status neonatus hiperbilirubinemia

45
BAB I REKAM MEDIS I. IDENTIFIKASI Nama : By. N Umur : 5 hari Jenis kelamin : laki-laki Berat badan : 1400 gram Tinggi badan : 41 cm Agama : Islam Alamat : dalam kota MRS : 28 Januari 2013 II. ANAMNESA (Alloanamnesa, dengan ibu penderita tgl 2 Februari 2013) Keluhan utama : kuning Keluhan tambahan : - III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT Bayi lahir spontan di VK Kebidanan RSUD Palembang BARI, dari ibu G1P0A0 hamil 32-34 minggu. Bayi lahir ditolong bidan, saat lahir os tidak langsung menangis, APGAR Score 7/8, dilakukan pembersihan jalan napas. 1

Upload: rikardo-ladesman-lumbantobing

Post on 09-Aug-2015

260 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

BAB I

REKAM MEDIS

I. IDENTIFIKASI

Nama : By. N

Umur : 5 hari

Jenis kelamin : laki-laki

Berat badan : 1400 gram

Tinggi badan : 41 cm

Agama : Islam

Alamat : dalam kota

MRS : 28 Januari 2013

II. ANAMNESA

(Alloanamnesa, dengan ibu penderita tgl 2 Februari 2013)

Keluhan utama : kuning

Keluhan tambahan : -

III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Bayi lahir spontan di VK Kebidanan RSUD Palembang BARI, dari ibu

G1P0A0 hamil 32-34 minggu. Bayi lahir ditolong bidan, saat lahir os tidak langsung

menangis, APGAR Score 7/8, dilakukan pembersihan jalan napas.

Riwayat KPSW (+) ± 24 jam, ketuban jernih, bau (-), kental (-), mekonium

(-), anus (+).

Sejak ± umur 4 hari penderita mulai tampak kuning, malas minum (-), demam

(-), lemah (-), muntah (-), BAB cair (-), kejang (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

1

Page 2: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

o disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah anak pertama. Ayah penderita berusia 28 tahun, pendidikan

terakhir SMA yang bekerja sebagai buruh. Ibu penderita berusia 26 tahun dengan

pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ekonomi keluarga

ditanggung oleh orang tua penderita.

Kesan: sosial ekonomi kurang

Riwayat Kehamilan

GPA : G1P0A0

HPHT :

Periksa hamil : bidan

Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan

Minum Alkohol : disangkal

Merokok : disangkal

Makan obat-obatan tertentu : disangkal

Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : disangkal

Riwayat persalinan

Presentasi : kepala

Cara persalinan : spontan

KPSW : (+) 24 jam

Riwayat demam saat persalinan : disangkal

Riwayat ketuban kental, hijau, bau : kental (+)

Keadaan bayi saat lahir

Jenis kelamin : laki-laki

Kelahiran : lahir di VK kebidanan, ditolong oleh bidan

Kondisi saat lahir : tidak langsung menangis, A/S 7/8 BBL: 1500 gr, PBL: 41 cm

2

Page 3: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

3

Page 4: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Berat badan : 1500 gram

Panjang badan : 41 cm

Lingkar Kepala : 28 cm

Lingkar Dada : 27 cm

Aktivitas : aktif

Refleks isap : kuat

Tangis : kuat

Anemis : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Ikterus : (+) Kramer III

Dispneu : tidak ada

HR : 142 x/menit

Pernafasan : 44 x/menit

Temperature : 36,20C

Keadaan Spesifik

Kepala

Lingkar kepala : 28 cm

Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor.

Hidung : nafas cuping hidung tidak ada.

Trauma lahir : caput suksedandum (-), hematom sefal (-)

Leher : tidak ada kelainan

Thorax : simetris, retraksi (-)

Jantung : bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

4

Page 5: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Paru-paru : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia : testis (+), anus (+)

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik

Refleks primitif :

Oral : positif

Moro : positif

Tonic neck : positif

Withdrawal : positif

Plantar grasp : positif

Palmar grasp : positif

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (28/1/13 )

Hematologi

Hemoglobin : 18,1 g/dl

Leukosit : 13.700/mm3

Trombosit : 235.000/mm3

Diff. count : 0/2/3/47/42/6

Hematokrit : 53%

Golongan darah : B+

CRP : negatif

Kimia Klinik

Bilirubin total : 13,8 mg/dl

Bilirubin direk : 2,3 mg/dl

Bilirubin indirek : 11,5 mg/dl

5

Page 6: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

VI. RESUME

Bayi N/6 hari/laki-laki, lahir di VK Kebidanan RSUD Palembang BARI, dari

ibu G1P0A0 hamil 32-34 minggu. Bayi lahir ditolong bidan, saat lahir os tidak

langsung menangis, APGAR Score 7/8, dilakukan pembersihan jalan napas.

Riwayat KPSW (+) ± 24 jam, ketuban jernih, bau (-), kental (-), mekonium

(-), anus (+). Riwayat penyakit terdahulu (ibu) disangkal, riwayat sosial ekonomi

kurang. HPHT , periksa hamil di bidan. Riwayat konsumsi alkohol (-), merokok

(-), obat-obatan (-).

Sejak ± umur 4 hari penderita mulai tampak kuning, malas minum (-), demam

(-), lemah (-), muntah (-), BAB cair (-), kejang (-).

VII. DIAGNOSIS SEMENTARA

Neonatus : Preterm/SGA

Lahir : spontan dengan KPSW ± 24 jam

Ibu : G1P0A0

Anak : Asfiksia ringan + T. Infeksi + BBLR + Ikterus +

Hiperbilirubinemia

VIII. PENATALAKSANAAN

Injeksi Ampicilin 2x70 mg (5)

Injeksi Gentamicin 4 mg/24 jam (5)

IVFD D5 ¼ NS gtt 8 mikro

ASI/PASI 12x23 cc

Mobilisasi pasien

Fototerapi

PMK + Pijat BBLR

6

Page 7: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP SELAMA PASIEN DIRAWAT

Tanggal Januari 2013S: Keluhan -

O: Keadaan Umum

SensoriumBerat badanLingkar kepalaNadiRRSuhuAktivitas R. IsapTangis

Keadaan SpesifikKepala

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas

Compos mentiskgcmkali/menit, I/T cukupkali/menito C

Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior hiperemis, tonsil hiperemis

pembesaranKGB(-)

Paru-paruvesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor BJ I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Pemeriksaan penunjang -Diagnosis KerjaTerapi

7

Page 8: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

TanggalS: Keluhan -

O: Keadaan Umum

SensoriumBerat badanLingkar kepalaNadiRRSuhuAktivitas R. IsapTangis

Keadaan SpesifikKepala

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas

Compos mentiskgcmkali/menit, I/T cukupkali/menito C

Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior hiperemis, tonsil hiperemis

pembesaranKGB(-)

Paru-paruvesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor BJ I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Pemeriksaan penunjang -Diagnosis KerjaTerapi

8

Page 9: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Algoritma Ikterus Neonatorum

hiperbilirubinemia

umur < 24 jam umur > 24 jam periksa Coombs test ulang periksa bil total dan direk ( setelah 12 - 24 jam ) positif negatif

bil.direk meningkat bil.direk normalinkompatibilitas golongan darah infeksi intra uterin periksa hematokrit( ABO, Rh, minor group) sepsis neonatal hepatitis obstruksi biliaris normal/menurun meningkat

periksa morfologi RBC polisitemia

abnormal normal sferositosis ekstravasasi darah

inkomp.ABO sirk.entrohepatikdef. G6PD kel. metab/endokrin

2.2 Definisi

Istilah “ikterus” berasal dari bahasa Yunani icteros atau istilah “jaundice”

berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti “kuning”.1 Ikterus adalah gambaran

klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa karena

adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.1 Hiperbilirubinemia

adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin total sewaktu >12 mg/dL dan >15

9

Page 10: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

mg/dL pada bayi aterm; ikterus yang terjadi pada hari pertama kehidupan;

peningkatan kadar bilirubin >5 mg%/24 jam; peningkatan kadar bilirubin direk >1,5-

2 mg%; ikterus berlangsung > 2 minggu.2

2.3 Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, ± 60%

neonatus (ikterus fisiologis), disebabkan: 2,4

1. Bilirubin selama masa janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus

diekskresi bayi sendiri

2. Jumlah eritrosit dan hemolisisnya lebih banyak pada neonatus

3. Lama hidup eritrosit pada neonatus lebih singkat (70-90 hari)

4. Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang

mengalami gangguan pertumbuhan intra-uterin kurang

5. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil

transferase, uridine diphosphate glukoronil transferase dan ligand dalam

protein belum adekuat) atau penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan

konjugasi.

6. Sirkulus enterohepatik meningkat karena masih berfungsinya enzim β-

glukuronidase di usus dan belum ada nutrien

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis):1,2

Hari 1:

- Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus

- Infeksi intrauterin TORCH

Hari 2-5:

- Prematuritas

- Infeksi

- Ikterus fisiologis

- RDS

- Polisitemia

- Kongenital spherositosis

- Sepsis

- Perdarahan Ekstravaskular

10

Page 11: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

- Defisiensi G6PD - Breast feeding jaundice

Hari 5-10:

- Sepsis

- Breast milk jaundice

- Galaktosemia

- Hipotiroidisme

- Obat-obatan (sulfonamid, furosemid, thiazide, cephalosporine dll)

Hari >10:

- Sepsis

- Neonatal hepatitis

- Atresia biliaris

- Peningkatan sirkulasi enterohepatik (stenosis pilorik, obstruksi usus)

Untuk menetapkan penyebab hiperbilirubinemia dibutuhkan

pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan

khusus agar dapat memperkirakan penyebabnya. Ada beberapa pendekatan

yang dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab terjadinya

hiperbilirubinemia yaitu: 3

a. Hiperbilirubinemia yang timbul pada 24 jam pertama 3

Penyebab hiperbilirubinemia yang terjadi pada 24 jam pertama

menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :

1. Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.

2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).

3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :

1. Kadar bilirubin serum berkala

2. Darah tepi lengkap

3. Golongan darah ibu dan bayi

4. Uji Coombs

11

Page 12: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

5. Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD, biakan darah atau biopsi hepar

bila perlu.

b. Hiperbilirubinemia yang timbul 24-72 jam sesudah lahir 3

1. Biasanya hiperbilirubinemia fisiologis.

2. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0 atau Rh atau golongan lain.

Hal ini dapat diduga peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg

%/24 jam.

3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.

4. Polisitemia

5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar

subkapsuler dan lain-lain).

6. Hipoksia

7. Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.

8. Dehidrasi asidosis

9. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

Bila keadaan bayi baik dan peningkatan hiperbilirubinemia tidak

cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin

berkala, pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya bila

perlu.

c. Hiperbilirubinemia yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir

minggu pertama3

1. Biasanya karena infeksi (sepsis)

2. Dehidrasi asidosis

3. Defisiensi enzim G6PD

4. Pengaruh obat

5. Sindrom Crigler-Najjar

6. Sindrom Gilbert

12

Page 13: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

d. Hiperbilirubinemia yang timbul pada akhir minggu pertama dan

selanjutnya3

1. Biasanya karena obstruksi

2. Hipotiroidisme

3. “Breast milk jaundice”

4. Infeksi

5. Neonatal hepatitis

6. Galaktosemia

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

1. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala

2. Pemeriksaan darah tepi

3. Pemeriksaan penyaring G6PD

4. Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi

5. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab

Hiperbilirubinemia baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi

dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak

mempunyai potensi berkembang menjadi kern icterus.

Pada breast milk jaundice terjadi hiperbilirubinemia pada 1 % dari

bayi yang diberikan ASI. Hiperbilirubinemia biasanya terjadi pada hari kelima

dan kadar bilirubin mencapai puncak pada hari ke-14 dan kemudian turun

dengan pelan. Kadar normal tidak akan tercapai sebelum umur 12 minggu

atau lebih lama. Jika pemberian ASI distop dan fototerapi singkat diberikan,

kadar bilirubin akan menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam.

2.4 Faktor risiko

Faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau lahir

sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis, dan sepsis.

13

Page 14: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

2.5 Metabolisme bilirubin1,4

Bilirubin merupakan produk yang toksik dan harus dikeluarkan oleh

tubuh.4 Bilirubin berasal dari proses eritropoesis yang tidak efektif dan hasil

pemecahan heme dalam sel retikuloendotelial limpa dan hati. Produk akhir

jaras metabolisme ini adalah bilirubin indirek (bilirubin bebas/ bilirubin IX

alfa) yang tidak larut dalam air, terikat pada albumin dalam sirkulasi. Setelah

sampai hepar, terjadi mekanisme ambilan dan bilirubin terikat oleh reseptor

membran sel hati. Dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin

(protein Y) dan protein Z dan glutation lain yang membawanya ke retikulum

endoplasma hati, tempat terjadinya konjugasi. Bilirubin indirek ini kemudian

oleh enzim glukoronil transferase dimetabolisme menjadi bilirubin direk.

Bilirubin direk akan disekresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter

spesifik. Setelah disekresi oleh hati, empedu disimpan dalam kandung empedu

sampai proses makan akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam

duodenum. Bilirubin direk tidak dapat direabsorpsi oleh epitel usus, tetapi

dipecah oleh flora usus menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang kemudian

dikeluarkan melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi

oleh enzim β-glukoronidase yang terdapat pada epitel usus dan bilirubin

indirek yang dihasilkan ini akan direabsorpsi ke dalam sirkulasi dan kembali

ke hati, yang dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik.

Berdasarkan metabolisme normal bilirubin tersebut, mekanisme terjadinya

ikterus berkaitan dengan: produksi bilirubin, ambilan bilirubin oleh hepatosit, ikatan

bilirubin intrahepatosit, konjugasi, sekresi, dan ekskresi bilirubin. Pada sebagian

kasus, lebih dari satu mekanisme yang terlibat.

14

Page 15: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Gambar 1. Metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin 5

2.6 Diagnosis

Tabel 1. Derajat ikterus menurut Kramer5

Daerah hiperbilirubinemia

PenjelasanKadar bilirubin

(mg/dL)Prematur Aterm

IIIIIIIV

V

Kepala dan leherDada sampai pusatPusat bagian bawah sampai lututLutut sampai pergelangan kaki dan bahu sampai pergelangan tanganKaki dan tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan

4 – 85 – 127 – 159 – 18

> 10

4 – 85 – 128 – 1611 – 18

> 15

15

Page 16: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Gambar 2. Pembagian hiperbilirubinemia menurut Kramer

2.7 Penatalaksanaan2

Tujuan penatalaksanaan ikterus pada neonatus adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menimbulkan kern ikterus, serta mengobati penyebab langsung ikterus.

Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar

konjugasi bilirubin lebih cepat terjadi dengan memberikan luminal atau agar

yang dapat merangsang terbentuknya enzim glukoronil transferase.

Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi

Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin

(plasma, albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian

kolestiramin), terapi sinar atau transfusi tukar dapat juga dilakukan untuk

mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.4 Dikemukakan pula bahwa obat-

obatan (IVIG: Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai

dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi

bilirubin.6

Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang

bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB.

Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena

albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke

16

Page 17: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan

transfusi tukar. Glukosa perlu diberikan untuk konjugasi hepar sebagai

sumber energi.3

Tabel 3. Penanganan Bilirubinemia Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum 3

Usia

Terapi Sinar Tranfusi Tukar

Bayi Sehat Faktor Resiko Bayi Sehat Faktor resiko

mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 19 330 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340

Terapi SinarBilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah

dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk

dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar,

terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi

ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat

dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah

produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.

Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto

oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer

bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa

dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa

diekskresikan lewat urin.

Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475

nm dengan panjang gelombang sinar biru 425 sampai 475 nm dan gelombang

sinar putih 380 sampai 700 nm, serta intensitas cahaya 6-12 μwatt/cm2 per

17

Page 18: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu

yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya

biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes.

Indikasi terapi sinar:

1. Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10 mg/dL.

2. Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL.

Kontraindikasi terapi sinar:

1. Hiperbilirubin direk/konjugasi

2. Phorfiria kongenital

Alat untuk terapi sinar:

1. Unit terapi sinar

2. Lampu dapat berupa:

a. Tabung fluoresens penghasil sinar blue-green spectrum (panjang

gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan 30 uW/cm2

b. Lampu halogen

c. Sistem fibreoptic

d. Lampu gallium nitrid

3. Pelindung mata

4. Pelindung lampu

5. Kotak penghangat atau incubator

6. Kain atau tirai putih

7. Pengukur suhu tubuh dan ruangan

Teknik

- Persiapan

Alat

- Hangatkan ruangan sehingga suhu di bawah lampu 28-300C.

- Nyalakan tombol alat dan periksa apakah seluruh lampu fluoresens

menyala dengan baik.

- Ganti lampu fluoresens bila terbakar atau mulai berkedap-kedip:

18

Page 19: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Catat tanggal kapan lampu mulai dipasang dan hitung total

durasi penggunaan lampu.

Ganti lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan,

walaupun lampu masih menyala.

- Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, letakkan tirai putih

mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan

kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.

Bayi

- Bila berat bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan

telanjang di box bayi. Bayi yang lebih kecil diletakkan dalam

inkubator.

- Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak

menutup lubang hidung. Jangan gunakan plester untuk memfiksasi

penutup.

Pemberian terapi sinar

- Letakkan bayi di bawah lampu terapi sinar dengan jarak 45-50 cm.

- Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk

atau manual dari pabrik pembuat alat.

- Ubah posisi bayi setiap 3 jam.

- Pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairannya.

- Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam.

- Periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam pada bayi dengan kadar

bilirubin yang cepat meningkat, bayi kurang bulan, atau bayi sakit.

Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam terapi sinar

dihentikan.

- Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun di bawah batas untuk

dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan transfusi

tukar.

19

Page 20: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Perhatian

1. Bila kadar bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang

mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

2. Kebutuhan cairan meningkat selama pemberian terapi sinar

- Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling tidak setiap 3 jam,

tidak perlu menambah atau mengganti ASI dengan air, dekstrosa atau

formula.

- Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan

salah satu cara alternative pemberian minum. Selama dilakukan terapi

sinar, naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 ml/kgBB.

- Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10-20%.

- Bila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum melalui pipa lambung,

bayi tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.

3. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi bisa menjadi cair dan berwarna kuning.

Keadaan ini tidak memerlukan terapi khusus.

4. Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar hanya bila akan dilakukan tindakan yang

tidak dapat dikerjakan di bawah lampu terapi sinar.

5. Bila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi untuk

mengetahui sianosis sentral.

6. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar

bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi sinar dan selama 24 jam setelah

dihentikan.

Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila

perlu dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam. Komplikasi terapi sinar umumnya

ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel.

20

Page 21: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Tabel 2. Komplikasi terapi sinar

Komplikasi Mekanisme yang mungkin terjadi

Bronze baby syndrome Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin

Diare Bilirubin indirek menghambat laktase

Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit

Dehidrasi IWL ↑ (30-100%) karena menyerap energi foton

Ruam kulit Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan

pelepasan histamin

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi adalah intensitas

radiasi, kurva spektrum emisi, luas tubuh bayi yang terpapar, usia bayi, umur

gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi

prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang

sangat kecil (gangguanpertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan

hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai

fototerapi, makin efektif.

21

Page 22: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Gambar 2. Kurva fototerapi berdasarkan America Association of Pediatry

Tabel 4. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan (gr) Kadar Bilirubin (mg/dL)

<1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama

1000 – 1500 7-9 mg/dL

1500-2000 10-12 mg/dL

2000-2500 13-15 mg/dL

Transfusi Tukar

Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama

yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita

tertukar. Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati

bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu

mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang

sensitized dengan RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume

darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik

dan koreksi imbalans elektrolit.

Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut3

a.Kadar bilirubin tidak langsung >20 mg/dL

b. Kadar bilirubin tali pusat >4 mg/dL dan Hb <10 mg/dL

c.Peningkatan bilirubin >1 mg/dL

Tabel 2. Transfusi Tukar Pada Bayi Kurang Bulan

Usia (jam) BB < 1500gr BB 1500– 2000 gr BB > 2000 gr

< 24 > 10-15 mg/dL >15 mg/dL > 16 mg/dL

25-48 > 10-15 mg/dL >15 mg/dL > 20 mg/dL

49-72 >10-15 mg/dL >15 mg/dL > 17 mg/dL

22

Page 23: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

> 72 >15 mg/dL >17 mg/dL > 18 mg/dL

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada

indikasi:

1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL

2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12 jam walaupun sedang mendapatkan

terapi sinar

3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 10–13gr/dL dan kecepatan

peningkatan bilirubin 0,5 mg/dL/jam

4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia

5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki

melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi)

6. Kadar bilirubin total >25 mg/dL

23

Page 24: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Gambar 3. Indikasi transfusi tukar

24

Page 25: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

- Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

- Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

- Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

- Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar:

- Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

- Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

- Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

- Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

- Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan

- Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

2.7 Pencegahan

Hiperbilirubinemia dapat dicegah dan dihentikan laju peningkatannya dengan:3

a. Pengawasan antenatal yang baik

b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi

pada masa kehamilan dan kelahiran, mislnya sulfafurazol, novobiotin,

oksitosin, dan lain-lain.

c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus

d. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir

e. Pemberian makanan yang dini

f. Pencegahan infeksi

g. Pemberian ASI eksklusif

h. Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir.

i. Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga, periksa kadar G6PD

2.8 Prognosis

25

Page 26: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin

indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin

menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini

dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa

lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya

memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi

mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut

mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan

retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka

sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan

berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun

perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.5,10

26

Page 27: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

BAB III

ANALISA KASUS

Seorang bayi perempuan berusia 5 hari dengan berat badan 1500 gr, panjang

badan 41 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat dalam kota,

dirawat di boks Neonatus Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Palembang BARI

pada tanggal 28 Januari 2013.

Dari anamnesis didapatkan bayi umur 5 hari kuning sejak ± usia 4 hari. Bayi

lahir di VK Kebidanan RSUD Palembang BARI, spontan dari ibu G1P0A0 hamil

preterm. Lahir tidak langsung menangis. APGAR Score 7/8. Berat badan lahir 1500

gram. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat KPSW ada ± 24 jam.

Riwayat ketuban kental, hijau, bau busuk tidak ada.

Pada pemeriksaan umum, kesadaran sadar, HR 144 x/menit, pernafasan 32

x/menit, suhu 36,2º C, berat badan 1500 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala

28 cm, aktif, reflek isap kuat dan tangis kuat, anemis (-), sianosis (-), dispneu (-),

ikterik (+) Kramer III.

Dari pemeriksaan penunjang laboratorium, CRP negatif, bilirubin total 13,8

mg/dl, bilirubin direk 2,3 mg/dl, bilirubin indirek 11,5 mg/dl.

Pasien ini didiagnosis sementara dengan tersangka infeksi karena pada

anamnesis ibu diketahui mengalami KPSW selama 24 jam dan pada pemeriksaan

laboratorium terdapat leukosit 13.700/mm3.

Saat bayi berusia empat hari, didapatkan kuning pada kulit bayi dengan

Kramer derajat III, dan kadar Bilirubin total 13,8 mg/dl (N= <1.0 mg/dl), Bilirubin

direk 2,3 mg/dl (N= 0.0 – 0.2 mg/dl), Bilirubin indirek 11.5 mg/dl (N= <1,3 mg/dl)

sehingga diagnosa hiperbilirubinemia dapat ditegakkan.

Hiperbilirubinemia yang mungkin saja timbul pada hari keempat antara lain

adalah karena prematuritas, infeksi, ikterus fisiologis, RDS, polisitemia, kongenital

spherositosis, sepsis, perdarahan ekstravaskular, defisiensi G6PD, dan breast feeding

jaundice.

27

Page 28: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Breast milk jaundice lebih sering terjadi mulai awal 4-7 hari kehidupan, dan

apabila tidak ditemukan penyebab lain dari ikterus, dari anamnesis didapatkan bahwa

diberikan susu formula dengan alasan ASI belum keluar sehingga kemungkinan

breast milk jaundice dapat disingkirkan.

Kemungkinan penyebab hiperbilirubinemia pada bayi ini adalah karena

infeksi dan bayi berat lahir rendah. Pada sepsis terjadi peningkatan produksi bilirubin

indirek sehingga berdampak ikterus pada neonatus. Pada anamnesis didapatkan

riwayat prematuritas yang berkaitan dengan kondisi berat lahir rendah, peningkatan

bilirubin pada kondisi ini dapat disebabkan eritrosit lebih cepat mengalami hemolisis,

usia eritrosit lebih pendek

Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian IVFD D5 ¼ NS gtt 8 mikro.

Jumlah cairan yang diberikan dihitung setiap hari berdasarkan berat badan dan umur.

ASI/PASI tetap diberikan melalui OGT. Sementara itu, pada pasien ini juga

dilakukan fototerapi. Foto terapi dilakukan untuk mencegah semakin meningkatnya

bilirubin sehingga komplikasi kern ikterus dapat dihindari. Cara kerja terapi sinar

adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk

dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi

reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi

isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma

(tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi

bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak

terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang

diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk

asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto

oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.

Pasien diduga mengalami infeksi, sebab pasien memiliki predisposisi untuk

mengalami infeksi, yakni adanya ketuban pecah yang lebih dari 12 jam. Sehingga

pasien ini diberikan antibiotika untuk tatalaksana infeksi. Antibiotik yang diberikan

berupa injeksi Ampicilin 2x70 mg dan injeksi Gentamicin 4 mg/24 jam yang sudah

diberikan sejak hari pertama.

28

Page 29: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

Foto terapi dilakukan bila kadar bilirubin total meningkat mendekati indikasi

transfusi tukar, biasanya 4 mg/dl di atas garis batas. Foto terapi dapat dihentikan jika

kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari kadar indikasi untuk

transfusi tukar, atau kadar bilirubin total <13 mg/dl. Efek samping yang dapat terjadi

akibat fototerapi adalah suhu tidak stabil, kerusakan retina, diare, bronze baby

syndrome, dehidrasi.

Prognosis pasien ini adalah quo ada vitam dan quo ad functionam dubia ad

bonam karena selama mendapatkan terapi terdapat respon yang baik, ditandai dengan

membaiknya keadaan klinis.

29

Page 30: Status Neonatus Hiperbilirubinemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SR, Prawitasari T, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak

dengan Gejala Kuning. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-

RSCM. 2007.

2. Staf Pengajar FK Unsri. Hiperbilirubinemia Neonatal. Buku Standar Profesi Ilmu

Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005.

3. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan. 2004. HTA Indonesia 2004

Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Kementrian kesehatan RI: Jakarta

4. Sastroasmono S, dkk. Ikterus Neonatorum. Diambil dari: http//www.yanmedik-

depkes.net .

5. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam A.H.

Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317.

6. Sylviati M. Damanik. Hiperbilirubinemia. Diambil dari:

http//www.pediatrik.com.

7. Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik MS. Hiperbilirubinemia pada

Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK

Unair/Dr. Soetomo.

8. Staf Pengajar FK Unsri. Sepsis Neonatorum. Buku Standar Profesi Ilmu

Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005

9. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The

New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 Diambil dari URL :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

10. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus

Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B.

Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-

647.

30