perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi tipe...

16
Pelila Perkebunan 2002, 18(1), 31-45 Perancangan dan Pengujian Mesin Sangrai Biji Kopi Tipe Silinder Design and testing of a cylinder type coffee roaster Sri-Mulato l ) Rillgkasan Konversi biji kopi menjadi kopi bubuk merupakan salah satu allernatif untuk meningkalkan nilai tambah biji kopi yang harganya cenderung terus menurun. Salah satu kendala pengembangan industri kopi bubuk skala kecil dan menengah adalah tidak tersedianya O1esin sangrai yang murah, etisien, dan mampu menghasilkan produk yang kompetitif. Untuk itu, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah merancang dan menguj i coba sebuah mesin sangrai tipe silinder mendatar. Silinder sangrai mempunyai diameter 0,60 01, panjang 1 m dan digerakkan oleh sebuah motor listrik dengan kekuatan 0,75 kW, 220 V dan 1.450 rpm. Dengan dihubungkan dengan sistem reduksi gigi, kecepatan putar silinder sangrai diatur pada 4 rpm. Sumber panas diperoleh dari sebuah kompor bertekanan (burner) dengan bah an bakar gas (LPG) atau minyak tanall. Mesin sangrai dilengkapi sebuah bak pendingin biji kopi hasil sangrai dengan sistem hembusan udara lingkungan dari sebuah kipas sentrifugal. Hasil uj i coba menunjukkan bahwa kapasitas optimum sangrai 20 kg per batch. Suhu ruang sangrai dapat diatur al1tara 190-225°C. Waktu sangrai berkisar antara 14 sampai 27 menit. Waktu pendinginan biji kopi hasil sangrai optimum adalah 10 menit. Rendemen sangrai berkisar antara 82 sampai 87 % tergantung pada tingkat penyangraian mulai dari ringan, medium sampai penyangraian gelap. Etisiensi panas ul1tuk penyangraian berkisar antara 56 dan 79% masing-masing untuk bahan bakar minyak tanah dan LPG. Cita rasa kopi bubuk hasil sangrai menunjukkan nilai baik. Summary The price of green coffee is signijicamly decreasing during the past three years. The production of roasted and ground coffee is, therefore, one of the promising alternatives to increa!ie the value added of green coffee. On the other hnnd, the development of ground coffee industry requires an appropriate tech- nology that is not available yet for small or medium scale business. Coffee roaster i!i a basic equipment to produce good and competitive ground coffee for the f1wrk.et. The Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute has, therefor, 1) Ahli Penelili (Selliur Researcher); PlIS,H Penelilian Kopi dan Kakao Indonesia, JI. P.B. Sudirman 90. Jember 68118, Indonesia. Naskah dilerima 28 JlIli 2001 (Manuscript received 28 July 2001). 31

Upload: others

Post on 29-Oct-2019

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pelila Perkebunan 2002, 18(1), 31-45

Perancangan dan Pengujian Mesin Sangrai Biji Kopi Tipe Silinder

Design and testing of a cylinder type coffee roaster

Sri-Mulato l )

Rillgkasan

Konversi biji kopi menjadi kopi bubuk merupakan salah satu allernatif untuk meningkalkan nilai tambah biji kopi yang harganya cenderung terus menurun. Salah satu kendala pengembangan industri kopi bubuk skala kecil dan menengah adalah tidak tersedianya O1esin sangrai yang murah, etisien, dan mampu menghasilkan produk yang kompetitif. Untuk itu, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah merancang dan menguj i coba sebuah mesin sangrai tipe silinder mendatar. Silinder sangrai mempunyai diameter 0,60 01, panjang 1 m dan digerakkan oleh sebuah motor listrik dengan kekuatan 0,75 kW, 220 V dan 1.450 rpm. Dengan dihubungkan dengan sistem reduksi gigi, kecepatan putar silinder sangrai diatur pada 4 rpm. Sumber panas diperoleh dari sebuah kompor bertekanan (burner) dengan bahan bakar gas (LPG) atau minyak tanall. Mesin sangrai dilengkapi sebuah bak pendingin biji kopi hasil sangrai dengan sistem hembusan udara lingkungan dari sebuah kipas sentrifugal. Hasil uj i coba menunjukkan bahwa kapasitas optimum sangrai 20 kg per batch. Suhu ruang sangrai dapat diatur al1tara 190-225°C. Waktu sangrai berkisar antara 14 sampai 27 menit. Waktu pendinginan biji kopi hasil sangrai optimum adalah 10 menit. Rendemen sangrai berkisar antara 82 sampai 87 % tergantung pada tingkat penyangraian mulai dari ringan, medium sampai penyangraian gelap. Etisiensi panas ul1tuk penyangraian berkisar antara 56 dan 79% masing-masing untuk bahan bakar minyak tanah dan LPG. Cita rasa kopi bubuk hasil sangrai menunjukkan nilai baik.

Summary

The price of green coffee is signijicamly decreasing during the past three years. The production of roasted and ground coffee is, therefore, one of the promising alternatives to increa!ie the value added of green coffee. On the other hnnd, the development of ground coffee industry requires an appropriate tech­nology that is not available yet for small or medium scale business. Coffee roaster i!i a basic equipment to produce good and competitive ground coffee for the f1wrk.et. The Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute has, therefor,

1) Ahli Penelili (Selliur Researcher); PlIS,H Penelilian Kopi dan Kakao Indonesia, JI. P.B. Sudirman 90. Jember 68118, Indonesia.

Naskah dilerima 28 JlIli 2001 (Manuscript received 28 July 2001).

31

Sri-Mulato

therefore, designed and tested a cylinder type coffee roaster. The cylinder has 0.60 m diameter and 1 m long and is rotated by a 0.75 kW, 220 V and 1,450 rpm electric motor. Assisted with a gear reducer, the final cylinder rotation is adjusted at approximately 4 rpm. The heal for roasting process is generated from kerosene or gas burner. At the end of roasting, the roasted beans are cooled down by ambient air inside a cooling platform. which is equinl)ed by a centrifugal blower. Field tests showed that the opiimum capacity of /.,e roaster was 20 kg. Roasting time ranged from 14 to 27 minutes depending on the roasting temperature, which can be varied from 190-225°C. The cooling time of roasted beans was 6 minutes. The yield of roasted beans ranged from 82 to 87% depending on the roasting level (light, medium and dark roast). The roasting efficiency was 56 and 79% for the kerosene and gas. respec­tively. The organoleptic test showed that the roasted beans had acceptable flavor and aroma level.

Key words: Coffee, roasting, energy, kerosene, LPG (Liquid Petroleum Gas).

Konsumsi kopi domestik sekarang ini masihPENDAHULUAN sangat rendah yaitu hanya 70.000 tonltahun

Salah satu upaya untuk mengurangi atau sekitar 0,5 kg/orangltahun. Nilai ini ketergantungan pasar komoditas primer di jauh lebih rendah dari tingkat konsumsi luar negeri adalah perluasan pasar melalui kopi domestik negara-negara lain seperti pendekatan diversifikasi produk sekunder. Finlandia, Norwegia, Denmark, Austria, Pengembangan produk sekunder kopi Jerman dan Belgia, yang mencapai sekitar memberikan beberapa keuntungan bagi 8-11 kg/orangltahun (USDA, 2000). Indonesia antara lain peningkatan nilai Dibanding dengan potensi pasar yang tambah yang lebih besar dibandingkan ada, jumlah industri kopi bubuk di In­menjual biji kopi beras, peluang lapangan donesia relatif sedikit, yaitu 426 buah kerja, pengembangan il1<.!Jstri terkait dan dengan produksi lebih kurang 98.000 toni peningkatan konsumsi per kapita kopi di tahun (Anonim, 1998). Industri kopidalam negeri yang saat ini relatif rendah, bubuk skala besar umumnya didukungdan mengurangi ketergantungan terhadap oleh manajemen, modal dan sumber dayapasar biji kopi beras ke luar negeri. manusia yang memadai sehingga industri

Kopi bubuk merupakan produk kopi golongan ini mampu membeli peralatan sekunder yang merupakan salah satu bahan pengolahan kopi bubuk impor dengan

minuman yang digemari baik oleh teknologi tinggi. Sedangan indusrri penduduk pedesaan maupun perkotaan. menengah, meskipun tidak menggunakan Dengan jumlah penduduk di Indones ia yang peralatan impor langsung, mampu membeli mencapai lebih dari 200 juta, pasar kopi sarana pengolahan produksi yang cukup bubuk di dalam negeri pada dasarnya canggih di dalam negeri dengan lisensi masih cukup luas (Siswoputranto, 1987). dari pabrik pembuat alat di luar negeri

32

Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi lipe siJinder

(Jerman, Italia atau Swis). Sebaliknya, sebagian besar industri kopi bubuk skala menengah ke bawah masih menggunakan peralatanyang relatif sederhana sehingga produk olahannya tidak kompetitif dan produknya hanya terjual untuk pasar lapisan bawah (Anonim, 1998). Untuk itu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indo­nesia telah merekayasa alat sangrai yang coeok dan terjangkau oleh pengusaha keeil baik seeara teknologis maupun harga. Mesin ini diharapkan merupakan salah satu alternatif penyediaan sarana pengo­lahan kopi bubuk untuk pengembangan industri skala keeil dan menengah di pedesaan.

Tulisan ini merupakan hasil uji kinerja mesin sangrai biji kopi yang dikembang­kan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia pada skala pabrik pereobaan.

Mesin sangrai yang diuji menggunakan raneangan geometris silinder berputar karena teknologi konstruksi dan pem­buatannya relatif sederhana dibandingkan dengan mesin sangrai tipe bola.

BAHAN DAN METODA

Diskripsi Mesin Sangrai

Mesin sangrai terdiri atas tiga bagian penting yaitu, silinder sangrai, motor penggerak, sumber panas dan pendingin (Gambar 1). Silinder mempunyai diameter 0,60 m; panjang 1 m dan digerakkan oleh sebuah motor listrik 0,75 kW, 220 V, I phase dan 1450 rpm. Keeepatan putar silinder sangrai menjadi 4 rpm. Sumber panas menggunakan alat pembakar (burner) gas (LPG) dan minyak tanah.

Motor Jislrlk Electric motor

AS (Axe)

Ccrobong asap Chimney

-------- Comng pcllgumpan r--o.w '''----1 /"plll hoperSclimul i..

. IlISu!mwn jacket \

~

Silindcr sangrai C\'lillder roasrer

"',

Sahuk pcll1Ular Tmm;m;ss;on belt

111 1111

Pnlldangan samping SU/C? view

II

Pandangan d"pan From view

GambaI' 1. Figure 1.

Mesin sangrai lampak sam ping dan depan. Front and side views of a coffee roaster.

33

1m

/' -L-r-V1'<: - - _ •••••

Sri-MulalO

Bahan bakar gas disalurkan dari sebuah tabung gas (50 kg) dengan tekanan 0,5 mbar. Bahan bakar minyak tanah (kero­

sene) disalurkan dari sebuah tangki dengan tekanan 2 atm.

Bak pendingin bij i kopi sangrai berbentuk silinder tegak dan mempunyai diameter 1m dan tinggi 0,30 m. Bak pendinginan disangga empat buah kaki dengan tinggi 0,20 m. Sebuah kipas pendingin, jenis sentrifugal, dipasang di bagian bawah bak pendingin, (Gambar 2).

Bahan

Secara skematis tahapan percobaan disajikan pada Gambar 3. Bahan penelitian adalah kopi biji Robusta hasil pengolahan kering dari Kebun Percobaan Kaliwining, Pusat Penel itian Kopi dan Kakao Indo­nesia. Setelah melalui proses sortasi, diperoleh biji kopi beras dengan sifat yang mendekaci seragam dan mempunyai kadar

Udara lingkungan Ambie'" (Ii,

R.1nga besi ~ ti U Sleei/mllle

air awal dan ukuran biji kopi masing­masing 12% dan 7,5 mm. Kerapatan curah (bulk density) biji kopi adalah 615 kg per m). Warna permukaan biji nampak agak kekuningan.

Kinerja alat dievaluasi dalam tiga beban penyangraian yaitu 10, 15, 20, dan 25 kg biji kopi per balch dengan 3 tingkat penyangraian yaitu ringan (light), medium, (medium), dan gelap (dark). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Tolok ukur penyangraian adalah perubahan warna biji kopi sesuai dengan acuan spektrum warna SCAA (Davids, 1996). Secara laboratoris, tingkat kecerahan warna biji kopi dari ketiga tingkatan penyangraian diukur dengan alat pembeda warna Lovibond.

Suhu sangrai diamati pada tiga posisi, yaitu ruangan LUngku pembakaran, ruangan silinder, dan cerobong asap dengan menggunakan termokop~l yang dihubungkan dengan sistem pencatu data (data logger) dan komputer. Pengamatan

lliji kopi lersangrai ROaJled coffee bean

Pelat aluminium berlubang ~ Perforated alumi"ium p/are

.~E Kipas pcndingin~

o Cooling/an

/ Udara panas

o ~ 1101 air <1 o

GambaI' 2. Alal pendingin hiji kopi hasil sangrai.

Figure 2. Roasled coffee beans cooling device.

34

Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi lipe silinder

Tahapan Proses Parameter yang diukur Flow process Parameters measured

Biji kopi +-+ Kadar air (Moisture content) Coffee bean

~ I Sor~si I Ukuran biji (Bean size)

Grading +-+ Kotoran (Foreign materials)

~ Suhu (['emperature)

Waktu (Duration) Penyangraian Konsumsi minyak+-+Roasting Fuel comsumption

Konsumsi lislrik Electrical consumption

~ Suhu (['emperature)

Wakru (Duration)Pendinginan

Warna (Color)Cooling +-+ Keseragaman (UniforTnity)

Konsumsi listrik ~ Electrical consumption

Penghalusan +-+ Ci~ rasa (Cup test) Grinding

Gambar 3. Drutan percobaan sangrai dan parameter yang diukur.

Figure 3. Experimental procedure and the experimental parameters measured.

suhu dilakukan secara kontinyu dengan interval 3 menit. Konsumsi bahan bakar dihitung secara gravimetri dari perbedaan berat tangki bahan bakar dengan inter­val waktu satu jam.

Parameter hasil sangrai meliputi kerapatan curah biji, kadar air, keasaman, derajat warna, dan uji organoleptik dengan metoda baku yang umum digunakan dalam uji mutu (SNI kopi biji SP-16-1975 revisi Maret 1990).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja Mesin Sangrai

Proses sangrai membutuhkan energi panas untuk menumbuhkan aroma dan citarasa khas kopi yang ada di dalam biji kopi (Sivetz & Desrosier, 1979). Percobaan ini menggunakan dua jenis bahan bakar sebagai sumber panas, yaitu minyak tanah dan LPG, yang dibakar dengan alat pembakar.

Ruang silinder mendapatkan energi panas melalui dua media pindah panas. Pertama, pindah panas secara konveksi bebas asap panas hasil reaksi pembakaran minyak tanah atau gas LPG yang bersinggungan langsung dengan seluruh permukaan dinding sHinder. Kedua, pindah panas secara radiasi dari permukaan nyala api yang bersuhu tinggi ke permukaan bawah dinding silinder. Energi panas dari kedua sumber tersebut kemudian merambat lewat dinding silinder bagian luar secara konduksi dan kemudian memanaskan ruangan di dalam silinder secara merata. Mekanisme pindah panas yang demikian menyebabkan terjadinya gradient suhu seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Terlihat bahwa ruang pembakaran, sebagai sumber panas, mempunyai suhu paling tinggi. Setelah memindahkan sebagian energinya ke dinding silinder, suhu asap turun di bawah suhu ruang pembakaran. Sebagai penerima panas, suhu ruang silinder menunjukkan nilai paling rendah.

Profil peningkatan suhu dari tiga posisi pengukuran, yaitu ruang pembakaran,

35

Sri·Mularo

cerobong asap, dan ruangan silinder menunjukkan pola yang sarna. Namun ketiganya mempunyai nilai yang berbeda tergantung pada jenis bahan bakar yang dipakai sebagai sumber panas. Reaksi pembakar".n gas lebih cepat menghasilkan panas daripada pembakaran minyak tanah. Suhu operasi ruang pembakaran, yaitu 375-400oC, dicapai hanya dalam waktu 4 menit jika sumber panas menggunakan gas dan 7 menit jika menggunakan minyak

600 a. Minyak [anall

Kerosene Pemanas (Burner)450~

./...--~-_/-~---;::. i! 1:: 300 Cerobong (Chimney)'" ~ ~_.~~---~~

150 , ;;;;:;:r).<:: " Vl "

14 21 26

Waklu pemanasan. menit (Heming period, min.)

~

>:'

~ '" ~

600

450

300

h. Gas LPG LPG juel

~,,~"" ".m"

~ " "3 Vl

150

0 10 15 20

IU-~

~ Cerobong (Chimney,

Sangrai (Roosler)

0

WakLU pemanasan. menit (Hearing period. min.)

GambaI' 4. Distribusi sullu ruangan pembakaran, si Iinder sangrai dan cerobong asap (a.ballan bakar minyak tanah, b. ballan bakar gas LPG).

Figure 4. Temperature profile inside the combustion chamber, cylinder roasting and chimney (a. kerosene fuel. b. LPG fuel).

tanah. Dengan demikian, batas minimum suhu sangrai di dalam ruangan silinder, yaitu 180°C, sudah tercapai pada menit ke 13 pada pemanasan dengan bahan bakar gas dan 26 menit pada pemanasan dengan bahan bakar minyak tanah.

Perbedaan utama dari kedua jenis bahan bakar ini adalah dalam hal panas pembakaran, yaitu masing-masing 52.000 kJ/kg untuk gas LPG dan 40.000 kJ/kg untuk minyak tanah (Salisbury, 1957; Smith & Van Nees, 1985). Dengan demikian, pada selang waktu yang sama pembakaran gas mampu menyediakan panas lebih banyak dibandingkan pembakaran minyak tanah. Selain itu salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesempurnaan reaksi pembakaran adalah kemampuan bercampur (mixing) antara senyawarhidrokarbon yang ada di dalam bahan b~kar dengan oksigen dari udara (Smith & Van Nees, 1985).

Secara teknis, suatu senyawa atau bahan akan mudah bercampur satu dengan lainnya jika keduanya mempunyai bentuk fisik (fasa) yang sarna. Kesamaan fasa dari gas LPG dan oksigen (udara) dan mobilitas yang tinggi (karena viskositas rendah) menyebabkan keduanya mudah bercam­pur secara cepat dan merata. Proses pembakaran berlangsung lebih sempurna dengan efisiensi yang tinggi, yaitu mencapai 95 %. Produksi panas pemba­karan manjadi mendekati maksimum (Smith & Van Nees, 1985).

Efisiensi pembakaran bahan bakar minyak lebih rendah dibandingkan efisiensi pembakaran gas, yaitu antara 50-75 %. Selain karena minyak tanah mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan

36

Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi lipe silinder

viskositas gas, minyak tanah pada kondisi lingkungan mempunyai fasa cair dan sukar bercampur secara sempurna dengan oksigen (fasa gas). Proses pembakaran kurang sempurna dan produksi panas pembakaran menjadi tidak optimum. Salah satu cara meningkatkan efisiensi pemba­karan minyak adalah dengan cara evaporasi atau atomisasi. Bentuk fisik minyak tanah yang semula cair dikonversi menjadi fasa gas (uap) sebelum dimasuk­kan ke dalam aJat pembakar.

Penelitian ini menggunakan alat pembakar minyak tipe evaporasi dan atomasi yang bekerja secara berurutan.

Minyak tanah dalam fasa cair ditekan di dalam bejana tekan sampai 3 kg/cm2 dan kemudian dialirkan dengan pipa tembaga ke dalam sebuah kumparan pemanas (evaporasi). Pada awalnya, kumparan dipanaskan dengan elemen listrik atau dengan api spiritus sampai suhu minyak tanah mencapai suhu pernyalaan (fire point). Minyak bakar yang semula fasa cair berubah menjadi fasa gas yang kemudian disemprotkan lewat lubang nozel

(atomisasi). Minyak dalam fasa gas

terdispersi menjadi panikel sangat kecil dan lebih mudah bercampur dengan oksigen. Dengan sistem ini, efisiensi pembakaran minyak dapat meningkat sampai 75 %.

Karakteristik Penyangraian

Selama proses penyangraian, ada tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi berjalan secara berurutan, yaitu (Sivetz & Desrosier, 1979; Davids,1996):

Penguapan air dari dalam bij i.

Penguapan senyawa volatil (senyawa yang

mudah menguap) antara lain aldehid, furfural, keton, alkohol dan ester.

Pirolisis atau pencoklatan biji.

Selain keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan citarasa, kesem­purnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu panas dan waktu (Sivetz & Desrosier, 1979). Pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia di dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan air (Gambar 5). Kadar air biji kopi yang semula 12 % turun cepat menjadi 4% pada saat pemanasan berlangsung 14 menit. Setelah itu, penurunan kadar air berlangsung relatif lambat dan mencapai 2,8% pada selang waktu pemanasan 22 menit. Fenomena ini berkaitan dengan kecepatan rambat air (difusi) di dalam jaringan sel biji kopi. Makin rendah kandungan air dalam biji kopi, kecepatan penguapan air menurun karena posisi molekul air terletak makin jauh dan permukaan biji (Sivetz & Foote, 1973).

Bersamaan dengan penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung di dalam biji kopi ikut teruapkan. Peristiwa ini ditandai dengan penurunan kerapatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji kopi seperti pengembangan volume (swelling) dan pembentukan pori-pori di dalam jaringan sel sehingga berat biji kopi per satuan volume menjadi lebih kecil (Sivetz & Foote, 1973; Sivetz & Desrosier, 1979; Illy & Viani, 1995).

37

2

Sri-MulalO

". 800 I 20 • ~ I c:::J Kr:r.r;u",u t.:ur"h (S"lIi rk/l.lltI" ~ ""'< ~ Koidar ;til (MlIIslU~ ClHllrlltJ ~ ;:;'. 'S

600 15 ~ ~

~ <­-10 ~

~ ~ C 400 ~

B 200 5 ;;; ~

~;;; 0­ '- ­"0

2 ~ 0 ~ 14 18 2'

Waklu siill~rai, menit (Roasting lime, min)

Gambar 5. Perllbahan kadar air dan kerapalan clInlll hiji kopi selama penyangr(\ian.

Figure 5. Decreasing moisture content and bulk density Of coffee bean during roasting.

Pada awalnya, biji kopi beras dengan kadar air 12 % mempunyai kerapatan curah 615 kg/m 3 . Setelah biji kopi disangrai selama 8 menit, kerapatan curahnya berkurang menjadi 506 kg/m 3 .

Pada penyangraian selanjutnya, kerapatan curah biji kopi lurun secara tajam menjadi 317 kg/m 3 pada penyangraian menit ke-22. Fenon1ena ini berlainan dengan profil penurunan kadar air yang cenderung mendekati nilai kadar ai I' kesetimbangan dengan kelembaban udara pada suhu ruang sangrai, sehingga molekul air sulit diuapkan dari dalam biji kopi. Dengan demikian, energi panas yang terus diberikan ke dalarn silinder sangrai akan dipakai untuk proses pirolisis (Sivetz & Desrosier, 1979) .

Pirolisis pacta dasarnya merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbollidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi sebagai akibat d~1:"; pemmasan. Reaksi ini U/11Umnya tcrjadi setelah suhu sangrai

mencapai di atas 180aC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas COdalam jumlah banyak dari ruang sangrai (Sivetz & Desrosier, 1979; Vincent, 1985). Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi berbagai kecoklatan.

Tingkat warna coklat biji kopi sangrai sangat tergantung pada suhu dan waktu penyangraian dan dipakai sebagai salah satu tolok ukur tingkat penyangraian. Sampai saat ini, kalangan praktisi industri kopi bubuk mengenal 3 tingkatan penyangraian, yaitu ringan (light), medium, dan gelap (dark). Warna biji kopi hasil sangrai dibandingkan dcngan spektrum pembeda warna biji kopi sangrai SCAA (Specialty Coffee Association of America) (Davids, 1996).

Jika tingkat kecerahan dipakai sebagai ukuran untuk membedakan ketiga warna biji kopi sangrai tersebut, maka diperoleh grafik pembeda seperti disajikan pada GambaI' 6.

N i lai kecerahan merupakan ukuran jumlah sinal' yang dipantulkan ulang suatu benda saat diberi penyinaran dengan panjang gelombang tertentu. Biji kopi beras, sebelum disangrai, mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinal' lebih banyak diban­dingkan warna coklat. Pada awalnya, nilai Lovibond biji kopi beras berkisar antara 60-65. Setelah mengalami penyangraian ringan (light), sebagian 34-35.

Waktu dan suhu sangrai sang at berpengaruh terhadap tingkat penyangraian. Beberapa pustaka memberikan kisaran suhu

38

~ Suhu (frml'<lfJlurr)

Pcrallcangan dan pcngujian mesin sangrai biji kopi tipc silinder

50 I I

~ 45

~ ~

~ 40 '§ 1l ~ 35

30 Ringan (Light)

Tingkal .angrai (Roasting /~./)

GambaI' 6. Tingkat kecerahan warna hiji kopi sangrai dengan Lovibond meter.

Figure 6. Brightness oj' roasted coffee bean measured with a Lovibond meter.

sangrai antara 190-195°C untuk tingkat sangrai ringan, sedikit di atas 200°C untuk tingkat sangrai medium dan di atas 205°C untuk tingkat sangrai gelap. Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 60 menit tergantung jenis alat, cara pemanasan dan mode operasinya (Sivetz & Desrosier, 1979; Vincent, 1987; Illy & Viani, 1995; Davids, 1996). Alat sangrai tipe silinder berputar dengan operasi baeth dan pemanasan langsung yang dicoba pada penelitian ini mempunyai karakteristik penyangraian seperti disajikan pad a Gambar 7.

Waktu sangrai ditentukan setelah suhu ruang sangrai mencapai 150°C saat di mana biji kopi sebanyak 15 kg dimasukkan ke dalam silinder sangrai. Suhu tersebut dipilih pada saat sumber panas memberikan kondisi suhu operasi yang stabil (Gambar 4). Dari pengamatan seJama percobaan diketahui bahwa tingkat sangrai ringan dicapai pada kisaran suhu sangrai antara 185-190oC dengan waktu

Medium Gelap (Oork)

sangrai 15 menit, tingkat sangrai medium dicapai pada suhu 205°C dengan waktu 22 menit dan tingkat sangrai gelap diperoleh setelah 27 menit pada suhu mendekati 220°C.

Selama penyangraian, biji kopi mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang menyebabkan kehilangan berat cukup signifikan karena penguapan air dan beberapa senyawa kimia volatil serta pirolisis senyawa hidrokarbon. Rendemen merupakan perbandingan berat (dalam persen) biji kopi sesudah dan sebelum proses penyangraian. Dengan demikian, rendemen sangrai makin rendah pada

2~ ,R

~ Wak.u (Tim.) 32 _ ~ 200 °fi .~

= i:~ 2t ._~ \il? 1~

S,'S~

18 ~.~~1oo " ­~ i2" "$~~ ~

Ringan (Ligllt) Medium Gelap (Oork)

lingkat penyangraian (Roasting /c"d)

Gamhar 7. Variasi suhu dan waktu sangrai ulltuk menghasilkan tiga tingkat sangrai.

Figure 7. Variation of temperature and time to produce three different levels of roasting.

tingkat penyangraian makin tinggi (Gambar 8). Pada percobaan ini rende­men sangrai berkisar antara 82 sampai 87%. Dalam penggunaan praktis, nilai rendemen sangat penting untuk meng­hitung aliran bahan baku dan aliran produk selama proses produksi bubuk kopi.

39

Sri-MlIlalO

Keasaman dan Cita Rasa Biji Kopi Sangrai

Kopi diminum oleh konsumen tidak sebagai sumber nutrisi mclainkan sebagai penyegar. Oleh karena itu, biji kopi dianggap bernilai ekonomis jika dapat memberikan kepada konsumen rasa senang dan kepuasan dari flavour dan aroma yang dihasilkan (Davids, 1996). Biji kopi seeara alami mengandung eukup banyak senyawa ealon pembenluk cita rasa dan aroma kl1as kopi alltara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian, beberapa scnyawa gula akan terkaramcl isasi menimbul kan aroma, senyawa yang menyebabkan rasa sepat alau rasa asam sepeni tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna eokelat (Sivetz & Desrosier, 1979).

Keasaman merupakan aspek penting pada inutu seduhan kopi yang mempcnga­

100 r'--------------~

~ ~ 90

'2 gO . ~~ 80

'"" 0 ~5'0

u"O 70 "g] ~>-

60

50 Ring.n (Lig"t) Medium Gel.p (Dark)

1ingkal penyangr.ian (Roftsrillg le"el)

GambaI' 8. Rendemen sangrai pada tiga lingkalan penyangraian.

Figure 8. Yield of roasling al Ihree diJferenl roasling levels.

ruhi scnsasi eita rasa peminumnya. Rasa asam yang berlebihan pada scduhan kopi umumnya tidak bcgitu disukai oleh konsumen. Tingkat keasaman biji kopi sangrai diukur dari nilai pH seduhannya seperti disajikan pada Gambar 9. Terlihat bahwa makin gelap tingkat penyangraian, nilai pH seduhan makin meningkat seeara signifikan. Nilai pH larUlan biji kopi (sebelum disangrai) berkisar pada 5,3­5,4. Penyangraian ringan menyebabkan nilai pH seduhan biji kopi sangrainya meningkat menjadi 5,4-5,6. Penyangraian lanjut ke tingkat medium l1lenghasilkan nilai pH seduhan meningkal lagi menjadi 6,1. Nilai pH seduilan paling linggi 6,4 dicapai pada tingkat penyangraian gcJap.

Perubahan nilai pH seduhan meru­pakan indikasi terjadinya dekomposisi komponen-komponen kimia yang ter­kandung dalam biji kopi selama proses penyangraian. Biji kopi seeara alami mengandung berbagai jcnis senyawa volalil seperti aldehida, furfural, keton. alkohoJ, ester, asam formal dan asam aselat. Senyawa-senyawa ini mempunyai si fal mudah menguap dan sangat sensitif terhadap panas. Selama proses penyangraian berlangsung, senyawa-senyawa tersebul akan teruapkan karena titik didihnya jauh lebih rendah daripada suhu penyangraian. Hal itu berakibat pada berkurangnya jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan (Sivetz & Desrosier, 1979; Clifford, 1985; Vincent, 1987). Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin berkurang seeara signifi kan.

Selama penyangraian, eita rasa dan aroma khas kopi akan terbentuk dalam

40

Sri-Mulato

Keasaman dan Cita Rasa Biji Kopi Sangrai

Kopi diminum oleh konsumen tidak sebagai sumber nutrisi melainkan sebagai penyegar. Oleh karena itu, biji kopi dianggap bernilai ekonomis jika dapat memberikan kepada konsumen rasa senang dan kepuasan dari flavour dan aroma yang dihasilkan (Davids, 1996). Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembenruk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian, beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma, senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna cokelat (Sivetz & Desrosier, 1979).

Keasaman merupakan aspek penting pada l11utu seduhan kopi yang mel11penga­

100

t'! ~ 90

'f! ~

. ~~ 90 ~ 2e'o ~ ~ 70

~~ 60

Ringan (Light) Medium Gelap (Dnrk)

lingkat pcnyangraian (Roasting lel"el)

GambaI' 8. R~lldemell sallgrai pada liga tillgkatall p~llyallgraiall.

Figure 8. Yield of roasting at three diJferent roasting levels.

rul1i sensasi cita rasa peminumnya. Rasa asam yang berlebihan pada seduhan kopi umumnya tidak begitu disukai oleh konsumen. Tingkat keasaman biji kopi sangrai diukur dari nilai pH seduhannya seperti disajikan pada Gambar 9. Terlihat bahwa makin gelap tingkat penyangraian, nilai pH seduhan makin meningkat secara signifikan. Nilai pH larutan biji kopi (sebelum disangrai) berkisar pada 5,3­5,4. Penyangraian ringan menyebabkan nilai pH seduhan biji kopi sangrainya meningkat menjadi 5,4-5,6. Penyangraian lanjut ke tingkat medium l11enghasilkan nilai pH sedul1an meningkal lagi menjadi 6,1. Nilai pH seduhan paling linggi 6,4 dicapai pada tingkat penyangraian gelap.

Perubal1an nilai pH seduhan meru­pakan indikasi lerjadinya dekomposisi komponen-komponen kimia yang ter­kandung dalam biji kopi seJama proses penyangraian. Biji kopi secara alami l11engandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format dan asam asetal. Senyawa-senyawa ini mempunyai sifat l11udah menguap dan sangat sensitif terhadap panas. Selama proses penyangraian berlangsung, senyawa-senyawa terse but akan teruapkan karena titik didihnya jauh lebih rendah daripada suhu penyangraian. Hal itu berakibat pada berkurangnya jumlah ion H~ bebas di dalam seduhan (Sivetz & Desrosier, 1979; Clifford, 1985; Vincent, 1987). Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H~ bebas di dalam seduhan makin berkurang secara signifikan.

Selama penyangraian, cita rasa dan aroma khas kopi akan terbentuk dalam

50

40

Peraneangan dan pcngujian mesin sangrai biji kopi lipe silinder

biji kopi. Tingkat sangrai sangat berpengaruh terhadap pembentukan komponen-komponen cita rasa dan aroma dan juga pada lingkal kesukaan konsumen terhadap bubuk kbpinya (Gambar 10).

Terlihat babwa biji kopi sangrai dengan tingkat penyangraian medium mempunyai nilai uji organoleptik paling tinggi dari selurtlh aspek cita rasa yang terdiri atas aroma, body dan flavor; disusul kemudian oleh biji kopi dengan

8

:x: c- o I

." ;; ~

~ ~

~ ::. '"

::­"" .~

:::!. c ~

~ ii

E

~ ::l;

~

~ go

~

4 L-­ '---Tingkal sangrai (Roa'ting level)

GambaI' 9. Nilai pH seduhan biji kopi sallgrai pada ligii lingkal penyangriiian.

Figure 9. pH 01' roasted coffee solu.tion al Ilzree ditlerenr roasting levels.

tingkat penyangraian medium. Sementara itu, biji kopi dengan tingkat penyangraian gelap paling

secm'a umum rendab.

mempunyai niJai

Tingkat KeseragaEfisiensi Panas

man HasH dan

Mesin sangrai dirancang selain untuk melakukan proses penyangraian juga

i ~ :.§ Z

3

2

Rlngall (Light) Gclap (DtlrklMedium

Tingkal sangr"; (Roa"illg le"el)

GambaI' 10. Nilai uji organoleplik seduhan kopi dari liga lingkal penyangraian.

Figu.re 10. Score of organoleptic le.1"! ol roaled coffee from Ilzree diflerem roasling levels.

untuk proses pencampuran atau homo­genisasi. Oleh karena itu keseragaman hasil sangrai merupakan wi ok ukur penting untuk menilai kinerja mesin sangrai. Tolok ukur diamati secara vi­sual terhadap biji kopi hasil sangrai sesaat selelah dikeluarkan dari silinder. Makin banyak proporsi biji yang kurang tersangrai (under roasled beans) atau tersangrai sebagian (partially roasled beans) di antara massa biji kopi yang tersangrai sempuma ifully roasted beans) merupakan indikasi ketidakseragaman hasil sangrai.

Da1am teknik pencampur3..l1 bahan padat berbentuk butiran, dikenaJ istilab faktor pengisian (filling factor) (McCabe & Smith, 1956). Faktor ini secara kuantitatif merupakan perbandingan antara buriran yang sedang dicampur dengan volume silinder pencampur. Gambar 11 menunjukkan bahwa fakwr pengisian makin besar dengan peningkaran berat biji

~An)flla

<'2ZI Iluuy ~F': ....'CIf

41

Sri-Mulato

~ 25 I i

-.:' 9 20

~ " :2co

15

~ ~ 10 :;; 0;,

" 5& 5 .;; I t.E

Gambar [1. Hubungan antara kapasitas sangrai dan faktor pengisian.

Figure 11. ReLationships between roasting capacity and filling factor.

kopi yang disangrai. Dari hasil penga-matan terlihat bahwa makin banyak biji kopi yang disangrai atau makin besar faktor pengisian, tingkat keseragaman makin berkurang. Tingkat keseragaman masih dianggap baik

pada beban sangrai 20 kg atau pada nilai faktor pengisian di atas 12%.

Pada kapasitas 25 kg atau setara dengan faktor pengisian 15 %, kesera-gaman hasil sangrai sudah menurun. Hal ini merupakan indikasi bahwa 4 lempengan pengaduk (lifter) yang dipasang di dinding silinder sangrai tidak mampu mengangkat sebanyak mungkin biji kopi ke bagian atas dinding silinder. Massa biji kopi sebagian besar hanya bergerak di lantai sil inder sehingga pencampuran tidak berlangsung secara optimum (Gambar 12). Untuk

meningkatkan kapasitas sangrai, bentuk dan

dimensi lempengan pengaduk perlu disempurnakan lebih lanjut pada penelitian berikutnya. Oleh karena itu untuk kapa­sitas 25 kg tidak dilakukan baik pengamat­an efisiensi panas (Gambar 13) maupun neraca panas dan energi (Tabel I).

10 '5 20 25 30

Kapasi,as (Capacity), kg

Dinding silindcr lua!" Dinding silindt:r dalam Outer cylinder shell Inner cylinder shell

Gerakan biji kopi Pengaduk Coffee beans movement ~ 0fter

Rotasi silinder Cylinder ro/ntion

Gambar 12. Gerakan biji kopi dalam silinder sangrai.

Figure 12. Coffee beans nwvement inside roasting cylinder.

Selain aspek keseragaman dan mutu hasil sangrai, efisiensi penggunaan panas merupakan tolok ukur yang penting untuk menilai kinerja mesin sangrai karena menyangkut biaya penyangraian. Makin tinggi efisiensi panas, biaya sangrai makin rendall. Pada percobaan ini, efisiensi panas dihitung atas dasar perbandingan kebutuhan panas untuk proses penyang­raian dan masukan energi panas dari pembakaran minyak tanah atau gas LPG seperti disajikan pada (Tabel I).

Dari Gambar 13 terlihat bahwa efisiensi panas berbanding lurus dengan kapasitas sangrai. lika minyak tanah digunakan sebagai bahan bakar, efisiensi panas terendah, yaitu 46 %, dicapai pada kapasitas sangrai 10 kg dan efisiensi panas tertinggi, 59 %, diperoleh pada beban sangrai 20 kg. Agar biaya sangrai mini­mal, kapasitas sangrai sebaiknya dipilih pada nilai maksimum. lika digunakan bahan bakar gas LPG, maka efisiensi panas menjadi lebih tinggi.

42

Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi lipe silinder

100

~Ga:<LPG .. 80 IZ2Zl Miny"k lilll"h (Kr"H(,II~)

~

~. 60 r ­

.~ ~

~ ~ 40

.~ ~ 20

5 10 15 20 25 Kapasil's (Capacity), kg

GambaI' 13.Hubungan al1lara efisiensi panas dan kapasilas sangrai.

Figure 13. Relationship between heat efficiency and roasting capacicy.

Seperti dijelaskan sebelumnya, tingkat kesempurnaan pembakaran LPG relatif tinggi. Selain mempunyai nilai pembakaran yang tinggi, bahan bakar gas secara alami mempunyai sifat-sifat yang memudahkan proses pembakaran. Selain itu, penggunaan perangkat otomatik untuk mengatur proses pembakaran llludah dilakukan. Sistem pengatur suilu dan pemantik api mudah diintegrasikan pada alat pembakar gas sehingga proses pembakarannya tidak berlangsung konrinyu tetapi intermiten. Alat pemanas akan mati secara otomatis jika sullu ruang sangrai sudah mencapai nilai tertentu dan sebal iknya akan menyala j ika titik tersebut belum terlampaui. Kurva distribusi suhu memiliki pola eratik seperti disajikan pada Gambar 4". Dengan sistem ini, efisiensi panas akan lebih tinggi karena kehiiangan panas keluar silinder menjadi lebih rendall. Hal11batan penggunaan alat pemanas secara luas, khususnya untuk industri kecil, adalail biaya investasi alat pemanas gas yang relatif tinggi.

240 I Biji sangrai (Unruled heam)

Tanp.1 pendingin (WI, ilIum! cooling frC{Wnelll)

I

~ -< ~

160

~ ~ t:

120

Biji sangrai (Rons/ell beans) Oengan pendingin (With cooling tretlfmem)

:> J::

~ 60 ~ ............y.~~,.~ ...!i.n.S.~~.n.sa~ . .rIl.'n.~i.en.r.air)

o IL­ ......J

o 200 400 600 600

Waklu pt:I1lJinginan. dcuk Cooling lime. secOlu/

GambaI' 14. Penurunan suhu biji kopi hasil sangrai di dalam bak pendingin.

Figure 14. Decreasing of temperature roasted coffee beans durin!: cooling.

Biji hasil sangrai harus segera didinginkan sesudah proses sangrai selesai. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan penyangraian lanjut dan wama biji berubah mendekati hitam. Gambar 14 menunjukkan laju pendinginan biji kopi hasil sangrai di dalam bak pendingin.

Terlihat bahwa penurunan suhu biji kopi hasil sangrai berlangsung relatif cepat. Biji kopi hasii sangrai saat keluar dari silinder mempunyai suhu 180-18Soe. Akibat aliran udara lingkungan (suhu 28°e) yang cepat (600 mJ/jam), suhu biji kopi kemudian turun secara tajam sampai l200e setelail 160 detik. Selama pendinginan, biji kopi di dalanl bak diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Suhu biji kopi ssoe dicapai setelah pendinginan berlangsung selama 600 detik (10 menit). Waktu pendinginan ini dianggap aman dan dianggap pengaruh proses penyangraian lanjul lidak terjadi (Sivetz & Doserier,

43

Sri-Mulato

Tabel I. Neraca massa dan energi pada penyangraian biji kopi tingkat medium Table I. Mass and heat balance of coffee bean medium roasting

Percobaan (Trial)

Parameter II III

Kapasilas sangrai (Roasting capacity), kg

Kadar air awal (Initial moisture content), %

Beral per komponen (Weight of each component). kg

Air (Water)

Uap air (Water vapor)

Bij i kopi kering (Bone-dry coffee)

Sullu (Temperature), "C

Lingkungan (Ambient)

Sangrai (Roastin!?)

Kapasitas panas (Heat capacity), kj/kg."C

Air (Water)

Uap air (Water vapor)

Biji kopi kering (Bone-dry coffee)

Panas penguapan air (Heat of water evaporation), kJlkg

Kehutuhan panas (Heat requirements), kJ

Panas sensibel (Sensibel heats). kJ

Air (Water)

Uap air (Water vapor)

Bij i kopi kering (Bone-dry coffee)

Panas penguapan air IOlal (Latent heat), kJ

KebulUhan panas total (Total requirements), kJ

Masukan panas (Heat input)

Laju pembakaran (Combustion rate), kg/jam (kg/hr)

Lama pembakaran (Time of combustion), menil (minute)

Beral minyak (Wei!?ht of oil), kg

Nilai kalori minyak (Heat combustion), kJlkg

Efisiensi pembakaran (Combustion efficiency), %

Total masukan energi (Total heat input), kJ

Efisiensi sangrai (Roasting efficiency), %

10.00

12.00

8.80

UO

1.20

28.00

175.00

4.22

1.69

1.69

2,425.35

364.44

297.62

2,910.42

2,182.56

5,755.04

1.65

14.00

0.39

40.071.00

80.cXl

12.341.87

46.63

15.00 20.00

12.00 12.()O

13.20 17./i0

1.80 2.40

1.80 2.40

28.00 28.00

175.00 17500

4.22 4.22

1.69 1.69

1.69 1.69

2,425.35 2,425.35

546.65 728.87

446.43 595.24

4,365.63 5,820.84

3.273.84 4.365.12

8,632.56 1.\510.08

1.65 1.65

18.00 22.00

0.50 0.61

40,071.00 40.071.00

80.00 80.00

15,868.12 19.394.36

54.40 59.35

1979). Selain itu, proses ini juga berfungsi Karena sifatnya yang ringan, kulit ari akan untuk memisahkan sisa kulit ari yang terhisap oleh kipas pendingin kemudian terlepas dari biji kopi saat proses sangrai. dibuang keluar lewat cerobong asap.

44

Perancangan dan pengujian mesin sangrai biji kopi lipe silindcr

KESIMPULAN

Telah dirancang dan diuji mesin sangrai biji kopi tipe silinder mendatar. Silinder sangrai mempunyai diameter 0,60 m dan panjang 1 m dan digerakkan oleh sebuah motor listrik dengan kekuatan 0,75 kW, 220 V, 1 phase dan 1.450 rpm. Kecepatan putar motor silinder adalah 4 rpm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapasitas optimum sangrai 20 kg per batch. Suhu ruang sangrai dapat diatur antara 190­

225°C. Waktu sangrai berkisar antara 14 sampai 27 menit dan rendemen sangrai

berkisar antara 82 sampai 87 % tergantung pada tingkat penyangraian biji kopi mulai dari tingkatan ringan, medium sampai penyangraian gelap. Efisiensi panas untuk penyangraian adalah 50 dan 79 % masing­masing untuk bahan bakar minyak tanah dan gas LPG.

Untuk meningkatkan kapasitas sangrai, bentuk dan dimensi lempengan pengaduk

perlu disempurnakan lebih lanjut pada penelitian berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (1998). Studi Tentang Profil Perkebunan Kopi dan Prospek Investasi Industri Kopi Bubuk di In­donesia. International Contact Busi­ness System. Inc. Jakarta.

Clifford, M. N. (1985). Chemical and physi­cal aspects of green coffee and coffee products. p. 305-374. In: M.N. Clifford & K.C. Wilson (Eds). Botany, Biochemistry and Production of Beans & Beverage. The AVI Publishing Co. Inc .. Connecticut.

Davids, K. (1996). Home Coffee Roasting. St.Martin's Griffin. New York.

Illy, A. & R. Viani (1995). Expresso Coffee : The Chemistry of Quality. Academic Press Limited. London.

Siswoputranto, S.P. (1987). Kopi yang lezat dan menyegarkan. Kopi Indonesia, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, Jakarta, 22-27.

McCabe, W.L & J.C.Smith (1956). Unit Operation of Chemical Engineering. McGraw-Hill Book Company Inc., Tokyo.

Salisbury, J.K. (1957). Kent's Mechanical Engineers' Handbook. 11th ed. Wiley Toppan. Wiley & Sons, Inc. New York.

Sivetz, M. & H.E. Foote (1973). Coffee Processing Technology. Vol I. The AVI Pub!. Inc., Connecticut.

Sivetz, M. & N.W. Desrosier (1979). Coffee Technology. The AVI Pub!. Inc., Connecticut.

Smith, J.M. & H.C. Van Nees (1985). In­troduction to Chemical Engineering Thermodynamics. 3r~ ed. Interna­tional Student Edition. McGraw-Hill Book Company Inc., Kogakusha. Tokyo.

USDA (2000). Tropical Product: World Markets and Trade, Circular series­USDA, June,

Vircent, J. C. (1987). Green coffee process­ing. p. 1-33. In: RJ. Clarke and R. Macrae (Eds.) Coffee. Vol. 3 Tecnology. Elsevier Applied Sci., London.

***********

45