laporan fosfat

31
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK DERMATOMUSKULOSKELETAL PEMERIKSAAN FOSFAT ANORGANIK (Metode Fotometri UV Test) Oleh : Kelompok B.1 Fikriah Rismi Febrina G1A012049 Fathul Barry G1A012058 Hardina Bawatri G1A012064 Regina Wahyu Apriani G1A012069 Davira Azzahra Firjananti G1A012067 Melati Nuretika G1A012070 Dimitri Iman Prawira G1A012071 Nurul Hidayati G1A012077 Khoirunnisa Fajar Iriani P G1A012078 Dyah Ajeng Permatahani G1A012079 Yona Ajeng Triafatma G1A012085 Ismail Satrio Wibowo G1A012086 Nur Indah Rahayu G1A012088 Hanif Kun Cahyani Putri G1A012146 Asisten 1

Upload: intani-kurnia-savitri

Post on 21-Dec-2015

116 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

tuga

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Fosfat

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERANBLOK DERMATOMUSKULOSKELETALPEMERIKSAAN FOSFAT ANORGANIK

(Metode Fotometri UV Test)

Oleh :Kelompok B.1

Fikriah Rismi Febrina G1A012049Fathul Barry G1A012058 Hardina Bawatri G1A012064Regina Wahyu Apriani G1A012069 Davira Azzahra Firjananti G1A012067Melati Nuretika G1A012070 Dimitri Iman Prawira G1A012071Nurul Hidayati G1A012077Khoirunnisa Fajar Iriani P G1A012078Dyah Ajeng Permatahani G1A012079Yona Ajeng Triafatma G1A012085 Ismail Satrio Wibowo G1A012086Nur Indah Rahayu G1A012088Hanif Kun Cahyani Putri G1A012146

AsistenViny Agustiani Lestari

NIM. G1A011031

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2013LEMBAR PENGESAHAN

1

Page 2: Laporan Fosfat

PEMERIKSAAN FOSFAT ANORGANIK(Metode Fotometri UV Test)

Oleh :Kelompok B.1

Fikriah Rismi Febrina G1A012049Fathul Barry G1A012058 Hardina Bawatri G1A012064Regina Wahyu Apriani G1A012069 Davira Azzahra Firjananti G1A012067Melati Nuretika G1A012070 Dimitri Iman Prawira G1A012071Nurul Hidayati G1A012077Khoirunnisa Fajar Iriani P G1A012078Dyah Ajeng Permatahani G1A012079Yona Ajeng Triafatma G1A012085 Ismail Satrio Wibowo G1A012086Nur Indah Rahayu G1A012088Hanif Kun Cahyani Putri G1A012146

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia Kedokteran Blok Dermatomuskuloskeletal pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu-

Ilmu Kesehatan Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Diterima dan disahkanPurwokerto, November 2013

Asisten

Viny Agustiani Lestari NIM. G1A011031

2

Page 3: Laporan Fosfat

BAB IPENDAHULUAN

A. Judul

Pemeriksaan Fosfat Anorganik (Metode Fotometri UV Test)

B. Hari dan Tanggal

Jumat, 1 November 2013

C. Tujuan

1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar fosfat anorganik dengan

metode Fotometri UV Test.

2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan fosfat

anorganik pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan

nilai normal.

3. Mahasiswa akan dapat melakukan diagnosa dini penyakit apa saja

yang berkaitan dengan kadar fosfat anorganik abnormal dengan

bantuan hasil praktikum yang dilakukan.

BAB II

3

Page 4: Laporan Fosfat

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Struktur Fosfat

Fosfat adalah anion utama cairan intrasel. Fosfat mempunyai

kemampuan berkombinasi bolak-balik dengan sejumlah besar sistem

koenzim dan juga dengan sejumlah besar senyawa lain yang penting pada

proses metabolisme (Guyton & Hall, 2007).

Fosfat adalah suatu anion yang terbentuk akibat penguraian asam

anorganik yang disebut asam fosfat (H3PO4). Hilangnya ion hidrogen akibat

penguraian menyebabkan fosfat bermuatan negatif. Senyawa organik yang

mengandung gugus fosfat mempunyai ion fosfat yang terikat secara kovalen

melalui salah satu atom oksigennya ke kerangka karbon. Salah satu fungsi

gugus fosfat adalah dalam transfer energi diantara molekul organik (Campbell

et all, 2010).

Fosfat anoganik dalam plasma terutama terdapat dalam dua bentuk,

yaitu HPO4- dan H2PO4

-. Konsentrasi HPO4- adalah sekitar 1,05 mmol/L dan

konsentrasi H2PO4- sekitar 0,26 mmol/L (Guyton & Hall, 2007).

Gambar 1. Struktur Fosfat (Guyton & Hall, 2007).

B. Bentuk–Bentuk Fosfat Serum

Fosfat serum terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut :

1. Ion fosfat

2. Fosfat yang terikat protein

Fosfat yang terikat protein hanya sekitar 10% dari total kadar fosfat

serum, sehingga tidak bermakna dibandingkan keseluruhan fosfat

anorganik didalam serum.

3. Fosfat dalam bentuk kompleks yang berikatan dengan Na, Ca, dan

Mg.

4

Page 5: Laporan Fosfat

Jelasin perbanyak lagi ya..janngan Cuma disebutin!

C. Fungsi-Fungsi Fosfat

Fosfat merupakan senyawa penting dari semua jaringan tubuh dan

mempunyai variasi luas dalam fungsi vital, termasuk pembentukan substansi

penyimpanan energi (misalnya adenosin trifosfat); pembentukan sel darah

merah 2,3 difosfogliserat (DPG), yang memudahkan pengiriman oksigen ke

jaringan-jaringan; metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak; serta

pemeliharaan keseimbangan asam-basa. Selain itu, fosfat penting untuk

saraf normal dan fungsi otot serta memberi struktur penyokong untuk tulang

dan gigi. Kadar PO43- plasma bervariasi sesuai usia, dengan pengecualian

akan terjadi sedikit peningkatan PO43- pada wanita setelah menopause.

Makanan yang mengandung glukosa, insulin, atau gula menyebabkan

penurunan sementara kadar PO43- , karena perpindahan PO4

3- serum ke

dalam sel-sel (Horne, 2000).

Fungsi fosfat dengan kalsium adalah untuk menyokong pembentukan

tulang. Kebanyakan fosfat berasal dari masukan diet dari produk unggas,

daging, dan telur. Fosfat merupakan anion intraseluler primer. Fosfat

membantu mengubah energi dalam sel. Sekitar 85% fosfat tubuh berada

dalam tulang dan sisanya 15% berada dalam intraselular. Kira-kira 10%

fosfat plasma dalam bentuk berikatan dengan protein. Fosfat plasma

meningkatkan keseimbangan asam-basa tubuh dengan berperan sebagai

buffer dalam cairan ekstraseluler. Ion fosfat sangat penting dalam

metabolisme selular serta sebagai komponen nukleotida dan membran sel.

(Tambayong, 2000).

Dibkin poit-point ya fungsinya biar jelas!

D. Hormon dan Vitamin yang Berperan dalam Regulasi Fosfat

Keseimbangan fosfat dicapai dengan ekskresi ginjal, proses ini

dipengaruhi oleh hormon paratiroid, yang menurunkan absorpsi fosfat.

Sumber utama fosfat makanan adalah susu, produk susu, dan daging.

Masukan harian yang disarankan adalah 880 mg/24 jam pada anak berusia

1-10 tahun dan 1.200 mg untuk anak yang lebih besar. Absorbsinya

dirangsang oleh vitamin D beserta metabolitnya dan oleh hormon paratiroid

5

Page 6: Laporan Fosfat

(PTH). Absorbsinya diturunkan oleh tirokalsitonin, oleh pengikat seperti

aluminium hidroksida dan karbonat dalam usus (Tambayong, 2000).

1. Hormon paratiroid (PTH)

PTH mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam

tubuh melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penurunan kadar

fosfat darah. Reabsorpsi fosfat di tubulus ginjal diatur oleh PTH, yang

efeknya diperantarai oleh sistem adenilat siklase. Hormon ini

menurunkan reabsorpsi fosfor tubulus ginjal terutama di tubulus

proksimal dan berhubungan dengan fosfaturia. Kondisi yang

menimbulkan urin basa juga menurunkan reabsorpsi fosfat (Sloane,

2003).

2. Hormon kalsitonin

Kalsitonin (tirokalsitonin) diproduksi oleh sel parafolikular

kelenjar tiroid, hormon ini berantagonis langsung dengan PTH dan

menaikkan kadar fosfor darah. Kalsitonin akan dilepas oleh kelenjar

tiroid jika kadar fosfor darah sangat rendah. Kalsitonin akan

menghambat efek PTH terhadap reabsorpsi kalsium dan menstimulasi

osteoklast sehingga mengakibatkan ambilan fosfat oleh tulang

(Sloane, 2003).

3. Vitamin D

Vitamin D dosis tinggi merangsang reabsorpsi fosfat di tubulus

proksimal, seperti juga hormon pertumbuhan. Pada banyak keadaan,

transport fosfat di tubulus ginjal setara dengan natrium. Transport

fosfat juga terkait dengan glukosa dan perubahan pH, hiperglikemia

menurunkan transpor maksimal fosfor dan mengakibatkan fosfaturia

(Behrman, 2000).

Meskipun fosfat ditransportasi aktif melewati dinding usus, ginjal

yang berperan paling penting dalam pengaturan fosfat tubuh. Pengelolaan

fosfat ginjal terdiri dari filtrasi glomerulus dengan reabsorpsi fakultatif di

tubulus. Fosfor ultrafiltrasi dapat secara bebas difiltrasi di glomerulus, 90%

beban filtrasi ini dalam keadaan normal direabsorpsi. Sekitar 80% beban

filtrasi mengalami reabsorpsi fosfor di tubulus secara maksimal ada di

6

Page 7: Laporan Fosfat

tubulus proksimal. Karena transport maksimum ini hanya sedikit diatas

beban filrasi normal, sedikit peningkatan fosfor plasma meningkatkan beban

filtrasi di atas transport maksimum dan meningkatkan ekskresi fosfor urin.

Ekskresi urin fosfat menunjukkan irama sirkadian, dengan tingkat terendah

pada pagi hari dan tertinggi pada sore hari (Behrman, 2000).

Gambar 2. Mekanisme Regulasi Fosfat (Sloane, 2003).

E. Metabolisme Fosfat

Konsentrasi PO43- tidak dikontrol seketat konsentrasi Ca2+ plasma.

Fosfat diatur secara langung oleh vitamin D dan secara tak langsung oleh

lengkung umpan balik Ca2+ plasma melalui PTH. Sebagai gambaran,

penurunan konsentrasi PO43- plasma menimbulkan efek ganda untuk

membantu meningkatkan kadar PO43- kembali ke normal (Sherwood, 2011).

Pertama, karena hubungan terbalik antara konsentrasi PO43- dan Ca2+

di plasma, maka penurunan PO43- plasma meningkatkan Ca2+ plasma, yang

secara tidak langsung menekan sekresi PTH. Dengan berkurangnya PTH

7

Page 8: Laporan Fosfat

maka reabsorpsi PO43- di ginjal meningkat, mengembalikan konsentrasi

PO43-plasma ke arah normal (Sherwood, 2011).

Kedua, penurunan PO43- plasma juga meningkatkan pengaktifan

vitamin D, yang kemudian mendorong penyerapan PO43- di usus. Hal ini

ikut membantu mengatasi pemicu hipofosfatemia. Perubahan-perubahan

tersebut tidak mengganggu keseimbangan Ca2+. Meskipun peningkatan

vitamin D aktif merangsang penyerapan Ca2+, namun penurunan PTH yang

kemudian terjadi menghasilkan peningkatan kompensatorik ekskresi Ca2+ di

urin karena reabsorpsi Ca2+ yang terfiltrasi berkurang (Sherwood, 2011)

F. Faktor yang Meningkatkan dan Menurunkan Kadar Fosfat

1. Peningkatan Kadar Fosfat

Terdapat hubungan terbalik antara konsenstrasi CA2+ dan PO43-

plasma. Ca2+ dan PO43- dibebaskan dari tulang ketika PTH mendorong

disolusi tulang. Karena PTH disekresikan hanya jika Ca2+ plasma

turun dibawah normal maka Ca2+ yang dibebaskan diperlukan untuk

memulihkan Ca2+ plasma ke normal, sedangkan PO43- yang dibebaskan

cenderung menaikkan kadar PO43- plasma melebihi normal. Jika kadar

PO43- dibiarkan meningkat melebihi normal maka sebagian dari Ca2+

yang dibebaskan harus diendapkan kembali ke tulang bersama dengan

PO43- agar produk kalsium fosfat konstan (Sherwood, 2011)

Selain itu, bentuk aktif vitamin D terlepas dari efeknya pada

transpor Ca2+, juga meningkatkan penyerapan PO43-. Vitamin D juga

meningkatkan kepekaan tulang terhadap PTH. Karena itu, vitamin D

dan PTH sangat saling bergantungan (Sherwood, 2011).

2. Penurunan Kadar Fosfat

Konsentrasi fosfat plasma juga dipengaruhi oleh pertukaran

fosfat berkesinambungan antar tempat penyimpanan terbanyak di

tulang dan cairan esktraseluler. Pelepasan fosfor dari tempat

penyimpanannya di tulang dirangsang oleh hormon pengatur yang

sama dengan yang merangsang pelepasan kalsium. Reabsorpsi fosfat

dari tulang dirangsang oleh 1,25-dihidroksivitamin D3 dan PTH,

8

Page 9: Laporan Fosfat

tetapi dihambat oleh tirokalsitonin. Fosfat juga dengan mudah

ditransportasi melewati membran sel (Behrman, 2000).

Pemberian glukosa atau insulin dapat menurunkan kadar fosfat

plasma, mungkin akibat fosforilase glukosa. Hiperventilasi, alkalosis,

dan pemberian epinefrin juga menurunkan konsentrasi fosfat plasma

(Behrman, 2000).

9

Page 10: Laporan Fosfat

BAB IIIMETODE PEMERIKSAAN

A. Alat dan Bahan

Alat

1. Spuit 3 cc

2. Torniquet

3. Vacuum med non-EDTA

4. Sentrifugator

5. Tabung reaksi 3 ml

6. Rak tabung reaksi

7. Mikropipet (10 μL – 100 μL)

8. Makropipet (100 μL – 1000 μL)

9. Yellow tip

10. Blue tip

11. Spektrofotometer

12. Jam (Penunjuk waktu)

Bahan

1. Sampel (Serum)

2. Working Reagen

3. Kapas

4. Alkohol 70%

B. Cara Kerja

1. Persiapan sampel:

a. Mengambil 3cc darah vena pada probandus dengan

menggunakan spuit 3cc, torniquet, kapas, dan alkohol.

b. Mengalirkan darah tersebut ke dalam vacuum med yang

tidak mengandung EDTA.

c. Melakukan sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama

10 menit.

2. Menyiapkan pada tabung reaksi:

a. Memasukkan working reagen 1 ml

10

Page 11: Laporan Fosfat

b. Menambahkan sampel (serum) sebanyak 10μL

3. Melakukan homogenisasi

4. Melakukan inkubasi selama 1 menit dalam suhu ruangan (20-250 C)

5. Mengukur absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 340 nm secara end-point.

C. Nilai Normal

Kadar fosfat anorganik :

Dewasa : 2,5-5,0 mg/dL atau 0,81-1,62 mmol/l

Anak-anak : 4,0-7,0 mg/dL atau 1,30-2,26 mmol/l

11

Page 12: Laporan Fosfat

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Probandus

a. Nama : Fikriah Rismi Febriana

b. Usia : 19 tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

2. Hasil pemeriksaan fosfat anorganik serum adalah 3 mg/dL.

3. Interpretasi pemeriksaan fosfat anorganik adalah normal.

Sebelum pembahasan kasih gambar skematis ya!

B. Pembahasan

Kadar fosfat anorganik serum secara normal adalah 2,5-5,0 mg/dL.

Hasil pemeriksaan pada probandus menunjukkan hasil 3 mg/dL, hal ini

menunjukkan bahwa kadar fosfat anorganik pada probandus adalah normal.

Ginjal mengendalikan ekskresi fosfat. Penyakit ginjal yang parah

menyebabkan retensi fosfat dan peningkatan kadar fosfat serum.

Peningkatan kadar fosfat serum, menyebabkan kalsium serum menurun,

efek pada kalsium ini merangsang sekresi PTH. Penyakit ginjal kronis

sering menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder (Sacher & McPherson,

2004).

Insulin menyebabkan ion-ion fosfat berpindah dari cairan ekstrasel ke

intrasel, sehingga kadar fosfat serum biasanya turun setelah makan atau

setelah pemberian karbohidrat. Asiditas isi usus meningkatkan penyerapan

fosfat, dan alkalinitas menyebabkan fosfat yang masuk dalam sirkulasi

berkurang. Pasien yang mendapat antasid memiliki penyerapan fosfat yang

rendah karena keduanya berkaitan, sehingga fosfat tidak dapat diserap

(Sacher & McPherson, 2004).

Peningkatan ekskresi fosfat terjadi pada asidosis sistemik. Pasien yang

mendapat insulin untuk ketoasidosis diabetikum mungkin mengalami

deplesi fosfat yang berat karena peningkatan pengeluaran melalui ginjal dan

pergeseran ion-ion fosfat ke cairan intrasel yang dipicu oleh insulin.

Penyalahgunaan alkohol juga mengurangi fosfat tubuh sebagian karena

12

Page 13: Laporan Fosfat

penurunan penyerapan usus, sebagian oleh defisiensi kronis protein dalam

makanan yang sering terjadi pada pecandu alkohol, dan sebagian lagi oleh

asidosis sistemik yang menyertai metabolisme alkohol (Sacher &

McPherson, 2004).

Pada probandus tidak terjadi peningkatan maupun penurunan kadar

fosfat anorganik serum. Hal tersebut mengindikasikan tidak ada masalah

pada metabolisme fosfat dalam tubuh seperti yang sudah dijelaskan diatas.

C. Aplikasi Klinis

1. Hiperparatiroid primer

a. Definisi

Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana

kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon

paratiroid dari biasanya. Hiperparatiroid primer adalah salah

satu gangguan endokrin tersering dan merupakan penyebab

penting hiperkalsemia (Robbins et all, 2007).

b. Etiologi

Penyakit ini biasanya disebabkan oleh adenoma paratiroid

atau hiperplasia primer kelenjar (Robbins et all, 2007).

c. Tanda dan Gejala

Pada umumnya, hiperparatiroid primer bersifat

asimtomatik. Gambaran klinik yang tersering akan tampak pada

tulang dan ginjal. Peningkatan produksi PTH akan menimbulkan

keadaan di tulang yang disebut ostoetis fibrosa cystica yang

ditandai oleh resorpsi subperiosteal pada falang distal. Pada

ginjal akan ditandai oleh nefrolitiasis, nefrokalsinosi,

hiperkalsiuria, dan penurunan klirens kreatinin. Kelainan

lainnya adalah miopati, ulkus peptikum dan pankreatitis

keratopati pita, gout dan pseudogout dan kalsifikasi koroner dan

ventrikel serta katup jantung (Setiyohadi, B, 2009).

13

Page 14: Laporan Fosfat

d. Patogenesis dan Patofisiologi

Kelenjar paratiroid terletak dekat dengan lobus tiroid.

Kelenjar ini dapat ditemukan dimana saja sepanjang jalur

penurunan kantong faring, termasuk selubung karotis dan timus

serta dimana saja di mediastinum anterior. Berbeda dengan

beberapa kelenjar endokrin lain, aktivitas kelenjar paratiroid

dikendalikan oleh kadar kalsium di dalam darah, bukan karena

aktifitas hormon trofik yang dikeluarkan oleh hipotalamus

dan hipofisis. (Robbins et al, 2007).

Secara normal penurunan kadar kalsium bebas

merangsang sintesis dan sekresi hormon paratiroid (PTH), yang

akhirnya :

1) Mengaktifkan osteoklas sehingga terjadi mobilisasi

kalsium dari tulang

2) Menngkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal

3) Meningkatkan perubahan vitamin D ke bentuk

dihidroksinya yang aktif di ginjal

4) Meningkatkan ekskresi fosfat melalui urin

5) Meningkatkan penyerapan kalsium dalam saluran

cerna.

Hasil akhir aktivitas diatas adalah meningkatnya

kadar kalsium bebas, yang selanjutnya menghambat

sekresi PTH lebih lanjut (Robbins et al, 2007).

2. Hipervitaminosis D

b. Definisi

Hipervitaminosis D adalah suatu kondisi yang dapat

terjadi setelah mengkonsumsi vitamin D dosis tinggi.

c. Etiologi

Kelebihan vitamin D menyebabkan keabnormalan kadar

kalsium darah menjadi sangat tinggi. Hal ini dapat sangat

merusak tulang, jaringan lunak, dan ginjal dari waktu ke waktu.

14

Page 15: Laporan Fosfat

Hipervitaminosis D hampir selalu disebabkan oleh bentuk

vitamin D yang memerlukan resep dokter.

d. Tanda dan gejala

1) Konstipasi

Konstipasi didefinisikan sebagai gerakan usus (buang air

besar) yang kurang dari 3 kali per minggu. Biasanya

dikaitkan dengan feses yang keras atau kesulitan

mengeluarkan feses. Dapat menyebabkan nyeri saat buang

air besar atau mungkin tidak dapat gerakan usus setelah

mendorong selama lebih dari 10 menit.

2) Berkurangnya nafsu makan (anoreksia)

Berkurangnya keinginan untuk makan dalam bahasa medis

disebut sebagai anoreksia. Berkurangnya nafsu makan

dapat menyebabkan berkurangnya berat badan (weight

loss).

3) Dehidrasi

Dehidrasi berarti tubuh tidak memiliki jumlah cairan yang

seharusnya dimiliki. Dehidrasi dapat ringan, sedang, atau

berat berdasarkan berapa banyak cairan tubuh yang hilang

atau tidak diisi ulang. Ketika sudah parah, dehidrasi adalah

keadaan darurat yang mengancam jiwa.

4) Fatigue

Kelemahan adalah perasaan khawatir, kelelahan, atau

kekurangan energi.

5) Mudah tersinggung

6) Kelemahan otot

Berkurangnya kekuatan pada satu atau lebih otot tubuh.

7) Muntah

Mual adalah perasaan adanya dorongan untuk muntah.

Lebih sering disebut dengan sakit pada perut. Muntah

adalah memaksa isi perut untuk naik ke esofagus dan

keluar melalui mulut.

15

Page 16: Laporan Fosfat

e. Patogenesis dan Patofisiologi

Asupan makanan yang mengandung vitamin D (kalsiferol)

seperti susu, margarin, kuning telur, daging, akan masuk ke

dalam intestinal untuk di absorbsi. Adanya getah empedu,

kalsiferol diabsorbsi oleh mukosa intestinal dan

ditransportasikan oleh kilomikron ke hepar dan ginjal untuk

dihidroksilasi di kedua organ tersebut. Bentuk aktifnya, 1,25-

dihidroksivitamin D3 diaktifkan.

Adanya hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hormon

paratiroid, berdampak pada beberapa hal sebagai berikut :

1) Pada intestinum, menginduksi absorbsi kalsium

fosfat

2) Pada tulang, menginduksi pembongkaran tulang dan

mineralisasi

3) Pada ginjal, menginduksi tubulus ginjal untuk

mereabsorbsi kalsium

Hipervitaminosis kronik dapat terjadi setelah ingesti

vitamin D dalam jumlah yang berlebihan selama berminggu-

minggu atau berbulan-bulan. Dapat memicu kalsifikasi pada

jaringan lunak, sebagai berikut :

1) Pada jantung, stenosis katup aorta

2) Pada pembuluh darah, hipertensi

3) Pada tubulus ginjal, nefrokalsinosis yang dapat

berkembang menjadi nefrogenik sekunder (poliuri,

polidipsi)

4) Sindrom Fanconi

5) Pada perut, anoreksia, mual, muntah

3. Gagal Ginjal Kronik

a. Definisi

16

Page 17: Laporan Fosfat

Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang

progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60 %

dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia

disebut dengan gagal ginjal kronik (Smeltzer, 2001).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap

akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun

bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh

untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia, yaitu retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

b. Etiologi

Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik,

nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati,

diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout,

dan penyebab yang tidak diketahui.

Menurut (Price, 2012), penyebab GGK adalah :

1) Infeksi, seperti pielonefritis kronik

2) Penyakit peradangan, seperti glomerulonefritis

3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya

nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis

4) Gangguan kongenital dan herediter, seperti penyakit

polikistik ginjal dan asidosis tubulus

5) Penyakit metabolik, seperti diabetes melitus, gout,

hiperparatiroidisme, dan amiloidosis

6) Penyakit ginjal obstruktif, seperti pembesaran

prostat, batu saluran kemih, dan refluks ureter.

c. Tanda dan Gejala

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom

azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai

organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit,

17

Page 18: Laporan Fosfat

selaput serosa, kelainan neuropsikiatri, dan kelainan

kardiovaskular (Sukandar, 2006).

1) Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-

94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.

Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah

lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25

ml per menit.

2) Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari

sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium

terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas,

diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh

flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang

menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan

usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera

mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan

antibiotika.

3) Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada

sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus

cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan

gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.

Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus,

miosis, dan pupil asimetris.

Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan

hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada

pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit

garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red

eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.

Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien

18

Page 19: Laporan Fosfat

gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme

sekunder atau tersier.

4) Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih

belum jelas dan diduga berhubungan dengan

hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan

segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit

biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai

timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea

frost.

5) Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa, seperti pleuritis dan perikarditis

sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan

salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

6) Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan, seperti emosi labil,

dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien

gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat, seperti konfusi,

dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering

dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau

berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa

hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya

(personalitas).

7) Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal

ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti

anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem

vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan

kegagalan faal jantung.

19

Page 20: Laporan Fosfat

d. Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung

terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah

terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi

sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang

berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang

menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya

gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal

kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.

Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan

ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat

dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya

keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir

dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).

20

Page 21: Laporan Fosfat

BAB VKESIMPULAN

A. Pemeriksaan kadar fosfat anorganik pada sampel probandus adalah normal

yaitu 3 mg/dL, nilai normal kadar fosfat serum adalah 2,5-5,0 mg/dL.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar fosfat anorganik adalah:

1. Konsenstrasi CA2+ dan PO43- plasma

2. Vitamin D aktif

3. Pertukaran fosfat berkesinambungan antar tempat penyimpanan

terbanyak

4. Pemberian glukosa atau insulin

5. Hiperventilasi

6. Alkalosis

7. Pemberian epinefrin

C. Contoh aplikasi klinis yang berkaitan peningkatan maupun penurunan kadar

fosfat anorganik adalah :

1. Hiperparatiroid primer

2. Hipervitaminosis D

3. Gagal ginjal kronik

21

Page 22: Laporan Fosfat

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E., Robert, M.K., Ann, M.A. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1. Jakarta: EGC.

Campbell, N.A., Jane, B.R., and Lawrence, G.M. 2010. Biologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga.

Guyton, A.C., and John, E.H. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakrta: EGC.

Horne, M.M., Pamela, L.S. 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Noer, M.S. 2006. “Gagal Ginjal Kronik Pada Anak”. Fakultas Kedokteran UNAIR. Judul miring

Price, S.A., Lorraine, M.W. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rennert, N.J. dan David, Z. 2011. “Hypervitaminosis D”. Medline Plus National Institutes of Health. Judul miring

Robbins, S.L., Vinay, K., and Ramzy, S.C. 2007. Buku Ajar Patologi Jilid II. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Sacher, R.A., and Richard, A.M. 2004. Tinjauan Klinis Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Setiyohadi, B. 2009. “Hiperkalsemia dan Hipokalsemia” Dalam: Sudoyo Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Sukandar, E., 2006. “Neurologi Klinik”. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Jurnalnya mana?

22