gizi dan imunitas lansia

34
GIZI DAN IMUNITAS LANSIA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gizi Lanjut Usia Disusun oleh : Mizna Sabilla 108101000011 Titah Wulandari 108101000028 Iin Septiana 108101000032 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT 1

Upload: miznasabilla

Post on 23-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Permasalahan gizi yang berhubungan dengan imunitas lansia.

TRANSCRIPT

Page 1: Gizi Dan Imunitas Lansia

GIZI DAN IMUNITAS LANSIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gizi Lanjut Usia

Disusun oleh :

Mizna Sabilla 108101000011

Titah Wulandari 108101000028

Iin Septiana 108101000032

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H

1

Page 2: Gizi Dan Imunitas Lansia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, populasi penduduk lanjut

usia juga semakin bertambah dari hari ke hari. Pertumbuhan penduduk lansia yang

cepat di seluruh dunia telah mengatasi pertumbuhan kelompok usia lainnya. Hal ini

dapat dilihat melalui peningkatan penduduk lansia yang signifikan dimana pada tahun

2007, jumlah penduduk lanjut usia adalah sebesar 18,96 juta jiwa dan jumlah ini

meningkat menjadi 20.547.541 orang pada tahun 2009 (U.S. Census

Bureau,International Data Base, 2009). Di negara-negara maju, jumlah lansia juga

ternyata mengalami peningkatan, antara lain: Jepang (17,2%), Singapura (8,7%),

Hongkong (12,9%), dan Korea Selatan (12,9%) (Notoadmodjo, 2007).

Di Indonesia, peningkatan penduduk lansia juga cenderung meningkat dari

tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk lansia yang diperkirakan lebih cepat

dibandingkan dengan negara-negara lain telah menyebabkan Badan Pusat Statistik

menjadikan abad 21 bagi bangsa Indonesia sebagai abad lansia (BPS, 2004). Menurut

WHO, pada tahun 2025, Indonesia akan mengalami peningkatan lansia sebesar

41,4%, yang merupakan peningkatan tertinggi di dunia. Bahkan Perserikatan Bangsa-

Bangsa merperkirakan bahwa jumlah warga Indonesia akan mencapai kurang lebih 60

juta jiwa pada tahun 2050 seterusnya meletakkan Indonesia pada tempat ke-4 setelah

China, India, dan Amerika Serikat untuk jumlah penduduk lansia terbanyak

(Notoadmodjo, 2007).

Penambahan jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalah

komplek pada lansia, keluarga maupun masyarakat meliputi aspek fisik, biologis,

mental, maupun sosial ekonomi. Seiring dengan permasalahan tersebut, akan

mempengaruhi asupan makannya yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap

status gizi.

Pola penyakit lansia menempuh siklus hidup yang panjang sebelum

menimbulkan komplikasi dan manifestasi klinis. Awalnya seseorang sehat, dengan

bertambahnya usia dan tergantung gaya hidup yang dijalaninya dari lingkungan serta

pelayanan kesehatan yang diterimanya, orang tersebut menderita penyakit yang

biasanya disebut sebagai faktor risiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol

meniinggi dan lain-lain. Apabila penyakit tersebut tidak terdeteksi dan terobati secara

2

Page 3: Gizi Dan Imunitas Lansia

dini maka akan terjadi komplikasi penyakit yang menetap dalam tubuh lansia

(Hadisaputro dan Martono, 2000 dalam Kuswardani, 2009).

Selain penyakit yang bersifat degeneratif penyakit infeksi juga masih tinggi di

kalangan lansia. Kajian klinis dan epidemiologi telah menemukan bahwa angka

insidensi atau prevalensi penyakit infeksi meningkat atau berada paling tinggi pada

populasi geriartri (Yoshikawa, 1987). Pada lansia, daya tahan tubuh mereka akan

menjadi lemah jika dilihat secara fisik. Dalam penelitian yang dibuat oleh Fatmah

(2006) tentang respon imunitas pada lansia, beliau menemukan bahwa konfigurasi

limfosit dan reaksinya melawan infeksi berkurang yang ditunjukkan dengan rentannya

tubuh terhadap serangan penyakit apabila usia semakin meningkat. Infeksi yang

sering diderita pada lanjut usia diantaranya adalah pneumonia, dan angka kematian

bagi kasus ini adalah cukup tinggi sehingga mencapai 40% oleh karena daya tahan

tubuh yang menurun (Ismayadi, 2004).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran umum kaitan gizi dan imunitas lansia serta evaluasi

program intervensinya.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui zat gizi yang berpengaruh pada imunitas lansia

2. Mengetahui manfaat asupan gizi terhadap imunitas lansia

3. Mengetahui gambaran prevalensi masalah kesehatan lansia akibat rendahnya

imunitas tubuh

4. Mengetahui program untuk mengatasi masalah kesehatan lansia akibat

rendahnya imunitas tubuh

5. Mengevaluasi efektivitas program untuk mengatasi masalah imunitas lansia

3

Page 4: Gizi Dan Imunitas Lansia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas karena

adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di

hari tua, kecuali bila umur tersebut atau proses menua itu terjadi lebih awal dilihat

dari kondisi fisik, mental dan social (Mangoenprasodjo, 2005 dalam Kuswardani,

2009).

Menurut Arisman (2004) lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke

atas. Durnin (1992) dalam Arisman (2004) membagi lansia menjadi young elderly

(65-74 tahun) dan older elderly (75 tahun). Sementara Munro dkk, (1987)

mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian, yaitu usia 75-84 tahun dan 85

tahun. Sedangkan di Indonesia, M. Alwi Dahlan menyatakan bahwa orang dikatakan

lansia jika telah berumur di atas 60 tahun.

2.2 Proses Menua

Menua adalah proses proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki/mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan

memperbaiki kerusakan yang diderita (Tarigan, 2010).

Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak

mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua

sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Ada asumsi dasar

tentang teori penuan yang harus diperhatikan dalam mempelajari lansia, yaitu:

1. Lansia adalah bagian dari tumbuh kembang

2. Peningkatan jumlah lansia merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan

teknologi abad 20 (Hardywinoto, 2007 dalam Henniwati, 2008).

2.3 Status Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan

kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.

4

Page 5: Gizi Dan Imunitas Lansia

Nutrition status adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Almatsier (2001) status gizi adalah

keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.

Departemen Kesehatan republik Indonesia mempromosikan pedoman umum

gizi seimbang (PUGS), yang lebih dikenal dengan 13 pesan dasar gizi seimbang,

yaitu;

1. Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam

2. Makanan yang dikonsumsi harus memenuhi kecukupan energi

3. Mengkonsumsi karbohidrat sebagai sumber setengah dari kebutuhan energi.

4. Batasi mengkonsumsi lemak dan minyak sampai seperampat dari kecukupan

energi

5. Gunakan garam yang beryodium

6. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi

7. Berikan ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan (ASI Eksklusif)

8. Biasakan Makan Pagi

9. Minum air bersih, aman, dan cukup jumlahnya

10. Lakukan olah raga dan kegiatan fisik secara teratur

11. Hindari minuman beralkohol

12. Mengkonsumsi makanan yang aman bagi kesehatan

13. Bacalah label pada bahan pangan yang dikemas.

(Ditjen Binkesmas, Depkes RI, 1995).

Berdasarkan dari laporan Food and Agricultural Organization (FAO)/(World

Healt Organization (WHO)/ United Nation Union (UNU) tahun 1985. Batasan berat

badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai body mass index BMI. Di

Indonesia istilah BMI diterjemahkan dengan Index Mass Tubuh (IMT). IMT

merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Maka mempertahankan berat

badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapaiusia harapan hidup lebih

panjang (Supariasa, 2002).

Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun.

IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

5

Page 6: Gizi Dan Imunitas Lansia

Cara menghitung IMT menggunakan rumus berikut ini:

IMT =Berat Badan(kg )

Tinggi badan (m )× Tinggi badan(m)

Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia adalah seperti tabel berikut ini:

Tabel 2.1Batas Ambang Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut

Depkes 1996

Perlu ditekankan bahwa pemeriksaan tinggi badan pada lansia dapat

memberikan nilai kesalahan yang cukup bermakna oleh karena terjadinya

osteoporosis pada lansia yang akan berakibat pada kompresi tulang-tulang columna

vertebra. Untuk itu para ahli sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi badan dapat

dipakai panjang rentang tangan (armspan) dalam penentuan indeks massa tubuh

(BMI) dengan BMA (body mass-armspam) cukup tinggi yaitu 0,83 dan 0.81 untuk

wanita dan pria dengan nilai p-0,001. Selain itu, triceps skinfold dan lingakar lengan

atas tidak lagi akurat untuk menilai lemak pada lansia karena adanya perubahan

distribusi lemak di dalam tubuh lansia (Darmojo, 2004).

2.3 Kebutuhan Gizi Lansia

Tiap negara mempunyai standar/baku untuk untuk kebutuhan zat-zat gizi dengan

menggunakan standar Food and Agricultural Organization (FAO)/Word Health

Organization (WHO) sebagai acuan utama. Indonesia memiliki Angka Kecukupan Gizi

yang dianjurkan (AKG) untuk energi dan zat-zat gizi lainnya yang diperbaharui tiap 5

tahun melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (Darmojo, 2004).

6

Page 7: Gizi Dan Imunitas Lansia

Dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat dunia, tentunya

dibutuhkan pembangunan dan perbaikan sistem ketahanan pangan dalam sebuah negara,

yang terdiri dari 5 elemen dasar, yaitu;

1. Food Availability and stability (Ketersediaan dan stabilitas pangan).

2. Food Accessibility (Kemudahan akses dalam memperoleh atau mencukupi pangan).

3. Production and consumtion of food security (keamanan dalam produksi dan konsumsi

bahan pangan).

4. Food utilization (pemanfaatan pangan).

5. Continuitas and accessibility of food (keberlanjutan akses ketersediaan pangan

dengan usaha tani) (Lathan, 1997).

7

Page 8: Gizi Dan Imunitas Lansia

a. Kalori

Kebutuhan kalori lansia tergantung pada jenis kelamin, berat badan, pekerjaan fisik

dan macam penyakit penyerta. Pertimbangan menurunnya kebutuhan kalori sesuai

pertambahan umur adalah :

o Untuk usia 40-50 th nilai kalori dikurangi 5%

o Untuk usia 50-60 th nilai kalori dikurangi 7,5%

o Untuk usia 60-70 th nilai kalori dikurangi 10%

Kebutuhan kalori lansia pria per hari adalah ±2100 kalori sedangkan untuk wanita

±1700 kalori. (Darwin Karyadi & Muhilal: Kecukupan gizi bagi berbagai golongan), atau

antara 25-30 kkal/kg BB/hari. Nilai itu untuk Lansia dikurangi sesuai dengan daftar

tersebut di atas.

b. Karbohidrat dan Lemak

Pengurangan kalori yang direncanakan berasal dari pengurangan konsumsi

karbohidrat dan lemak. Makanan yang baik tidak boleh mengandung lemak lebih dari 20%

jumlah kalori yang dipakai.

c. Protein

Protein diperlukan untuk memperbaiki sel-sel jaringan yang rusak. Dianjurkan

menggunakan protein yang berkualitas tinggi yaitu yang bersumber dari protein hewani.

Kebutuhannya sama dengan orang dewasa yaitu 13-15% atau sekitar 1 gram/kg BB.

d. Vitamin dan mineral

Kebutuhan vitamin dapat diperoleh dari sayur-sayuran dan buah-buahan.

Kecukupan Kalsium dan vitamin D perlu mendapat perhatian untuk

mencegah/menghambat terjadinya osteoporosis pada tulang.

e. Air

Kebutuhan air perlu menjadi perhatian oleh karena Lansia cenderung mengalami

dehidrasi. Oleh karena itu minum perlu diprogram secara sadar, jangan hanya minum

setelah merasa haus. Adanya rasa haus menunjukkan telah adanya kekurangan air.

Kebutuhan air adalah sekitar 2,5 L/hari yang dapat dipenuhi dari minuman 6-7 gelas/hari

dan dari makanan termasuk dari sayuran dan buah-buahan.

8

Page 9: Gizi Dan Imunitas Lansia

2.4 Sistem Imun

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk

mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat

ditimbulkan oleh berbagai bahan pada lingkungan hidup.

2.5 Zat Gizi yang berpengaruh terhadap imunitas lansia

Sistem imun pada lansia secara garis besar sama dengan system imun pada

orang dewasa. Namun, pada usia lanjut jaringan timus menjadi atrofi. Kejadian itu

disertai dengan penurunan sel T baik dalam jumlah maupun dalam fungsi. Defisiensi

selular tersebut sering disertai dengan meningginya kejadian kanker, kepekaan

terhadap infeksi misalnya tuberculosis, herpes zoster, gangguan penyembuhan infeksi

dan fenomena autoimun. Penyakit autoimun yang sering timbul pada usia lanjut

disebabkan oleh penurunan aktifitas sel Ts (sel T suppressor).

Hubungan gizi dengan system imun sangatlah erat. Ada beberapa zat gizi yang

apabila mengalami defisiensi, akan menpengaruhi menurunnya system imun. Zat gizi

dan mineral yang dapat mempengaruhi system imun pada lansia:

1. Glucan : sejenis gula kompleks (polisakarida) yang diperoleh dari dinding sel

ragi roti, gandum, jamur (maitake). Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa

beta glucan dapat mengaktifkan sel darah putih (makrofag dan neutrofil).

2. Hormon DHEA (dehydroepiandrosterone) : hormone yang berhubungan erat

dengan penurunan fungsi kekebalan tubuh. Studi menggambarkan hubungan

signifikan antara DHEA dengan aktivasi fungsi imun pada kelompok orang tua

yang diberikan DHEA level tinggi dan rendah. Juga wanita menopause

mengalami peningkatan fungsi imun dalam waktu 3 minggu setelah diberikan

DHEA.

3. Protein (Arginin dan Glutamin) : Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun

tubuh dan penurunan infeksi pasca-pembedahan. Arginin mempengaruhi

fungsi sel T, penyembuhan luka, pertumbuhan tumor, dan sekresi hormon

prolaktin, insulin, growth hormon. Glutamin, asam amino semi esensial

berfungsi sebagai bahan bakar dalam merangsang limfosit dan makrofag,

meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.

9

Page 10: Gizi Dan Imunitas Lansia

4. Lemak : Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons

antibodi, dan kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T.

Konsumsi tinggi asam lemak omega 3 dapat menurunkan sel T helper,

produksi cytokine.

5. Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus : Meningkatkan aktivitas

sel darah putih sehingga menurunkan penyakit kanker, infeksi usus dan

lambung, dan beberapa reaksi alergi.

6. Zinc : Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak langsung

mempengaruhi fungsi imun melalui peran sebagai kofaktor dalam

pembentukan DNA, RNA, dan protein sehingga meningkatkan pembelahan

sellular. Defisiensi Zn secara langsung menurunkan produksi limfosit T,

respons limfosit T untuk stimulasi/rangsangan, dan produksi IL-2.

7. Lycopene : Meningkatkan konsentrasi sel Natural Killer (NK).

8. Asam folat : Meningkatkan sistem imun pada kelompok lansia. Studi di

Canada pada sekelompok hewan tikus melalui pemberian asam folate dapat

meningkatkan distribusi sel T dan respons mitogen (pembelahan sel untuk

meningkatkan respons imun). Studi terbaru menunjukkan intake asam folat

yang tinggi mungkin meningkatkan memori populasi lansia.

9. Fe : Mempengaruhi imunitas humoral dan sellular dan menurunkan produksi

IL-1.

10. Vitamin E : Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan.

Studi yang dilakukan oleh Simin Meydani, PhD. di Boston menyimpulkan

bahwa vitamin E dapat membantu peningkatan respons imun pada penduduk

lanjut usia. Vitamin E adalah antioksidan yang melindungi sel dan jaringan

dari kerusakan secara bertahap akibat oksidasi yang berlebihan. Akibat

penuaan pada respons imun adalah oksidatif secara alamiah sehingga harus

dimodulasi oleh vitamin E.

11. Vitamin C : Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang

tua, meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi

dan mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus influenzae.

12. Vitamin A : Berperan penting dalam imunitas nonspesifik melalui proses

pematangan sel-sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen

asing, menolong mukosa membran termasuk paruparu dari invasi

mikroorganisme, menghasilkan mukus sebagai antibodi tertentu seperti:

10

Page 11: Gizi Dan Imunitas Lansia

leukosit, air, epitel, dan garam organik, serta menurunkan mortalitas campak

dan diare. Beta karoten (prekursor vitamin A) meningkatkan jumlah monosit,

dan mungkin berkontribusi terhadap sitotoksik sel T, sel B, monosit, dan

makrofag. Gabungan/kombinasi vitamin A, C, dan E secara signifikan

memperbaiki jumlah dan aktivitas sel imun pada orang tua. Hal itu didukung

oleh studi yang dilakukan di Perancis terhadap penghuni panti wreda tahun

1997. Mereka yang diberikan suplementasi multivitamin (A, C, dan E)

memiliki infeksi pernapasan dan urogenital lebih rendah daripada kelompok

yang hanya diberikan plasebo.

13. Vitamin D : Menghambat respons limfosit Th-1.

14. Vitamin B-kompleks : Terlibat dengan enzim yang membuat konstituen sistem

imun. Pada penderita anemia defisiensi vitamin B12 mengalami penurunan sel

darah putih dikaitkan dengan fungsi imun. Setelah diberikan suplementasi

vitamin B12, terdapat peningkatan jumlah sel darah putih. Defisiensi vitamin

B12 pada orang tua disebabkan oleh menurunnya produksi sel parietal yang

penting bagi absorpsi vitamin B12. Pemberian vitamin B6 (koenzim) pada

orang tua dapat memperbaiki respons limfosit yang menyerang sistem imun,

berperan penting dalam produksi protein dan asam nukleat. Defisiensi vitamin

B6 menimbulkan atrofi pada jaringan limfoid sehingga merusak fungsi limfoid

dan merusak sintesis asam nukleat, serta menurunnya pembentukan antibodi

dan imunitas sellular.

2.6 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

a. Perubahan fisiologis

Kemunduran dan kelemahan yang diderita lansia menurut Darmojho yang

dikutip Arisman (2004) adalah:

1. Pergerakan dan kestabilan terganggu

2. Intelektual terganggu (dementia)

3. Isolasi diri (depresi)

4. Inkontinensia dan impotensia

5. Defisiensi imunologis

6. Infeksi, konstipasi dan malnutrisi

7. Iatrogenensis dan insomnia

11

Page 12: Gizi Dan Imunitas Lansia

8. Kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan,

komunikasi, integrasi kulit

9. Kemunduran proses penyembuhan.

b. Perubahan komposisi tubuh

Penuaan menyusutkan massa otot dan sekaligus menyuburkan massa

lemak. Massa tubuh yang tidak berlemak berkurang sebanyak 6,3 %, sementara

massa lemak meningkat 2 % dari berat badan per dekade setelah usia 30 tahun

(Forbes, dkk 1991 dalam Arisman, 2004). Dengan demikian pertumbuhan lemak

total sepanjang hayat diperkirakan sebesar 10 – 15 %. Penyusutan massa otot

ditaksir mencapai 5 kg (untuk wanita) sampai 12 kg (untuk laki-laki) pada usia

antara 25 dan 70 tahun, sementara ukuran otot mengerut hingga 40 % (Arisman,

2004).

c. Kemunduran psikologis

Kemunduran psikologis pada lanjut usia juga terjadi yaitu

ketidakmampuan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi

yang dihadapinya, antara lain: sindroma lepas jabatan, sedih yang berkepanjangan

(Depkes RI, 2000 dalam Tarigan, 2010).

d. Kemunduran sosiologi

Kemunduran sosiologi pada lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan dan pemahaman lanjut usia itu atas dirinya sendiri. Status sosial

seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan

status sosial lanjut usia akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu

dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut

(Tarigan, 2010).

2.7 Masalah Gizi pada Lansia

Persentase penyakit yang kerap menjangkiti lansia:

- Kardiovaskuler (15,7 %)

- Muskuloskeletal (14,5 %)

- Tuberkulosis paru (13,6 %)

- Bronkitis, asma, & penyakit saluran nafas (12,1 %)

- ISPA (10,2 %)

- Gusi, mulut, & saluran pencernaan (10,2)

- Sistem saraf (5,9 %)

12

Page 13: Gizi Dan Imunitas Lansia

- Infeksi kulit (5,2 %)

- Malaria (3,3 %)

- Lain-lain (2,4 %)

(Sumber: Survei Kesehatan Depkes tahun 1986)

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Kistyoko tahun 2001, infeksi yang

terbanyak adalah ISPA yaitu 36 % laki-laki dan 64 % perempuan, ISPA yang diderita

lansia adalah tingkat berat yaitu 37,5 % laki-laki dan 62,5 % perempuan.

2.8 Program untuk lansia

Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2, yakni;

a. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric

Service)

b. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric Service).

Jenis pelayanan inilah yang dewasa ini menjadi tantangan bagi kesehatan

masyarakat di Indonesia, dan yang lebih memerlukan perhatian bagi para akademisi

dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada upaya pelayanan kesehatan

lansia di masyarakat, semua upaya kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan

oleh masyarakat harus diupayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para

lansia. Puskesmas dan dokter praktik swasta merupakan tulang punggung layanan di

tingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di

dalam dan melalui klub lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah

dilaksanakan baik promotif, preventif, kuratif atau rehabilitatif. Pelayanan kesehatan

di kelompok lansia meliputi pemeriksaan fisik, mental dan emosional.

(Notoatmodjo, S, 2007).

Jenis Pelayanan Kesehatan

Adapun jenis pelayanan kesehatan dapat diberikan antara lain:

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputinkegiatan dasar dalam

kehidupan seperti mandi, makan minum berjalan dan lain-lain.

2. Pemeriksaan status mental.

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran

tinggi badan dan dicatat dalam grafik indeks massa tubuh.

13

Page 14: Gizi Dan Imunitas Lansia

4. Pengukuran tekanan darah.

5. Pemeriksaan laboratorium sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula dalam

air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetis mellitus, dan pemeriksaan

protein dalam air seni sebagai deteksi awal penyakit ginjal.

6. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila diperlukan.

7. Penyuluhan, bisa dilakukan di dalam atau di luar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah dan konseling kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang

dihadapi oleh individu atau kelompok lansia.

8. Dokter praktik swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan

tindakan kuratif insidential. Seperti telah ditemukan di atas, semua pelayanan

kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan harus diintergasikan

dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas sosial, agama, pendidikan,

kebudayaan dan lain-lain.

Selain pelayanan di atas, bagi lansia juga diperlukan kualitas pelayanan yang

baik, intensitas perawatan yang tinggi, maupun pengkajian komprehensif yang

meliputi pengkajian terhadap status fisik, mental psikologis, sosial, nutrisi

lingkungan. Semua hal tersebut harus dilakukan oleh sebuah tim multidisiplinier.

Pelayanan semacam itu kemudian disebut juga oleh pelayanan geriatrik terpadu.

Pelayanan kesehatan geriatrik terpadu bagi lansia berdaarkan fasilitas yang dimilikinya untuk

pasien geriatrik dikategorikan sebagai berikut:

1. Pelayanan sederhana (hanya memiliki fasilitas poliklinik)

Jenis kegiatan yang dapat dilakukan berupa pengkajian, konsultasi,

pemeriksaan, penyuluhan, dan supervisi ke puskesmas. Bentuk fasilitas pelayananya

berupa poliklinik, sedangkan sumber daya manusia yang diperlukan adalah internist-

geriatrist, perawat geriatrik, ahli gizi, dan pekerja sosio medik.

2.Pelayanan sedang (memiliki fasilitas poliklinik dan klinik siang)

Pelayanan sedang merupakan gabungan antara pelayanan tingkat sederhana

yang ditambah terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, rekrasi dan pemeriksaan

maupun perawatan gigi-mulut sederhana. Adapun bentuk fasilitas pelayanannya

berupa poliklinik dan day hospital . Dengan demikian sumber daya yang diperlukan

disesuaikan dengan jenis pelayanan tersebut.

14

Page 15: Gizi Dan Imunitas Lansia

3. Pelayanan lengkap (poliklinik, klinik siang, ruang rawat akut, dan kronik).

Pada tingkat ini, jenis pelayanan maupun SDM relatif sama dengan tipe

sedang namun memiliki ruang rawat akut.

4. Pelayanan paripurna (pelayanan lengkap ditambah fasilitas panti werdha)

Pada tingkat paripurna, selain semua jenis pelayanan yang terdapat di tingkat

lengkap ditambah dengan ruang rawat kronik atau panti werdha.

Dewasa ini , Departemen Kesehatan RI mempunyai tiga program kesehatan bagi

lansia berupa Puskesmas Santun Usia Lanjut, Pembinaan Kelompok Usia Lanjut dan

Posyandu Usia lanjut (Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut, Depkes RI, 2005)

o Puskesmas Santun Usia Lanjut

Puskesmas Santun Lansia merupakan bentuk pendekatan pelayanan proaktif

bagi usia lanjut untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan kemandirian usia

lanjut, yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, di samping aspek keratif

dan rehabilitatif.

Puskesmas Santun Lansia mempunyai cirri-ciri seperti berikut:

a. Pelayanan yang baik berkualitas dan sopan

b. Memberukan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.

c. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia

lanjut dari keluarga miskin atau tidak mampu

d. Memberikan dukungan atau bimbingan pada lansia dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatanya agar tetap sehat dan mandiri

e. Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin

sasaran usia lanjut yang ada di wilayah kerja puskesmas.

f. Melakukan kerjasama dengan lintas program dan lintas program terkait di tingkat

kecamatan dengan asa kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan

dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.

15

Page 16: Gizi Dan Imunitas Lansia

Pembinaan Kelompok Lanjut Usia

Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut melalui Puskesmas dapat dilakukan

terhadap sasaran usia lanjut yang dikelompokkan sebagai berikut:

a) Sasaran langsung :

1. Pra-usia lanjut 45-59 tahun

2. Usia Lanjut 60-69 tahun

3. Usia lanjut dengan risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia

lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

b) Sasaran tidak langsung :

1. Keluarga dimana usia lanjut berada.

2. Masyarakat di lingkungan usia lanjut berada.

3. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.

4. Masyarakat luas.

Program pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui Puskesmas adalah:

1) Pendataan sasaran usia lanjut

2) Penyuluhan kesehatan usia lanjut,

3) Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara Berkala

yang dilakukan setiap bulan melalui Kelompok Usia Lanjut (Posyandu/

Posbindu/ Karang Lansia, dan lain-lain) atau di Puskesmas Dengan

instrumen KMS Usia Lanjut sebagai alat pencatat yang merupakan

teknologi tepat guna.

4) Pengobatan penyakit yang ditemukan pada sasaran usia lanjut sampai

kepada upaya rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.

5) Upaya rehabilitative (pemulihan)

6) Melakukan/memantapkan kerjasama dengan lintas sector terkait melalui

asas kemitraan dengan melakukan pembinaan terpadu pada kegiatan yang

dilaksanakan di Kelompok Usia Lanjut atau kegiatan lainnya.

7) Melakukan fasilitasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran

serata dan pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan kesehatan usia

lanjut antara lain dengan pengembangan Kelompok Usia Lanjut, dan Dana

Sehat.

16

Page 17: Gizi Dan Imunitas Lansia

8) Melaksanakan pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat

dilakukan melalui pelaksanaan Lokakarya Mini di Puskesmas secara

berkala untuk menentukan strategi,target dan langkah-langkah selanjutnya

dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.

Posyandu Lansia

Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang

dilakukan dari, oleh dan untuk kaum usia lanjut yang menitikberatkan pada pelayanan

promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala, peningkatan pendalaman

agama, dan pengelolaan dana sehat.

Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga mempunyai

program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional kesejahteraan lansia yang

terdiri dari lima program pokok penduduk lansia yaitu:

1. Kesejahteraan sosial dan jaminan social

2. Peningkatan sistem pelayanan kesehatan.

3. Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat,

4. Peningkatan kualitas hidup lansia

5. Peningkatan sarana dan fasilititas khusus bagi lansia.

Strategi-strategi dan program-program pokok untuk meningkatkan

kesejahteraan lansia ini dimaksudkan agar para lansia di masa depan dapat hidup

dengan sehat, produktif, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Implementasi dari

strategi-strategi dan program-program tersebut sangat diperlukan. Dengan demikian,

ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat diminimalkan. Upaya

pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia perlu mendapatkan perhatian yang

serius dan menjadi bagian dari strategi dalam peningkatan kesejahteraan lansia

melalui upaya promotif dan preventif atau yang disebut sebagai paradigma sehat.

Jika lebih dirinci program-program yang ada di Posayandu Lansia yaitu :

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar seperti makan,

minum, berjalan kaki, buang air kecil dan lain-lain

2. Pemeriksaan status mental

3. Pemeriksaan status gizi

17

Page 18: Gizi Dan Imunitas Lansia

4. Pengukuran tekanan darah

5. Pemeriksaan kadar gula dan kadar protein di dalam urin

6. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila ada keluhan

7. Penyuluhan kesehatan pada usila

8. Pemberian makanan tambahan pada lansia

9. Senam lansia

2.9 Efektivitas Program

Berdasarkan studi Tarigan (2010) tentang Perilaku Lansia Tentang Pemanfaatan

Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah, Medan diperoleh

fakta bahwa kegiatan posyandu lansia yang diselenggarakan oleh Puskesmas Petisah

Medan kurang popular bila dibandingkan dengan posyandu untuk balita. Hal ini dapat

dilihat dari rendahnya kunjungan lansia di Puskesmas yang telah ditunjuk sebagai

pelaksana dari posyandu lansia. Berdasarkan jumlah kunjungan lansia ke posyandu,

jumlah lansia yang dibina masih kurang dari target pencapaian cakupan pelayanan

kesehatan lansia pada tahun 2010 berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu

sebesar 70%, karena di Petisah Medan hanya mencapai angka 11,75 %.

Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan lansia itu sendiri

bahkan keluarga juga belum memahami cara untuk memperlakukan lansia secara layak.

Karena berdasarkan kenyataan yang ada di masyarakat masih banyak yang kurang

mengetahui akan adanya kegiatan posyandu lansia serta tujuan dari kegiatan tersebut.

Karena kegiatan promosi posyandu lansia di masyarakat masih sebatas informasi dari

orang ke orang yang sudah pernah memanfaatkan kegiatan posyandu lansia, ataupun

informasi yang didapat saat mengunjungi puskesmas sebagai penyelenggara kegiatan

posyandu lansia.

Seyogyanya pelayanan gizi merupakan bagian pelayanan kesehatan bagi usia

lanjut yang dapat dilakukan di semua fasilitas pelayanan baik pemerintah atau swasta.

Oleh karena itu perlu dikembangkan tatalaksana gizi usia lanjut yang merupakan bagian

dalam program kesehatan usia lanjut. Dengan meningkatkan pelayanan gizi pada usia

lanjut diharapkan dapat menanggulangi masalah gizi usia lanjut sehingga pada akhirnya

dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan usia lanjut.

18

Page 19: Gizi Dan Imunitas Lansia

Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam peningkatan pemanfaatan pelayanan

kesehatan lansia berdasarkan studi Wahono (2008), Puskesmas hendaknya melakukan

upaya-upaya untuk meningkatkan penyuluhan berbagai macam hal berkaitan dengan

masalah kesehatan dalam pelayanan posyandu lansia sehingga dapat lebih mengerti pada

masalah kesehatan dan mau untuk lebih memanfaatkan posyandu lansia. Kader lansia

hendaknya senantiasa meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam memberikan

pelayanan di posyandu lansia, sehingga peran kader lansia di masyarakat dapat optimal.

19

Page 20: Gizi Dan Imunitas Lansia

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

a. Zat gizi yang berpengaruh pada imunita lansia adalah Glucan, Hormon DHEA

(dehydroepiandrosterone), Protein (Arginin dan Glutamin, Lemak, Yoghurt yang

mengandung Lactobacillus acidophilus, Zinc, Lycopene, Asam folat, Fe, Vitamin

E, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin D, Vitamin B-kompleks.

b. Manfaat asupan gizi terhadap imunitas lansia

- Protein (Arginin dan Glutamin) : mempengaruhi fungsi sel T, penyembuhan

luka, pertumbuhan tumor, dan sekresi hormon prolaktin, insulin, growth

hormone, sebagai bahan bakar dalam merangsang limfosit dan makrofag,

meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.

- Lemak : menurunkan sel T helper, produksi cytokine.

- Zinc : sebagai kofaktor dalam pembentukan DNA, RNA, dan protein

sehingga meningkatkan pembelahan sellular.

- Asam folat : meningkatkan distribusi sel T dan respons mitogen (pembelahan

sel untuk meningkatkan respons imun).

- Fe : Mempengaruhi imunitas humoral dan sellular dan menurunkan produksi

IL-1.

- Vitamin E : Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan

- Vitamin C : Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang

tua, meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi

dan mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus influenzae.

- Vitamin A : Berperan penting dalam imunitas nonspesifik melalui proses

pematangan sel-sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen

asing,

- Vitamin D : Menghambat respons limfosit Th-1.

- Vitamin B-kompleks : vitamin B12 meningkatan jumlah sel darah

putih.Vitamin B6 (koenzim) memperbaiki respons limfosit yang menyerang

sistem imun, berperan penting dalam produksi protein dan asam nukleat.

20

Page 21: Gizi Dan Imunitas Lansia

c. Berdasarkan hasil penelitian Kistyoko tahun 2001, penyakit infeksi pada lansia yang

terbanyak adalah ISPA y tingkat berat yaitu 37,5 % laki-laki dan 62,5 % perempuan.

d. Program untuk pada lansia terdapat dalam pelayanan-pelayanan yang ada di

puskesmas yang telah di tetapakan oleh kemetrian kesehatan berupa pusekesmas

santun lansia. Pukesmas santun lansia terdiri dari pembinaan kelompok usia lanjut dan

posyandu lansia.

e. Berdasarkan studi Tarigan (2010) dan Wahono (2008), jumlah kunjungan lansia ke

posyandu, jumlah lansia yang dibina masih kurang dari target pencapaian cakupan

pelayanan kesehatan lansia masih rendah dan jauh dari SPM kesehatan tahun 2010

sebesar 70 %. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan kualitas kader.

21

Page 22: Gizi Dan Imunitas Lansia

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. 2004. Jakarta: EGC

Fatmah. 2006. Respon Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut.

dalam \"Makara\" seri Kesehatan Vol. 10

Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu

Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Medan: Universitas

Sumatera Utara

Kuswardani, Irvinda Hadi. 2009. Gambaran Peranan Keluarga terhadap Perilaku Hidup

Sehat Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Kecamatan Medan

Petisah Tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara

Riyono, Erni, dkk. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Kader

Tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Desa Sukodono Kecamatan Bonang

Kabupaten Demak Tahun 2010. Semarang: Universitas Muhammadiyah

Semarang

Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Tarigan, Enina. 2010. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Lansia Tentang Pemanfaatan

Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah Medan

Tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara

Wahono, Hesthi. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan

Posyandu Lansia di Gantungan Makamhaji. Surakarta: Universitas

Muhamadiyah Surakarta

22