reaksi inti

19
1 REAKSI INTI Reaksi inti pada dasarnya adalah interaksi antara proyektil yang terdiri dari partikel dasar, foton, neutron, atau inti multinukleon dengan suatu inti target. Akibat interaksi tersebut dapat berupa penghamburan projektil atau eksitasi inti target yang diikuti oleh transformasi nuklir menjadi inti lain dengan cara menangkap atau melepaskan partikel sub atomik. Tabel 1. Perbedaan antara reaksi kimia dan reaksi inti. Reaksi Kimia Reaksi Inti 1. Atom diubah susunannya melalui pemutusan dan pembentukkan ikatan kimia. 1. Unsur (atau isotop dari unsur yang sama) dikonversi dari unsur yang satu ke unsur lainnya. 2. Hanya elektron dalam orbital atom atau molekul yang terlibat dalam pemutusan dan pembentukkan ikatan. 2. Proton, neutron, elektron, dan partikel dasar lain dapat saja terlibat. 3. Reaksi diiringi dengan penyerapan atau pelepasan energi yang relatif kecil. 3. Reaksi diiringi dengan penyerapan atau pelepasan energi yang sangat besar. 4. Laju reaksi dipengaruhi oleh suhu, tekanan, konsentrasi, dan katalis. 4. Laju reaksi biasanya tidak dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan katalis. A. Notasi Bethe (Notasi Reaksi Inti) Reaksi inti yang merupakan proses transformasi inti atom target, yang umumnya terjadi melalui penembakan inti atom target dengan proyektil yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut: 1 1 + 2 2 3 3 + 4 4 Dengan : X = inti atom target a = partikel penembak (proyektil) b = partikel yang terpancar (ejektil) Y = inti produk (rekoil)

Upload: aulia-aurellya-arnoldhy

Post on 26-Dec-2015

182 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

makalah ini merupakan salah satu tugas Radiokimia

TRANSCRIPT

Page 1: reaksi inti

1

REAKSI INTI

Reaksi inti pada dasarnya adalah interaksi antara proyektil yang terdiri dari

partikel dasar, foton, neutron, atau inti multinukleon dengan suatu inti target. Akibat

interaksi tersebut dapat berupa penghamburan projektil atau eksitasi inti target yang

diikuti oleh transformasi nuklir menjadi inti lain dengan cara menangkap atau

melepaskan partikel sub atomik.

Tabel 1. Perbedaan antara reaksi kimia dan reaksi inti.

Reaksi Kimia Reaksi Inti

1. Atom diubah susunannya melalui

pemutusan dan pembentukkan ikatan

kimia.

1. Unsur (atau isotop dari unsur yang

sama) dikonversi dari unsur yang satu

ke unsur lainnya.

2. Hanya elektron dalam orbital atom atau

molekul yang terlibat dalam pemutusan

dan pembentukkan ikatan.

2. Proton, neutron, elektron, dan partikel

dasar lain dapat saja terlibat.

3. Reaksi diiringi dengan penyerapan atau

pelepasan energi yang relatif kecil.

3. Reaksi diiringi dengan penyerapan atau

pelepasan energi yang sangat besar.

4. Laju reaksi dipengaruhi oleh suhu,

tekanan, konsentrasi, dan katalis.

4. Laju reaksi biasanya tidak dipengaruhi

oleh suhu, tekanan, dan katalis.

A. Notasi Bethe (Notasi Reaksi Inti)

Reaksi inti yang merupakan proses transformasi inti atom target, yang

umumnya terjadi melalui penembakan inti atom target dengan proyektil yang

dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut:

𝑋𝑍1

𝐴1 + 𝑎𝑍2

𝐴2 → 𝑏𝑍3

𝐴3 + 𝑌𝑍4

𝐴4

Dengan :

X = inti atom target

a = partikel penembak (proyektil)

b = partikel yang terpancar (ejektil)

Y = inti produk (rekoil)

Page 2: reaksi inti

2

Secara singkat untuk menyatakan reaksi inti dapat dituliskan dalam bentuk

notasi Bethe, bentuk umum dari notasi Bethe yang menggambarkan reaksi di atas

adalah:

A1X(a,b)

A4Y

Dalam notasi Bethe ini, inti target digambarkan di depan kurung, proyekil

dan ejektil ditulis di dalam kurung dan terpisah dengan tanda “,” sebagai pemisah,

di belakang kurung ditulis inti produk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

contoh-contoh berikut:

a. 24Mg(d,α)

22Na

b. 23Na(n,𝜸)

24Na

c. 35Cl(n,p)

35S

d. 63Cu(p,p3n9α)

24Na

B. Tipe Reaksi Inti

Suatu cara untuk mensederhanakan penamaan reaksi inti hanyalah dengan

menyebutkan (a,b) pada inti sasaran. Jadi, untuk reaksi 35

Cl (n,p) 35

S disebut

reaksi (n,p) pada 35

Cl. Berdasarkan sifat-sifat dari a dan b maka reaksi-reaksi inti

dibedakan ke dalam beberapa jenis seperti diuraikan berikut ini.

1. Hamburan Elastik

Pada penembakan inti, dimana hasilnya a = b dan X = Y, disebut peristiwa

hamburan elastik. Partikel penembak menumbuk inti sasaran, ia kehilangan

sebagian energi kinetiknya, yang dialihkan pada inti sasaran. Tidak terjadi

perubahan energi potensial total, dan energi kinetiknya kekal. Jumlah energi

yang ditransfer ke inti sasaran dapat dihitung dengan rumus:

Em M) (m

2sin M m 4

E2

2

M

dengan Em adalah energi kinetik awal dari partikel penembak dengan massa m,

dan EM adalah energi kinetik yang diterima oleh inti sasaran dengan massa M.

Teta () adalah besar sudut penyimpangan dari arah datang semula dengan arah

setelah menumbuk inti sasaran.

Page 3: reaksi inti

3

Hamburan elastik digunakan dalam perlambatan neutron cepat oleh

moderator di dalam reaktor nuklir. Contoh reaksi hamburan elastik adalah

sebagai berikut:

235U+ n

236U

* 235U + n

2. Hamburan Inelastik

Suatu proses penghamburan dianggap inelastik jika sebagian energi kinetik

partikel misil digunakan untuk menaikkan energi potensial inti sasaran, antara

lain berupa eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Dalam kasus ini energi

kinetik sistem tidak kekal.

Contoh :

16O + n →

16O* + n

27Al + n →

28Al

*→

27Al

* + n

107Ag (n,n)

107mAg

1𝑇

44,35

107Ag

Pada contoh di atas netron berenergi tinggi mengakibatkan inti target 107

Ag

berada dalam keadaan tereksitasi dengan waktu hidup 44,35 detik, proses ini

memancarkan netron dengan energi kinetik lebih rendah.

3. Reaksi Fotonuklir

Reaksi-reaksi inti yang diinduksi oleh sinar-X atau photon berenergi

tinggi (>10 MeV) dipandang sebagai reaksi-reaksi fotonuklir. Dalam reaksi ini

a = dan b lebih sering adalah n atau p dan bila menggunakan photon dengan

energi sangat tinggi maka b kemungkinan besar adalah d, t atau atau bahkan

campuran partikel-partikel.

a. 9Be (ᵞ, n)

8Be 2α

b. 2H (ᵞ, n)

1H

4. Tangkapan Radioaktif

Bila partikel misil diserap oleh inti sasaran, inti sasaran tereksitasi yang

kemudian memancarkan radiasi satu atau lebih photon gamma (). Reaksi yang

paling umum adalah (n, ), dimana hasilnya adalah isotop dari inti sasaran yang

massanya satu satuan massa lebih besar. Contoh : 23

Na (n, ) 24

Na, 31

P (n, )

32P,

179Au (n, )

180Au.

Page 4: reaksi inti

4

Selain reaksi (n, ) ada pula reaksi (p, ), tetapi disini inti hasilnya bukan

isotop dari inti sasaran. Contoh : 19

F (p, ) 20

Ne, 27

Al (p, ) 28

Si. Reaksi inti

jenis lain meliputi reaksi (n,p), (p,n), (n, ), (,n), d,p), (d,n), (,t).

5. Reaksi Nuklir Khusus

Dalam reaksi-reaksi yang telah disebutkan terdahulu, perbedaan massa inti

sasaran dengan inti hasil hanya satu atau beberapa unit massa. Ada sejumlah

reaksi inti yang mengakibatkan inti sasaran tersobek-sobek atau terpecah

menjadi dua bagian yang massanya lebih kurang sama. Yang termasuk dalam

kelompok reaksi demikian adalah:

a) Penguapan (evaporasi) yaitu bila berbagai nukleon dan atau gabungan

nukleon seperti partikel alpha meninggalkan inti sasaran. Contoh 27

Al

(d,p) 24

Na.

b) Spalasi yaitu reaksi yang sedikit lebih hebat dari evaporasi. Sejumlah

besar nukleon dilemparkan keluar dan hasilnya jauh lebih ringan dari inti

sasaran. Contoh 63

Cu (p,p3n9) 24

Na.

c) Fisi yaitu suatu proses dimana inti yang tereksitasi oleh neutron atau cara

lain, membelah menjadi dua bagian yang massanya seimbang. Contoh:

235U + n

236U

* 137Te +

97Zr +2n

Probabilitas reaksi dapat pula dinyatakan sebagai probabilitas untuk

menemukan partikel b pada partikel datang a atau oI

I . Persamaan

rumusnya adalah:

A

N σ

oI

I

dengan = luas efektif dan N = jumlah inti atom.

d) Fragmentasi jika inti tereksitasi hebat, sekitar 0,5 GeV pecah menjadi dua

fragmen, yaitu satu fragmen ringan dan satu fragmen berat dengan rasio

N/Z sama dengan induknya. Energi eksitasinya tidak terdistribusi secara

merata diantara fragmen ringan dan fragmen berat.

e) Pelucutan/Stripping Reaction proyektil pada reaksi stripping sebelum

mencapai target pecah menjadi beberapa bagian karena pengaruh gaya

Page 5: reaksi inti

5

Coulomb. Satu atau beberapa bagian dari proyektil tersebut dapat

mencapai inti, sedangkan bagian lainnya terlepas. Deutron yang dipercepat

dapat dianggap terdiri satu proton dan satu neutron, pada proses ini

neutron lebih mudah ditangkap oleh inti, seperti pada contoh reaksi:

63Cu + d (=n+p)

64Cu + p

Pada reaksi pelucutan, diperoleh inti produk yang lebih berat daripada inti

target.

C. Kekekalan Pada Reaksi Nuklir

Pada reaksi inti berlaku beberapa hukum-hukum kekekalan diantaranya

jumlah proton (Z), jumlah neutron (N), kekekalan massa, kekekalan momentum

angular dan linear, dan kekekalan energi.

1. Kekekalan proton dan neutron

Kecuali pada reaksi peluruhan β, pada semua reaksi nuklir lambat, jumlah

proton dan jumlah neutron, selalu konstan sehingga nomor massa (A) awal dan

akhir reaksi konstan. Dengan kata lain muatan dan massa reaktan sama dengan

muatan massa produk, seperti pada reaksi 24

Mg(d,α)22

Na harus dipenuhi:

Zreaktan= Zproduk= 13

Nreaktan= Zproduk= 13

Seperti halnya reaksi peluruhan β, pada reaksi yang berlangsung proyektil

berenergi sangat tinggi (E ≥ 0,3 GeV) dihasilkan π meson dan anti partikel,

jumlah Z dan jumlah N juga tidak konstan, tetapi jumlah keduanya (A)

(konstan).

63Cu(p + pπ

+)

63Ni

Z reaktan (=30) tidak sama dengan jumlah Z produk (=29). N reaktan

(=34) tidak sama dengan jumlah N produk (=35). Tetapi A reaktan (=64)

sama dengan jumlah A produk (=64).

2. Kekekalan Momentum

Momentum suatu proyektil, a (yang bermassa m dan berkecepatan v) pada

suatu reaksi nuklir sama dengan momentum inti majemuk (X +a) sehingga:

mv = (m+ M)V

dengan, M : massa inti target

Page 6: reaksi inti

6

V : kecepatan inti majemuk

Inti majemuk adalah “persenyawaan” inti target dan projektil yang berada

pada keadaan tereksitasi. Dari hukum kekekalan momentum linear tersebut

diperoleh:

vM m

m V

Energi kinetik yang berasal dari proyektil sebagian ditransfer menjadi

energi kinetik inti majemuk (energi translasi) dan sebagian ditransfer menjadi

energi eksitasi inti majemuk. Besarnya energi kinetik proyektil yang ditranfer

menjadi energi translasi (Tr) adalah:

Tr =1

2 (m+M)V

2

Tr =𝑚

𝑚+𝑀 Ta

Ta adalah energi kinetik proyektil

Sedangkan besarnya energi proyektil yang ditransfer menjadi energi

eksitasi inti majemuk adalah:

(Ta - Tr ) =𝑚

𝑚+𝑀 Ta

Selain kekekalan momentum sudut linear, pada reaksi inti juga harus

dipenuhi hukum kekekalan momentum sudut.

3. Kekekalan Energi

Pada reaksi inti, total energi reaktan harus sama dengan total energi

produk. Untuk reaksi :

X + e → b + y

Berlaku:

(mx + ma)931 + Ea = (mb +my)931 + Eb + Ey

E : energi kinetik

931 : pengubah satuan massa menjadi satuan energi (MeV), dengan asumsi

bahwa inti target tidak mempunyai energi kinetik.

Jika persamaan diatas disusun ulang maka diperoleh:

(mx + ma – mb - my)931= Eb + Ey= Q, atau

Q= 931 ∆m

Page 7: reaksi inti

7

∆m : massa yang hilang

Q : energi reaksi

Jika Q berharga positif berarti terjadi pengurangan massa dan reaksi ini

disebut reaksi eksoergik, jika Q berharga negatif berarti terjadi perolehan

massa dan reaksinya disebut reaksi endoergik. Pada umumnya harga Ey sulit

diukur, sehingga untuk harga Q diperoleh dari ∆m.

4. Ambang Energi Reaksi Inti

Ambang energi reaksi inti adalah energi minimum yang diperlukan agar

reaksi inti dapat berlangsung. Dari pengertian ini, maka ambang energi tidak

penting dalam reaksi eksoergik, tetapi sangat penting untuk kelangsungan

reaksi endoegrik.

Harga ambang energi pada reaksi endoergik sama dengan –Q seperti yang

telah dibahas sebelumnya, bahwa fraksi [𝑀

𝑚+𝑀] dari energi kinetik proyektil

(Ea) digunakan untuk energi eksitasi inti majemuk, sehingga reaksi hanya

mungkin berlangsung jika:

[𝑀

𝑚+𝑀]Ea ≥ Q

atau,

Ea ≥ [1+ 𝑚

𝑀]Q

Dengan demikian, jika deutron berenergi 8 MeV ditembakkan pada inti

target magnesium, energi yang digunakan untuk reaksi 24

Mg(d,α)23

Na hanya

24

2+24 x 8 = 7,38 MeV.

D. Penampang Lintang Reaksi

Penampang Lintang Reaksi merupakan suatu ukuran kebolehjadian

berlangsungnya reaksi, dinyatakan dalam satuan barn ( 1 barn = 10-24

cm2). Pada

reaksi inti, dimana seberkas partikel (flux) proyektil mengenai inti target, maka

penampang lintang reaksinya dinyatakan dalam persamaan :

Ri = αil.n.x

Dengan,

R : jumlah total dari proses tertentu yang terjadi dalam suatu target satuan waktu

l : jumlah partikel penembak persatuan waktu

Page 8: reaksi inti

8

n : jumlah inti target per sentimeter kubik target

x : tebal target dalam sentimeter

αi : penampang lintang reaksi dinyatakan dalam sentimeter kuadrat

1. Penampang Lintang Geometri dan Penampang Lintang Reaksi

Penampang lintang geometri dari inti sperik dinyatakan dalam persamaan

πR2, dimana R adalah jari-jari inti. Jari-jari inti dapat dihitung berdasarkan

persamaan 1,4xA1/3

F, dengan A adalah massa atom.

Penampang lintang reaksi berbeda dengan penampang lintang geometri,

dan tidak terdapat hubungan nyata antar keduanya. Penampang lintang

geometri mempunyai rentangan harga sempit, sedang penampang lintang

reaksi mempunyai rentang harga lebar (10-3

– 10-5

b). Sebagai contoh : isotop

216Po dan

27Al berturut-turut jari-jarinya adalah 8,4 F dan 4,2 F , berarti jari-jari

216Po dua kali lebih besar dari pada jari-jari

27Al (merupakan rentangan

sempit), sedangkan penampang lintang reaksinya berturut-turut 0,554 dan

2,217 b (rentangan lebar). Selanjutnya dalam reaksi penembakan terhadap

target yang sama dengan proyektil dan energi yang juga sama, dapat

dinyatakan dengan lebih dari satu penampang lintang reaksi; tergantung dari

tipe reaksi yang terjadi. Jika 235

U ditembaki dengan neutron lambat membentuk

inti senyawa 236

U*, dari tujuh kejadian yang mungkin, terdapat 6 kejadian yang

merupakan reaksi fissi, sedang satu kejadian lainnya merupakan reaksi

peluruhan gamma. Dengan demikian penampang lintang reaksinya dapat

dinyatakan dalam 3 macam, yaitu penampang lintang reaksi fissi (=580 barn),

penampang lintang reaksi peluruhan gamma (=107 barn), dan penampang

lintang reaksi total (687 barn).

2. Penampang lintang reaksi Penangkapan Neutron-Hukum 1/v

Pada umumnya penampang lintang reaksi penangkapan neutron

berbanding terbalik dengan kecepatan neutron. Kenyataan ini dinamakan

hukum 1/v.

Page 9: reaksi inti

9

Lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Variasi Penampang Lintang Reaksi dengan Energi

E. Teori Inti Majemuk

Berdasarkan model inti, yaitu model tetes cairan. Bohe (1936) mengusulkan

teori pembentukkan inti majemuk yaitu interaksi antara proyektil dengan inti

target. Beberapa konsep dasar dari teori ini diutarakan sebagai berikut.

1. Konsep inti majemuk

1) Inti majemuk (C*) tersusun atas proyektil dan inti target, maka:

𝑋𝑍1

𝐴1 + 𝑎𝑍1

𝐴2 → 𝐴1

𝑍1 → 𝐶𝑍2

𝐴2 ∗

Contoh :

24Mg + d →

26Al

*

63Cu + p →

64Zn

*

60Ni + α →

64Zn

*

2) Inti majemuk berada dalam keadaan tereksitasi, energi eksitasi inti majemuk

adalah jumlah energi kinetik proyektil ditambah dengan energi ikat

mejemuk.

Page 10: reaksi inti

10

3) Energi eksitasi dari proyektil terdistribusikan pada nukleon-nukleon inti

majemuk secara acak. Waktu (t) yang diperlukan untuk mendistribusikan

energi oleh partikel (dengan kecepatan V) pada inti target dengan diameter

2R, dinyatakan dalam persamaan:

𝑡 = 2𝑅

𝑉

Jika neutron cepat berenergi 1 MeV, dengan kecepatan ~107 ms

-1 dan

menumbuk inti target berdiameter ~10-14

m, maka diperlukan waktu

randomisasi energi ~10-21

s. Jika neutronnya berkecepatan ~10-2

s, maka

waktu randomisasinya 10-17

s, ini disebut waktu alamiah inti.

4) Reaksi X(a,b)Y dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pembentukkan

inti majemuk dan tahap peluruhan inti majemuk menjadi produk

berlangsung lebih lambat (kira-kira 10-15

-10-14

a) dibandingkan dengan

waktu alamiah inti (kira-kira 10-17

-10-21

s). Dengan demikian waktu hidup

inti majemuk relatif lebih lama.

Implikasi dari konsep inti majemuk itu antara lain:

a. Inti majemuk yang sama dapat dibentuk melalui lebih dari satu cara, yaitu

dari pasangan proyektil dan target yang berbeda.

b. Produk peluruhan yang terbentuk tidak tergantung pada modus

pembentukkannya (melupakan sejarah pembentukkannya).

c. Produk peluruhan inti majemuk tidak tergantung pada modus pembentukkan

inti majemuk tersebut, tetap relatif tergantung pada energi eksitasi.

d. Karena bebas dari energi pembentukkan, maka proses peluruhan inti

majemuk menjadi produk, terpancar secara isotropik (hampir seragam pada

segala arah), tanpa ada hubungannya dengan arah proyektil.

2. Tingkat eksitasi inti majemuk

Total energi eksitasi dari inti majemuk diperoleh dari dua faktor yaitu:

a. Transfer energi kinetik proyektil

b. Energi ikat inti majemuk

Page 11: reaksi inti

11

Contoh soal:

Jika 24

Mg ditembaki dengan deutron berenergi 8 MeV, maka energi eksitasi

pembentukan inti majemuk 26

Al* dapat dihitung sebagai berikut:

(i) Energi eksitasi inti majemuk yang berasal dari energi deutron:

24

26 x 8 MeV = 7,38 MeV

(ii) Energi ikat inti majemuk :

∆m = (m (24

Mg) + m (2d) – m (

26Al*)) 931

∆m = (23,985045 + 2,014102 – 25,986900) 931

∆m = 0,012247 x 931

∆m = 11,40 MeV

Dengan demikian, energi eksitasi Al* = 7,28 MeV + 11,40 MeV = 18,78 MeV.

Berdasarkan konsep inti majemuk, total energi eksitasi terdistribusi secara

acak pada nukleon-nukleon inti majemuk. Kebolehjadian distribusi energi

eksitasi secara merata (seragam) pada setiap nukleon sangat kecil. Untuk lebih

jelasnya, pada reaksi (Mg + d), jika energi eksitasinya terdistribusi secara

merata, maka setiap nukleon memperoleh energi sebesar 18,78

26 = 0,72 MeV. Hal

ini tidak mungkin terjadi, sebab energi nukleon tersebut terlalu kecil untuk

mengatasi fermi gap (~8) MeV, sehingga tidak mungkin terjadi pemecahan

nukleon.

Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa energi eksitasi terdistribusi secara

acak, sehingga memungkinkan terjadinya konsentrasi energi pada kelompok

nukleon tertentu lebih besar dibandingkan pada nukleon lainnya. Setiap

pendistribusian berhubungan dengan tingkat energi dan bervariasi dari suatu

kejadian ke kejadian lainnya.

3. Waktu hidup dan lebar setengah puncak

Waktu hidup inti majemuk (inti tereksitasi) dapat ditentukan berdasarkan

nilai lebar setengah puncak (┌) yang diperoleh dari spektrum energi inti

tereksitasi. Nilai ┌ diperoleh melalui pengukuran setengah tinggi puncak-

puncak resonansi yang bervariasi antara 0,1 sampai 104 eV, dan tergantung

Page 12: reaksi inti

12

pada besarnya energi eksitasi dan massa inti. Setiap tingkat eksitasi juga

mempunyai waktu hidup rata-rata (𝜏̅ = 1/ tetapan peluruhan).

Berdasarkan prinsip ketidakpastian, maka untuk tingkat eksitasi berlaku:

∆𝜏̅i ∆𝜏̅ = ђ = 1,0544 x 10-34

Js

Waktu hidup rata-rata diberikan oleh persamaan:

𝜏̅ = ђ

┌ =

6,6 𝑥 10−16

┌ s , ┌ dalam eV

Jika ┌ yang bervariasi antara 0,1 – 10-4

, maka eV, 𝜏̅ bervariasi antara 10-15

sampai 10-12

s.

Gambar 1. Tangkapan resonansi neutron pada 0,65 eV oleh Iridium.

Setiap modus peluruhan mempunyai harga lebar setengah puncak yang

berbeda, oleh karena itu:

┌total = ┌ɤ+ ┌n + ┌2n + ┌r + ┌α + ....

Dengan ┌ɤ, ┌n ...... adalah lebar setengah puncak untuk masing-masing

modus peluruhan.

F. Reaksi Interaksi Langsung

Reaksi Inti Langsung (berenergi tinggi dengan E 750 MeV sampai rentang

GeV) mempunyai sifat khusus, yaitu menunjukkan variasi penampang lintang

yang sangat sedikit akibat tingginya energi proyektil, sehingga puncak

resonansinya hampir tidak ada.

Pada reaksi inti dengan proyektil berenergi ultra tinggi, sebagian besar fraksi

energi partikel proyektil ditransfer ke suatu atau sebagian kecil nukleon pada inti

target. Pemancaran neutron segera terjadi karena energi proyektil mampu

mengatasi semua penghalang. Proyektil mampu menumbuk beberapa nukleon dan

segera setelah penumbukan tersebut terjadi pemancaran. Proses pemancaran

Page 13: reaksi inti

13

nukleon tertentu memiliki arah tertentu pula, dan terpencar secara non-isotropik

(tergantung arah datangnya proyektil).

Menurut teori interaksi langsung reaksi inti terjadi dalam dua tahap:

a. Emisi nukleon-nukleon gasip, sesuai dengan arah proyektil.

b. Evaporasi partikel-partikel dari inti residu.

G. Reaksi Inti Spesifik

Blatt dan Weisskopf mengklasifikasikan reaksi inti berdasarkan:

a. Proyektil alamiah: Neutron, proton, deutron, triton, alfa, ion-ion berat atau

foton.

b. Energi partikel proyektil: Rendah (< keV), sedang ( 1-500keV), tinggi (0,5-10

MeV), sangat tinggi (<10 MeV).

c. Massa inti target: Ringan (<25), sedang (25-80) dan berat (>80).

Berikut dibahas beberapa reaksi inti yang didasarkan pada klasifikasi

tersebut.

1. Reaksi dengan Neutron

Karena netron tidak mendapatkan halangan Coulomb, maka reaksi inti

yang diinduksi netron pada berbagai macam energi tidak hanya berjumlah

banyak, tetapi juga penting jika ditinjau dari aspek teori dan penggunaan.

a. Neutron energi E < 1 keV

Reaksi neutron berenergi rendah dengan inti target ringan maupun inti target

berat adalah: (n, n), (n, ɤ), dan (n, r).

b. Neutron berenergi sedang 1< E< 10 MeV

Tipe reaksi yang terjadi sama dengan tipe reaksi yang terjadi pada neutron

berenergi rendah, berdasarkan urutan menurunnya penampang lintang

terjadi reaksi: (n, n), (n, ɤ) , (n, r). reaksi ini terjadi pada semua inti target

sedang (A>25).

c. Neutron berenergi tinggi

Reaksi neutron berenergi tinggi dengan inti target sedang menghasilkan (n,

n), (n, α), (n, p). Jika inti targetnya berat, maka tipe reaksi yang terjadi

adalah (n, n), (n, p), (n, γ).

Page 14: reaksi inti

14

Contoh :

35Cl (n, α)

32P

203Tl (n, α)

200Au

35Cl (n, p)

35S

d. Neutron berenergi sangat tinggi

Reaksi neutron berenergi sangat tinggi dengan inti target sedang

menghasilkan tipe reaksi: (n, 2n), (n, n), (n, p), (n, np), (n, 2p), (n, α), (n, m)

adalah reaksi evaporasi.

Contoh :

79Br (n, 2n)

78Br

65Cu (n, nα)

61Co

63Cu (n, α2n)

58Cu

2. Reaksi dengan partikel bermuatan

Reaksi neutron lambat disertai oleh pemancaran partikel bermuatan

seperti alpha dan proton. Pada reaksi ini agar dapat keluar dari inti, partikel

bermuatan harus mempunyai energi yang cukup untuk mengatasi rintangan

potensial. Sebagian energi diperoleh dari neutron yang ditangkap. Proses

pemancaran partikel bermuatan (n,α) tampak pada persamaan sebagai berikut :

Contoh reaksi

Sedang reaksi (n,p) dapat ditulis menjadi :

Contoh reaksi :

Reaksi partikel bermuatan dengan inti target mungkin dapat berlangsung

jika energi proyektil mampu mengatasi halangan Coulomb reaksi yang terjadi

berdasarkan penurunan penampang lintang reaksinya diuraikan di bawah ini.

Page 15: reaksi inti

15

3. Reaksi dengan deuteron

Reaksi dengan deutron yang dipercepat memberikan hasil yang spesifik,

dengan karekteristik:

a. Sederhana dan umumnya terjadi penurunan energi ikat inti dengan

penurunan energi ikat rata-rata 1,115 MeV.

b. Distribusi muatan tidak simetris.

c. Pada keadaan dasar merupakan suatu triplet, dengan spin paralel untuk

proton dan neutron.

Reaksi inti target dengan deutron sulit dipastikan terjadinya inti majemuk,

khususnya pada reaksi striping. Pada reaksi ini deutron pecah menjadi dua

partikel. Salah satu partikel ditangkap target, sebagaimana dalam reaksi (d,p)

dan (d,n). Hal ini hanya mungkin terjadi pada deutron berenergi tinggi.

𝑋𝑍𝐴 + 𝑑 → 𝑋𝑍

𝐴+1 + 𝑝

Contoh : 18

Br (d,p)82

Br

𝑋𝑍𝐴 + 𝑑 → 𝑋𝑍+1

𝐴+1 + 𝑛

Contoh : 57

Fe(d,n)58

Co

Rekasi (d,p) kemungkinan terjadi pada energi rendah dan disebut reaksi

Oppenheimer-Philips. Deutron pecah menjadi n + p, sehingga inti target mudah

menangkap neutron (tanpa halangan Coulomb), sedang protonnya dilepaskan.

Energi sedang

(< E, 500 keV)

• Inti sedang

(p, n), (p, γ), (p, α), (p, r)

• Inti berat

Energi partikel belum cukup untuk melangsungkan reaksi. contoh : 27Al (p, γ) 28Si

Energi tinggi

(0,5 MeV < E < 10 MeV)

• Inti sedang

(p, n), (p, p), (p, α), (p, r)

• Inti berat

(p, n), (p, p), (p, J)

Energi sangat tinggi

(E> 10 MeV)

• Inti sedang

(p, 2n), (p, n), (p, p), (p, np), (p, 2p), (p, α)

• Inti berat sama dengan tipe reaksi yang terjadi pada inti sedang. Contoh :

• 63Cu (p, 2p6nα) 52Fe

• 209Bi (p, 8n) 202Po

Page 16: reaksi inti

16

Beberapa tipe reaksi dengan deutron berenergi tinggi dan sangat tinggi

diuraikan sebagai berikut:

4. Reaksi dengan Triton

Tipe reaksi yang terjadi sama seperti pada tipe reaksi dengan deutron,

reaksi Oppenhiemer-Philips dalam hal ini (t,p) dan (t,d), misalnya:

12C (t,p)

14C;

59Co(t,p)

61Co;

63Cu(t,d)

64Cu

5. Reaksi dengan alpha

Reaksi dengan partikel pertama kali digunakan dalam eksperimen

Ruttherford (1919), yaitu:

14N + α → p +

17O

Partikel alpha diperoleh dari peluruhan radioaktif alam yang berenergi

lemah dan fluxnya terbatas. Partikel alpha dengan inti target menghasilkan

hamburan (α, α). Hal inilah yang menjadi dasar postulat inti atom oleh

Rutherford. Reaksi inti dengan partikel alpha dapat berlangsung pada kondisi

energi tinggi atau sangat tinggi. Tipe reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Energi tinggi Energi sangat tinggi

(α, n): 109

Ag (α,n) 112

In

Energi Tinggi

(α, n): 109

Ag (α,2n) 111

In

Energi sangat tinggi

(α,p), (α, α), (α, J)

Contoh :

200

Au (α,n)203

Tl

(α,n), (α, p), (α, np),

(α,2p), (α, 2p), (α, np)

(α, 2p), (α, d)

(α,m): 239

Pu (α, 5n) 238

Cm

Energi tinggi Energi sangat tinggi

(d, p), (d, n), (d, pn)

(d, 2n), (d, α)

Contoh :

24Mg (d, α)

22Na

(d, p), (d, 2n), (d, pn)

(d, 3n), (d, d), (d,t), (d,m)

Contoh :

75As (d, 2n)

75Se

75As (d, p6n)

70As

7Li (d, t)

6Li

Page 17: reaksi inti

17

239Pu (αp2n)

240Am

H. Interaksi Fotonuklir

Proses eksitasi inti yang menghasilkan peluruhan tidak hanya disebabkan

oleh partikel berenergi tinggi, tetapi dapat pula disebabkan oleh foton berenergi

tinggi. Reaksi ini di sebut reaksi fotonuklir.

1. Sumber Foton Berenergi Tinggi

a. Foton berenergi tinggi dapat diperoleh melalui perlambatan elektron

berenergi tinggi.

b. Foton berenergi tinggi dapat pula dihasilkan dari reaksi penangkapan

radiatif, misalnya:

7Li(p,𝜸)2

4He (E𝜸 = 17,6 MeV)

3H(p,𝜸)

4He (E𝜸 = 14,8 MeV)

c. Anihilasi gamma hasil penembakan elektron berenergi tinggi terhadap inti

target tebal. Pada anihilasi terbentuk 2 foton sinar gamma, yang masing-

masing berenergi 0,51 MeV.

2. Tipe Interaksi Fotonuklir

a. Interaksi (𝜸,𝜸) yaitu eksitasi inti yang dilanjutkan dengan deeksitasi berupa

pemancaran radiasi. Contoh :115

In(𝜸,𝜸)115

In

b. Interaksi (𝜸,p), (𝜸,n), dan (𝜸,2n)

Reaksi ini dapat berlangsung jika energi foton mencapai 7-8 MeV.

Penghalang Coulomb diduga akan mempersulit reaksi (𝜸,p), tetapi

kenyataannya penampang lintang reaksi (𝜸,p) lebih besar dari pada

penampang lintang reaksi (𝜸,n). Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya

interaksi langsung antara energi foton dengan proton sebelum energi foton

itu ditransfer pada setiap nukleon.

Contoh reaksi: (γ, n) : 9Be + γ

8Be + n

(γ, p) : 28

S + γ 27

Al + p

(γ, 2n) : 26

Al + γ 24

Mg + 2n

Page 18: reaksi inti

18

c. Interaksi (𝜸,α) misalnya : 51

V(𝜸,α)47

Sc; 16

O(𝜸,α)12

C.

d. Interaksi (𝜸,m) yaitu reaksi penangkapan foton yang diikuti dengan

evaporasi nukleon.

Contoh: 12

C(𝜸,3α); 16

O(𝜸,4α); 19

F(𝜸,2n)17

F; 24

Mg(𝜸,αpn)18

F; 15

As(𝜸,αp2n)

68Zn;

107Ag(𝜸,

8Li)

99Ru.

Page 19: reaksi inti

19

Daftar Pustaka

Chang, R. (2005). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Setiabudi, A dan Agus, A. (2000). Radio Kimia. Bandung: Jurdik Kimia FPMIPA UPI.

Sutardi. (2002). Radiokimia II. Malang: Jurdik Kimia FPMIPA Universitas Negeri

Malang.