lapkas bedah onko

52
BAB I PENDAHULUAN Sistem endokrin merupakan sistem dan organ yang memproduksi hormon, suatu mediator kimia yang bekerja jauh dari sistem atau organ asal. Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar dengan berat normal 15 hingga 20 gram pada orang dewasa dan terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Kelenjar tiroid berfungsi mengatur proses oksidasi, pengeluaran karbondioksida, mempengaruhi perkembangan fisik dan mental pada anak. Tiroid menyekresikan dua macam hormon utama, yaitu tiroksin (T 4 ) dan triidotironin (T 3 ). Yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon tiroid, maka harus selalu tersedia yodium yang cukup dan berkesinambungan. Yodium dalam makanan berasal dari makanan laut, susu, daging, telur, air minum, garam yang beryodium dan sebagainya. 1 Kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksi-kosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya di sebut struma. 2 Salah satu penyebab terjadinya struma adalah kekurangan yodium. Yodium merupakan unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4 sehingga untuk mengimbangi kekurangan tersebut, kelenjar tiroid 1

Upload: hanry-halim

Post on 11-Jul-2016

251 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

^^

TRANSCRIPT

Page 1: LAPKAS BEDAH ONKO

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem endokrin merupakan sistem dan organ yang memproduksi hormon,

suatu mediator kimia yang bekerja jauh dari sistem atau organ asal. Kelenjar tiroid

merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar dengan berat normal 15 hingga

20 gram pada orang dewasa dan terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan

sebelah anterior trakea. Kelenjar tiroid berfungsi mengatur proses oksidasi,

pengeluaran karbondioksida, mempengaruhi perkembangan fisik dan mental pada

anak. Tiroid menyekresikan dua macam hormon utama, yaitu tiroksin (T4) dan

triidotironin (T3). Yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon

tiroid, maka harus selalu tersedia yodium yang cukup dan berkesinambungan.

Yodium dalam makanan berasal dari makanan laut, susu, daging, telur, air minum,

garam yang beryodium dan sebagainya.1

Kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksi-

kosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid

noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya di sebut struma.2

Salah satu penyebab terjadinya struma adalah kekurangan yodium. Yodium

merupakan unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4 sehingga untuk

mengimbangi kekurangan tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dalam

menimbulkan pembesaran yang mudah terlihat di kelenjar tiroid.3

Struma merupakan pembesaran kelenjar tiroid baik satu maupun kedua lobus

sebagai akibat berbagai sebab dengan atau tanpa gangguan produksi hormon.3

Struma dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologis, yaitu eutiroidisme,

hipotiroidisme dan hipertiroidisme. Berdasarkan klinis dibedakan atas struma

toksik dan non toksik. Struma dapat mempengaruhi letak organ-organ

disekitarnya.2,3,4

Struma nodusa atau struma adematosa terutama ditemukan didaerah

pegunungan karena defisiensi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodusa

ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologi umumnya

multifaktorial. Penderita struma nodusa biasanya tidak mengalami keluhan karena

tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi

1

Page 2: LAPKAS BEDAH ONKO

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler. Degenerasi jaringan

menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya perlahan – lahan,

struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian

penderita dengan struma nodusa dapat hidup tanpa gangguan.3,5

Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan tiroid, baik kanker

tiroid, struma nodosa non toksik maupun struma nodosa toksik . Hasil penelitian

Guth S, et al di Jerman tahun 2006 yang dilakukan pada 635 orang (210

perempuan dan 425 laki – laki) yang menjalani pemeriksaan USG kelenjar tiroid

ditemukan 432 orang (68,03%) mengalami struma.5

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki – laki

namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak

ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang

semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar.6

Berdasarkan penelitian Hemminichi K, et al yang dilakukan berdasarkan data

rekam medis pasien usia 0-75 tahun yang di rawat di rumah sakit tahun 1987-

2007 di Swedia ditemukan 11.659 orang (50,9%) mengalami struma non toksik,

9.514 orang (41,5%) Grave disease, dan 1.728 orang (7,54%) struma nodular

toksik.7

Berikut ini akan dibahas laporan kasus struma uninodusa non toksik sinistra di

RSUP Prof. R.D. Kandou Manado.

2

Page 3: LAPKAS BEDAH ONKO

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media

dan fascia prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea,

esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tiroid melekat pada

trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran.

Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang

kelenjar tiroid.8,9,10

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan

sangat vaskular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring

setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini

terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2

lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya

kira-kira 25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu. Pada usia dewasa berat

kelenjar ini kira-kira 20 gram . Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada

wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti

kerucut.

Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina

cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus

berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus,

walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya

kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun

terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya

berubah.9

Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea

sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya

kelenjar ke arah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan

apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau

tidak. Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a.tiroidea superior (cabang

dari a.karotis eksterna) dan a.tiroidea inferior (cabang a.subklavia).

3

Page 4: LAPKAS BEDAH ONKO

Kadangkala dijumpai a. ima (cabang truncus brachiochepalica). Setiap

folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,

sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.10

Nodus limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus,

dan ke nl.pretrakhealis dan nl.paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke

nl.brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan

ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.

Gambar 1 Kelenjar tiroid, glandula thyroidea, dan tenggorok, larynx11

Gambar 2 Pembuluh darah dan saraf pada kelenjar tiroid, glandula thyroidea, dan tenggorok, larynx11

B. Gambaran Histologi Kelenjar Tiroid4

Page 5: LAPKAS BEDAH ONKO

Kelenjar tiroid terdiri dari nodul – nodul yang tersusun dari folikel –

folikel kecil yang berbentuk bundar dengan diameter anata 50-500 µm yang

dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Dinding folikel

terdiri dari selapis sel selapis tunggal dengan puncak menghadap ke dalam

lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini

berkelompok sebanyak kira – kira 40 buah untuk membentuk lobules yang

mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat,

koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tiroglobulin

(BM 650.000).10

Gambar 3 Sediaan tiroid yang memperlihatkan folikel– folikel yang dibentuk oleh epitel selapis, yang mengandung koloid.10

C. Fisiologi Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah triidotironin (T3), yang sebagian besar

berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung

dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi

bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdalam

dalam tiroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotirosin (DIT).

Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang

disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke

sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian

mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam

sirkulasi, hormone tiroid terikat pada globulin, globulin pengikat tiroid

(thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin

(Thyroxone-binding prealbumin, TPBA).8 Regulasi sekresi hormon tiroid di

pengaruhi oleh sistem kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitary

lobus anterior dan kelenjar tiroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH

yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi

hormon tiroid, meningkatkan ukuran kelenjar tiroid.7,9,12

5

Page 6: LAPKAS BEDAH ONKO

Proses pembentukan hormon tiroid dimulai dari proses penjeratan ion

iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat memekatkan

iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah. Pertama, proses

pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin merupakan glikoprotein besar yang

nantinya akan mensekresi hormon tiroid. Kedua, proses pengoksidasian ion

iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim peroksidase dan

hidrogen peroksidase. Ketiga, proses iodinasi asam amino tirosin. Pada

proses ini iodium (I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena

tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O)

pada cincin benzene lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh

enzim iodinase agar lebih cepat. Keempat, proses organifikasi tiroid. Pada

proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I

dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin).

Kelima, proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi).

Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi

triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi

tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak

larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh

senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut

protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon

tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini.

Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah.

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam.

Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses

monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas

mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis.

Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’

triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada

tingkat seluler.

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid, yaitu :

6

Page 7: LAPKAS BEDAH ONKO

1. TRH (thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hipothalamus. TRH merangsang hipofisis

mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar

tiroid terangsang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi.

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam

sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH

reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormone

meningkat.

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback)

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat

hipofisis. T3 disamping berefek pada hipofisis juga berefek pada tingkat

hipotalamus, sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis

terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme hormon tiroid terdiri dari kalorigenik, termoregulasi,

metabolisme protein anabolik dalam keadaan fisiologis, tetapi dalam dosis

besar bersifat katabolic metabolisme karbohidrat, diabetogenik, karena

resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian

pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi

insulin meningkat, metabolisme lipid dimana T4 mempercepat sintesis

kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu

ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol

rendah, sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan

fosfolipid meningkat, konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati

memerlukan hormon tiroi sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai

karotenemia, dan lain-lain.

7

Page 8: LAPKAS BEDAH ONKO

Gambar 4 Axis hipotalamus-pituitari-tiroid

D. Definisi

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh

karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat

berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Struma juga merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan yodium

sebagai unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4 sehingga untuk

mengimbangi kekurangan tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan

menimbulkan pembesaran yang mudah terlihat di kelenjar tiroid dan struma

nodular serta berdasarkan klinis dibedakan atas struma toksik dan struma

non toksik.2

E. Klasifikasi

Struma dapat diklasifikasikan menjadi eutirodisme, hipotiroidisme dan

hipertiroidisme. Berdasarkan morfologi dibedakan atas struma hiperplastika

diffusa, struma colloides diffusa dan struma noduler. Struma dapat

8

Page 9: LAPKAS BEDAH ONKO

mempengaruhi letak organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial

kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah

kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga

terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak

terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.

Bila pembesaran keluar maka akan membentuk leher yang besar dapat

asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.1,3,4

Secara fisiologis, struma dapat diabgai menjadi :

1. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid

yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada dalam batas

normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah

yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak

menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi

secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.1

2. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan structural atau fungsional kelenjar

tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.

Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang

cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai

kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid

akibat pembedahan/ ablasi radioisotope atau akibat destruksi oleh

antibodi autoimun yang beredardalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme

adalah penambahan berat badan, sensitive terhadap udara dingin,

dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,

rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan

penurunan kemampuan bicara.1,3

3. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat

didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh

metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul

9

Page 10: LAPKAS BEDAH ONKO

spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang

kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan

tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme

berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat

berlebihan, kelelahan, lebih suka udara dingin, sesak napas.Selain itu

juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian

atas, mata melotot (eksoftalmus), diare, haid tidak teratur, rambut

rontok, dan atrofi otot.1,

Secara klinis struma dapat dibedakan menjadi :

1. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik

dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah

kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan

menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis

sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik

teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).1,5

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme

karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan

dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok

eksoftalmik/exophtalmicgoiter), bentuk tiroktosikosis yang paling

banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.1

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah

diidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH

beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan

menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan

peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi

hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk

menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila

gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa

penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa

10

Page 11: LAPKAS BEDAH ONKO

khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara

dan menelan, koma dan dapat meninggal.1,6

2. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi

menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik.

Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.

Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter

koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang

sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa

hormon oleh zat kimia.1

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka

pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai

tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa

non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan

berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan

penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau

hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau

ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya

gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea

(sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul

perdarahan di dalam nodul.3,7

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat

ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin.

Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk kedalam tubuh

hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah

endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemik ringan

prevalensi gondok di atas 10% < 20%, endemik sedang 20% - 29% dan

endemik berat di atas 30%.2,7

F. Epidemiologi

Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan tiroid, baik

kanker tiroid, struma nodosa non toksik, maupun struma nodosa toksik.10

11

Page 12: LAPKAS BEDAH ONKO

Prevalensi struma nodosa yang didapat melalui palpasi sekitar 4,7- 51 per

1000 orang dewasa dan 2,2 – 14 per

1000 pada anak-anak.1,9 Hasil survey Balitbang pada tahun 2007

didapatkan angka prevalensi struma nodosa di Indonesia meningkat sebesar

35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan GAKY (Gangguan Akibat

Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta penduduk

Indonesia tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta menderita struma

nodosa. Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat

struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes,

Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di

Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan

Sulawesi.3 Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan

laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks

tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala

umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit

lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas

seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.3

G. Etiologi

Penyebab paling banyak dari struma non toksik adalah kekurangan

iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis,

penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan oleh beberapa

hal, yaitu :7,8

1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada defesiensi

sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi 12

Page 13: LAPKAS BEDAH ONKO

berat iodium adalah kurang dari 25mcg/d dihubungkan dengan

hypothyroidism dan cretinism.

2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada

preexisting penyakit tiroid autoimun

3. Goitrogen :

a. Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium

b. Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan

resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

c. Makanan, sayur-mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak

cina, brussels kecambah), padi-padian, millet, singkong, dan

goitrin dalam rumput liar.

4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon

kelejar tiroid

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa

kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna

H. Patogenesis Struma

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat

pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi

penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Yodium

merupakan bahan utama yang dibutuhkan untuk pembentukan hormon

tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk ke dalam

sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam

13

Page 14: LAPKAS BEDAH ONKO

kelenjar, yodium dioksidasi menjadi bentuk aktif yang distimulasi oleh TSH

kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel

koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk

tiroksin (T4) dan molekul tyrodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan

pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada

tirotropin hipofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan metabolik tidak

aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan

dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan

melalui rangsangan umpanbalik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh

kelenjar hipofisis. Keadaan ini yang menyebabkan pembesaran kelenjar

tiroid.5,6

Struma juga dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang

menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat

kimia (goitrogenic agen), proses peradangan atau gangguan autoimun

seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau

neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan

misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik

misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).1,8

I. Diagnosis2,3

1. Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita

yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher

sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu

diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul,

14

Page 15: LAPKAS BEDAH ONKO

bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta

untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.

2. Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk

duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien

dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada

tengkuk penderita.

3. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara

tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar

total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay.

Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang

secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay

radioimunometrik.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi

tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan

berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun

(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien

yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif

(RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam

menangkap dan mengubah yodida.

4. Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan

atau menyumbat trakea (jalan nafas).

15

Page 16: LAPKAS BEDAH ONKO

5. Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan

tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan

kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu

pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan

USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

6. Sidikan (scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama

technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah.

Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih

tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop

adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-

bagian tiroid.

7. Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan

hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik

biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau

positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

J. Pencegahan

1. Pencegahan Primer

16

Page 17: LAPKAS BEDAH ONKO

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk

menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang

dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola

perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti

ikan laut

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium

setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum

memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara

ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam

karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan

dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang

diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam

sediaan air minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di

daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya

adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk

wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan

endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan

kelamin.

f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3

tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1

cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

17

Page 18: LAPKAS BEDAH ONKO

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu

penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh dan menghambat

progresifitas penyakit.

K. Penatalaksanaan Medis

Ada beberapa macam penatalaksanaan medis untuk struma yaitu:

1. Operasi/ Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang

sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk

para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan

yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti

tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien

hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita

hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik

atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini

disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu

dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan

fungsi tiroid.1

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid,

sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah

pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat

tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup

memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan

18

Page 19: LAPKAS BEDAH ONKO

laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah

tindakan pembedahan.1

- Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka

kelenjar disisakan.

- Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus, diikuti oleh

isthmus.

- Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.

Indikasi dilakukan operasi pada struma, yaitu :

Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

Struma dengan gangguan tekanan

Kosmetik

2. Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi

pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien

yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat

mengurangi gondok sekitar 50%. Yodium radioaktif tersebut

berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran

terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko

kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan

dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah

sakit,obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,

sebelum pemberian obat tiroksin.2,4

3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

19

Page 20: LAPKAS BEDAH ONKO

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini

diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon

TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin

diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi

hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar

tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah

propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.2,4,5

20

Page 21: LAPKAS BEDAH ONKO

BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : S.T.

Nomor rekam medik : 46.25.10

Usia : 66 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 6 April 1949

Suku bangsa : Minahasa/Indonesia

Status perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RS : 11 Januari 2016

2. ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA :

Benjolan di leher

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Benjolan dileher dialami penderita sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya

benjolan dirasakan penderita sebesar biji salak namun kemudian

berangsur-angsur membesar. Perubahan suara tidak ada, nyeri tidak ada,

riwayat demam tidak ada, rasa bergetar tidak ada, dada berdebar-debar

tidak ada. Riwayat radiasi pada leher disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Penderita memiliki saudara laki-laki yang mengalami gejala seperti ini.21

Page 22: LAPKAS BEDAH ONKO

3. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4 V5 M6

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah: 120/70 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,4 0C

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil

bulat isokor +/+ 3mm/3mm

Leher : Regio colli anterior : benjolan ukuran 7 x 4 cm,

nodul (+), konsistensi kenyal, fixed, batas tidak

jelas, ikut gerakan menelan

Thoraks :

Inspeksi : Gerakan dada simetris kiri = kanan

Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : SP vesicular kiri = kanan, ronkhi -/-, weezing -/-

Abdomen :

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani

22

Page 23: LAPKAS BEDAH ONKO

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas :

Superior : Tidak ada kelainan

Inferior : Tidak ada kelainan

CRT : kurang dari 2 detik

RT : TSA cekat, ampula kosong, mukosa licin

ST : Feses (-), darah (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Endokrinologi (21/12/2015)

FT3 3,23 pg/mL (normal: 2,3 - 4,2)FT4 1,03 ng/dL (normal: 0,7 - 1,48)TSH 1,499 µIU/mL (normal: 0,35 - 4,94)

Pemeriksaan Hematologi (13/1/2016)

Leukosit 13190/uLEritrosit 3,80x106/uLHemoglobin 11,7 g/dLHematokrit 34,2%Trombosit 194x103/uLMCH 30,8 pgMCHC 34,2 g/dLMCV 90,1 fLSGOT 15 U/LSGPT 13 U/LUreum darah 31 mg/dLCreatinin darah 1,1 g/dLAlbumin 3,53 g/dLChlorida darah 109 mEq/LKalium darah 3,5 mEq/LNatrium darah 139 mEq/L

23

Page 24: LAPKAS BEDAH ONKO

Pemeriksaan FNAB Patologi Anatomi (29/12/2015)

Makroskopik : benjolan leher ukuran 7 x 4 cm sejak 2 tahun lalu degan

massa tidak jelas, beberapa agak lunak.

Mikroskopik : hapusan hanya terdiri dari beberapa sel epitel bulat seperti

epitel folikel, tidak didapati cyst marofag, hanya leukosit

sedikit limfosit, latar belakang sel darah merah.

Kesimpulan : suspek nodul thyroid.

Anjuran : biopsi jaringan.

Pemeriksaan Radiologi

USG 2/1/2016

Kesan : struma

Foto Thoraks 7/1/2016

- Jantung : CRT < 50% (normal)

- Aorta : normal24

Page 25: LAPKAS BEDAH ONKO

- Paru-paru : bronkovesikular nomal

- Trakea : tampak gambaran massa pada leher kiri depan bawah,

massa inhomogen, kalsifikasi (-), batas jelas.

Kesan : struma.

Pemeriksaan EKG 12/1/2016

Kesan : normal sinus rythm

5. RESUME

Perempuan 66 tahun datang ke RSUP. Prof. R. D. Kandou

Malalayang dengan keluhan utama benjolan di leher sebelah kiri sebesar

biji salak sejak 2 tahun yang lalu. Semakin lama, benjolan dirasakan

semakin membesar. Pada pemeriksaan fisik pada leher: regio colli anterior

25

Page 26: LAPKAS BEDAH ONKO

sinistra terdapat benjolan ukuran 7 x 4 cm, nodul (+), konsistensi kenyal,

fixed, batas tidak jelas, ikut gerakan menelan.

6. DIAGNOSA KERJA

Struma uninodusa nontoksik sinistra

7. TATALAKSANA

Rencana operasi elektif

8. FOLLOW UP

11/1/2016

S : Benjolan di leher, nyeri (-)

O : TD 120/80 mmHg; N 84 x.m; R 22 x/m; S 36,6 0C

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Leher : Regio colli anterior sinistra : benjolan ukuran 7 x 4 cm,

nodul (+), konsistensi

kenyal, fixed, batas tidak

jelas, ikut gerakan menelan

A : Struma uninodusa nontoksik sinistra

P : Rencana operasi elektif

12/1/2016

S : Benjolan di leher, nyeri (-)

O : TD 130/80 mmHg; N 82x.m; R 18x/m; S 36,80C

26

Page 27: LAPKAS BEDAH ONKO

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Leher : Regio colli anterior sinistra : benjolan ukuran 7 x 4 cm,

nodul (+), konsistensi

kenyal, fixed, batas tidak

jelas, ikut gerakan menelan

A : Struma uninodusa nontoksik sinistra

P : Isthmolobectomy sinistra besok (13/1/2016)

12/1/2016

Follow up dokter anastesi

ASA I

Instruksi :

- Inform consent

- Puasa mulai jam 24.00

- Persiapan darah

- Berdoa

9. LAPORAN OPERASI

Tanggal operasi : 13/1/2016

Jam operasi : 10.00 – 13.00 WITA

Lama operasi : 3 jam

Nama ahli bedah : dr. Nico Lumintang, Sp.B(K)KL

Nama ahli anastesi : dr. Shella, Sp.An

Diagnosis sebelum operasi : Struma Uninodusa Nontoksik Sinistra

27

Page 28: LAPKAS BEDAH ONKO

Diagnosis pasca operasi : Post isthmulobektomi ec. struma uninodusa

nontoksik sinitra

Nama / macam operasi : Isthmulobektomi

Jaringan yang dieksisi/insisi : Tiroid sinistra

Laporan operasi :

o Penderita terlentang dengan general anastesi

o A dan asepsis lapangan operasi

o Insisi collar diperdalam sampai facia colli superfisial dengan

memotong musculus platysima

o Insisi m. pretrakealis dan fasia colli superficial kemudian insisi

tiroid

o Observasi n. reccuren dan laringeus reccuren dan pembuluh

darah tiroid

o Kontrol perdarahan

o Cuci luka operasi

o Jahit luar lapis demi lapis

o Operasi selesai

28

Page 29: LAPKAS BEDAH ONKO

Instruksi post operasi :

o IVFD RL 18 gtt/m

o Injeksi Cefazolin 2x1 amp IV

o Injeksi Asam tranexamat 3x1 amp IV

o Injeksi Ranitidin 2x1 amp IV

o Injeksi Ketorolac 1% 3x1 amp IV

o Tyrax 1x100

10. FOLLOW UP

14/1/2016

S : nyeri luka operasi (+)

O : TD 110/70 mmHg; N 88 x/m; R 18 x/m; S 36,70C, SpO2 100%

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Leher : Regio colli anterior : Luka terawat, produksi drain ± 4 cc/24 jam

A : Post isthmolobektomi sinistra ec. struma uninodusa nontoksik sinistra29

Page 30: LAPKAS BEDAH ONKO

R : IVFD RL 18 gtt/m

Injeksi Cefazolin 2x1 amp IV

Injeksi Asam tranexamat 3x1 amp IV

Injeksi Ranitidin 2x1 amp IV

Injeksi Ketorolac 1% 3x1 amp IV

Tyrax 1x100

30

Page 31: LAPKAS BEDAH ONKO

BAB IV

PEMBAHASAN

Struma (goiter) terlihat sebagai suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid baik

pada satu atau kedua lobus akibat berbagai sebab dengan atau tanpa gangguan

produksi hormon.2 Diagnosa struma ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Benjolan pada leher dialami sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya benjolan

dirasakan penderita sebesar biji salak namun kemudian berangsur-angsur

membesar. Perubahan suara tidak ada, nyeri tidak ada, riwayat demam tidak ada,

rasa bergetar tidak ada, dada berdebar-debar tidak ada. Riwayat radiasi pada leher

disangkal. Saudara laki-laki penderita pernah mengalami keluhan yang sama.

Penderita kemudian dibawa ke RSUP Prof. Kandou Malalayang.

Pada pemeriksaan fisik, tanda vital penderita dalam batas normal. Pada status

lokalis di regio colli anterior, benjolan berukuran 7 x 4 cm, konsistensi kenyal,

fixed, nodul ada, batas tidak jelas, dan mengikuti gerakan menelan. Pemeriksaan

fisik benjolan di regio coli dekstra tidak menunjukan ciri keganasan tiroid dan

belum terdapat infiltrasi ke jaringan sekitar. Tingkat keganasan pada benjolan

tiroid hanya dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anotomi.5

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan TSH, FT4, dan FT3.

TSH digunakan untuk mendiagnosis hipertiroid primer dimana terjadi

peningkatan kadar basal menjadi 6 µIU/mL dari batas normal TSH 2-4 µIU/mL.

Kadar TSH basal dapat membedakan hipertiroid dan eutiroid. Pada kasus ini nilai

TSH berada dalam batas normal yaitu 1,499 µIU/mL. FT4 digunakan untuk

menghitung kadar thyroid bleeding globulin (TBG) dengan nilai rujukan

31

Page 32: LAPKAS BEDAH ONKO

laboratorium 0,7 – 1,48 ng/dL. Pada kasus ini berada dalam batas normal yaitu

1,03 ng/dL. 10,11

Pemeriksaan radiologi x-foto toraks posisi posterior anterior menunjukan

tidak terdapat kelainan pada rongga toraks. Meskipun sebagian besar struma

nodosa tidak mengganggu pernapasan karena pertumbuhan kearah lateral atau

anterior, terdapat sebagian bentuk dimana terdapat kemungkinan penyempitan

trakea. Kesan hasil pencitraan ultrasonografi ialah struma. Diagnosis tumor

kelenjar tiroid berupa tumor jinak atau ganas ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

patologi anotomi dengan teknik FNAB (fine needle aspiration biopsy). Gambran

FNAB tidak dapat dijadikan patokan apabila pada hasil pemeriksaan

menunjukkan karsinoma tiroid folikular karena gambaran keganasan tersebut juga

dijumpai pada adenoma folikuler maupun adenoma goiter sehingga yang dapat

membedakan jinak atau ganas ialah invasi sel-sel kanker intravaskular atau

intrakapsular.6,8,9

Struma adenomatosa benigna secara umum memiliki ukuran besar namun

tidak menyebabkan gangguan neurologik, muskuus skeletal, vaskular atau

respirasi. Presentasi kemungkinan struma nodosa mengalami perubahan ke arah

malignansi ialah sekitar 5 %. Tanda keganasan berupa perubahan bentuk dan laju

pertumbuhan yang meningkat serta tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan

sekitar.3,7 Prognosis pada kasus ini dubia ad bonam.7,8

32

Page 33: LAPKAS BEDAH ONKO

BAB V

PENUTUP

Struma uninodusa nontoksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid

dimana secara klinik teraba sebuah nodul tanpa disertai tanda-tanda

hipertiroidisme. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis keganasan hanya dapat ditentukan

berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi.

33

Page 34: LAPKAS BEDAH ONKO

DAFTAR PUSTAKA

1. Gopinath N. Thoracic trauma. Indian Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery. 2004;20:144-8.

2. Simon BJ, Cushman J, Barraco R, Lane V, dkk. Pain management guidelines for blunt thoracic trauma. J Trauma. 2005; 59(5):1256-67.

3. Eckstein M, Henderson SO. Thoracic trauma. In: Marx JA, dkk. Rosen's Emergency Medicine. Edisi ke-7. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009:387-413

4. Setiawan, I., Tengadi K.A, Santoso. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2007.

5. Garwe T, Cowan LD, Neas BR, dkk. Directness of transport of major trauma patients to a level I trauma center: A propensity-adjusted survival analysis of the impact on short-term mortality. J Trauma 2011;70:1118-27

6. Hooker DR. Physiological effects of air concussion. Am J Physiol. 2009;67(2):219-74

7. Sjamsuhidajat, Jong W D. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 2005

8. Soepardi E A, Iskandar N. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala leher. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2006.h.132-156

9. Wanek, J.C. Mayberry. Blunt thoracic trauma: f lail chest, pulmonary contusion, and blast injury. Crit Care Clin. 2004;20:71–81

10. Zuckerman S. Experimental study of blast injuries to the lungs. Lancet. 2006;2:219-24

11. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia: Sobotta. Edisi ke-22. Jakarta: EGC. 2006.

12. Corwin, EJ. Patofisiologi: Sistem Endokrin. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 2009.h.272-314.

34