pembentukan wilayah pertahanan dan persoalan …

16
PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN AGRARIA DI PESISIR SELATAN KEBUMEN-CILACAP* Devy Dhian Cahyati** Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: This paper describes the formation of defence area that often triggers agrarian questions at local level. The determination of defence area frequently aroused conflicts with local community having evidence of land ownership and cultivating the land for productive purposes. Ironically, military power, as an instrument for national defence claimed those land and use it for economic interests. This research uses qualitative method. Data collection was conducted by literature study, in-depth interviews and observation. This paper concludes that military defence was used as a tool to secure economic interests of the Colonial Government in colonial era. Furthermore, Indonesian military following this pattern in post-reform era. This means that there is a dislocation of authority when the Military uses public assets for their private interests. Keywor eywor eywor eywor eywords ds ds ds ds: military, defence areas, claim , land, dislocation of authority Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Tulisan ini menjelaskan mengenai pembentukan wilayah pertahanan yang sering kali memicu persoalan agraria di ranah lokal. Penentuan wilayah pertahanan sering kali memunculkan persoalan dengan masyarakat lokal yang memiliki bukti kepemilikan tanah dan menggunakan tanah tersebut untuk kegiatan produktif. Militer sebagai alat pertahanan negara secara ironis melakukan klaim tanah dan memanfaatkan tanah untuk kepentingan ekonomi mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka, wawancara mendalam dan observasi. Tulisan ini menyimpulkan bahwa pertahanan menjadi alat untuk mengamankan kepentingan ekonomi pemerintah kolonial dan diikuti oleh militer Indonesia pasca reformasi. Artinya terjadi dislokasi wewenang ketika militer menggunakan aset publik untuk kepentingan privat. Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci: militer, wilayah pertahanan, klaim, tanah, dislokasi wewenang A. Pendahuluan Perkembangan demokrasi di Indonesia masih berada dalam bayang-bayang kekuatan militer melalui penguasaan tanah untuk bisnis mereka. Keruntuhan Orde Baru tidak lantas mereduksi peran militer dalam ranah sosial, ekonomi dan politik sehingga memunculkan persoalan dengan warga negara (John B. Haseman 2006, 111-125). Meskipun militer telah kehilangan sebagian besar pengaruh politik formalnya, namun mereka masih dapat mempertahankan basis kekuasaan teritorial, mempertahankan otonomi dari kontrol institu- sional dan mengeksploitasi fragmentasi politik sipil demi mendapatkan konsesi politik (Marcus Mietzner 2006, 59). Disamping adanya elit militer orde baru yang masih terlibat aktif dalam ranah politik, reformasi militer terhalang oleh sistem di dalam tubuh militer yang berada di bawah pengaruh Orde Baru. Belum maksimalnya reformasi militer salah satunya tampak dari hubungan sipil dan militer yang terbangun, kuatnya pengaruh militer dalam ranah sipil politik, dipeliharanya sistem komando teritorial dan keterlibatan militer dalam kegiatan ekonomi, menunjukkan bahwa reformasi militer Diterima: 25 September 2016 Disetujui: 4 Mei 2017 Direview: 24 April 2017 * Data yang digunakan dalam naskah ini sebagian diambil dari tesis penulis ketika menempuh studi di Departemen Politik dan Pemerintahan UGM dengan judul “Ironi Kapitalisme Negara atas Penjaminan Hak Kesejahteraan dalam Penambangan Pasir Besi di Adi- pala, Cilacap”. ** Penulis saat ini menjadi peneliti di Research Centre for Politics and Government-PolGov UGM. Email: [email protected]

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DANPERSOALAN AGRARIA DI PESISIR SELATAN KEBUMEN-CILACAP*

Devy Dhian Cahyati**

Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: This paper describes the formation of defence area that often triggers agrarian questions at local level. Thedetermination of defence area frequently aroused conflicts with local community having evidence of land ownership andcultivating the land for productive purposes. Ironically, military power, as an instrument for national defence claimed thoseland and use it for economic interests. This research uses qualitative method. Data collection was conducted by literaturestudy, in-depth interviews and observation. This paper concludes that military defence was used as a tool to secure economicinterests of the Colonial Government in colonial era. Furthermore, Indonesian military following this pattern in post-reformera. This means that there is a dislocation of authority when the Military uses public assets for their private interests.KKKKKeyworeyworeyworeyworeywordsdsdsdsds: military, defence areas, claim , land, dislocation of authority

Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Tulisan ini menjelaskan mengenai pembentukan wilayah pertahanan yang sering kali memicu persoalan agraria diranah lokal. Penentuan wilayah pertahanan sering kali memunculkan persoalan dengan masyarakat lokal yang memiliki buktikepemilikan tanah dan menggunakan tanah tersebut untuk kegiatan produktif. Militer sebagai alat pertahanan negara secaraironis melakukan klaim tanah dan memanfaatkan tanah untuk kepentingan ekonomi mereka. Penelitian ini menggunakanmetode kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka, wawancara mendalam dan observasi. Tulisan inimenyimpulkan bahwa pertahanan menjadi alat untuk mengamankan kepentingan ekonomi pemerintah kolonial dan diikutioleh militer Indonesia pasca reformasi. Artinya terjadi dislokasi wewenang ketika militer menggunakan aset publik untukkepentingan privat.Kata kunciKata kunciKata kunciKata kunciKata kunci: militer, wilayah pertahanan, klaim, tanah, dislokasi wewenang

A. Pendahuluan

Perkembangan demokrasi di Indonesia masihberada dalam bayang-bayang kekuatan militermelalui penguasaan tanah untuk bisnis mereka.Keruntuhan Orde Baru tidak lantas mereduksiperan militer dalam ranah sosial, ekonomi danpolitik sehingga memunculkan persoalan denganwarga negara (John B. Haseman 2006, 111-125).

Meskipun militer telah kehilangan sebagian besarpengaruh politik formalnya, namun mereka masihdapat mempertahankan basis kekuasaan teritorial,mempertahankan otonomi dari kontrol institu-sional dan mengeksploitasi fragmentasi politik sipildemi mendapatkan konsesi politik (MarcusMietzner 2006, 59). Disamping adanya elit militerorde baru yang masih terlibat aktif dalam ranahpolitik, reformasi militer terhalang oleh sistem didalam tubuh militer yang berada di bawahpengaruh Orde Baru.

Belum maksimalnya reformasi militer salahsatunya tampak dari hubungan sipil dan militer yangterbangun, kuatnya pengaruh militer dalam ranahsipil politik, dipeliharanya sistem komandoteritorial dan keterlibatan militer dalam kegiatanekonomi, menunjukkan bahwa reformasi militer

Diterima: 25 September 2016 Disetujui: 4 Mei 2017Direview: 24 April 2017

* Data yang digunakan dalam naskah ini sebagiandiambil dari tesis penulis ketika menempuh studi diDepartemen Politik dan Pemerintahan UGM denganjudul “Ironi Kapitalisme Negara atas Penjaminan HakKesejahteraan dalam Penambangan Pasir Besi di Adi-pala, Cilacap”.

** Penulis saat ini menjadi peneliti di ResearchCentre for Politics and Government-PolGov UGM.Email: [email protected]

Page 2: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

2 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.Penguatan peran militer juga tampak dalam kebi-jakan pertahanan negara yang memberikan peranlebih besar kepada militer dalam hal penguasaanwilayah pertahanan, wilayah pertahanan didefinisikan oleh negara melalui UU No 43 Tahun2008 sebagai wilayah yang ditetapkan untukmempertahankan kedaulatan negara, keutuhanwilayah NKRI dan keselamatan bangsa dariancaman dan gangguan keutuhan bangsa dannegara, wilayah ini dapat berupa pangkalan militer,daerah instalasi militer, daerah uji coba senjata,daerah penyimpanan barang eksplosif dan objekvital nasional. Negara menganggap penentuanwilayah pertahanan menjadi salah satu strategipenting dalam menjaga keamanan negara, dalamstudi keamanan kontemporer, cara pandangdengan cara tradisional seperti ini dianggap sudahtidak lagi relevan (Lloyd Pettiford 1996, 289-306).Penggunaan kekuatan f isik untuk menjagakeamanan negara bukan lagi menjadi prioritasutama, sebab di era globalisasi ini dibutuhkankeamanan modern yang mencakup berbagai ke-hidupan sosial seperti ekonomi, politik, kese-jahteraan sosial, kesehatan, budaya, ekologi danjuga urusan militer (Anton Grizold 1994, 37-53).

Di beberapa kasus di Indonesia, agendakeamanan menjadi pijakan bagi militer untukmenguasai tanah, seringkali, tanah-tanah dikuasaimiliter bukanlah tanah kosong sehingga seringmemunculkan konflik. Berdasarkan data DewanPimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi(DPN-Repdem), di Jawa Timur ada 25 kasuskonflik tanah yang melibatkan militer denganpembagian 12 kasus dengan TNI AL, 7 kasusdengan TNI AD, dan 6 kasus dengan TNI AU(Solichan Arif 2016), di Jawa Tengah, munculpenguasaan militer di Pesisir Selatan Kebumen,Cilacap (wilayah pesisir dan Cipari) dan juga diAjibarang.

Penelitian ini dilakukan di pesisir selatan Ke-bumen dan Cilacap yang dijadikan sebagai wilayah

pertahanan militer. Di Kebumen, 500 meter daribibir pantai yang memanjang di Kecamatan Mirit,Ambal dan Buluspesantren diklaim sebagai sebagaiaset TNI AD, klaim ini memunculkan sengketatanah, sebab di sisi lain masyarakat memiliki buktikepemilikan berupa sertipikat maupun letter c atastanah ini, oleh militer, kawasan ini digunakansebagai tempat untuk latihan tempur dan uji cobasenjata. Kawasan pertahanan dan uji coba senjataini bertujuan untuk menjaga kedaulatan negara,ternyata membawa dampak negatif ketika menye-babkan kerugian, baik material maupun jiwa (DevyDhian Cahyati 2014).

Berbeda dengan kondisi pesisir Kebumen yangmendapatkan perhatian publik, pesisir selatan Cila-cap menunjukkan sebaliknya. Pesisir selatan Cila-cap terkesan adem ayem dan kurang disorot olehmedia, serupa dengan Kebumen, pesisir selatanCilacap yang memanjang dari Pantai Jetis sampaidengan Teluk Penyu merupakan wilayah yangdikuasai oleh TNI AD sebagai kawasan pertahanan,selain digunakan untuk wilayah latihan militer, ta-nah pesisir juga digunakan untuk kegiatan penam-bangan pasir besi yang dimulai sejak orde baruhingga sekarang.

Dari fenomena tersebut, penulis bermaksudmenjawab pertanyaan tentang bagaimana militermenguasai tanah dibalik wilayah pertahanan dipesisir selatan dan motif apa yang melatarbela-kanginya? Dengan melihat kasus di kedua kabu-paten tersebut, tulisan ini akan memaparkanmengenai penguasaan militer atas pesisir danpenggunaan tanah pesisir baik untuk kegiatanmiliter, bisnis tambang maupun pertanian. Untukmenjawab pertanyaan penelitian, tulisan inimenggunakan metode penelitian kualitatif.Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatanlangsung, wawancara dengan narasumber dan studiliteratur. Lebih detail, tulisan ini akan memaparkansejarah pertahanan di selatan Jawa, bentuk pengu-asaan sumber daya oleh militer dan proses forma-lisasi tanah untuk melegalkan penguasaan militer.

Page 3: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

3Devy Dhian Cahyati: Pembentukan Wilayah Pertahanan ...: 1-16

B. Mengembalikan Militer Sebagai AlatPertahanan, Menjauhkan Militer dariBisnis

Pesisir Selatan Jawa berbatasan langsung denganAustralia dan dipisahkan oleh Samudra Indonesia.Posisi ini menjadikan selatan Jawa menjadi wilayahperbatasan Indonesia dengan negara lain. Selamaini studi perbatasan lebih didominasi denganpenelitian mengenai perbatasan darat dengannegara lain dan pulau-pulau terluar yang dianggapsebagai garda terdepan dari Indonesia, masihsedikit yang melihat bahwa Jawa juga berbatasanlaut dengan Australia, padahal pada masa kolonial,pesisir selatan Jawa pernah menjadi bagian pentingdalam strategi pertahanan pemerintah kolonialBelanda. Susanto Zuhdi menyebut bahwa Cilacapmenjadi gerbang pelayaran ke Australia.

Perbatasan memiliki makna penting bagi suatunegara, perbatasan tidak hanya sekedar dilihatsebagai persoalan politik, akan tetapi juga terkaitdengan persoalan sosial. Terkait dengan geopolitik,perbatasan dikaitkan dengan upaya menjagastabilitas keamanan dan kokohnya pertahananuntuk menjaga kedaulatan negara. Terkait denganpersoalan sosial, pertahanan dikaitkan denganaspek manusia, masyarakat dan lingkungan sekitarperbatasan (Yohanes Sanak 2011, 16). Dari hal inidapat kita lihat bahwa perbatasan bukan sekedarmenjaga garis depan negara dari ancaman negaralain, lebih jauh, menjaga perbatasan juga menyang-kut bagaimana menjaga masyarakat secara sosial,ekonomi dan politik serta kondisi ekologisnya. Jadiperbatasan bukan hanya sebatas pada batas garissebagaimana ada di dalam peta, tetapi jugatermasuk simbol dan dimensi sosial terkait denganpembagian perbatasan (Joel S. Migdal 2004, 5).

Dalam hal pengelolaan keamanan negara, adadua paradigma besar yang berkembang. Paradigmapertama yaitu state security atau dikenal jugadengan pandangan keamanan tradisional. Menurutparadigma ini, negara ditempatkan sebagai aktorutama. Orientasi keamanan teritorial negara untuk

menjaga kedaulatan dan keutuhan negara denganpengerahan kekuatan militer. Paradigma ini hanyamencakup area politik dan militer dimana ke-amanan negara hanya dapat terwujud bila dikawaloleh militer (Yohanes Sanak 2011, 23). Ada dua halutama yang dapat ditarik dari paradigma ini.Pertama, negara memberikan hak kepada aktormiliter untuk tumbuh menjadi satu-satunya aktorlegal yang melakukan akumulasi kekuatan ber-senjata. Kedua, saat aktor militer mengaktifkanfungsi keamanannya, ia diarahkan untuk menjelmamenjadi leviathan yang professional (Andi Widja-yanto 2013, 10).

Paradigma tradisional yang menitikberatkanpada negara khususnya militer memiliki keter-batasan ketika harus berhadapan dengan persoalankeamanan yang tidak melulu terkait denganancaman f isik atau senjata, terlebih ada prosespolitisasi wacana keamanan yang menyebabkankecenderungan dominasi aktor politik dan militerdalam kerangka kerja keamanan negara (AndiWidjayanto 2013, 11). Konsep keamanan tidak lagidipahami sebatas sebagai keamanan negara, tetapijuga keamanan manusia. Paradigma kedua inidikenal dengan keamanan non tradisional atauparadigma human security yang mengedepankankeselamatan manusia yang terdiri dari keamananekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan komu-nitas, dan keamanan politik. Paradigma ini munculkarena adanya ancaman keamanan non tradisional,seperti masalah lingkungan, perdagangan obatterlarang, masalah kesehatan, dan sosial (Norrin M.Ripsman and T. V. Paul 2005, 199-227).

Pendekatan tradisional masih melekat dancenderung mendominasi karakter militer di Indo-nesia. Penguatan militer hingga tingkat desa danbesarnya komando teritorial menandakan pengu-asaan militer hingga wilayah terkecil. Keberadaanmiliter bukan sekedar menjaga keamanan danstabilitas negara yang selama ini digaungkan, tetapijuga terkait dengan bisnis-bisnis yang dijalankan olehmiliter yang menguat pada masa orde baru.

Page 4: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

4 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

Berdasarkan sejarahnya, keterlibatan militer dalambisnis sudah terjadi sejak tahun 1945-1949. Kebu-tuhan akan dana, membuat militer menggantungkandiri pada masyarakat dan juga menjadi penyelundup(Laporan Human Rights Watch Vol.18, No.5(C), 11).

Keterlibatan militer kedalam bisnis yang lebihbesar terjadi setelah nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda pada tahun 1958/1959 dibawahkontrol militer (Robinson Richard 2012, 197). Militermulai mengambil alih perusahaan dan juga tanah-tanah yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda danJepang, peranan tentara makin diperluas ketikaperusahaan-perusahaan Inggris juga ditempatkandi bawah pengawasan tentara pada tahun 1964 danjuga perusahaan Amerika pada tahun 1965. Tujuanutama penempatan perusahaan di bawah tentaraadalah untuk mendapatkan dana. Penyalurantersebut dilakukan oleh tentara yang telah ditem-patkan di dalam perusahaan dan memberikanlangsung ke institusi militer tanpa melalui peme-rintah, dengan penguasaan perusahaan-perusahaanyang telah dinasionalisasi tersebut, tentara berhasilmengurangi ketergantungannya kepada anggaranbelanja pemerintah pusat. Kongsi-kongsi dagangyang pernah sangat menguntungkan pemiluterdahulu, yaitu Belanda, kemudian menjadi sum-ber-sumber pendapatan di bawah kontrol sejumlahperwira (Danang Widoyoko dkk. Laporan Indone-sia Corruption Watch). Keterlibatan TNI dalambisnis minyak dimulai sejak tahun 1957 ketikaNasution menyuruh Deputi II, Kolonel Ibnu Suto-wo untuk mengambil alih ladang minyak di Suma-tera. Pada masa Demokrasi Terpimpin, tiga peru-sahaan minyak Caltex, Stanvac dan Shell denganberat hati menyerahkan konsesi-konsesi yangmereka peroleh (Danang Widoyoko dkk. 27). Masaorde baru menjadi periode dimana ekonomidikendalikan oleh negara, melalui tangan militerdan birokrasi (Andrew MacIntyre 1994, 245 danRichard Robinson 1978, 17-39). Dalam rentangwaktu tersebut, bisnis yang dijalankan oleh militerterinstitusionalisasi dan melekat dalam tubuh

militer.Ada tiga bentuk bisnis militer yang selama ini

berkembang di Indonesia (Danang Widoyoko dkk42). Pertama, bisnis formal dalam bentuk yayasandan koperasi melibatkan institusi TNI, kesatuanseperti Kopassus dan individu. Contoh bisnis for-mal militer yaitu yang dikuasai oleh Yayasan MarkasBesar ABRI (Yamabri), salah satunya dalam bisnistambang batubara dibawah PT Bangkit AdhiSentosa. Kedua, bisnis informal yaitu bisnis militeryang tidak melibatkan militer sebagai institusimelainkan individu-individu pensiunan militer atauanggota yang sudah tidak aktif lagi. Bentuk bisnisini dapat dilihat dalam bentuk penempatan per-sonel TNI ke perusahaan juga melibatkan TNIsebagai institusi, kesatuan maupun anggota TNI.Ketiga, criminal economy hanya melibatkan indi-vidu dan kesatuan, secara institusi TNI tidak mela-kukannya. Misalnya perlindungan terhadap bisnisgelap, pemerasan di pos penjagaan, jasa keamananperusahaan, illegal logging, perdagangan senjata,narkoba dll.

Persoalan bisnis militer masih menghalangiprofesionalisme militer pasca orde baru. Bisnismiliter banyak dilakukan atas tanah berstatus tanahnegara atau bukan tanah negara yang diklaim olehmiliter. Ada banyak kasus dengan karakter pengu-asaan tanah untuk pertahanan, latihan, bangunanmiliter, yang berakhir dengan kepentingan eko-nomi militer.

Tabel 1 Kasus pertanahan yang melibatkan militerdalam bisnis1

1 Kasus yang dihimpun oleh penulis barusebagian kecil dari banyaknya kasus tanah yangdiklaim militer untuk kepentingan bisnis mereka.

Page 5: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

5Devy Dhian Cahyati: Pembentukan Wilayah Pertahanan ...: 1-16

Sumber: Diolah secara mandiri dari berbagai sumberberita online

Tabel di atas menunjukkan banyaknya pengu-asaan militer di berbagai daerah, ada dua karakterpenguasaan militer; Pertama, sebagian besarargumen militer dalam menguasai tanah tidak lainadalah untuk kepentingan pertahanan, pem-bangunan fasilitas militer maupun uji coba senjata.Kedua, basis klaim militer lebih menitikberatkanpada pendekatan kesejarahan yang menekankanbahwa Jepang meninggalkan aset yang diwariskankepada militer. Belakangan, TNI memiliki kebija-kan untuk mensertipikasi tanah untuk mengaman-kan aset yang diklaim sebagai milik institusi ini,alih-alih menjalankan fungsinya sebagai alatpertahanan, militer justru sibuk melakukan klaimatas tanah hingga menyebabkan konflik denganmasyarakat.

C. Pesisir Selatan Jawa sebagai WilayahPertahanan dalam Sejarah Indonesia

Pertahanan menjadi kepentingan suatu negarauntuk menjaga kedaulatan wilayahnya, tidakterkecuali bagi negara kolonial. Kepentingan itulahyang mendasari Pemerintah Kolonial Belandamembangun pusat pertahanan di berbagai daerahjajahannya, tidak terkecuali di pesisir selatan Jawa.Belakangan, kebijakan pemerintah kolonial inidiikuti oleh militer yang melihat bahwa kawasanpesisir selatan merupakan warisan kolonial denganfungsinya sebagai kawasan pertahanan.

Gambar 1. Basis Klaim Tanah Oleh Militer di Kebumen

Sumber: Diolah dari Kronologis status tanah danfakta kejadian antara pasukan pengamanan (Yonif403/WP) dengan warga desa Setrojenar KecamatanKebumen Buluspesantren Kebupaten KebumenDitinjau dari aspek hukum. Dokumen tidak dipubli-kasikan, diambil dari (Devy Dhian Cahyati 2014, 63)

Saat ini, Pesisir Selatan Jawa yang digunakansebagai wilayah pertahanan dan latihan uji cobasenjata. Di pesisir selatan Kebumen, militer meng-klaim tanah sepanjang Ambal, Buluspesantren danMirit dengan argumen bahwa tanah tersebut padaawalnya merupakan benteng pertahanan diwilayah selatan pulau Jawa. Argumen serupadisampaikan oleh militer atas penguasaan tanahdi sepanjang pesisir selatan Cilacap. Adanyapersamaan karakter antara klaim penguasaantanah di Cilacap dan Kebumen, menjadi dasar bagipenulis untuk menelusuri sejarah pertahananpemerintah Kolonial Belanda di pesisir Jawa Tengah.Berdasarkan sumber sejarah, tidak dapat dipungkiribahwa wilayah selatan Cilacap dan Kebumen ber-peran penting dalam strategi pertahanan kolonialdalam bertahan dari musuh maupun strategipertahanan rakyat Indonesia dalam menghadapikolonialisme Belanda.

Sebelum adanya penjajahan, pesisir selatanCilacap telah dihuni oleh penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Bukan hanya mencariikan, para nelayan juga membuat garam, ikan asindan terasi untuk memenuhi kebutuhan hidup,penduduk menjual hasil produksinya ke wilayahpedalaman Cilacap (Purnomo Basundoro 1999, 82dan Susanto Zuhdi 2002, 13). Kehidupan pesisir diKebumen juga tidak jauh berbeda dengan di pesisirselatan Cilacap, pesisir selatan Kebumen juga telahdimanfaatkan untuk pembuatan garam sejaksebelum kolonialisme Belanda.

Wilayah selatan Cilacap pada awalnya bukanmenjadi prioritas Belanda untuk menjadi wilayah

Page 6: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

6 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

pertahanan. Baru pada tahun 1819 Belanda mem-beri perhatian kepada Pulau Nusakambangandengan memperkuat daerah tersebut dengan ke-kuatan militer untuk melindungi kawasan dariserangan musuh, namun rupanya perhatianBelanda teralihkan oleh adanya perlawanan Dipo-negoro yang menguras energi dan pundi-pundipemerintah kolonial, sehingga ketika gerakanDiponegoro berhasilkan dilumpuhkan, PemerintahKolonial segera mengeluarkan kebijakan tanampaksa. Dampak dari kebijakan ini, pelabuhanpelabuhan menjadi satu-satunya pelabuhan diselatan Pulau Jawa untuk tujuan ekspor imporproduk pertanian hasil tanam paksa, rupanya selainuntuk mengembangkan kegiatan ekonomi,pemerintah kolonial juga memproyeksikanpelabuhan Cilacap dan Nusakambangan sebagaiwilayah pertahanan dari musuh. Tabel berikutmenjelaskan bagaimana kebijakan pertahanankolonial dari tahun ke tahun.

Tabel 2 Kebijakan Pertahanan Kolonial di Cilacap

Sumber: Diolah secara pribadi oleh penulis denganmenyarikan sejarah pertahanan Cilacap dari bukuSusanto Zuhdi. 2002. Cilacap (1830-1942), Bangkit danRuntuhnya Suatu Pelabuhan. Jakarta: Penerbit KPG

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa upayamenjadikan Cilacap sebagai wilayah pertahananmengalami pasang surut terkait menjalankan

strategi pertahanan pantai atau pedalaman, lepasdari perdebatan tersebut, hal yang perlu kita garisbawahi dari kebijakan pertahanan Belanda yaitukepentingan kolonialisme Belanda untuk mem-pertahankan Indonesia sebagai wilayah jajahannyadari ancaman pihak sekutu, upaya pertahanan initidak memiliki konektivitas dengan keberadaanmasyarakat yang selama penjajahan mengalamipenindasan, sehingga ketika Jepang datang (ditam-bah dengan propagandanya) tidak ada penolakandari penduduk.

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalahkegagalan Belanda mempertahankan diri dariJepang. Strategi pertahanan Belanda di Cilacap tidaklebih dari pembangunan infrastruktur berupa pem-bangunan benteng, perumahan militer, menambahpersenjataan dan pasukan KNIL. Rakyat Indonesiayang telah dijajah selama ratusan tahun pun tidakmemiliki kepentingan untuk membela dan ber-juang membela Belanda, sehingga tidak meng-herankan ketika Jepang menyerang melalui jalurlaut dan udara, Belanda kalang kabut menye-lamatkan diri ke Australia, bahkan beberapa kapalBelanda yang akan mengangkut warganya ke Aus-tralia turut ditenggelamkan oleh Jepang.

Jika pertahanan di Cilacap dibangun untukmelindungi kekuasaan kolonial Belanda, pesisirselatan Kebumen memiliki sejarah yang berbeda.Tidak seperti Cilacap yang memiliki nusakam-bangan dan pelabuhan, pesisir selatan Kebumenlangsung berhadapan dengan laut lepas sehinggatidak menjadi pelabuhan yang berfungsi untukperdagangan dan pertahanan, namun, wilayah UrutSewu menyimpan sejarah pertahanan sendiri;Pertama, pada masa Perang Jawa wilayah ini men-jadi jalur gerilya Pangeran Diponegoro dan pengi-kutnya untuk melawan pemerintah kolonialBelanda, bahkan sampai dengan ditangkapnyaPangeran Diponegoro, pengikutnya di wilayah initetap melawan kolonialisme Belanda. Pada masaJepang, tentara Jepang menetapkan kebijakan yangmelarang masyarakat Kebumen untuk melihat laut

Page 7: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

7Devy Dhian Cahyati: Pembentukan Wilayah Pertahanan ...: 1-16

selama hampir tiga tahun (Fuad Yogo Hardyanto2010, xxxii). Larangan ini juga terjadi di beberapatempat, salah satunya di Parangtritis. Orang Parang-tritis menyebutnya sebagai tanah tutupan yangmerujuk pada tanah milik yang dirampas Jepangdan warga dilarang untuk mengaksesnya.2

Kedua, pada masa revolusi kemerdekaan wila-yah ini, khususnya Ambal, merupakan wilayahpertahanan, pusat perdagangan dan lalu lintas(Fuad Yogo Hardyanto 2010, ixxix). Masa revolusi,pertahanan di Kebumen dibagi menjadi dua yaituwilayah selatan (Ambal, Mirit, Petanahan) danutara (Prembun, Alian Karanggayam). Sebagaipusat pertahanan tidak jarang wilayah Ambaldiintai dan diserang oleh pasukan Belanda (FuadYogo Hardyanto 2010, ixxix). Perjuangan melawanpenjajahan Belanda masa revolusi di Kebumendilakukan oleh rakyat yang tergabung dalam laskarrakyat seperti Kelompok Angkatan Muda, AOI(Angkatan Oemat Islam), AMGRI (Angkatan MudaGuru Republik Indonesia), Barisan Banteng, KNI(Komite Nasional Indonesia), Laskar Rakyat,Hisbullah, PETA dan juga TNI (Fuad YogoHardyanto 2010, xxxvi).3 Sebagai catatan penting,apa yang terjadi selama revolusi menunjukkanbahwa Ambal bersama daerah lain di Kebumenmenjadi wilayah pertahanan rakyat melawankolonialisme Belanda.

Pasca kemerdekaan, KNIL dibubarkan danmenyerahkan markasnya kepada TNI pada tahun1950. Argumen ini dijadikan dasar bagi militeruntuk menguasai tanah di Kebumen dan Cilacap.Padahal, penyerahan markas KNIL tidak secaraotomatis penyerahan semua wilayah kekuasaanKNIL yang diambil dengan merampas tanah

masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh van Vollen-hoven yang mencatat bahwa pemerintah kolonialseringkali mencabut milik tanah seseorang tanpamendasarkan pada ketentuan hukum dan tanpapengganti kerugian, tanah-tanah yang dibutuhkanuntuk kepentingan bangunan militer dan sipil,pembuatan lapangan lapangan dan sebagainyasecara mudah diambil begitu saja dari pemiliknya(Cornelis van Vollenhoven 2013, 16), seperti di UrutSewu, Klangsiran (Ahmad Nashih Lutfi 2014, 184),tanah yang diambil alih oleh Belanda pada 1932ternyata juga merugikan petani. Klangsiran inimelahirkan klaim tanah oleh pemerintah kolonialBelanda atas tanah di pesisir yang ditandai olehkeberadaan patok berjarak sekitar ±150-200 meterdari bibir pantai (Angga Yudhi 2014). Hal inimenunjukkan bahwa apa yang dimiliki Belandamerupakan aset yang dirampas dari rakyat. Secaralebih kritis, KNIL pada hakikatnya adalah tentarayang bekerja untuk pemerintah kolonial yang telahmenjajah Indonesia. Jika militer mengambil alihapa yang telah dirampas oleh KNIL dari masyarakat,maka tidak bisa dibedakan lagi watak militer seka-rang dengan KNIL yang bekerja untuk Belanda.

TNI pasca revolusi kemerdekaan tumbuh men-jadi kekuatan yang mendominasi perekonomian.Aset-aset Belanda mulai dari bangunan hinggaperkebunan yang dinasionalisasi oleh negara beradadi bawah kekuasaan militer. Penguasaan initercermin dalam Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-undang yang dikeluarkan pada 14 April1958 yang melarang penggarapan dan penguasaantanah tanpa ijin pemiliknya. Peraturan iniditandatangani oleh Kepala Staf Angkatan Darat,bukan oleh presiden dan wakil presiden. Kasadkemudian memerintahkan penguasa militer daerahuntuk mengambilalih semua perusahaan Belandaatas nama Republik Indonesia dan menindak tegaspelaku yang mengambil alih tanah (Dianto Bach-riadi dan Anton Lucas 2001, 135).

Dari pemaparan di atas, klaim militer atas tanahdi pesisir selatan Kebumen dan Cilacap untuk

2 Belakangan, tanah tutupan ini diklaim sebagaiSultan Ground, padahal warga memiliki bukti kepe-milikan atas tanah tersebut

3 Pertempuran di Kebumen dalam mempertahan-kan kemerdekaan terjadi di hampir semua wilayah Ke-bumen, ada beberapa peristiwa pertempuran saat itu,diantaranya pertempuran Karanganyar, Kanonade DesaCandi dan Sidobunder.

Page 8: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

8 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

wilayah pertahanan tidak memiliki basis sejarahyang kuat. Pertama, dari sisi pertahanan jelas bahwaBelanda sendiri gagal dalam menjadikan selatanJawa sebagai pertahanan ketika dengan mudahJepang menggempur mereka. Kedua, penggunaanpesisir oleh Belanda dan Jepang adalah dalam kon-teks mengamankan daerah jajahannya. Sementarafungsi pertahanan untuk kepentingan kemer-dekaan Indonesia justru dilakukan oleh laskarrakyat. Tanpa peran besar dari rakyat, TNI tidakakan bisa mempertahankan kemerdekaan Indo-nesia. Ketiga, penyerahan markas KNIL bukanberarti menyerahkan semua daerah yang dahuludirampas KNIL dari rakyat. Terlebih, PeraturanPresiden No 4 tahun 1960 tentang kekayaan yangdikelola oleh panitia untuk menyelesaikan urusanpemulihan hak–yang juga dijadikan klaim militeratas tanah-tidak menyebutkan militer (dalam halini departemen pertahanan) sebagai penerima“kekayaan musuh”. Sebagai catatan penting, tanahyang diklaim militer merupakan tanah yang dimilikioleh warga secara sah dan bukan termasuk keka-yaan musuh dalam arti dari “Besluit VijandelijkVermogen Indonesia” (Staatsblad 1947 Nomor 71),oleh Pasal 3 ayat (1) dan (2), dan Pasal 3 bis dariStaatsblad tersebut yang bisa dinyatakan menjadimilik negara. Klaim semacam ini terus digaungkanoleh militer untuk menguasai tanah yang mengan-dung sumber daya hingga kini, sebagaimana akanpenulis paparkan di sub bab berikutnya.

D. Penguasaan Militer atas Sumber DayaPesisir Selatan

Pemerintah Orde Baru dibangun dengan keku-atan militer dan pembunuhan massal jutaan orangyang dituduh terlibat dalam PKI, Cilacap menjadiwilayah yang tidak luput dari pengaruh kekuatanmiliter yang dibawa oleh pemerintah orde baru.Setelah penangkapan bupati Cilacap yang dituduhsebagai PKI, memasuki tahun 1965 Cilacap memu-lai periode militerisme dengan dipimpin olehseorang bupati bernama Hadi Soetomo (1965-1968)

yang berasal dari kalangan militer. Upayamendudukkan militer dalam dunia sipil meru-pakan agenda dwi fungsi ABRI yang digagas olehA.H. Nasution dengan konsep “jalan tengah” padatahun 1955. Oleh Soeharto, dwi fungsi ABRIditanamkan untuk manjaga stabilitas pemerintahanOrde Baru, selain sebagai alat pertahanan negara,ABRI diposisikan sebagai kekuatan dalam bidangsosial dan politik. Pada masa ini, ABRI memilikikekuatan yang dominan dalam pemerintahandimana presiden, gubernur, bupati dan DPRDberasal dari ABRI.

Dalam situasi politik demikian, pemerintahmembuka pintu bagi pemilik modal untukmenanamkan investasi di sektor ekstraksi sumberdaya alam. Pemerintah pun mengeluarkan kebi-jakan yang mendukung penanaman modal sepertimelalui UU Penanaman Modal Asing/PMA dan UUPenanaman Modal Dalam Negeri/PMDN.

Perusahaan seperti PT Freeport yang saratdengan kapital asing diberikan legalisasi untukmengeruk emas di bumi Papua. Pesisir Cilacaptidak luput dari liberalisasi sumber daya alam dibawah kekuatan kapital negara. Melalui PT AnekaTambang (Antam), bumi pesisir Cilacap menga-lami eksploitasi pasir besi.

Wilayah eksploitasi PT Antam meliputi PantaiTeluk Penyu hingga Welahan Kulon dengan luasanlebih dari 3547 ha. Untuk tahap pertama, eksploi-tasi dilakukan di blok A dan blok B dengan luasarea 1.400 hektar dari Pantai Teluk Penyu hinggamuara Sungai Serayu. Penambangan di blok inidilakukan hingga tahun 1975. Setelah menye-lesaikan penambangan di Blok A dan Blok B, PTAntam mulai menggarap blok C seluas 1.568 Hamulai dari Pantai Bunton hingga Sungai Bengawanhingga tahun 1987, kemudian PT Antam melan-jutkan penambangan di Blok D dari pantai DesaKarangbenda hingga Welahan Kulon seluas 579, 9hektar hingga tahun 2004 (Ruslan Burhani 2017).

PT Antam yang dibentuk pada awal orde barumasuk ke Cilacap untuk mengeksploitasi pasir besi

Page 9: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

9Devy Dhian Cahyati: Pembentukan Wilayah Pertahanan ...: 1-16

di tanah yang dikuasai oleh TNI AD. Untuk me-nambang di wilayah ini, PT Antam menyewa tanahmelalui Kodam IV Diponegoro, belum diketahuisumber otentik yang menyebutkan mengenaimodel sewa dan berapa yang harus dibayarkan olehPT Antam, namun keterlibatan militer jelas terlihatdalam mengelola lahan bekas tambang yangberupa tailing untuk digunakan sebagai pasir urugdibawah kordinasi Zeni Bangunan Kodam IVDiponegoro (Said Fadhillah Alathas 1998, 37).

Soeharto yang menjabat presiden dan meres-mikan proyek penambangan pasir besi, memilikikedekatan yang sangat erat dengan divisi Dipone-goro, selama menjabat sebagai Panglima Dipo-negoro (1956-1959), Soeharto telah membangunjaringan bisnis dengan pengusaha Cina seperti BobHasan dan Liem Sioe Liong, salah satunya bisnispenyelundupan barang. Divisi Diponegoro terlihatmemiliki kepentingan bisnis sejak awal kemer-dekaan. Misalnya Divisi ini telah terlibat dalamkepemilikan perkebunan sebelum 1965 dimanaperkebunan-perkebunan tersebut merupakan milikBelanda yang diambil alih oleh militer (RobinsonRichard 2012, 2047). Ketika penambangan pasirbesi akan berlangsung, Jenderal PurnawirawanSurono Reksodimedjo menjabat sebagai Pangdamdari tahun 1966-1970, Surono yang berasal dariBanyumas, memiliki kedekatan dengan Soehartoselama orde baru berkuasa dengan menjadi KepalaStaf Angkatan Darat (1973-1974), Menko Kesra danMenko Polhukam, penambangan pasir besi olehPT Antam yang berada dibawah kendali pusat,menjadi hal yang mudah meskipun dilakukan diatas tanah yang dikuasai oleh Kodam Diponegoro.

Kala pesisir Cilacap digunakan untuk eksploitasipasir besi, militer mulai masuk ke pesisir Kebumenuntuk melakukan latihan dan uji coba senjata, TNIAD membangun Dinas Penelitian dan Pengem-bangan (Dislitbang) di Desa Setrojenar denganmembeli tanah bengkok selebar 100 meter danpanjang 200 meter. Kedatangan militer ke pesisirKebumen justru berbuntut klaim tanah, militer

mengklaim bahwa tanah selebar 500 meter darigaris pantai adalah milik TNI AD.

Selain klaim berbasis warisan kolonial, militermengklaim tanah ini berdasarkan surat keteranganKepala Kantor Dinas Luar Tingkat 1 Purworejodibawah Direktorat Jenderal Pajak yang menje-laskan bahwa jarak tanah milik ke air laut adalah450 meter. Namun, surat keterangan ini tidak bisadijadikan sebagai bukti kepemilikan tanah TNI AD.Artinya, masuknya militer ke pesisir Kebumentidak memiliki legitimasi hukum (pertanahan),(Ahmad Nashih Lutf i 2014, 194).

Dibalik upaya menjadikan kawasan pesisirsebagai wilayah pertahanan dan uji coba senjata,penguasaan militer di pesisir selatan tidak lainkarena adanya motif ekonomi bagi kepentinganmiliter. Ada tiga motif ekonomi yang penulis lihatdari penguasaan militer dibalik argumen kepen-tingan pertahanan; Pertama, motif untuk menda-patkan keuntungan dari proyek pembangunaninfrastruktur. Pembangunan Jalan Lintas Selatan diKebumen, yang juga menjadi agenda MasterplanPercepatan dan Perluasan Pembangunan EkonomiIndonesia (MP3EI), mengalami hambatan ketikaada kepentingan militer atas pembebasan tanah.Militer mengklaim tanah selebar 1000 meter daribibir pantai dengan memasang patok dan meng-harapkan ganti rugi. Klaim ini dilawan masyarakatdengan mencabut patok-patok yang dipasang olehmiliter yang berada di bawah Kodam IV Dipone-goro. Kedua, kepentingan ekonomi untuk menda-patkan keuntungan dari sumber daya mineral yangterkandung di pesisir selatan. Militer bekerja samadengan perusahaan melakukan eksploitasi atassumber daya di pesisir. Kerjasama ini bisa berben-tuk sewa menyewa tanah maupun keterlibatanmiliter di dalam perusahaan. Setelah eksploitasioleh Antam selesai, beberapa perusahaan di DesaWelahan Wetan, Glempang Pasir menyewa tanahkepada TNI AD untuk kegiatan penambangandengan nilai ±2 miliar rupiah setiap 1 hektar. Semen-tara di Kebumen, kerjasama juga dilakukan antara

Page 10: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

10 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

militer dengan perusahaan dimana komisarisnyaadalah purnawirawan militer. Ketiga, kepentinganuntuk menyewakan tanah kepada petani yangmenggunakan pesisir untuk kegiatan pertanian(militer menyebutnya dengan uang imbalan jasa).Di pesisir selatan Cilacap, ribuan petani menyewatanah kepada TNI AD sejak puluhan tahun laludengan besaran sewa sesuai dengan luasan tanah.Pada pertengahan tahun 2015, besaran sewa menga-lami kenaikan sepuluh kali lipat per meter persegi.4

Namun karena adanya protes dari petani, TNI ADmenurunkan kenaikan sewa tanah. Gejala penye-waan tanah kepada petani juga mulai tampak disalah satu desa di pesisir selatan Kebumen.

Dari penjelasan diatas, dapat ditegaskan bahwawatak militerisme yang tumbuh pesat pada masaorde baru tidak mengalami perubahan berartisetelah adanya reformasi, amanat reformasi untukmenjadikan militer lebih profesional dan tidakterlibat dalam bisnis rupanya hanya berjalan seba-tas regulasi, bahkan, militer mampu mengenda-likan regulasi-regulasi pemerintah untuk menga-mankan kepentingannya. Dalam sub bab berikut,penulis akan memaparkan lebih lanjut mengenaistrategi militer dalam mengamankan kepentingan-nya melalui formalisasi tanah.

E. Formalisasi Tanah sebagai StrategiMengamankan Kepentingan Militer

Penguasaan militer atas tanah di Pesisir SelatanCilacap dan Kebumen dikukuhkan denganmemformalisasi tanah yang diklaimnya. Merujukpada Kelly dan Peluso, formalisasi tanah merupakanpraktek dimana negara mendokumentasikan,melegalisasi, mencatat, mengeluarkan surat danmenetapkan hak atas tanah, dengan cara formalisasiterhadap tanah yang dianggap terlantar, negaradapat mengalokasikan, menggunakan dan mela-

kukan transaksi atas tanah yang diklaim sebagaitanah negara. Di Indonesia, pada masa kolonialterjadi manipulasi tanah ‘kosong’ (meski jelas telahdikuasai dan digunakan secara tradisional) menjaditanah yang ‘tak bertuan’ (tidak ada pemiliknya)dan menjadikannya milik negara secara ‘resmi’(Kelly, Alice dan Nancy Lee Peluso 2015, 23). Dalamkonteks pesisir selatan, formalisasi dilakukanterhadap tanah yang diklaim sebagai aset negarayang dikuasakan ke TNI di bawah DepartemenPertahanan, upaya untuk formalisasi tanah mulaimarak dilakukan di beberapa daerah lain, sepertiMedan, Madura, dll sebagaimana target militeruntuk mensertipikasi semua lahan yang dianggapsebagai asetnya (http://www.cnnindonesia.com).

Proses formalisasi tanah membutuhkan regulasi-regulasi pendukung yang dikeluarkan oleh negara,regulasi (baik formal maupun informal) dapatmenjadi kekuatan eksklusi yang bekerja dengankekuatan pasar, paksaan, dan legitimasi (DerekHall, Philip Hirsch, dan Tania Li 2011, 4). Ada bebe-rapa produk regulasi pemerintah yang mendukungproses formalisasi tanah di pesisir selatan untukwilayah pertahanan. Pertama, regulasi pemerintahyang mengatur penggunaan tanah. Regulasi inidikeluarkan dalam bentuk Peraturan Daerah(Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yangmenetapkan kawasan pesisir sebagai kawasanpertahanan dan keamanan. Di Cilacap, pemerintahmengeluarkannya dalam bentuk Perda No 9 Tahun2011 Pasal 42, sementara di Kebumen, kawasanpertahanan dan keamanan ditetapkan melaluiPerda No 23 Tahun 2012. Penetapan perda ini diten-tang dengan keras oleh masyarakat karena melang-gar hak masyarakat atas tanah di wilayah ini.

Kedua, regulasi pemerintah yang mengaturtentang kepemilikan tanah, regulasi ini tertuangdalam penetapan Inventaris Kekayaan Negara(IKN) oleh Kementerian Keuangan. Dengan regu-lasi ini, maka sebidang tanah telah diklaim sebagaitanah negara dan masuk sebagai barang miliknegara. Penetapan IKN ini menjadi legitimasi bagi

4 Untuk satu bidang tanah seluas 1750 meter perse-gi, petani harus membayar hampir 500.000 rupiah,padahal sebelumnya petani membayar 50.000 untukluasan yang sama.

Page 11: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

11Devy Dhian Cahyati: Pembentukan Wilayah Pertahanan ...: 1-16

militer untuk memformalisasi tanah di pesisir. IKNpesisir selatan Kebumen dikeluarkan pada 29 April20115 oleh Direktorat Jenderal Kekayaan NegaraKementerian Keuangan dengan IKN No register30709034 dalam surat bernomor S-825/KN/2011.Dengan dukungan produk regulasi ini, militer dapatmensertif ikasi tanah di pesisir.

Kepentingan TNI untuk melakukan sertif ikasitanah yang selama ini dikuasainya tidak lepas daridikeluarkannya Paket Undang-undang KeuanganNegara dimana pemerintah diwajibkan untukmenyusun laporan keuangan sesuai dengan StandarAkutansi Pemerintah (SAP). Laporan keuanganyang diperiksa oleh BPK pada dasarnya mengan-dung asersi manajemen berikut ini: (1) keberadaandan keterjadian, (2) kelengkapan, (3) hak dankewajiban, (4) penilaian dan pengalokasian, dan(5) penyajian dan pengungkapan. Asersi mana-jemen mengenai hak (untuk aset) adalah pernya-taan manajemen bahwa aset yang dilaporkandalam laporan keuangan adalah benar-benar asetyang dimilikinya dan dapat ditunjukkan denganbukti kepemilikan yang sah. Kementerian Perta-hanan, TNI memiliki kewajiban untuk mencatatasset, kewajiban, ekuitas dan transaksi-transaksikeuangan lainnya. Tanah merupakan asset TNIyang menjadi objek pemeriksaan oleh BPK yangsalah satu tujuannya untuk meyakini hak kepe-milikan atas tanah (Muhadi Prabowo, 1).

Untuk menjaga asetnya, militer mengajukansertif ikasi tanah kepada Badan Pertanahan Nasio-nal tingkat kabupaten dengan dibiayai oleh APBN.Proses sertif ikasi tanah ini dilakukan untuk mele-galkan tanah-tanah yang dianggap sebagai asetmiliter. Di Cilacap, sertipikasi tanah dilakukan padatahun 2013. Menurut BPN Cilacap, untuk menga-jukan sertif ikat TNI harus memenuhi beberapapersyaratan administrasi (Wawancara dengan salahsatu anggota BPN Cilacap). Pertama, fotokopi KTP

dari komandan yang diberikan kuasa oleh pang-lima. Kedua, adanya surat pernyataan okupasi/kependudukan bahwa TNI telah menduduki tanahitu, surat itu dikeluarkan oleh angkatan darat.Ketiga, surat keterangan dari desa yang menyata-kan bahwa tanah itu tidak dalam sengketa.Keempat, tanah itu dikuasai oleh AD. Kelima, tanahtersebut sudah masuk dalam asset Simak (SistemManajemen Akuntansi) BMN AD. Tanah itu sudahmasuk dalam legalisasi asset tanah AD. Sudahmasuk dalam daftar inventaris. Keenam, ada blang-ko-blangko permohonan hak. Ketujuh yaitu SuratPemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), di manasyarat ini tidak harus ada.

Dalam syarat pengajuan sertipikat tersebut, TNIharus memiliki surat pernyataan okupasi yangmenyatakan bahwa TNI telah menduduki suatuwilayah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,okupasi (oku·pa·si) memiliki pengertian sebagai 1)pendudukan, penggunaan, atau penempatan tanahkosong; 2) pendudukan dan penguasaan suatu daeraholeh tentara asing. Dari sini dapat diartikan bahwatanah okupasi adalah tanah yang diduduki dandigunakan oleh orang yang melakukan pendudu-kan atau penggunaan atas tanah tersebut.

Tanah okupasi TNI terjadi karena setelahperang kemerdekaan RI tahun 1945, banyak warganegara asing, terutama Belanda, yang mening-galkan Indonesia dan meninggalkan tanah danbangunan yang semula dimilikinya dalam keadaankosong, tanah-tanah tersebut kemudian diokupasioleh TNI dan dijadikan markas/kantor, asrama,perumahan, sekolah, dan fasilitas lainnya (MuhadiPrabowo, 1). Benteng pendem masuk menjadiwilayah yang diokupasi oleh TNI setelah Belandameninggalkan Indonesia untuk digunakan sebagaikawasan latihan bagi para anggota TNI.

Ketika tanah dinyatakan berstatus okupasi,artinya tanah itu hanya dikuasai (secara f isik). Sta-tus okupasi yang melekat pada tanah tidak mengan-dung pengertian bahwa tanah itu dimiliki olehsubjek agraria. Di dalam UU PA sendiri tidak dikenal

5 IKN ini dikeluarkan selang 13 hari sejak peristiwapenembakan dan penganiayaan terhadap petani Setro-jenar pada 16 April 2011.

Page 12: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

12 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

adanya istilah status tanah okupasi dan tidakdapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan tanah(Muhadi Prabowo, 1). Oleh karena itu bukti tanahokupasi tidak bisa dijadikan sebagai bukti kepemi-likan, TNI mencoba menertibkan tanah yangselama dikuasainya di sepanjang pantai Cilacapkepada BPN sebagai lembaga yang mengeluarkansertipikat tanah.

Tabel 3. Perbandingan Pesisir Selatan Cilacap danKebumen

Sumber: diolah secara mandiri oleh penulis

Penertiban tanah TNI berstatus okupasi dapatdilakukan dengan cara melakukan inventarisasiatas tanah-tanah tersebut dan dikelompokkanberdasarkan kondisi pemakaiannya. MenurutMuhadi Prabowo menyatakan keberadaan tanahyang berstatus okupasi dapat dibagi ke dalam tigakelompok; Pertama, tanah yang masih digunakanoleh TNI dan diperlukan untuk kepentinganpenyelenggaraan tugas dan fungsinya. Ketika tanahokupasi belum diklaim oleh pihak lain, TNI dapatmengurus hak kepemilikannya kepada BPN se-hingga bukti kepemilikan tersebut dapat dijadikandokumen pendukung untuk menunjukkan kepe-milikan (ownership) atas aset. Sesuai dengan PP27/2014 yang menyatakan bahwa Barang MilikNegara/Daerah berupa tanah harus disertif ikatkanatas nama Pemerintah Republik Indonesia/Peme-rintah Daerah yang bersangkutan, meskipun atastanah ini belum didukung dengan sertipikat kepe-

milikan, TNI dapat mengakuinya sebagai asetdalam neraca dan memberikan pengungkapan yangmemadai pada Catatan Atas Laporan Keuangan.Secara substansi, aset tersebut dikuasai oleh TNIdan diperlukan untuk kepentingan penyelengga-raan tugas dan fungsinya.

Kedua, tanah sudah tidak digunakan oleh TNIuntuk kepentingan penyelenggaraan tugas danfungsinya dan sudah dikuasai oleh pihak ketiga.Dalam kondisi ini, sebaiknya TNI menyerahkankembali aset ini ke negara, dalam hal ini PengelolaBarang, yaitu pejabat yang berwenang danbertanggung jawab menetapkan kebijakan danpedoman serta melakukan pengelolaan BarangMilik Negara/Daerah, apabila penguasaan olehpihak ketiga tersebut telah melampaui waktu 30(tiga puluh) tahun, maka pihak ketiga dapat diberikesempatan untuk mengajukan hak kepemilikansesuai peraturan perundang-undangan. Tanah iniseharusnya tidak dilaporkan dalam laporan ke-uangan karena tidak memenuhi asersi hak/kepe-milikan, TNI tidak memiliki maupun menguasaiatas tanah tersebut, tetapi hanya ada pengakuansepihak dari TNI yang menyatakan bahwa tanahtersebut berstatus okupasi dan status okupasi bukanmerupakan bukti yang sah atas kepemilikan tanahsesuai peraturan perundang-undangan.

Ketiga, tanah sudah dimiliki oleh pihak ketigadengan diterbitkannya sertipikat hak kepemilikansesuai peraturan perundang-undangan. Untuk kasusini, TNI sebaiknya mencoret tanah tersebut daridaftar tanah berstatus okupasi, apabila atas tanahtersebut telah dimasukkan dalam Inventaris Keka-yaan Negara, maka daftar tersebut juga harus diper-baharui, atas tanah ini, TNI tidak boleh melapor-kannya dalam Laporan Keuangan karena asersi hak/kepemilikan benar-benar tidak terpenuhi. Penca-tatan suatu aset yang sama oleh dua institusi yangberbeda tidak dimungkinkan karena akan menye-babkan overstatement atas aset yang dilaporkan.

Merujuk pada tiga kelompok tanah okupasidiatas, pengajuan sertipikasi tanah oleh militer di

Page 13: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

13Devy Dhian Cahyati: Pembentukan Wilayah Pertahanan ...: 1-16

Kebumen tidak dapat dilakukan. Sebab, masya-rakat memiliki bukti kepemilikan yang sah sesuaiperaturan perundang-undangan dalam bentuksertipikat, pethuk, dan letter c. Artinya, mema-sukkan tanah pesisir di Kebumen sebagai barangmilik negara sebagaimana tercatat di IKN meru-pakan suatu pemaksaan, hingga kini, upaya pener-tiban tanah yang dilakukan oleh TNI AD diKebumen sendiri tidak diterima oleh BPN. Hal inikarena status tanah di Urut Sewu dinilai masihstatus quo, namun sebaliknya di Cilacap, BPNmengeluarkan sertipikat hak pakai bagi TNI ADuntuk wilayah Teluk Panyu sampai dengan PantaiJetis, di Kecamatan Adipala luasan tanah tanah TNIberjumlah 6.825.364 m2.

Dalam UUPA, hak pakai merupakan hak untukmenggunakan dan/atau memungut hasil dari tanahyang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milikorang lain, yang memberi wewenang dan kewajibanyang ditentukan dalam keputusan pemberiannyaoleh pejabat yang berwenang memberikannya ataudalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yangbukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjianpengolahan tanah, segala sesuatu asal tidakbertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.

Dalam sertipikat yang dikeluarkan oleh BPN,pemegang hak pakai adalah pemerintah republikIndonesia, khususnya Kementerian Pertahanan dimana TNI berada di dalamnya. Dengan adanyasertifikat ini, maka dapat diketahui bahwa tanah dipesisir selatan Cilacap merupakan tanah negara danbukan tanah milik TNI, TNI hanya mendapatkansertipikat hak pakai yang berlaku maksimal 25 tahun,untuk pengelolaan barang milik negara (BMN)berupa tanah, diatur dalam PP No 27 Tahun 2014yang menyebutkan bahwa Penetapan status Peng-gunaan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanahdan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuanbahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukanuntuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsiPengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barangyang bersangkutan, apabila tanah tidak digunakan

untuk kepentingan penyenggaran tugas danfungsinya, maka BMN harus dikembalikan kepadanegara.

Tanah di pesisir Cilacap telah tercatat sebagaiBarang Milik Negara (BMN) sehingga segala per-soalan administratif berkaitan dengan KementerianKeuangan. Untuk itulah Kementerian Keuanganmengeluarkan kebijakan Peraturan KementerianKeuangan bernomor 23/PMK.06/2010 mengenaiPenataan Pemanfaatan Barang Milik Negara dilingkungan TNI, di dalam peraturan ini dijelaskanbahwa TNI bisa menyewakan barang milik negarakepada pihak ketiga yaitu Perorangan, PemerintahDaerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan UsahaMilik Daerah, dan Badan Hukum lainnya sepertiperseroan terbatas, koperasi dan yayasan.

Merujuk pada UU No. 34 Tahun 2004, TNI tidakdapat melakukan penggunaan aset yang dimili-kinya untuk kegiatan ekonomi/bisnis. TNI tidakdapat menjual, mengalihkan atau bekerjasamadengan pihak lain untuk melakukan transaksi jualbeli tanah dengan status hak pakai yang diberikanoleh BPN (Vaghwa Hasib Nata Praja, 2008: 63).Artinya, Peraturan Menteri Keuangan nomor 23/PMK.06/2010 bertentangan dengan UU diatasnya,peraturan menteri keuangan ini justru melegalkanTNI menggunakan asetnya untuk kegiatan bisnis.Besaran sewa atas barang milik negara untuk tujuankomersil diatur dalam Peraturan Menteri KeuanganNomor 96/PMK.06/2007, yaitu dihitung dari 3,33%nilai NJOP dikali luas tanah. Lantas, uang sewa atasBMN yang disewakan pihak ketiga dengan tujuankomersil masuk kemana? Pendapatan yangdiperoleh militer dari kapitalisasi aset publikdengan menyewakan tanah pertahanan kepadapetani dan korporasi serta royalty dari pasir besi,tidak secara jelas apakah masuk ke negara ataumasuk ke institusi militer dan aparat militer.6

Merujuk pada peraturan menteri keuangan, seha-

6 Penulis menyadari bahwa data dalam penelitianini kurang memadai dalam menganalisis pemasukanmiliter apakah masuk ke negara atau ke kantong mili-

Page 14: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

14 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

rusnya uang sewa masuk kepada negara sebagaiPendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).Berdasarkan pemeriksaan BPK semester I dan IItahun 2008, tercatat bahwa Kodam IVDiponegoro belum memberikan kontribusikepada PNBP dari pemanfaatan aset militer,bahkan dari temuan ini, TNI terindikasimerugikan keuangan Negara (http://www.dpr.go.id/).

Praktik penggunaan aset militer untuk kegiatanbisnis merupakan bentuk berlangsungnya bisnismiliter. Praktik seperti ini juga pernah terjadi masaorde baru dalam bentuk penyewaan aset negara,yaitu Badan Pengelola Balai Sudirman (BPBS)dibawah Yayasan Markas Besar ABRI (DanangWidoyoko dkk. Laporan Indonesia CorruptionWatch, 50). Pasca reformasi, bisnis yayasan militeryang masuk dalam kategori bisnis formal telahdilarang dalam undang-undang, namun, bentukpenyewaan aset negara di pesisir selatan Cilacapmenunjukkan bahwa bisnis militer masih berlang-sung dan menjadi penghalang bagi tercapainyamiliter yang profesional.

F. Penutup

Berdasarkan temuan di lapangan, ada beberapakesimpulan penting yang perlu dicatat. Pertama,di tengah wacana untuk mendorong profesio-nalisme militer, penelitian ini menunjukkan bahwamiliter menggunakan alasan pertahanan dankeamanan negara untuk menguasai tanah dansumberdayanya. Militer masih meniru karakterpemerintah kolonial yang menggunakan pesisiruntuk pertahanan dan latihan militer, sekaliguskegiatan ekonomi. Hal ini tidak lepas dari carapandang negara yang memahami keamanan secaratradisional, dengan mengedepankan kekuatan fisik

dan infrastruktur. Sementara disisi lain merekamasih mengabaikan keamanan manusia dankeamanan lingkungan. Cara pandang keamananyang tradisional menunjukkan kegagalannyasebagaimana yang dialami oleh Pemerintah Kolo-nial Belanda ketika diserang oleh Jepang, termasukmelalui Pelabuhan Cilacap. Terlebih, Belanda lebihmementingkan untuk memperkuat pertahanandari serangan musuh dan memperkaya negaranyadengan cara eksploitasi sumber daya Indonesia.Kasus di Kebumen dan Cilacap menunjukkanbagaimana militer lebih memprioritaskan kepen-tingan ekonomi mereka, alih-alih menjalankanamanat reformasi untuk menjadi profesional,militer lebih memilih untuk menyewakan lapanganyang berfungsi untuk latihan kepada perusahaantambang, sehingga tempat latihan dipindah ke desalain.

Kedua, kehendak untuk membentuk wilayahpertahanan, tanpa menghilangkan motif mengu-asai tanah dan sumber daya yang terkandung didalamnya, dikukuhkan dengan melakukan forma-lisasi tanah, dengan mendapatkan sertipikat hakpakai, militer memiliki kekuatan legal untukmenggunakan dan menguasai tanah, padahal, tidaksemua tanah yang diklaim militer adalah tanah-tanah tak bertuan. Kasus di Kebumen menunjuk-kan bahwa masyarakat memiliki bukti kepemi-likan yang sah atas tanah pesisir.

Ketiga, dari penjelasan diatas dapat ditegaskanbahwa militer sebagai representasi negara justrumelakukan dislokasi wewenang dalam menggu-nakan aset publik, militer menyalahi wewenangnyadalam menggunakan tanah pertahanan yangseharusnya digunakan untuk menunjang kinerjamiliter. Tanah pertahanan justru berubah fungsimenjadi wilayah penambangan dan industri lain.Padahal militer memiliki kewajiban untuk meng-gunakan tanah bersertipikat hak pakai tersebuthanya untuk kegiatan pertahanan, dislokasi wewe-nang yang dilakukan oleh militer tidak akan ber-jalan dengan baik tanpa bekerjasama dengan

ter, namun, jika melihat gejala keterlibatan militer (ter-masuk polisi militer) dalam penambangan pasir besidan penjualan tailing, besar kemungkinan bisnis inimemberikan turut kontribusi bagi kantong pribadipersonil militer.

Page 15: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

15Devy Dhian Cahyati: Pembentukan Wilayah Pertahanan ...: 1-16

pemerintah yang turut mengeluarkan kebijakanuntuk memuluskan klaim militer.

Keempat, peristiwa pengambilalihan tanahgarapan petani untuk penambangan, intimidasikepada petani yang melawan hingga peristiwapenembakan dan kekerasan di pesisir selatanKebumen, menunjukkan bahwa militerisme masihmenjangkiti Indonesia meski reformasi melewatisembilan belas tahun. Tentu kita mengharapkannegara ini tidak mengalami penjajahan lagi olehbangsa lain sehingga memperkuat pertahanan dankeamanan menjadi hal penting, strategi yangdibutuhkan bukan terbatas pada penguataninfrastruktur perang, tetapi juga strategi keamananyang bertumpu pada keamanan manusia. Artinya,kepentingan untuk mempertahankan diri darinegara lain tidak lantas dilandasi dengan penin-dasan terhadap bangsa sendiri.

Daftar Pustaka

Alathas, SF 1998, “Perubahan Fisik Akibat KegiatanPenambangan di Pantai Cilacap”, Tesis padaProgram Ilmu Lingkungan Pasca SarjanaUGM

Bachriadi, D & Anton Lucas 2001, Merampas TanahRakyat: kasus tapos dan cimacan, KepustakaanPopuler Gramedia, Jakarta.

Basundoro, P 1999, “Transportasi dan Ekonomi diKaresidenan Banyumas Tahun 1830-1940”,Tesis pada Program Studi Ilmu Sejarah JurusanIlmu-Ilmu Humaniora UGM

Cahyati, DD 2014, Konflik Agraria di Urut Sewu,STPN Press, Yogyakarta.

Dalby, S, Geopolitical Change and ContemporarySecurity Studies: contextualizing the humansecurity agenda, Working Paper No.30 April2000.

Grizold, A, The Concept of National Security in TheContemporary World, International Journal onWorld Peace, Vol. 11, No. 3 September 1994,hlm. 37-53

Hall, Derek, Philip Hirsch, dan Tania L 2011, Powerof Exclusion Land Dilemmas in Southeast Asia,

NUS Press, Singapore.Hardyanto, FY 2010, “Perang Mempertahankan

Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945-1950”,Skripsi pada Fakultas Sastra dan Seni RupaUniversitas Sebelas Maret.

Haseman, JB, Indonesian Military Reform: morethan a human rights issue, Southeast AsianAffairs 2006, hlm. 111-125

Kelly, Alice dan Nancy Lee P 2015, “Frontiers ofCommodif ication: State Lands and Their For-malization” Society and Natural Resources,Volume 29, Number 5, hlm. 473-495

Lutf i, AN 2014, “Geger Pesisiran Urut Sewu” dalamKonflik Agraria di Urut Sewu, STPN Press,Yogyakarta

MacIntyre, A 1994, “Power, Prosperity andPatrimonialism: Business and Government inIndonesia”, in Business and Government inIndustrialising, Andrew Macintyre, ed. 244-267, Allen & Unwin, Sydney

Mietzner, M 2006, The Politics of Military Reform inPost Suharto Indonesia: elite conflict, national-ism and institutional resistance, East-West Cen-ter Washington, Washington

Migdal, JS 2004, “Mental Maps and Virtual Check-points: Struggles to Construct and MaintainState and Social Boundaries”, dalam Bound-aries and Belonging: state and socieeties in thestruglle to shape indentities and local practices.Joel S, Migdal, ed. 3-26, Cambridge Univer-sity Press, New York

Pettiford, L, Changing Conceptions of Security in theThird World. Third World Quarterly, Vol. 17,No. 2, Juni 1996, hlm 289-306

Prabowo, M, Penertiban Atas Tanah dan BangunanTNI Dengan Status Okupasi

Praja, VHN 2008, “Identif ikasi Status Tanah TNIDalam Hukum Pertanahan Nasional”, Skripsipada Program Studi Teknik Geodesi danGeomatika Fakultas Ilmu dan TeknologiKebumian, Institut Teknologi Bandung

Ripsman, Norrin M, and T. V. Paul, Globalizationand the National Security State:a framework foranalysis. International Studies Review, Vol. 7,No. 2, Jun 2005, hlm. 199-227

Robinson, R 2012, Soeharto dan Bangkitkan

Page 16: PEMBENTUKAN WILAYAH PERTAHANAN DAN PERSOALAN …

16 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

Kapitalisme di Indonesia, Komunitas Bambu,Jakarta

Robinson, R, Toward a Class Analysis of the Indo-nesian Military Bureaucratic State. Indone-sia, No. 25 Apr 1978, hlm. 17-39

Sanak, Y 2011, Human Security & PolitikPerbatasan, Polgov, Yogyakarta

Van Vollenhoven, C 2013, Orang Indonesia danTanahnya, STPN Press, Yogyakarta

Widjayanto, A 2013, “Rekonstruksi KeamananNasional” dalam Penataan Kebijakan Ke-amanan Nasional. Muradi, ed. Bandung: PusatStudi Politik dan Keamanan UniversitasPadjanjaran.

Widoyoko, D dkk, Bisnis Militer MencariLegitimasi, Laporan Indonesia CorruptionWatch.

Zuhdi, S 2002, Cilacap (1830-1942): Bangkit danRuntuhnya Suatu Pelabuhan. Penerbit KPG,Jakarta.

Harga Selangit Hak Asasi Manusia sebagai OngkosKegiatan Ekonomi Pihak Militer Indonesia,Laporan Human Rights Watch Vol.18, No.5(C)

Sumber Internet

Arif, S, TNI banyak sumbang konflik agraria di

Jatim. Diakses di http://daerah.sindonews.com/read/729572/23/tni-banyak-sumbang-konflik-agraria-di-jatim-1363840359 pada 5 Maret 2016.

Burhani, R, Cadangan Pasir Besi di CilacapMenurun. Diakses melalui http://www.antaranews.com/berita/72784/cadangan-pasir-besi-di-cilacap-menurun pada9 Mei 2017.

Yudhi, A, 2014, Bara Perlawanan Petani di UrutSewu. diakses melalui http://islambergerak.com/2014/04/bara-perlawanan-petani-di-urutsewu/ pada 3 Maret 2016.

Analisa Pengelolaan dan Akuntabilitas Aset MilikNegara di Lingkungan TNI AD, Disusun olehBagian Analisa Pendapatan Negara danBelanja Negara-Biro Analisa Anggaran danPelaksanaan APBN -Setjen DPR RI. Diaksesdi http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/a p b n _ A n a l i s a _ -Pengelolaan_Asset_Milik_TNI20130129125834.pdf pada 3 Maret 2016.

Berebut Lahan Jadi Akar Konflik Masyarakat danTNI. diakses di http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141224011322-12-20164/berebut-lahan-jadi-akar-konflik-masyarakat-dan-tni/pada 4 Maret 2016.