bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1...

12
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanaknnya kegiatan pembelajaran disekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan positif kemudian mengarah kepada perubahan positif. Sudjana (2010:22) mendefinisikan hasil belajar sebagai suatu kemampuan siswa setelah menerima pengalaman belajar. Senada dengan pendapat Sudjana, Warsito (dalam Depdiknas, 2006:125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan mengajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku kearah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik (Purwanto, 2011:44-47). Mendasarkan pada kutipan tersebut, Purwanto (2011) mendefinisikan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat proses pembelajaran yang didasarkan pada tujuan pengajaran. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpulan data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni dkk (2010:28) instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes tes dan non tes. Selanjutnya menurut Hamalik (2006:155) memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh

Upload: hoangthuy

Post on 08-Apr-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanaknnya kegiatan

pembelajaran disekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar

yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan positif kemudian

mengarah kepada perubahan positif.

Sudjana (2010:22) mendefinisikan hasil belajar sebagai suatu kemampuan

siswa setelah menerima pengalaman belajar. Senada dengan pendapat Sudjana,

Warsito (dalam Depdiknas, 2006:125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan

mengajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku kearah positif yang relatif

permanen pada diri orang yang belajar.

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil

menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas

atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional

sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan

perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku disebabkan

karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang

diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan

atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa

perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik

(Purwanto, 2011:44-47).

Mendasarkan pada kutipan tersebut, Purwanto (2011) mendefinisikan

bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat proses pembelajaran

yang didasarkan pada tujuan pengajaran.

Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan

melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai

pengumpulan data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut

Wahidmurni dkk (2010:28) instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes

tes dan non tes. Selanjutnya menurut Hamalik (2006:155) memberikan gambaran

bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

6

siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya

perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melaui

perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya

peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya

Jadi dapat disimpulkan bahwasanya hasil belajar adalah adanya perubahan

tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan

hasil dari aktivitas belajar. Hasil belajar siswa dapat diketahui melalui penilaian

kelas. Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi

untuk pemberian keputusan terhadap hasil belajar siswa, berdasarkan tahapan

kemajuan belajarnya sehingga didapat potret atau profil kemampuan siswa sesuai

dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum.

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar

kognitif yang dapat diketahui hasilnya dengan tes tertulis setelah proses

pembelajaran selesai.

2.1.1.2 .Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar

Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yaitu: informasi

verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara

Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan

seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu kognitif, afektif

dan psikomotorik.

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:

1. Faktor dari dalam diri siswa meliputi kemampuan yang dimilikinya,

motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,

ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan terutama

kualitas pengajaran.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi

digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern

(Slameto, 2010:54-72), sebagai berikut:

1. Faktor internal, yaitu jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh),

psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan) dan kelelahan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

7

2. Faktor eksternal, yaitu keluarga (cara orang tua mendidik, relasi

antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan),

sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,

relasi siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan

gedung, metode belajar, tugas rumah), masyarakat (kegiatan siswa

dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan

masyarakat).

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada

dua yaitu faktor intern (dari dalam diri siswa) dan faktor ekstern (dari keluarga,

lingkungan dan masyarakat).

2.1.2 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

2.1.2.1 Hakikat Bahasa Indonesia

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena

itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dalam

berkomunikasi baik lisan maupun tertulis (Depdikbud,1995). Hal ini relevan

dengan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) yang tertuju pada pengembangan aspek fungsional bahasa

yaitu peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia. Dalam kurikulum 2004

(Depdiknas, 2004:3) dinyatakan bahwa standar kompetensi Bahasa dan Sastra

Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran Bahasa, yaitu berbahasa adalah

belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan

nilai-nilai kemanusiaan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia adalah

salahsatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tertulis.

Menurut Aminudin (1994) siswa akan belajar bahasa dengan baik bila: (1)

diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi

kesempatan berpartisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam

berbagai macam aktivitas, (3) bila secara sengaja memfokuskan pembelajarannya

kepada bentk keterampilan dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan

bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

8

dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran

dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

menyangkut kemajuan mereka, (7) jika diberi kesempatan untuk mengatur

pembelajaran mereka sendiri

2.1.2.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia

Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dinyatakan dalam

kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004: 6) adalah sebagai berikut:

a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa dan sastra

Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.

b. Siswa memahami bahasa dan sastra Indonesia dari segi bentuk,

makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif

untuk macam-macam tujuan, keperluan dan keadaan.

c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa dan sastra

Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

kematangan emosional dan kematangan sosial.

d. Siswa memiliki disiplin dalam berfikir dan berbahasa (berbicara

dan menulis).

e. Siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan,

serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

f. Siswa menghargai dan mengembanggakan sastra Indonesia

sebagai khasanah budaya dan intelektual Indonesia

Dari pernyataan diatas menekankan bahwa tujuan pembelajaran Bahasa

Indonesia adalah untuk memahami dan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik

dan benar serta menghargai Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang

digunakan untuk berkomunikasi.

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen

kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Keterampilan Menyimak

Menurut Tarigan (1994: 28) menyimak adalah suatu proses kegiatan

mendengarkan lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,

apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi

atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan

oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan

2. Keterampilan Berbicara

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

9

Menurut Guntur Tarigan dalam Isah C. & Hodijah (2008), Keterampilan

berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau

kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan

pikiran, gagasan, dan perasaan.

3. Keterampilan Membaca

Menurut Tarigan dalam Resmini dan Juanda (2008:74) membaca adalah

kegiatan berinteraksi dengan bahasa yang dikodekan dalam bentuk

cetakan-cetakan (huruf-huruf).

4. Keterampilan Menulis

Menulis itu berhubungan dengan membaca, berbicara dan menyimak. Baik

menulis maupun membaca, berbicara dan menyimak memiliki fungsi

untuk manusia dalam mengkomunikasikan pesan melalui bahasa.

2.1.3 Model Pembelajaran Talking Stick

2.1.3.1 PengertianModel Pembelajaran Talking Stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah model yang pada mulanya

digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara

atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku),

sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Locust dalam Kimberly (1998:2) berikut ini.

The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as

a means of just and impartial hearing. The talking stick was

commonly used in council circles to decide who had the right to

speak. When matters of great concern would come before the council,

the leading elder would hold the talking stick, and begin the

discussion. When he would finish what he had to say, he would hold

out the talking stick, and whoever would speak after him would take it.

In this manner, the stick would be passed from one individual to

another until all who wanted to speak had done so. The stick was then

passed back to the elder for safe keeping.

Dari Kutipan tersebut mengandung arti tongkat berbicara telah digunakan

selama berabad-abad oleh suku– suku Indian sebagai alat menyimak secara adil

dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk

memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat

mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

10

Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya.

Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain

jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua

mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke

ketua/pimpinan rapat.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai

sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara

bergiliran/bergantian. Talking Stick termasuk salah satu metode pembelajaran

kooperatif. Menurut Kauchack dan Eggen dalam Azizah(1998), pembelajaran

kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan murid untuk bekerja

secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Kolaboratif sendiri diartikan sebagai

falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama.

Peserta didik betanggungjawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha

menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan

pada mereka dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

Dahlan (2000:120) mendefinisikan bahwa model pembelajaran talking

stick menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran siswa yang

mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus dijawab. Kemudian secara

estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lain secara bergiliran, demikian

seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan.

Sedangkan Sudjana (2001:10) mendefinisikan bahwa model pembelajaran

talking stick merupakan model pembelajaran yang menggunakan alat berupa

tongkat sebagai alat bantu bagi guru untuk mengajukan pertanyaan kepada siswa

dengan menimbulkan suasana yang menyenangkan. Tongkat tersebut digilirkan

pada siswa dan bagi siswa yang mendapatkan tongkat sesuai dengan aba-aba dari

guru, maka siswa diberi pertanyaan dari guru dan harus dijawab.

Jadi dapat disimpulkan model pembelajaran talking stick adalah model

pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat yang digunakan sebagai

sarana bagi siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan yang

diberikan guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Dengan model

pembelajaran seperti ini proses tanya jawab dilakukan secara acak. Sehingga mau

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

11

tidak mau setiap siswa harus berpastisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari

proses pembelajaran, karena setiap saat mereka akan dilibatkan dalam proses

tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa

dibiasakan untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya menciptakan

suasana nyaman dengan mengajak bernyanyi untuk estafet tongkat. Saat memberi

serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan

nada yang lembut. Ada canda, senyum dan tertawa sehingga menjadi nyaman dan

ceria. Jawaban siswa yang salah harus dihargai karena siswa sedang belajar dan

telah berpartisipasi. Sangsi dapat diberlakukan dengan hukuman yang sifatnya

positif dan menumbuhkan motivasi belajar siswa misalnya siswa diminta

menyanyi, berpuisi, berpantun. Dengan demikian pembelajaran dengan model

talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu siswa yang dilakukan

dalam bentuk permainan.

2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Talking Stick

Model pembelajaran talking stick memiliki kekurangan dan kelebihan.

Menurut Jamaludin (2011:2) model pembelajaran talking stick mempunyai

kelebihan sebagai berikut.

1.) Menguji kesiapan peserta didik dalam proses pembelajaran

2.) Melatih membaca dan memahami dengan cepat

3.) Agar lebih aktif dalam pembelajaran

4.) Membuat suasana pembelajaran sangat menyenangkan dan

kooperatf

Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran talking stick menurut

Deden (2010) adalah membuat siswa senam jantung, karena pembelajaran talking

stick menguji kesiapan siswa dalam menjawab pertanyaan.

2.1.3.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Talking Stick

Langkah-langkah model pembelajaran talking stick menurut Fatimah, Siti,

dkk (2008:27) adalah sebagai berikut:

1.) Guru menyiapkan sebuah tongkat

2.) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca dan

mempelajari materi pada buku pegangan atau buku paket.

3.) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya , lalu siswa

diminta menutup bukunya.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

12

4.) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah

itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang

tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai

sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab

pertanyaan dari guru.

5.) Guru memberikan kesimpulan

6.) Evaluasi

7.) Kesimpulan

Dari uraian diatas dijelaskan bahwa model pembelajaran talking stick

adalah pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat. Bagi siswa yang

memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari

materi pokoknya.

Adapun sintak pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut

Tabel 1

Sintak pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick

Fase Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Fase 1 :

Persiapan

Tongkat dan

Penyampaian

Materi

Menyiapkan

tongkat dan

menyampaikan

materi dengan

jelas.

Guru menyiapkan

tongkat dan

menyampaikan

materi yang sesuai

dengan buku teks.

Siswa menyimak

penjelasan dari

guru dan bertanya

jika ada penjelasan

dari guru yang

kurang jelas.

Fase 2 :

Memahami

materi

Siswa membaca

dan mempelajari

materi yang telah

disampaikan yang

kemudian siswa

menutup buku

setelah selesai

mempelajari materi

Guru memberikan

arahan untuk

mempelajari materi

dengan seksama dan

meminta siswa

menutup buku

setelah selesai

mempelajari materi

Siswa membaca

dan memahami

materi yang telah

disampaikan

dengan seksama

kemudian menutup

buku setelah

memahami materi

Fase 3 :

Tanya jawab

Memberikan

pertanyaan lisan

bagi siswa yang

memegang tongkat

Guru memberikan

pertanyaan bagi

siswa yang

memegang tongkat

Siswa yang

mmegang tongkat

menjawab

pertanyaan dari

guru

Fase 4:

Memberikan

Penghargaan/

Penguatan

Memberikan

penguatan positif

yang bertujuan

untuk menghargai

Guru memberikan

penguatan positif

berupa kartu hadiah

bagi siswa yang

Menerima

penguatan positif

dari guru dan

berkomitmen

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

13

Positif kinerja siswa dan

meningkatkan

motivasi siswa agar

belajar lebih baik

lagi pada

pembelajaran

selanjutnya

dapat menjawab

pertanyaan dengan

benar

untuk belajar lebih

baik lagi agar

memperoleh hasil

yang lebih baik

lagi.

Fase 5 :

Memberikan

Sangsi Positif

Memberikan sangsi

positif yang

bertujuan untuk

meningkatkan

motivasi siswa agar

belajar lebih baik

Guru memberikan

kartu sangsi bagi

siswa yang tidak

dapat mejawab

pertayaan. Sangsi

bersifat memotivasi

yaitu berisi perntah

bernyanyi dan

berpuisi

Menerima sangsi

dari guru dan

berkomitmen

untuk belajar lebih

baik lagi agar

memperoleh hasil

yang lebih baik.

Fase 6:

Memberikan

kesimpulan

Menyimpulkan

materi pada

pembelajaran yang

telah dilakukan.

Guru mengajak

siswa untuk

menyimpulkan

materi yang telah

dipelajari.

Siswa bersama

guru

menyimpulkan

materi yang telah

dipelajari.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pertama-tama yang dilakukan

guru adalah menyiapkan tongkat dan menyampikan materi pokok. Dilanjutkan

dengan siswa memahami kembali materi yang disampaikan guru dengan seksama

kemudian menutup bukunya. Setelah itu guru akan memberikan tongkat kepada

salah satu siswa dan bagi siswa yang mendapat tongkat akan mendapat pertanyaan

dari guru. Bagi siswa yang dapat menjaab pertanyaan dengan benar akan

mendapat penghargaan dri guru berupa kartu hadiah. Bagi siswa yang belum

mampu menjawab pertanyaan akan mendapat kartu sangsi dari guru. Kartu sangsi

berupa perintah untuk bernyanyi atau berpuisi. Setelah semua siswa mendapat

pertanyaan maka siswa bersama guru menyimpulkan materi atau hasil yang

didapat dari materi yang telah dipelajari.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan dilakukan Nova Enggelina Toreh dengan judul

Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick Dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

14

Bahasa Indonesia Pada Wacana Gotong Royong Kelas II SD GMIM I Tinoor

menemukan bahwa adanya peningkatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil

belajar siswa pada siklus I adalah 58%, sehingga peneliti melanjutkan penelitian

sampai siklus II. Pada pelaksanaan hasil belajar siklus II mengalami peningkatan

yakni 79%. Dari hasil pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar

Bahasa Indonesia pada wacana gotong royong siswa kelas II SD GMIM I Tinoor.

Isti Aprilia Wardhani, 2013 dalam PTK yang berjudul Peningkatan

Kualitas pembelajaran IPS melalui Model Pembelajran Talking Stick dengan

Media Visual pada siswa kelas IV SDN Purwoyoso 1 Kota Semarang menunjukan

keterampilan guru pada siklus 1 memperoleh skor 16 dengan kriteria cukup, siklus

2 memperoleh skor 27 dengan kriteria sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus 1

memperoleh skor 11,7 dengan kriteria cukup. Siklus 2 memperoleh skor 15,1

dengan kriteria baik dan siklus 3 memperoleh skor 16,8 dengan kriteria baik.

Natalia Tunas, dalam PTK yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran

Talking Stick dalam Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa kelas V

SD N 2 Tataran menemukan bahwa adanya peningkatan. Hasil penelitian

menunjukan bahwa hasil yang dicapai pada siklus pertama yaitu65,41%

sedangkan siklus kedua meningkat menjadi 97,70%

Sulistyani Dewa Ayu dalam PTK yang berjudul Implementasi Model

Pembelajaran Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas

IV SD N 3 Tinga-Tinga menemukan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar

IPA siswa sebesar 18, 67% pada siklus 1 sebesar 66,80% dengan kategori sedang

menjadi 85,47% pada siklus 2 pada kategori tiggi. Ketuntasan belajar pada siklus

1 yaitu 73.33% menjadi 100%.

Desi Mirajati, 2010 dalam PTK yang berjudul Penerapan Model

Pembelajaran Talking Stick dengan Teknik Story Telling dalam Meningkatkan

Kemampuan Menceritakan Pengalaman Orang Lain Siswa Kelas III SD N 1

Karangrejo Selomerto Wonosobo hasil penelitianmenunjukan nilai rata-rata

prasiklus 48,64 dengan persentase keberhasilan 0%. Nilai rata-rata siklus 1

mencapai 63, 03 dengan persentasekeberhasilan 61,90%. Nilai rata-rata siklus 2

meningkat menjadi 75,68% dengan persentase keberhasilan 76,19%.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

15

Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat dianalisis persamaan dan

perbedaannya yang meliputi variabel tindakan dan variabel hasil penelitian yang

telah dilaksanakan. Semua hasil penelitian tersebut menunjukan adanya

peningkatan antara prasiklus, siklus 1 dan siklus 2. Persamaan dan perbedaan

tersebut dapat dijelaskan melalui tabel berikut:

Tabel 2

Analisis Hasil Penelitian yang Relevan

No Nama

Peneliti

Variabel X Variabel Y Kelas Hasil

Model

Pembelajaran

Media

Pembelajaran

1. Nova

Enggelina

Toreh

Talking Stick - Hasil

Belajar

Bahasa

Indonesia

2 SD Mening-

Kat

2. Istia

Aprilia

Wardhani

Talking Stick Visual Kualitas

Pembelaja

ran IPS

4 SD Mening-

kat

3. Natalia

Tunas

Talking Stick - Hasil

Belajar

Bahasa

Indonesia

5 SD Mening-

kat

4. Sulistyani

Dewa Ayu

Talking Stick - Hasil

Belajar

IPA

4 SD Mening-

kat

5. Desi

Mirajati

Talking Stick - Kemampu

an

Mencerita

kan

3 SD Mening-

kat

6. Risnanda

Kusuma

Wardani

Talking Stick - Hasil

Belajar

Bahasa

Indonesia

3 SD Belum

diketah-

ui

Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking

stick dapat meningkatkan kualias pembelajaran dan hasil belajar Bahasa

Indonesia.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16085/2/T1_292011111_BAB II... · dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat

16

2.3 Kerangka Pikir

Talking stick adalah salah satu model pembelajaran yang diyakini dapat

meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia. Bahasa mempunyai peranan

penting dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan

untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia

dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu,

pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang sangat penting

karena menjadi faktor penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua mata

pelajaran.

Talking Stick dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia berorientasi

pada penciptaan kondisi dan suasana belajar aktif dari siswa karena adanya unsur

permainan dalam proses pembelajaran. Siswa yang memegang tongkat terlebih

dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari materi

pokoknya. Selanjutnya kegiatan tersebut dilakukan terus menerus sampai semua

siswa mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas

maka dapat ditarik hipotesis bahwa melalui penerapan model pembelajaran

talking stick dalam pembelajaran Bahasa Indonesia diduga dapat meningkatkan

hasil belajar siswa kelas 3 SD Mangunsari 5 Salatiga semester 2 tahun pelajaran

2014/2015.