hipertiroidisme dalam kehamilan.docx
DESCRIPTION
hipertiroidTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Hipertiroidisme adalah suatu sindroma klinik akibat meningkatnya sekresi hormon
tiroid baik T4, T3 atau kedua-duanya. Hipertiroidisme, 90% disebabkan oleh penyakit Graves
dan struma noduler baik noduler soliter maupun noduler multipel. Setelah diabetes,
hipertiroidismisme yang tidak terobati atau yang pernah diobati sebelumnya adalah gangguan
endokrin yang paling sering ditemukan dalam kehamilan.Terapi diperlukan untuk mencegah
komplikasi pada ibu dan janin,jika tidak diobati maka angka kelahiran mati meningkat
menjadi 8-15% dan kelahiran prematur bisa terjadi sampai pada seperempat pasien yang
terkena.
Penyakit Graves pada umumnya ditemukan pada usia reproduktif antara 20-40 tahun,
sedangkan hipertiroidisme akibat nodul toksik ditemukan pada umur yang lebih tua yaitu
antara 40-60 tahun. Oleh karena Hipertiroidisme Graves pada umumnya ditemukan pada
masa reproduktif maka hampir selalu Hipertiroidisme Graves ditemukan pada kehamilan.
Yang sangat menarik bahwa penyakit Graves sering menjadi berat pada trimester pertama
kehamilan, sehingga insidensi tertinggi hipertiroidisme pada kehamilan akan ditemukan
terutama pada umur kehamilan trimester pertama. Pada kehamilan yang lebih tua, penyakit
Graves mempunyai kecenderungan untuk remisi dan akan mengalami eksaserbasi pasca
persalinan.
Hipertiroidisme tanpa pengobatan yang adequat akan mengakibatkan abortus, bayi
lahir prematur (11,25%), bayi lahir dengan berat badan rendah, toksemia dan krisis tiroid
pada saat persalinan. Penyakit tiroid ditemukan pada 2-5 % wanita dan 1-2 % dari seluruh
wanita yang berada dalam kelompok usia reproduktif. Masalah tiroid tidak jarang ditemukan
menjadi masalah dalam kehamilan. Penyakit Grave’s timbul 0,2 % dalam kehamilan dan
kejadian neonatal yang dilahirkan dengan hipertiroid hanya 1 % dari ibu yang menderita
hipertiroid.
Pada kehamilan normal akan terjadi beberapa perubahan penting yang mengubah
fungsi tiroid. Saat tiga bulan pertama kehamilan, beberapa hormon akan mengalami
perubahan, seperti kadar thyroid stimulating hormone (TSH) sedikit lebih rendah karena
tingginya kadar hCG (hormon yang dinilai pada tes kehamilan) dan akan kembali normal
sepanjang masa kehamilan berikutnya. Peningkatan kadar hormon tiroid (T4 total) juga
1
sering meningkat karena peningkatan protein pengikat akibat naiknya kadar estrogen.
Namun, kadar hormon tiroid bebas (bentuk aktif, yaitu T4 /FT4) tetap normal. Selain kadar
hormon yang bisa berubah, ukuran kelenjar tiroid juga dapat membesar selama kehamilan
terutama apabila sebelumnya mengalami kekuranganyodium.
Pada 10 – 12 minggu pertama kehamilan, bayi sangat tergantung pada produksi
hormon tiroid ibu. Pada akhir trimester pertama kehamilan, tiroid bayi mulai mampu
memproduksi hormon sendiri. Namun, kebutuhan yodium bayi untuk membuat hormon tiroid
tetap tergantung dari makanan ibu.
HIPERTIROIDISME
a. Definisi
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan
hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis
tirotoksikosis.
b. Anatomi kelenjar tiroid
2
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat
vaskular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra
cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal
dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang
dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2 25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu.
Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil.
Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis
oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5.
Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua
lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2
1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi
atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga
arteri tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak dan
cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral
maupun kontralateral. Arteri tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian
bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai
permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan
medial. a. tiroid inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior
(ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.
Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan
membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai
nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta paratracheal.
Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang terhubung dengan
tymus pada mediastinum superior.
Kelenjar tiroid diinnervasi oleh superior, middle, dan inferior cervical
symphathetic ganglia
c. Pengaturan Faal Tiroid
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin relasing hormon) : Hormon ini disintesa dan dibuat di
hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem hipotalamo hipofiseal ke sel
tirotrop hipofisis.
3
2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone): Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh
sub unit (alfa dan beta). Sub unit alfa sama seperti hormon glikoprotein (TSH,
LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan penting untuk kerja
hormon secara aktif. Tetapi sub unit beta adalah khusus untuk setiap hormon.
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel
tiroid TSH-receptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan
trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah
produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon. Kedua ini merupakan efek umpan balik
ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan bukannya
hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap
rangsangan TRH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Gangguan yodinasi tirosin dengan
pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-Chaikoff escape, yang
terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intratiroid
akan mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid autoimun.
4
d. Efek Metabolik Hormon Tiroid
Efek metabolik hormon tiroid adalah :
1) Kalorigenik.
2) Termoregulasi.
3) Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.
4) Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.
5) Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol,tetapi proses degradasi
kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga
pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
6) Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer,
khususnya 3 tahun pertama kehidupan.
7) Lain-lain : Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare.
e. Efek Fisiologik Hormon Tiroid
• Efek pada perkembangan janin
Sistem TSH dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia di dalam 11
minggu.Sebagian T3 dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan sangat sedikit
hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar
tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.
• Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+
K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini berperan pada
peningkatan percepatan metabolisme basal dan peningkatan kepekaan terhadap panas
pada hipertiroidisme.
• Efek kardiovaskuler
T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai beta
miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan
5
transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi di
diastolik jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik beta. Dengan demikian,
hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap otot
jantung.
• Efek Simpatik
Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot jantung, otot
skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa
miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada
tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap ketokolamin meningkat
dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat
adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi dan aritmia.
• Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapnae pada pusat
pernafasan, sehingga terjadi frekuensi nafas meningkat.
• Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun volume
darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi. Hormon tiroid meningkatkan
kandungan 2,3 difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2
hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan.
• Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motillitas usus, yang dapat menimbulkan peningkatan
motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya
penurunan berat badan yang sedang pada hipertiroidisme.
• Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorbsi
tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian,
hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna.
6
• Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein
struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan
kehilangan jaringan otot atau miopati. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan
kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperfleksia pada
hipertiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal
susunan syaraf pusat dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta di dalam
kehamilan.
• Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula
absorbsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi
diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh
hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu
peningkatan dari reseptor low density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar
kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat,
melepaskan asam lemak dan gliserol.
• Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-
obatan farmakologi. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien
hipertiroid dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar
hormon sirkulasi yang normal.
f. Etiologi
Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter
miltinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves
adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada
goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri.
Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang
penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15%
pasien graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-kira
7
50% keluarga pasien dengan penyakit graves mempunyai autoantibodi tiroid yang
beredar dalam darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada pria.
Penyakit ini terjadi pada segala umur dengan insidensi puncak pada kelompok umur
20-40 tahun.[6]
g. Patogenesis
Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar
tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen
ini. Satu dari antibodi ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel
tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan
pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan
penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,
namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini.
Beberapa faktor yang mendorong respon imun pada penyakit graves ialah :
1) Kehamilan.
2) Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana kekurangan
iodida dapat menutupi penyakit graves laten pada saat pemeriksaan.
3) Infeksi bakterial atau viral.
Diduga stress dapat mencetus suatu episode penyakit graves, tapi tidak ada
bukti yang mendukung.
h. Manifestasi Klinik
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termaksud palpitasi,
kegelisahan, ,mudah capai dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang
dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.
Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan
umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat
sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat
pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60
tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang
paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous dan
penurunan berat badan.
8
Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan
sampai beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis
yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup,
berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan
berat badan meskipun nafsu makan bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat
spesifik, sehingga segera dipikirkan adanya hipertiroidisme.
Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut
dengan exophthalamus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan
degenerasi otot-otot ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun.
Exophthalamus berat dapat menyebabkan teregangnya N.Optikus sehingga
penglihatan akan rusak. Exophthalamus sering menyebabkan mata tidak bisa menutup
sempurna sehingga permukaan epithel menjadi kering dan sering terinfeksi dan
menimbulkan ulkus kornea.
Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab gejala
dan tanda sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri.
Pada beberapa kasus ditemukan payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid
sebagai penyebab hanya sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada
umur pertengahan harus dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga
curah jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan. Pada usia
lanjut ada baiknya dilakukan pemeriksaan rutin secara berkala kadar tiroksin dalam
darah untuk mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala klinik justru kebalikan dari
gejala-gejala klasik seperti pasien tampak tenang,apatis,depresi dan struma yang kecil.
i. Diagnosis
Manifestasi klinis hipertiroid umumnya ditemukan. Sehingga mudah pula
dalam menegakkan diagnosa. Namun pada kasus-kasus yang sub klinis dan orang
yang lanjut usia perlu pemeriksaan laboraturium yang cermat untuk membantu
menetapkan diagnosa hipertiroid. Diagnosa pada wanita hamil agak sulit karena
perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti pada tirotoksikosis. Meskipun diagnosa sudah jelas,
namun pemeriksaan laboratorium untuk hipertiroidisme perlu dilakukan, dengan
alasan :
9
1) Untuk lebih menguatkan diagnosa yang sudah ditetapkan pada
pemeriksaan klinis.
2) Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa
kondisi, seperti atrial fibrilasi yang tidak diketahui penyebabnya, payah
jantung, berat badan menurun, diare atau miopati tanpa manifestasi
klinis lain hipertiroidisme.
3) Untuk membantu dalam keadaan klinis yang sulit atau kasus yang
meragukan.
Menurut Bayer MF kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid
Stimulating Hormone sensitif (TSHs) yang tak terukur atau jelas subnormal dan free
T4 (FT4) meningkat, jelas menunjukan hipertiroidisme.
HIPERTIROIDISME DALAM KEHAMILAN
a. Fisiologi Tiroid Dalam Kehamilan
Peningkatan aktivitas kelenjar tiroid terlihat dari peningkatan uptake
radioiodine oleh kelenjar tiroid selama kehamilan. Mulai trimester II kehamilan, kadar
total triioditironin dan tiroksin serum (T3 dan T4) meningkat dengan tajam.
Peningkatan sekresi tiroksin tersebut dihubungkan dengan meningkatnya degradasi
plasenta.
0-10 minggu masa kehamilan, kelenjar tiroid belum berkembang
10-12 minggu masa kehamilan, kelenjar tiroid mulai berkembang dan
fungsional tapi masih bergantung pada ibu
Minggu selanjutnya, kelenjar tiroid telah fungsional sepenuhnya tanpa
bergantung pada ibu.
Pada awal kehamilan terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerular sehingga terjadi peningkatan bersih iodida dari plasma. Keadaan ini akan
menimbulkan penurunan konsentrasi plasma iodida dan memerlukan penambahan
kebutuhan iodida dari makanan.
10
Pada wanita dengan kecukupan iodida, keadaan ini hanya akan menimbulkan
sedikit pengaruh terhadap fungsi tiroid karena penyimpanan iodida intratiroidal
mencukupi sejak mula konsepsi dan tidak berubah selama kehamilan. Juga terjadi
peningkatan kebutuhan iodine untuk keperluan sintesa iodothyronine janin melalui
plasenta. Proses sintesa ini mulai berfungsi secara progresif setelah trimester pertama.
Timbulnya struma tergantung pada kemampuan tiroid mengadakan
kompensasi yang pada gilirannya juga tergantung pada kadar iodium plasma. Salah
satu upaya agar kadar iodium tidak terlalu rendah ialah dengan konsumsi makanan
yang cukup mengandung iodium. Kedua, BMR (basal metabolic rate). Dahulu
sebelum kadar hormone tiroid dapat di ukur, fungsi tiroid selalu dipantau dengan
BMR. Pada kehamilan BMR meningkat, mulai jelas pada bulan ke-4 yang terus
meningkat sampai ke bulan 8. Kenaikan ini sampai 70-80% karena konsumsi oksigen
oleh uterus dan isinya.
1. Metabolisme hormon tiroid di plasenta
Plasenta mengandung enzim iodothyronine deiodinase dalam jumlah
yang banyak. Deionisasi T4 yang dikatalisir oleh enzim ini merupakan sumber
reverse T3 yang ditemukan dalam cairan ketuban. Kadar reverse T3 dalam
ketuban ini sebanding dengan kadar T4 maternal. Enzim ini berfungsi untuk
menurunkan konsentrasi T3 dan T4 dalam sirkulasi janin.
Kadar T4 total pada hamil muda (antara 6-12 minggu),meskipun
jumlahnya kecil secara kualitatif, konsentrasi seperti ini menunjukkan betapa
pentingnya hormon tiroid untuk menjamin pertumbuhan yang adekuat dari
unit fetomaternal.
Setelah terjadi konsepsi diikuti perubahan hormonal dan metabolik
yang sangat berpengaruh pada sistem endokrin ibu. Pada metabolisme tiroid,
terjadi peningkatan TBG dan kadar hormon tiroid serum, peningkatan ´renal
clearence yodium, serta peningkatan produksi tiroksin. Fisiologi tiroid ibu dan
janinnya berbeda, tetapi ada interkasi melalui plasenta dan cairan amnion,
yang memodulasi transfer yodium dan hormon tiroid dari ibu ke fetus dalam
jumlah kecil tetapi sangat penting.
Perkembangan bayi tergantung pada plasenta yang berfungsi mangatur
bahan dari ibu yang masuk ke janin, sebagai alat ekskresi, sintesis polipeptida
11
dan hormon steroid yang mempengaruhi ibu dan metabolisme janin. Saat
tiroid janin mulai berfungsi, maka plasenta relatif sebagai barrier antara sistem
ibu dan janin. Plasenta mamalia tidak permeable terhadap TSH dan relatif
tidak permeabel terhadap hormon tiroid. Pada janin manusia yang agenesis
tiroid atau terdapat defek organifikasi total, rerata kadar T4 total tali pusat ±4µ
(50 nm/L) sedangkan
pada dewasa normal rerata kadar T4±11 µg/dl (140 nmol/L).
Plasenta permeable terhadap TRH dan telah dibuktikan plasenta dapat
mensitesis TRH. Dengan adanya produksi TRH ekstra hipotalamus janin,
menyebabkan tingginya kadar TRH dalam serum janin. Tingginya kadar TRH
serum janin ini dipertahankan, karena aktivitas degradasi nya sangat rendah,
bahkan relatif tidak ada. Kadar TRH serum pada ibu rendah dan hanya sedikit
sekali berpengaruh pada janin.
Plasenta juga memproduksi hormon polipeptida dengan bioaktivitas
tinggi mirip TSH. Sebagian bioaktivitas ini, merupakan sifat hCG, sebagian
kecil mirip TRH. Bioaktivitas yang mirip TSH mencapai kadar tertinggi pada
trimester pertama, yang secara transient meningkatkan kadar hormon tiroid
bebas serum ibu dan secara transient pula menekan sekresi TSH ibu, tetapi hal
ini hanya sedikit berpengaruh pada fungsi tiroid janin.
2. Efek hCG terhadap fungsi tiroid
Human chorionic gonadothropin (hCG) adalah hormon peptida yang
disusun oleh dua sub unit disebut rantai alfa dan beta. Sub unit alfa identik
dengan TSH, sementara rantai beta berbeda dengan keduanya. Dengan
demikian, hormon struktur parsial antara TSH dengan hCG mengakibatkan
hCG bisa bertindak sebagai hormon tirotropik.
Selama kehamilan normal, efek stimulasi langsung hCG menimbulkan
peningkatan sementara kadar tiroksin bebas hingga akhir trimester pertama
(puncak sirkulasi hCG) sehingga terjadi supresi parsial TSH. Pada mola
hidatidosa dan khoriokarsinoma sering timbul manifestasi hipertiroid secara
klinis dan biokimia.
12
b . Fisiologi Tiroid pada Janin
Sistem hipotalamus-hipofisis janin berkembang dan berfungsi secara
lengkap bebas dari fungsi ibu pada kehamilan 11 minggu, setelah sistem portal
hipofiseal berkembang, akan ditemukan adanya TSH dan TRH yang dapat
diukur. Pada waktu yang bersamaan, tiroid janin mulai menangkap iodine.
Namun sekresi hormon tiroid kemungkinan dimulai pada pertengahan
kehamilan (18-20 minggu). TSH meningkat dengan cepat hingga kadar
puncak pada 24-28 minggu, dan kadar T4 memuncak pada 35-40 minggu.
Kadar T3 tetap rendah selama kehamilan, T4 diubah menjadi rT3 oleh
deiodinase-5 tipe 3 selama perkembangan janin. Pada saat lahir, terdapat
peningkatan mendadak yang nyata dari TSH, suatu peningkatan T4, suatu
peningkatan T3 dan suatu penurunan rT3. Parameter ini secara berangsur-
angsur kembali normal dalam bulan pertama kehidupan.[9]
c. Hubungan Janin Ibu Pada Kehamilan Hipertiroid
Sejak mulai kehamilan terjadi perubahan-perubahan pada fungsi
kelenjar tiroid ibu, sedang pada janin kelenjar tiroid baru mulai berfungsi pada
umur kehamilan gestasi ke 12-16. TSH agaknya tidak dapat melalui barier
plasenta. Dengan demikian baik TSH ibu maupun TSH janin tidak saling
mempengaruhi. Baik T4 maupun T3 dapat melewati plasenta dalam jumlah
yang sangat sedikit, sehingga dapat dianggap tidak saling mempengaruhi.
Pasien penyakit Grave cenderung mengalami remisi pada waktu hamil
dan eksaserbasi pada masa pasca persalinan. Kehamilan merupakan suatu
bentuk alograf jaringan asing yang dapat berkembang tanpa penolakan tubuh.
Keadaan seperti ini dapat berlangsung karena pada proses kehamilan baik
imunitas humoral maupun imunitas selular ditekan. Antibodi antitiroid pada
penyakit grave biasanya menurun selama kehamilan. Fungsi sel T supresor
janin meningkat mencegah penolakan ibu dan juga akan menurun intensitas
penyakit grave untuk sementara.
Sesudah melahirkan sel T supresor turun kembali, maka terjadilah
eksaserbasi penyakit grave pasca persalinan. Pada beberapa kasus bahkan
penyakit Grave nya sama sekali tidak tampak selama kehamilan namun pasca
13
persalinan tampak seolah-olah baru muncul. Keadaan ini lazim disebut sebagai
tirotoksikosis pasca persalinan.
Telah kita ketahui bahwa terdapat kehamilan dimana kelenjar tiroid
mengalami hiperfungsi yang ditandai dengan naiknya metabolisme basal
sampai 15-25% dan kadang kala disertai pembesaran ringan. Keadaan ini
adalah dalam batas-batas normal.
d. Efek dari kehamilan pada hipertiroidisme
Tirotoksikosis biasa meningkat pada kehamilan padda trimester kedua
dan ketiga (bersama dengan kondisi autoimun lainnya berkaitan dengan
imunosupresi pada kehamilan). Level dari TSH (TSH reseptor-stimulating
antibodies) dapat berkurang sebagai konsekuensi dari peningkatan pada
penyakit Graves dan kebutuhan yang rendah untuk pengobatan anti-thyroid.
Tetapi exaserbasi dapat terjadi pada trimester pertama mungkin berkaitan
terhadap produksi human chorionic gonadotrophin (hCG)dan juga pada
puerperium berkaitan dengan reversal dari berkurangnya level antibodi yang
terlihat saat kehamilan.
e. Efek dari hipertiroidisme pada kehamilan
Tirotoksikosis parah dan tidak terawat berhubungan dengan
penghambatan ovulasi, menstrual irregularities dan infertil. Selain itu
meningkatkan rate miscarriage, restriksi pertumbuhan intrauterine (IUGR),
kelahiran prematur dan resiko tinggi kematian perinatal. Untuk wanita dengan
hyperthyroidism ringan dan dikontrol baik dengan obat anti-thyroid, hasil
maternal dan fetal biasanya baik dan tidak terpengaruh oleh penyakit ini.
Tirotoksikosis yang tidak terkontrol dengan baik dapat berakibat krisis tiroid
dan gagal jantung pada saat partus
14
Ada 2 jenis :
1. Morbus Basedow (hipertiroidisme)
Gejala-gejala : eksoftalamus, tremor, hiperkinesis, takikardi, kenaikan BMR
sampai 25% dan kadar tiroksin dalam darah. Kelenjar tiroid juga akan
membesar.
• Pengaruh kehamilan terhadap penyakit :
a. Kehamilan dapat membuat struma tambah besar dan keluhan penderita
bertambah berat.
•Pengaruh penyakit terhadap kehamilan dan persalinan :
a. Kehamilan sering berakhir : abortus (abortus habitualis)
b. Partus prematurus
c. Kala II hendaknya diperpendek dengan ekstraksi vakum atau forseps,
karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis.
Pilihan pengobatan pada hipertiroid memberi obat anti tiroid dengan
kehamilan terletak antara penggunaan obat anti tiroid dan pembedahan,
dengan catatan bahwa obat anti tiroid merupakan pilihan pertama. Bila ingin
melakukan operasi tiroidektomi lakukan pada trimester II. Bila wanita telah
mempunyai beberapa anak dianjurkan memakai kontrasepsi atau melakukan
tubektomi.
2. Miksedema (hipotiroidisme)
Pada kehamilan ditemukan juga takikardi, kulit yang hangat dan
intoleransi terhadap hawa panas. Sehingga apabila dipakai indeks Wayne
sering kali didapatkan nilai yang termaksud toksik walaupun sebenarnya
keadaannya eutiroid. Meskipun demikian ada satu pegangan untuk lebih tepat
menduga secara klinis suatu tirotoksikosis pada kehamilan yaitu : apabila nadi
istirahat/ tidur lebih dari 100/menit atau apabila nadi tidak berkurang pada
perasat valsalva.
Disamping itu hasil pemeriksaan laboratorium yang umum, umpama
kadar tiroksin total (T4), pada kehamilan biasa sering menunjukkan angka
yang lebih tinggi dari pada non hamil sehingga mencurigakan ke arah
tirotoksikosis. Tetapi apabila kadarnya sampai lebih dari 15 ug/dl, hal ini
15
menyokong diagnosis tirotoksikosis. Pemeriksaan yang lebih tepat ialah
pemeriksaan kadar hormon tiroid bebas (FT4) atau indeks tiroksin bebas (FT4
I) yang menunjukkan angka yang lebih tinggi dari pada normal. Apabila
secara klinis sudah sangat jelas toksik tetapi kadar FT4 normal, mungkin FT3
yang tinggi dan perlu diperiksa
PENGOBATAN HIPERTIROIDISME
Tujuan pengobatan adalah mengendalikan tirotoksikosis ibu tanpa
gangguan fungsi tiroid janin. Pengobatan yang dapat dilakukan pada
tirotoksikosis kehamilan ada 2 macam yaitu : OAT (obat anti tiroid) dan
pembedahan. Kehamilan merupakan kontraindikasi untuk pemberian iodium
radioaktif.
• Obat anti tiroid
Obat anti tiroid yang dianjurkan ialah golongan tionamid yaitu
propilthiourasil (PTU) dan carbamizole (Neo Mercazole) . Yodida
merupakan kontraindikasi untuk diberikan karena dapat langsung
melewati sawar plasenta dan dengan demikian mudah menimbulkan
keadaan hipotiroid janin. Wanita hamil dapat mentolerir keadaan
hipertiroid yang tidak terlalu berat sehingga lebih baik memberikan
dosis OAT yang kurang dari pada berlebih.
Bioavilibilitas carbamizole pada janin ± 4 kali lebih tinggi dari
pada PTU sehingga lebih mudah menyebabkan keadaan hipotiroid.
Melihat hal-hal tersebut maka pada kehamilan PTU lebih terpilih. PTU
mula-mula diberikan 100-150 mg tiap 8 jam. Setelah keadaan eutiroid
tercapai (biasanya 4-6 minggu setelah pengobatan dimulai), diturunkan
menjadi 50 mg tiap 6 jam dan bila masih tetap eutiroid dosisnya
diturunkan dan dipertahankan menjadi 2 kali 50 mg/hari. Idealnya
hormon tiroid bebas dipantau setiap bulan. Kadar T4 dipertahankan
pada batas normal dengan dosis PTU ≤ 100 mg/hari.
Bila tirotoksikosis timbul lagi, biasanya pasca persalinan, PTU
dinaikkan sampai 300 mg/hari. Efek OAT terhadap janin dapat
menghambat sintesa hormon tiroid. Selanjutnya hal tersebut dapat
16
menyebabkan hipotiroidisme sesaat dan struma pada bayi, walaupun
hal ini jarang terjadi. Pada ibu yang menyusui yang mendapat OAT,
OAT dapat keluar bersama ASI namun jumlah PTU kurang
dibandingkan carbamizole dan bahaya pengaruhnya kepada bayi
sangat kecil, meskipun demikian perlu dilakukan pemantauan pada
bayi seketat mungkin.
• Golongan β-Bloker
Obat golongan ini tidak dianjurkan pada kehamilan karena
berbagai penelitian menunjukan bahwa obat tersebut menyebabkan
terjadinya plasenta yang kecil, pertumbuhan janin intra uterin yang
terhambat, tidak ada respon terhadap keadaan anoksia, dapat
menimbulkan bradikardi dan hipoglikemia. Atas dasar ini maka
golongan β- Bloker tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama pada
hipertiroid dengan kehamilan. Tetapi apabila sangat diperlukan
umpama pada hipertiroid berat, krisis atau ancaman krisis tiroid, dapat
diberikan seperti biasa.
• Tiroidektomi
Tiroidektomi secara umum sebenarnya tidak dianjurkan. Hanya
perlu dilakukan bila pasien hipersensitif terhadap obat anti tiroid
(OAT) atau OAT sama sekali tidak efektif, suatu hal yang sangat
jarang atau pada mereka dengan gejala mekanik akibat penekanan dari
struma.
• Terapi Yodium Radioaktif
Pemberian terapi maupun pemeriksaan fungsi tiroid dengan
iodida radioaktif merupakan kontraindikasi pada hipertiroid dalam
kehamilan, oleh karena yodida dan radiodida juga dengan mudah
melewati plasenta
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik bagi ibu dan anak apabila diterapi dengan baik.
17
KOMPLIKASI
1) Penyakit jantung tiroid (PJT).
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak,
edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan
adanya atrium fibrilasi.
2) Krisis Tiroid (Thyroid Storm).
Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis
(life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat,
operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan
tanda tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba.
3) Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).
Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan
biasanya hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah
adanya hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot.
Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan
(karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam sel oleh insulin
bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase).
18
Daftar Pustaka
1. Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
2. Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
3. Nelson-Piercey C. Thyroid disease. Handbook of Obstetric Medicine, 2nd Edition.
London: Martin Dunitz; 2001
4. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice Bulletin.
Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. Number 37, August
2002. Thyroid disease in pregnancy. Obstet Gynecol. 2002 Aug;100(2):387-
96[PubMed])
5. Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, AlihBahasa
Anugerah P., Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995 : hal 1049 ± 1058,1070±1080
6. Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21),EGC, Jakarta
7. Sumanggar Ps. Thyrotoxicosis di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Palembang.
Dalam : Naskah Lengkap KOPAPDI V, Jilid I. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
UNDIP -- RS Kariadi, Semarang 1981, hal. 53
8. Ingbar SH Woeber KA. Disease of the Thyroid. In : Harrison's Principles of Internal
Medicine.IsselbacherKJ et.al. (eds) 9th ed. Tokyo : McGraw –Hill Hogakusha Ltd.
1980. p. 1694
9. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999 : hal 594-598
10. Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, 1996 : hal 725 ± 778
19