya
dilakukan pada bulan April dan
Oktober. Penanaman dilakukan
dengan sistem tandur jajar dengan
jarak 20x20 cm dengan 4 sampai 5
bibit per rumpun.
Pemeliharaan tanaman padi
setelah tanam terbagi kedalam 3
kegiatan yaitu pemupukan,
penyiangan, penyulaman dan
perlindungan tanaman dari hama dan
penyakit. Pemupukan dilakukan
sebanyak 3 kali. Pemupukan pertama
merupakan pemupukan dasar yang
diberikan sebelum tanam. Sedangkan
pemupukan yang kedua dan ketiga
diberikan pada hari ke 15 dan 45
setelah tanam. Adapun pupuk yang
digunakan untuk pemupukan ini
adalah Urea dan KCl. Pemupukan
kedua menggunakan Urea sebanyak
100 kg dan KCl sebanyak 20 kg. Dan
untuk pemupukan yang ketiga
menggunakan Urea sebanyak 50 kg
dan KCl sebanyak 30 kg.
Penyiangan dilakukan sebanyak
2 kali yaitu pada saat tanaman
berumur 3 minggu setelah tanam dan
selanjutnya 3 minggu kemudian.
Sedangkan penyulaman dilakukan
apabila ada tanaman yang mati setelah
tanam yaitu umur 7 sampai 10 hari.
Hama yang menyerang tanaman
padi yaitu wereng, walang sangit,
tikus, orong-orong dan kepiting kecil.
Untuk mencegah serangan hama
wereng dan walang sangit, para petani
biasanya melakukan tanam serempak
dan melakukan penyemprotan dengan
insektisida pada awal tanam. Apabila
telah terjadi serangan hama tersebut,
maka dilakukan pengendalian dengan
penyemprotan insektisida sebanyak
0,5 sampai 1 L/ha. Pengendalian untuk
hama tikus adalah dengan pemasangan
umpan beracun seperti Klerat RMB
sebanyak 2 sampai 10 kg/ha di
beberapa tempat. Sedangkan untuk
orong-orong menggunakan insektisida
Furadan 3G sebanyak 10 sampai 20
kg/ha. Namun, pengendalian ini
jarang dilakukan karena serangan
terkadang tidak ada dan dianggap
tidak menimbulkan kerusakan berat.
Panen dilakukan saat sebagian
besar bulir tanaman padi bewarna
kuning. Panen dilakukan saat tanaman
padi berumur 120 sampai 150 hari
setelah tanam. Alat yang digunakan
untuk memanen adalah arit. Setelah
pemanenan, bulir dipisahkan dari
malainya atau dirontok untuk
memperoleh gabah. Perontokan
dapat dilakukan dengan cara
tradisional seperti diinjak dan dipukul-
pukul (digebuk) atau dengan cara yang
lebih maju yaitu dengan menggunakan
power tresher.
Setelah dirontok, gabah dijemur
dibawah sinar matahari yang terik
selama 2 sampai 3 hari. Kemudian
gabah yang sudah kering dapat
disimpan dalam karung untuk
disimpan, digiling dan dipasarkan.
Pendapatan Petani
Suatu usahatani memiliki
prospek untuk berkembang apabila
usahatani bersangkutan adalah
menguntungkan dalam jangka pendek.
Pengeluaran dan penerimaan serta
pendapatan usahatani padi sawah di
lahan pasang surut dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Analisa Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Lahan PasangSurut di Desa Bebanir Bangun Kecamatan Sambaliung KabupatenBerau
UsahataniPadi Sawah di lahan Pasang Surut
No Uraian Jumlah/MT(n=32)
Rata-rata/0,96 ha/MT
(n=32)1. Produksi GKG (kg) 100.250,00 3.132,812. Penerimaan (Rp) 325.125.000,00 10.160.156,253. Biaya (Rp)
1) Biaya Tetap(1) Biaya Penyusutan Alat
2) Biaya Variabel(1) Biaya Benih(2) Pupuk(3) Pestisida(4) Tenaga Kerja
1.214.047,62
5.680.000,008.235.000,00
20.520.000,00100.184.000,00
37.938,99
177.500,00374.318,18641.250,00
3.130.750,004. Pendapatan (Rp) 181.291.954,00 5.665.373,565. Perbandingan Penerimaan dan Biaya
(R/C Ratio)75,49 2,36
Sumber : Data diolah, 2007
Ditinjau dari biaya total, dapat
diperhatikan bahwa 32 responden
usahatani padi sawah di lahan pasang
surut membutuhkan biaya yang
cukup besar yaitu Rp
135.833.046,00/MT dengan rata-rata
Rp 4.549.533,74/ha. Biaya tertinggi
terdapat pada biaya tenaga kerja.
Tenaga kerja yang digunakan adalah
tenaga keluarga dan tenaga luar
keluarga. Dalam analisis biaya
tenaga keluarga diperhitungkan sama
dengan tenaga luar keluarga.
Produksi yang dihasilkan
adalah 100.250 kg dengan luasan
lahan 30,75 ha dengan rata-rata
3.263,34 kg/ha. Harga jual rata-rata
Rp 3.250,00/kg, sehingga dengan
penjualan hasil diperoleh penerimaan
sebesar Rp 325.125.000,00 dengan
rata-rata Rp 10.160.156,25/0,96
ha/MT.
Dengan diketahui jumlah biaya
dan penerimaan, maka pendapatan
Rp 181.291.954,00/MT dengan rata-
rata Rp 6.253.851,67/ha. Dari besar
pendapatan tersebut dapat dikatakan
bahwa petani responden di lokasi
penelitian telah memperoleh
keuntungan dalam kegiatan
usahataninya.
R/C Ratio bernilai 2,36. Ini
menunjukkan bahwa untuk setiap Rp
1.000,00 yang dikeluarkan pada awal
kegiatan usahatani akan diperoleh
penerimaan sebesar Rp 2.360,00
pada akhir kegiatan usahatani.
Efisiensi Penggunaan SaranaProduksi dan Tenaga Kerja
Dari hasil perhitungan analisis
sidik ragam diketahui FHitung sebesar
66,232. Nilai FTabel (7,24) pada taraf
kepercayaan 95% sebesar 2,42,
sehingga FHitung lebih besar dari FTabel.
Dengan demikian Ha diterima dan
Ho ditolak, artinya variabel bebas
meliputi benih, pupuk Urea, pupuk
SP-36, pupuk KCl, Herbisida Round
Up, Insektisida Decis dan tenaga
kerja berpengaruh nyata terhadap
produksi GKG.
Variabel benih, pupuk KCl,
herbisida Round Up dan insektisida
Decis tidak berpengaruh secara nyata
terhadap produksi. Hal ini dapat
dilihat pada nilai tHitung untuk masing-
masing variabel tersebut yaitu 0,645;
1,412; 1,304; 0,646 lebih kecil dari
tTabel = 1,711 pada taraf kepercayaan
95%. Sedangkan variabel pupuk
Urea, pupuk SP-36 dan tenaga kerja
berpengaruh nyata terhadap
produksi, dimana tHitung sebesar
1,866; 2,361 dan 3,493 lebih besar
dari tTabel. Hal ini disebabkan pupuk
Urea digunakan sebagai pupuk utama
dan sangat mempengaruhi hasil.
Pupuk Urea mengandung unsur N
(Nitrogen) yang berperan untuk
merangsang pertumbuhan vegetatif
(batang dan daun), meningkatkan
jumlah anakan dan meningkatkan
jumlah bulir dan rumpun. Pupuk SP-
36 digunakan sebagai pupuk dasar
oleh responden, karena pupuk SP-36
mengandung unsur P (Posfor) yang
memacu pembentukan bunga dan
bulir pada malai, memperbaiki
kualitas gabah, memperkuat jerami
sehingga tidak mudah rebah dan
membantu perkembangan akar halus
dan akar rambut. Sedangkan tenaga
kerja penggunaannya untuk masing-
masing responden bervariasi sesuai
kemampuan dan tenaga kerja
dibutuhkan dalam setiap tahapan
usahatani mulai dari awal kegiatan
sampai dengan akhir kegiatan
usahatani.
Besarnya koefisien determinasi
(R2) adalah 0,951, dapat diartikan
bahwa variasi indeks produksi GKG
(Y) dijelaskan oleh variabel X
(benih, pupuk, pestisida dan tenaga
kerja) sebesar 95,1% dan sisanya
oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model regresi
seperti faktor iklim, kesuburan tanah
dan lain-lain.
Tabel 3. Analisis Regresi Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerjapada Usahatani Padi Sawah di Lahan Pasang Surut
Variabel Bebas Uraian Koefisien Regresi T HitungLog X0 Konstanta 2,170 10,298*Log X1 Benih -0,099 0,645Log X2 Pupuk Urea 0,181 1,866*Log X3 Pupuk SP-36 -0,388 2,361*Log X4 Pupuk KCl 0,229 1,412Log X5 Herbisida Round Up 0,171 1,304Log X6 Insektisida Decis -0,002 0,646Log X7 Tenaga Kerja 0,727 3,493*Koefisien Determinasi (R2) 0,951F Hitung 66,232*Taraf Kepercayaan 95% : F Tabel = 2,42 ; t Tabel = 1,711Keterangan : * = signifikan pada tingkat kesalahan 5 %
Sumber : Data diolah, 2007
Perhitungan efisiensi
penggunaan sarana produksi benih,
pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk
KCl, herbisida Round Up, insektisida
Decis dan tenaga kerja dapat
dihitung dengan menggunakan
efisiensi harga (alokatif). Efisiensi
alokatif atau harga menggambarkan
kemampuan suatu usahatani untuk
menggunakan input dalam proporsi
yang optimal pada harga tertentu.
Suatu faktor produksi dikatakan telah
digunakan secara efisien, apabila
penggunaan faktor produksi tersebut
telah menghasilkan keuntungan
maksimum.
Untuk mengetahui efisiensi
masing-masing faktor produksi suatu
usahatani dihitung dengan
membandingkan Nilai Produk
Marginal (NPMx) dengan harga
input (Px), dengan kata lain bahwa
efisiensi dapat dicapai apabila Nilai
Produk Marginal (NPMx) sama
dengan harga benih, pupuk Urea,
pupuk SP-36, pupuk KCl, herbisida
Round Up, insektisida Decis dan
tenaga kerja. Apabila nilai NPMx >
Px, maka penggunaan faktor
produksi belum efisien (kurang) dan
perlu ditambah. Selanjutnya bila
NPM < Px, maka penggunaan faktor
produksi tidak efisien (lebih) dan
perlu dikurangi.
Dalam usahatani padi sawah di
lahan pasang surut di lokasi
penelitian, diketahui diketahui rata-
rata penggunaan luas lahan adalah
0,96 ha dengan rata-rata geometrik
penggunaan benih adalah 40,945 kg,
pupuk Urea sebesar 0,326 kg, pupuk
SP-36 sebesar 0,263 kg, pupuk KCl
sebesar 0,165 kg, herbisida Round
Up sebesar 6,360 L, insektisida
Decis sebesar 0,012 L dan tenaga
kerja sebesar 73,927 HOK.
Sedangkan rata-rata geometrik
produksi GKG sebesar 2.944,300 kg.
Besarnya harga yang digunakan
dalam analisa ini adalah harga yang
diambil dari rata-rata harga yang
berlaku di lokasi penelitian dari
petani responden. Harga benih
sebesar Rp 4.000,00/kg, pupuk Urea
sebesar Rp 1.000,00/kg, pupuk SP-
36 sebesar Rp 2.000,00/kg, pupuk
KCl sebesar Rp 2.000,00/kg,
herbisida Round Up sebesar
60.000,00/L, insektisida Decis
sebesar Rp 360.000,00/L dan tenaga
kerja sebesar Rp 40.000,00/HOK.
Harga rata-rata penjualan produksi
GKG sebesar Rp 3.250,00/kg.
Setelah diketahui rata-rata
penggunaan faktor produksi tersebut
beserta harga rata-ratanya, maka
dapat dihitung nilai efisiensi alokatif
dari masing-masing faktor produksi.
Perhitungan efisiensi alokatif dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga
Kerja pada Usahatani Padi Sawah di Lahan Pasang Surut
Faktor Rata-rataProduksi
i
GeometrikX1 -0,099 40,945 -7,119 -23.136,611 -5,784X2 0,181 0,326 1.634,719 5.312,836 5.312,836X3 -0,388 0,263 -4.343,682 -14.116.966,920 -7.058,483X4 0,229 0,165 4.086,332 13.280.577,424 6.640,289X5 0,171 6,360 79,163 257.279,045 4,288X6 -0,002 0,012 -490,717 -1.594.829,167 -4,430X7 0,727 73,927 28,954 94.101,544 2,353Y 2.944,300
Sumber : Data diolah, 2007
Dari tabel diketahui bahwa
penggunaan pupuk Urea, pupuk KCl,
herbisida Round Up dan tenaga kerja
mempunyai indeks alokatif lebih dari
satu. Ini menunjukkan bahwa
penggunaan faktor produksi tersebut
belum efisien, sehingga perlu adanya
penambahan penggunaan agar
efisien. Sedangkan untuk
penggunaan benih, pupuk SP-36 dan
insektisida Decis mempunyai indeks
alokatif kurang dari satu. Ini
menunjukkan bahwa penggunaan
faktor produksi tersebut tidak efisien
(berlebihan), sehingga
penggunaannya perlu dikurangi agar
efisien.
Kontribusi Padi Sawah di LahanPasang Surut terhadapPemenuhan Kebutuhan PanganDaerah
Kontribusi dihitung dengan
membandingkan produksi padi
sawah di lahan pasang surut di Desa
Bebanir Bangun dengan jumlah
produksi padi baik di tingkat desa,
kecamatan maupun kabupaten.
Berdasarkan analisis data
diketahui bahwa besarnya kontribusi
padi pasang surut di Desa Bebanir
Bangun baik terhadap desa itu
sendiri, Kecamatan Sambaliung,
Kabupaten Berau berturut-turut
adalah 41,39%, 5,83% dan 1,17%
(lampiran 15). Nilai kontribusi pada
kecamatan dan kabupaten dapat
**
XYbiMPP = MPPPyNPMxi .=
PxiNPMxidi =
dikatakan sangat rendah karena tidak
mencapai 10 %. Hal ini
menunjukkan bahwa produksi padi
pasang surut di Desa Bebanir
Bangun sudah mampu memberikan
kontribusi bagi pemenuhan
kebutuhan pangan khususnya di
desa itu sendiri dan pada umumnya
di Kecamatan Sambaliung (14 desa)
dan Kabupaten Berau (11
kecamatan) walaupun dengan nilai
yang sangat kecil.
Pada tahun 2005 diketahui luas
panen pasang surut di Desa Bebanir
Bangun adalah 115 ha dengan rata-
rata produksi mencapai 2,82 ton/ha.
Sedangkan luas lahan pasang surut di
Kabupaten Berau secara keseluruhan
adalah 2.936 ha, terdiri dari luas
lahan yang diusahakan 676 ha dan
yang tidak diusahakan 2.260 ha.
Potensi luas lahan pasang surut
yang tidak diusahakan dan belum
intensifnya pengelolaan lahan yang
telah diusahakan, membuka peluang
yang sangat besar bagi peningkatan
produksi padi, bahkan diversifikasi
dan peningkatan pendapatan.
Menurut Alihamsyah (2003)
peningkatan produksi padi di lahan
pasang surut dapat dilakukan
melalui:
1. Peningkatan produktivitas lahan
dan intensitas tanam pada areal
yang sudah diusahakan dengan
menerapkan teknologi
pengelolaan lahan dan tanaman
terpadu disesuaikan dengan
karakteristik wilayah.
2. Perluasan areal tanam pada lahan
tidur dan pembukaan lahan baru
melalui penerapan teknologi
rehabilitasi dan reklamasi lahan.
Sejauh ini, dengan jumlah
penduduk 24.227 jiwa, kebutuhan
konsumsi 2.738 ton, sedangkan
produksi padi 5.563 ton GKG setara
dengan 3.218 ton beras, Kecamatan
Sambaliung mempunyai kelebihan
beras untuk konsumsi sebanyak 481
ton. Namun, kelebihan produksi
tersebut belum mampu menutupi
kebutuhan 133.226 jiwa penduduk
Kabupaten Berau (10 kecamatan
selain Kecamatan Sambaliung) yang
memerlukan konsumsi beras sebesar
15.054 ton dan jumlah produksi padi
yang tersedia 22.031 ton GKG setara
dengan 12.745 ton beras, sehingga
terjadi kekurangan beras untuk
konsumsi sebanyak 2.309 ton (Dinas
Pertanian dan Peternakan Berau,
2005).
Oleh karena itu, jika lahan
pasang surut di Kabupaten Berau
yang telah diusahakan seluas 676 ha
mampu dikelola secara intensif dan
lahan yang tidak diusahakan (2.260
ha) dioptimalkan untuk
menghasilkan produksi GKG 4
ton/ha, maka diperkirakan produksi
total dapat mencapai 11.744 ton
GKG dalam setiap musim tanam.
Dengan demikian, sumbangan
produksi padi pasang surut
Kabupaten Berau terhadap produksi
padi secara keseluruhan di
Kabupaten Berau adalah sebesar
84,46% dalam setiap tahun.
Dengan kata lain, produksi
padi pasang surut yang semula hanya
mampu berproduksi setiap musim
tanam sebesar 2.028 ton (rata-rata
produksi 3 ton/ha), akhirnya mampu
memberikan tambahan produksi
sebesar 9.716 ton/MT (rata-rata
produksi 4 ton/ha). Dengan jumlah
produksi yang besar tersebut tidak
hanya dapat menutupi kekurangan
permintaan beras selama ini, tetapi
juga dapat memenuhi permintaan
beras dari luar daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai efisiensi alokatif untuk 7
variabel pengamatan adalah
sebagai berikut:
- Nilai efisiensi alokatif benih,
pupuk SP-36 dan insektisida
Decis < 1 (tidak efisien),
sehingga penggunaannya
perlu dikurangi.
- Nilai efisiensi alokatif pupuk
Urea, KCl, herbisida Round
Up dan tenaga kerja > 1
(belum efisien), sehingga
penggunaannya perlu
ditambah.
2. Usahatani padi sawah di lahan
pasang surut di Desa Bebanir
Bangun Kecamatan Sambaliung
cukup menguntungkan dan layak
untuk diusahakan dilihat dari
pendapatan 32 responden sebesar
Rp 181.291.954,00/MT dengan
rata-rata Rp 5.665.373,56/MT
pada luas lahan 0,96 ha atau
sebesar Rp 6.253.851,67/ha
dengan nilai R/C ratio sebesar
2,36.
3. Nilai produksi padi sawah di
lahan pasang surut di Desa
Bebanir Bangun adalah 324.300
kg, sehingga diketahui nilai
kontribusinya terhadap
pemenuhan pangan :
- Di Desa Bebanir Bangun
adalah 41,39%, dimana total
produksi padi (sawah dan
ladang) sebesar 783.600 kg.
- Di Kecamatan Sambaliung
adalah 5,83%, dimana total
produksi padi (sawah dan
ladang) sebesar 5.563.000 kg.
- Di Kabupaten Berau adalah
1,17%, dimana total produksi
padi (sawah dan ladang)
sebesar 27.594.000 kg.
Saran
1. Pengalokasian dana untuk benih,
pupuk SP-36 dan insektisida
Decis yang berlebihan dapat
dialihkan untuk pembelian pupuk
Urea, KCl, herbisida Round Up
dan Tenaga Kerja yang
penggunaannya masih kurang.
2. Pemerintah hendaknya dapat
memberikan bantuan subsidi
untuk sarana produksi seperti
benih, pupuk dan pestisida agar
petani dapat menggunakannya
secara lebih efisien.
3. PPL dapat bergerak lebih intensif
lagi dalam hal teknik
pembudidayaan tanaman secara
terpadu, salah satunya adalah
dengan membuat demplot.
4. Perlu adanya kemauan dari
petani untuk mengembangkan
dan membudidayakan tanaman
padi di lahan pasang surut
dengan lebih baik dengan
mengaplikasikan teknologi
pertanian yang masuk ke desa,
karena saat ini masih relatif
sedikit sekali petani yang dapat
menerima teknologi yang telah
dikenalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius. 1991. Dasar-dasar Bercocok Tanam.Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Aksi Agraris Kanisius. 2004.Budidaya Tanaman Padi.Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Alihamsyah, T. 2003. Potensi danPendayagunaan Lahan Rawauntuk Peningkatan ProduksiPadi. Hlm. 327-346. DalamFaisal Kasryno, dkk (peny.).Ekonomi Padi dan BerasIndonesia. Balai Penelitian danPengembangan PertanianDepartemen Pertanian, Jakarta.
Arikunto, S. 2002. ProsedurPenelitian Suatu PendekatanPraktek. Penerbit Rineka Cipta,Jakarta.
Boediono. 2002. Pengantar IlmuEkonomi No. 1 (EkonomiMikro). BPFE, Yogyakarta.
BPS. 2006. Kalimantan DalamAngka 2006. Badan PusatStatistik Kalimantan Timur,Samarinda.
BPTP Kalimantan Timur. 2006.Budidaya Padi Pada LahanPasang Surut.http://bp2tp.deptan.go.id/file/kaltim1.pdf. 10 December 2006.
Daniel, M. 2002. Pengantar EkonomiPertanian. PT. Bumi Aksara,Jakarta.
Dinas Pertanian dan Peternakan.2006 Identifikasi KampungPenghasil Padi dan Palawija.Dinas Pertanian danPeternakan Kab. Berau,Tanjung Redeb.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan.2006. Data Penggunaan LahanKalimantan Timur, DinasPertanian Tanaman PanganPropinsi Kaltim, Samarinda.
Hernanto, F. 1995. Ilmu Usahatani.Penebar Swadaya, Jakarta.
Jumin, H. B. 1991. Dasar-dasarAgronomi. PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Kantor Desa Bebanir Bangun. 2006.Monografi dan Profil Desa
Bebanir Bangun. Desa BebanirBangun Kec. Sambaliung,Kabupaten Berau, TanjungRedeb.
Lembar Informasi Pertanian(LIPTAN) BIP Irian Jaya.1995. Budidaya Padi SawahTanpa Olah Tanah. BalaiInformasi Pertanian Irian Jaya,Jayapura.
Lingga, P. dan Marsono. 2002.Petunjuk Pennggunaan Pupuk.Penebar Swadaya, Jakarta.
Litbang Deptan. 2006. Prospek danArah Pengembangan AgriisnisPadi.http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/files/0104.PADI.pdf. 10 December 2006.
Mubyarto. 1995. Pengantar EkonomiPertanian. PT. Pustaka LP3ES,Jakarta.
Nappu, B., dkk. 2003. AnalisisKebijakan Strategis dalamMendukung Sistem UsahataniBerkelanjutan di Lahan PasangSurut Sebakung KalimantanTimur. Jurnal Pengkajian danPengembangan TeknologiPertanian. 6:81-94.
Nasution. 1996. Metode Research(Penelitian Ilmiah). PT. BumiAksara, Jakarta.
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian.Ghalia Indonesia, Jakarta.
Noor, M. 1996. Padi Lahan Marjinal.Penebar Swadaya, Jakarta.
Novizan. 2002. PetunjukPenggunaan Pestisida.Agromedia Pustaka, Jakarta
Prihmantoro, H. 2001. MemupukTanaman Buah. PenebarSwadaya, Jakarta.
Rosyidi, S. 2001. Pengantar TeoriEkonomi (Pendekatan kepadaTeori Ekonomi Mikro danMakro). PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu UsahaTani dan Penelitian untukPengembangan Petani Kecil.Penerbit UI Press, Jakarta.
Soekartawi. 2002. Prinsip DasarEkonomi Pertanian (Teori danAplikasi). PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Soekartawi. 2003. Teori EkonomiProduksi dengan PokokBahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Soekartawi. 2005. Agribisnis (Teoridan Aplikasinya). PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Suastika, I. , Basaruddin, N. danTumarlan, T. 1997. Budi DayaPadi Sawah di Lahan PasangSurut.http://www.pustaka.deptan.go.id/agritech/isdp0105.pdf. 10December 2006.
Sudarmo, S. 2003. Pestisida untukTanaman. Penerbit Kanisius,Yogyakarta.
Sukirno, S. 2002. Pengantar TeoriMikroekonomi. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Sutedjo, M.M., dan A.G.Karasapoetra. 1988. BudidayaTanaman Padi di Lahan PasangSurut. Bina Aksara, Jakarta.
Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih.PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta.
Widodo, H.S.T. 1991. IndikatorEkonomi Dasar PerhitunganPerekonomian Indonesia.Kanisius, Yogyakarta.
Wikipedia Indonesia. 2006.Ensiklopedia BebasBerbahasa Indonesia.http://www.id.wikipedia.org/wiki/padi. 18 February 2006.
Wudianto, R. 2005. PetunjukPenggunaan Pestisida.Penebar Swadaya, Jakarta.