neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan dengan hiperbilirubinemia
DESCRIPTION
NKB SMK bilirubinemiaTRANSCRIPT
Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan
Hiperbilirubinemia
Stanley Timotius
102012320
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Bayi baru lahir yang sehat adalah bayi yang memenuhi beberapa kriteria fisiologis bayi pada
umumnya, yang pertama adalah dari masa gestasi yang normal, yaitu tidak kurang dari 37 bulan dan
tidak lebih dari 42 bulan. Kedua, bayi baru lahir memiliki berat badan yang ideal yaitu tidak kurang
dari 2500 gram. Dari kedua poin ini dapat kita tentukan status bayi baru lahir tersebut, apakah bayi
tersebut cukup bulan dan sesuai masa kehamilannya. Pada neonatus yang kurang bulan ataupun
kurang masa kehamilan dan mengalami prematuritas, dapat terjadi keadaan-keadaan patologik, seperti
hipoksia, hipotermia, kejang, respiratory distress syndrome, dan lain-lain. Salah satu keadaan yang
akan dibahas dalam makalah ini yaitu adalah hiperbilirubinemia atau kelebihan kadar bilirubin dalam
sistem sirkulasi darah.1
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kejadian klinis paling sering ditemukan pada bayi
yang baru lahir dan sekitar 85% lebih bayi cukup bulan kembali dirawat dalam minggu pertama
kehidupan karena keadaan ini. Penyakit ini adalah kondisi paling umum yang memerlukan perhatian
medis pada bayi baru lahir. Pewarnaan kuning pada kulit dan sklera ikterik adalah hasil dari
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi. Pada sebagian besar bayi, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
mencerminkan fenomena transisi normal. Namun, dalam beberapa bayi, kadar bilirubin serum akan
naik berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin
darah 5-7mg/dL. Hal ini menjadi perhatian penting karena bilirubin tak terkonjugasi adalah
neurotoksik dan dapat menyebabkan kematian pada bayi baru lahir atau bayi bisa hidup dengan gejala
sisa neurologis.
Terapi pada keadaan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (indirek) terdapat 2 cara, yaitu
fototerapi dan transfusi tukar. Fototerapi adalah metode efektif dan aman untuk mengurangi kadar
bilirubin indirek, terutama jika dimulai sebelum tinggi dan menyebabkan kernikterus. Pada bayi
cukup bulan, fototerapi dimulai bila kadar bilirubin indirek berada antara 16 dan 18 mg/dL. Apabila
kadar bilirubin indirek lebih tinggi atau sebesar 20mg/dL, maka sudah terindikasi untuk dilakukannya
transfusi tukar pada bayi yang mengalami hemolisis dengan berat badan lebih dari 2000 gram.
Transfusi tukar adalah prosedur medis dimana darah pasien diambil melalui keteter dan diganti
dengan transfusi IV plasma atau darah. Komplikasi transfusi tukar adalah semua kelainan yang
berhubungan dengan darah (reaksi transfusi, gangguan metabolik, atau infeksi).
Anamnesis
Hal paling utama yang harus dilakukan oleh seorang dokter adalah anamnesis. Yaitu
menyanyakan keadaan pasien sebelum datang ke rumah sakit (RS). Apa saja keluhan yang
dirasakannya dan dapat menempatkan rasa empati dengan benar, serta mendapatkan kepercayaan
pasien sehingga pasien dapat menceritakan semua yang dirasakannya tanpa menutup-nutupi apa yang
dia alami.2
Apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diajak berbicara mengenai penyakitnya, maka
anamnesis ini dapat dilakukan oleh orang terdekat atau orang yang mengantarkan pasien ke tempat
praktek atau unit gawat darurat (UGD) yang disebut dengan allo anamnesis. Sangat penting untuk
mendapatkan anamnesis yang akurat, karena dari anamnesis, dokter dapat mengetahui gejala-gejala
yang dialami pasien sehingga dapat mengenali lebih lagi penyakit apa yang dialami oleh pasien.
Anamnesis meliputi:
Identitas pasien : Nama pasien, Nama suami atau keluarga terdekat, Alamat, Agama,
Pendidikan terakhir, Suku bangsa.
Keluhan utama :
Keluhan tambahan
Tentang haid
Tentang kehamilan
Berapa kali hamil
Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu
Apakah pernah keguguran, berapa kali, umur kehamilan
Tentang persalinan
Apakah masa kehamilan cukup?
Berapa berat badan bayi waktu lahir?
Riwayat perkawinan
Riwayat penyakit pasien
Adakah penyakit berat yg pernah diderita pasien?
Operasi di daerah perut dan alat kandungan
Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit menurun?
Apakah ada riwayat penyakit autoimmune, hemolitik, dll?
Riwayat sosial
Apakah saat ini sedang menggunakan obat-obatan?
Apakah merokok atau minum alkohol?
Pembahasan
Masa Gestasi normal pada ibu hamil adalah 37-42 bulan yaitu dari sejak konsepsi sampai
kelahiran. Pada masa gestasi tersebut, berat badan bayi normal adalah 2500-4000gram yang diukur
segera dalam 1 jam seusai partus. Dari kedua variabel ini dan grafik LubChenco dapat ditentukan 6
keadaan yaitu
1. Bayi berat lahir rendah(BBLR), dengan berat bayi <2500gram.
2. Bayi berat lahir cukup, dengan berat bayi 2500-4000gram.
3. Bayi berat lahir lebih, diatas 4000gram.
4. Bayi kurang bulan, masa gestasi <37 minggu.
5. Bayi cukup bulan, masa gestasi 37-42 minggu.
6. Bayi lebih bulan, masa gestasi >42 minggu.
Gambar 1. Grafik hubungan berat badan dan masa gestasi.3
Pemeriksaan Fisik pada saat bayi lahir
Pemeriksaan pertama pada bayi baru lahir harus dilakukan di kamar bersalin. Perlu mengetahui
riwayat keluarga, riwayat kehamilan sekarang dan sebelumnya dan riwayat persalinan.Pemeriksaan
dilakukan bayi dalam keadaan telanjang dan dibawah lampu yang terang. Tangan serta alat yang
digunakan harus bersih dan hangat.
Tujuan pemeriksaan ini adalah :
1. Menilai gangguan adaptasi bayi baru lahir dari kehidupan dalam uterus ke luar uterus yang
memerlukan resusitasi.
2. Untuk menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan segera.
3. Menentukan apakah bayi baru lahir dapat dirawat bersama ibu (rawat gabung) atau tempat
perawatan khusus.
1. APGAR Score
Virginia Apgar menemukan sistem pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajat stres
intrapartum saat lahir. Kegunaan utama sistem skor ini adalah untuk memaksa pemeriksa memeriksa
anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai faktor yang mungkin berkaitan dengan
masalah kardiopulmonal.Skor 0, 1, atau 2 diberikan pada masing-masing dari kelima variabel, 1 dan 5
menit setelah lahir . Skor 10 berarti bahwa seluruh tubuh bayi berwarna merah muda dan memiliki
tanda vital normal, sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi apnea dan tidak memiliki denyut jantung.
Terdapat hubungan terbalik antara skor Apgar dengan derajat asidosis serta hipoksia. Skor 4 atau
kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis, sedangkan skor 8-10
biasanya berhubungan dengan ketahanan hidup yang normal. Skor 4 atau kurang pada 5 menit
berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis, distres pernapasan, serta kematian. Meskipun
demikian, banyak neonatus yang lahir dengan skor Apgar rendah ternyata tidak asidotik. Pada
beberapa kasus, asfiksia terjadi sedemikian akutnya sampai tidak dicerminkan dalam pH darah. Selain
itu, proses lain selain asfiksia (prematuritas ekstrem sendiri, anestesi atau sedasi ibu, dan patologi
sistem saraf pusat) dapat menghasilkan skor yang rendah. Terlepas dari faktor penyebabnya, skor
Apgar yang tetap rendah memerlukan resusitasi. Penentuan skor Apgar harus diteruskan setiap 5
menit, sampai skor mencapai nilai 7.4
Frekuensi Denyut Jantung
Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120 dan 160 denyut per menit. Denyutan di
atas 100 per menit biasanya menunjukkan asfuksua dan penurunan curah jantung
Upaya Bernapas
Bayi normal akan megap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik, dan
mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit pada usia 2 sampai 3 menit.
Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis
berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan sistem saraf pusat, atau pemberian obat pada ibu (bar-biturat,
narkotik, dan trankuilizer).
Tonus Otot
Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera setelah
lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang lemah biasanya
asfiksia, mengalami depresi akibat obat, atau menderita kerusakan sistem saraf pusat.
Kepekaan Refleks
Respons normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung
adalah menyeringai, batuk, atau bersin.
Warna Kulit
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda setelah
tercapai ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang berwarna merah
muda, tetapi sianotik pada tangan serta kakinya (akrosianosis) 90 detik setelah lahir.Sianosis
menyeluruh setelah 90 detik terjadi pada curah jantung yang rendah, methemoglobinemia,
polisitemia, penyakit jantungTcongenital jenis sianotik, perdarahan intrakranial, penyakit membran
hialin, aspirasi darah atau mekonium, obstruksi jalan napas, paru-paru hipoplastik, hernia
diafragmatika, dan hipertensi pulmonal persisten. Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami
vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia, hipovolemia, atau asidosis
berat. Alkalosis respiratorik (misal, akibat ventilasi bantuan yang terlalu kuat), penghangatan
berlebihan, hipermagnesemia, atau konsumsi alkohol akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi
nyata serta plétora perifer yang mencolok. Plétora juga terjadi bila bayi menerima transfusi darah per
plasenta dalam jumlah besar dan hipervolemik.
Pengikatan Tali Pusat
Kapan tali pusat diikat bergantung pada status respirasi bayi, usia gestasi, volume
intravaskular, dan adanya distres intrapartum. Hipovolemia terjadi jika tali pusat dijepit sebelum
sejumlah darah yang cukup dipindahkan dari plasenta ke bayi. Derajat hipovolemia dapat diperburuk
oleh hipotensi ibu, asfiksia janin pada akhir persalinan, dan penjepitan tali pusat sebelum janin mulai
menarik napas pertama. Sebaliknya, penjepitan tali pusat yang terlambat atau pengosongan darah dari
tali pusat ke dalam sirkulasi bayi dapat menyebabkan hipervolemia, dan hal ini bisa menyebabkan
takipnea, keterlambatan absorpsi cairan paru, edema pulmonal, meningkatnya kerja pernapasan, dan
polisitemia. Bayi yang lahir dari kehamilan, persalinan, serta kelahiran tanpa komplikasi yang tampak
baik saat lahir, harus dipegang setinggi plasenta sampai bayi tersebut menangis dan arteri umbilikalis
berhenti berdenyut. Kemudian, tali pusat bayi harus dijepit. Jika bayi tampak lemah dan tidak ada
usaha bernapas, hidung serta mulut bayi harus segera diisap, tali pusat dijepit tanpa mengurutnya, dan
bayi diserahkan pada tim resusitasi.
Skor Apgar 8-10 pada Usia 1 Menit
Kebanyakan bayi yang lahir hidup mempunyai skor Apgar 8-10 pada usia 1 menit dan jarang
memerlukan tindakan resusitasi kecuali pengisapan jalan napas. Neonatus yang sangat prematur atau
yang mengalami stres intrauterin yang tidak lazim, pada awalnya dapat tampak sehat, tetapi
memerlukan resusitasi beberapa menit setelah lahir. Oleh karena itu, semua bayi harus dievaluasi
ulang secara cermat pada usia 5 menit, setelah stimulasi kelahiran berhenti. Terlepas dari skor Apgar
5 menit, semua bayi harus diobservasi secara cermat selama 12 jam pertama setelah lahir untuk
memastikan bahwa mereka telah beradaptasi dengan baik pada kehidupan ekstrauterin.
Skor Apgar 5-7 pada Usia 1 Menit
Bayi-bayi ini mengalami asfiksia ringan, tetapi biasanya berespons terhadap pemberian
oksigen dan pengeringan dengan handuk. Mereka tidak boleh dirangsang dengan memberi tepukan
pada kaki atau bokong. Jika bayi tersebut gagal mempertahankan pernapasan yang ritmis saat
rangsangan dihentikan, ulangi pemberian rangsangan dan teruskan pemberian oksigen melalui hidung
serta mulut. Tentukan obat apa yang telah diterima ibu dan kapan ia memakan obat itu. Jika ibu
menerima narkotik 30-60 menit sebelum kelahiran, pertimbangkan pemberian nalokson intramuskulär
(0,1 mg/kg) kepada bayinya jika ventilasi tidak adekuat.
Skor Apgar 3-4 pada Usia 1 Menit
Bayi-bayi ini biasanya berespons terhadap ventilasi kantong serta sungkup. Jika tidak, bayi
harus ditangani sebagai bayi dengan skor 0-2. Selain itu, pertimbangkan juga pemberian nalokson jika
ibu meminum narkotik.
Skor Apgar 0-2 pada Usia 1 Menit
Bayi-bayi ini mengalami asfiksia berat, memerlukan ventilasi segera, dan mungkin
memerlukan pemijatan jantung serta bantuan sirkulasi. Jika ventilasi menggunakan sungkup serta
kantong tidak segera berhasil, lakukan intubasi trakea dan kembangkan serta ventilasikan paru dengan
oksigen yang cukup (biasanya 80-100%) untuk mempertahankan Pa02 atau saturasi oksigen yang
normal (87-92% untuk bayi prematur dan 92-97% untuk neonatus cukup bulan). Pengembangan yang
sama di antara kedua apeks dada saat inspirasi menunjukkan ventilasi kedua paru; ini merupakan
tanda yang lebih baik daripada auskultasi. Bunyi napas bilateral tidak memastikan bahwa kedua paru
mendapat ventilasi karena bunyi napas dihantarkan dengan baik pada dada yang kecil, bahkan bila ada
atelektasis atau pneumotoraks. Bila ventilasi adekuat, frekuensi denyut jantung meningkat dan
sianosis menghilang, kecuali terdapat asidosis metabolik yang berat. Pengukuran pH arteri, PaC02 dan
Pa02 adalah satu-satunya cara yang handal dalam menilai ventilasi yang adekuat.
2. Mencari Kelainan Kongenital
Pemeriksaan di kamar bersalin juga menentukan adanya kelainan kongenital pada bayi
terutama yang memerlukan penanganan segera pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu
menggunakan obat-obat teratogenik, terkena radiasi atau infeksi virus pada trimester pertama.
Juga ditanyakan adakah kelainan bawaan keluarga disamping itu perlu diketahui apakah ibu
menderita penyakit yang dapat menggangu pertumbuhan janin seperti diabetes mellitus, asma
broinkial dan sebagainya.
3. Memeriksa cairan amnion
Pada pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion ( volume > 2000 ml ) sering
dihubungkan dengan obstruksi traktus intestinal bagian atas, ibu dengan diabetes atau eklamsi.
Sedangkan oligohidramnion (volume < 500 ml) dihubungkan dengan agenesis ginjal bilateral. Selain
itu perlu diperhatikan adanya konsekuensi oligohidramnion seperti kontraktur sendi dan hipoplasi
paru.
4. Memeriksa tali pusat
Pada pemeriksaan tali pusat perlu diperhatikan kesegaranya, ada tidaknya simpul dan apakah
terdapat dua arteri dan satu vena. Kurang lebih 1 % dari bayi baru lahir hanya mempunyai satu arteri
umbilikalis dan 15 % dari pada mempunyai satu atau lebih kelainan konginetal terutama pada sistem
pencernaan, urogenital, respiratorik atau kardiovaskuler.
5. Memeriksa plasenta
Pada pemeriksaan plasenta, plasenta perlu ditimbang dan perhatikan apakah ada perkapuran,
nekrosis dan sebagainya. Pada bayi kembar harus diteliti apakah terdapat satu atau dua korion (untuk
menentukan kembar identik atau tidak). Juga perlu diperhatikan adanya anastomosis vascular antara
kedua amnion, bila ada perlu dipikirkan kemungkinan terjadi tranfusi feto-fetal.
6. Menimbang berat badan dan membandingkan dengan masa gestasi.
Kejadian kelainan congenital pada bayi kurang bulan 2 kali lebih banyak dibanding bayi cukup
bulan, sedangkan pada bayi kecil untuk masa kehamilan kejadian tersebut sampai 10 kali lebih besar.
7. Pemeriksaan mulut
Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-palatoskisis harus diperhatikan juga
apakah terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan oleh adanya atresia esofagus.
8. Pemeriksaan anus
Perhatikan adanya adanya anus imperforatus dengan memasukkan thermometer ke dalam anus.
Walaupun seringkali atresia yang tinggi tidak dapat dideteksi dengan cara ini. Bila ada atresia
perhatikan apakah ada fistula rekto-vaginal.
9. Pemeriksaan jenis kelamin
Bila terdapat keraguan misalnya pembesaran klitoris pada bayi perempuan atau terdapat
hipospadia atau epispadia pada bayi lelaki, sebaiknya pemberitahuan jenis kelamin ditunda sampai
dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kromosom.
Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam 24 jam dan dilakukan setelah bayi berada di ruang
perawatan. Tujuan pemeriksaan untuk mendeteksi kelainan yang mungkin terabaikan pada
pemeriksaan di kamar bersalin.
Pemeriksaan ini meliputi :
1. Aktifitas fisik
Inspeksi
Ekstremitas dalam keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan
simetris.
2. Pemeriksaan suhu
Suhu diukur di aksila dengan nilai normal 36,5 0C– 37 0C.
3. Kulit
Inspeksi
Warna tubuh kemerahan dan tidak ikterus.
Palpasi
Lembab, hangat dan tidak ada pengelupasan.
4. Kepala
5. WajahInspeksi
Mata segaris dengan telinga, hidung di garis tengah, mulut garis tengah wajah dan simetris.
6. Mata Kelompak mata tanpa petosis atau udem. Skelera tidak ikterik, cunjungtiva tidak merah muda, iris berwarna merata dan bilateral.
Pupil beraksi bila ada cahaya, reflek mengedip ada.7. Telinga
Posisi telinga berada garis lurus dengan mata, kulit tidak kendur, pembentukkan tulang rawan yaitu pinna terbentuk dengan baik kokoh.
8. Hidung Posisi di garis tengah, nares utuh dan bilateral, bernafas melalui hidung.
9. Mulut Bentuk dan ukuran proporsional dengan wajah, bibir berbentuk penuh berwarna merah
muda dan lembab, membran mekosa lembab dan berwarna merah muda, palatom utuh, lidah dan uvula di garis tengah, reflek gag dan reflek menghisap serta reflek rooting ada.
10. Leher Rentang pergerakan sendi bebas, bentuk simestris dan pendek. Triorid di garis tengah, nodus limfe dan massa tidak ada.5
Ballard Score
Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan kriteria
neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat
diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah dengan
menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan
maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor
pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan
menggunakan tabel nilai kematangan dicari masa gestasinya.
1. Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya bersamaan dengan
hilangnya lapisan pelindung secara bertahap. Oleh karena itu, kulit akan mengering dan
menjadi kusut dan mungkin akan timbul ruam.Pada jangka panjang, janin dapat
mengalihkan mekonium ke dalam cairan ketuban. Hal ini dapat menambahkan efek untuk
mempercepat proses pengeringan, menyebabkan kulit mengelupas, menjadi retak seperti
dehidrasi, kemudian menjadi kasar.
2. Lanugo
Lanugo adalah rambut halus menutupi tubuh janin. Pada orang dewasa, kulit tidak
memiliki lanugo. Hal ini mulai muncul di sekitar minggu 24 sampai 25 dan biasanya
muncul terutama di bahu dan punggung atas, pada minggu 28 kehamilan. Penipisan terjadi
pertama di atas punggung bawah, karena posisi janin yang tertekuk. Daerah kebotakan
muncul dan menjadi lebih besar pada daerah lumbo-sakral.
3. Garis Telapak Kaki
Bagian ini berhubungan dengan lipatan di telapak kaki. Penampilan pertama dari lipatan
muncul di telapak anterior kaki. ini mungkin berhubungan dengan fleksi kaki di rahim,
tetapi bisa juga karena dehidrasi kulit. Bayi non-kulit putih telah dilaporkan memiliki
lipatan kaki sedikit pada saat lahir.
4. Payudara
Tunas payudara terdiri dari jaringan payudara yang dirangsang untuk tumbuh dengan
estrogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung pada status gizi janin. pemeriksa catatan
ukuran areola dan ada atau tidak adanya stippling (perkembangan papila dari
Montgomery). Palpasi jaringan payudara di bawah kulit dengan memegangnya dengan ibu
jari dan telunjuk, memperkirakan diameter dalam milimeter, dan memilih yang sesuai pada
lembar skor. Kurang dan lebih gizi janin dapat mempengaruhi variasi ukuran payudara
pada usia kehamilan tertentu.
5. Mata/Telinga
Perubahan pinna dari telinga janin dapat dijadikan penilaian konfigurasi dan peningkatan
konten tulang rawan sebagai kemajuan pematangan. Penilaian meliputi palpasi untuk
ketebalan tulang rawan, kemudian melipat pinna maju ke arah wajah dan melepaskannya.
Pemeriksa mencatat kecepatan pinna dilipat dan kembali menjauh dari wajah ketika
dilepas, kemudian memilih yang paling dekat menggambarkan tingkat perkembangan
cartilago.
6. Genitalia pria
Testis janin mulai turun dari rongga peritoneum ke dalam kantong skrotum pada sekitar
minggu 30 kehamilan. Testis kiri mendahului testis kanan yang biasanya baru memasuki
skrotum pada minggu ke-32. Pada saat testis turun, kulit skrotum mengental dan
membentuk rugae lebih banyak. Testis ditemukan di dalam zona rugated dianggap turun.
7. Genitalia wanita
Untuk memeriksa bayi perempuan, pinggul harus dinaikan sedikit, sekitar 45 ° dari
horizontal dengan bayi berbaring telentang. hal ini menyebabkan klitoris dan labia minora
menonjol. Dalam prematuritas ekstrim, labia dan klitoris yang datar sangat menonjol dan
mungkin menyerupai kelamin laki-laki. Pematangan berlangsung jika ditemukan klitoris
kurang menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Lama-kelamaan, baik klitoris
dan labia minora surut dan akhirnya diselimuti oleh labia majora yang makin besar.6
Gambar 2. Ballard score maturitas fisik.7
Maturitas Neuromuskular
1. Postur
Otot tubuh total tercermin dalam sikap yang disukai bayi saat istirahat dan ketahanan
untuk meregangkan kelompok otot. Saat pematangan berlangsung, gerak otot meningkat
secara bertahap mulai dari fleksor pasif yang berlangsung dalam arah sentripetal, dengan
ekstremitas bawah sedikit di depan ekstremitas atas. Untuk mendapatkan item postur, bayi
ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu sampai bayi mengendap dalam posisi
santai atau disukai. Jika bayi ditemukan telentang santai, manipulasi lembut dari
ekstremitas akan memungkinkan bayi untuk mencari posisi dasar kenyamanan. bentuk
yang paling dekat menggambarkan postur yang disukai bayi.
2. Jendela pergelangan tangan
Fleksibilitas pergelangan dan / atau resistensi terhadap peregangan ekstensor bertanggung
jawab untuk sudut yang dihasilkan dari fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa
meluruskan jari-jari bayi dan berikan tekanan lembut pada dorsum tangan, dekat jari-jari.
Sudut yang dihasilkan antara telapak tangan dan lengan bawah bayi diperkirakan; > 90 °,
90 °, 60 °, 45 °, 30 °, dan 0 °.
3. Gerakan lengan membalik
Manuver ini berfokus pada gerakan fleksor pasif otot bisep dimana akan diukur sudut dari
ekstremitas atas. Dengan bayi berbaring telentang, pemeriksa menempatkan satu tangan di
bawah siku bayi. Kemudian, ambil tangan bayi dan pemeriksa membuat lengan bayi dalm
posisi fleksi, sesaat kemudian lepaskan. Sudut mundur lengan saat kembali dicatat, dan
dipilih pada lembar skor. Bayi yang sangat prematur tidak akan menunjukkan
pengembalian lengan.
4. Sudut popliteal
Manuver ini menilai pematangan gerakan fleksor pasif sendi lutut dengan pengujian untuk
ketahanan terhadap perpanjangan ekstremitas bawah. Dengan posisi bayi berbaring
telentang, kemudian paha ditempatkan lembut pada perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.
Setelah bayi telah rileks dalam posisi ini, pemeriksa menggenggam kaki dengan satu tangan
sementara mendukung sisi paha dengan tangan lainnya. Jangan berikan tekanan pada paha
belakang. Kaki diperpanjang sampai resistensi pasti untuk ekstensi. Pada beberapa bayi,
kontraksi hamstring dapat digambarkan selama manuver ini. Pada titik ini terbentuk pada
sudut lutut oleh atas dan kaki bagian bawah diukur.
5. Scarf Sign (Tanda selendang)
Manuver ini dilakukan dengan mengukur gerakan pasif fleksor bahu. Bayi dalam posisi
berbaring terlentang, pemeriksa menyesuaikan kepala bayi untuk garis tengah dan
meletakan tangan bayi di dada bagian atas dengan satu tangan. Ibu jari tangan lain
pemeriksa ditempatkan pada siku bayi. Pemeriksa kemudian mendorong siku ke arah dada.
Titik pada dada saat siku bergerak dengan mudah sebelum resistensi yang signifikan,
dicatat. Batasnya adalah: leher (-1); aksila kontralateral (0); papila mamae kontralateral (1);
prosesus xyphoid (2); papila mamae ipsilateral (3), dan aksila ipsilateral (4).
6. Tumit ke Telinga
Manuver ini mengukur gerakan fleksor pasif panggul dengan tes fleksi pasif atau resistensi
terhadap perpanjangan otot fleksor pinggul posterior. Bayi ditempatkan terlentang dan
tekuk ekstremitas bawahnya. Pemeriksa mendukung paha bayi lateral samping tubuh
dengan satu telapak tangan. Sisi lain digunakan untuk menangkap kaki bayi dan tarik ke
arah telinga ipsilateral.6
Gambar 3. Maturitas neurologis.7
Diagnosis kerja
Berdasarkan tanda dan gejala yang timbul pada bayi, maka diagnosis yang paling mendekati
adalah Neonatus kurang Bulan – Sesuai masa Kehamilan dengan ikterus fisiologis, yang dapat
dilihat hasil pemeriksaan yaitu:
Berat bayi baru lahir 2000 gram (<2500 gram) – Berat lahir rendah
Masa gestasi 34 minggu (<37 minggu) – Kurang bulan
Masa gestasi kurang namun sesuai dengan grafik lubchenco – Sesuai masa kehamilan
Timbul Ikterus setelah 48 jam (>1 hari) – Ikterus fisiologis
Adapun definisi ikterus, adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit
dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL. Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih mengacu
pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia
lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Klasifikasi Ikterus ada dua, yaitu;
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua-ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada
neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.8
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
a Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
b Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.
c Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
d Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
e Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui.
f Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.
Etiologi
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
1. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
Kelainan sel darah merah
Infeksi seperti malaria, sepsis.
Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan
eritroblastosis fetalis.
2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi
yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi
kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan
di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya
karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang
sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin
direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga
bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian
menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan
kimia, dll.
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini
akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada
bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia.9
Gejala Klinis
1. Gejala akut
Lethargi (lemas)
Tidak ingin mengisap
Feses berwarna seperti dempul
Urin berwarna gelap
2. Gejala kronik
Tangisan yang melengking (high pitch cry)
Kejang
Perut membuncit dan pembesaran hati
Diagnosis Banding
Inkompatibilitas ABO
Inkompatibilitas ABO adalah ketidak sesuaian golongan darah antara ibu dan bayi.
Inkompatibilitas ABO dapat meyebabkan reaksi isoimun berupa hemolisis yang terjadi apabila
antibodi anti-A dan anti-B pada ibu dengan golongan darah O, A, atau B dapat melewati plasenta dan
mensensitisasi sel darah merah dengan antigen A, B, atau AB pada janin
Diagnosis hemolitik akibat inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir ditegakkan apabila
terdapat keadaan hemolisis yang diindikasikan dengan:
- Ikterus yang dengan early onset yang signifikan.
- Bayi baru lahir dengan golongan darah A, B, AB dari ibu dengan golongan darah ibu
O.
- Terdapat satu atau lebih kriteria hemolitik (tanpa penyebab hemolisis dan anemia
yang lain) antara lain: menurunnya hemoglobin dan hematokrit, meningkatnya
bilirubin indirek >0,5-1 mg/dL/jam, pada hapusan darah tepi terdapat retikulositosis
>7% dan sferositosis, tes coombs positif
Inkompatibilitas Rhesus
Inkompatibilitas Rh adalah suatu kondisi yang terjadi ketika seorang wanita hamil
memilikidarah Rh-negatif dan bayi dalam rahimnya memiliki darah Rh-positif. Selama kehamilan, sel
darah merah dari bayi yang belum lahir dapat menyeberang ke aliran darah ibu melalui plasenta. Jika
ibu memiliki Rh-negatif, sistem kekebalan tubuhnya memperlakukan sel-sel Rh-positif janin seolah-
olah mereka adalah substansi asing dan membuat antibodi terhadap sel-sel darah janin. Antibodi anti-
Rh ini dapat menyeberang kembali melalui plasenta ke bayi yang sedang berkembang dan
menghancurkan sel-sel darah merah bayi. Sel-sel darah merah yang dipecah menghasilkan bilirubin.
Hal ini menyebabkan bayi menjadi kuning (ikterus). Tingkat bilirubin dalam aliran darah bayi bisa
berkisar dari ringan sampai sangat tinggi.
Karena butuh waktu bagi ibu untuk mengembangkan antibodi, bayi sulung jarang yang
mengalami kondisi ini, kecuali ibu mengalami keguguran di masa lalu atau aborsi yang membuat peka
sistem kekebalan tubuhnya. Namun, semua anak-anaknya telah setelah itu yang memiliki Rh-positif
dapat terpengaruh. Inkompatibilitas Rh berkembang hanya bila ibu memiliki Rh-negatif dan bayi Rh-
positif. Berkat penggunaan globulin kekebalan khusus yang disebut RhoGHAM, masalah ini telah
menjadi semakin jarang.
Penatalaksanaan
1) Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif,
minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya
kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan
beberapa cara berikut:
- Minum ASI dini dan sering
- Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
- Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning). Bilirubin serum total 24 jam pertama >
4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi
cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat
diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup
besar.
A) Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO):
- Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat
- Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir <2,5kg lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
- Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
i) Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan
terapi sinar.
ii) Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi
sinar, lakukan terapi sinar
iii) Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab
hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring
G6PD bila memungkinkan.
B) Mengatasi hiperbilirubinemia
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai “enzyme inducer” sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu
kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.
2. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin
dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya
diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat
keluarnya bilirubin dariekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya
lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk
konjugasi hepar sebagai sumber energi.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan
transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra
dan pasca transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah:
a. bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin
>10mg/dL.
b. bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL. Lama terapi sinar
adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat
diberikan dosis kedua selama 24 jam.
4. Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Kadar bilirubin tidak langsung >20mg/dL
b. Kadar bilirubin tali pusat >4mg/dL dan Hb 10mg/dL
c. Peningkatan bilirubin >1mg/dL
2) Monitoring
Monitoring yang dilakukan antara lain:
1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama
bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS.
Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau ensefalopati bilirubin
adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak terkonjugasi
(bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak.
Patogenesis kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin
indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan melewati
sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak,
asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern
icterus.
Pencegahan
1. Pencegahan Primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk
beberapa hari pertama.
- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2. Pencegahan Sekunder
- Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum
untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
- Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan
menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda
- Tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.
Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah
beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik
dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai
gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas,
maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam
hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.10
Kesimpulan
Bayi pada kasus diatas menderita ikterus fisiologis yang ditandai dengan munculnya kulit yang
ikterik pada 48 jam pertama setelah lahir. Hal tersebut merupakan hal fisiologis oleh karena hepar
yang belum berfungsi dengan sempurna serta kondisi tubuh bayi yang menyesuaikan dengan
lingkungan baru.
Beberapa terapi dapat dilakukan untuk mengatasi ikterus fisiologis, jika gejalanya bertambah
berat. Pencegahan dapat diberikan fenobarbital untuk mempercepat induksi hati sehingga enzim dapat
dikeluarkan dengan segera. Terapi definitif lain yaitu dengan melakukan terapi sinar, dan jika terapi
tidak dapat berjalan dengan efektif dan penurunan bilirubin refrakter dapat dilakukan transfusi tukar.
Daftar Pustaka
1. Arvin BK. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC. 2000; 584.
2. Manuaba IBG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC. 2004; 29-
32.
3. Blood sugar and developing brain [Internet] 2012. [Diakses 9 Juni 2015]. Diunduh dari
https://drclintonb.wordpress.com/2012/04/22/blood-sugar-and-the-developing-brain/.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri williams
volume 1. Edisi ke-23. Jakarta: EGC, 2012; 283-4.
5. Alimul AA. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta: Salemba.
2008; 64-74.
6. Hertz DE. Care of the newborn. Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia; 2005; 35-9.
7. Ballard score. Diunduh dari http://irapanussa.blogspot.com/2012/06/ballard-score.html.
Diakses tanggal 9 Juni 2015.
8. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak
FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia, Jakarta, 1997; 1101-15.
9. Asil A. Ikterus dan hiperbilirubinemia pada neonatus dalam A.H. Markum (ed), Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001; 313-7.
10. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed). Icterus Neonatorum in
Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia,
Pennsylvania 19106, 2000; 641-7.