laporan dormansi

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji namun demikian dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali. (Salisbury dan Ross, 1995). Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat sehingga benih dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Masa dormansi tersebut dapat dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun kimiawi. Studi beberapa perlakuan pematahan dormansi belum memberikan hasil yang memuaskan khususnya pada benih tanaman perkebunan. Pada proses perkecambahan, tumbuhan tidak memulai kehidupan akan tetapi meneruskan pertumbuhan dan perkembangan yang secara temporer dihentikan ketika biji menjadi dewasa dan embrionya menjadi tidak aktif. Biji jenis lain bersifat dorman dan tidak akan berkecambah, meskipun disesuaikan dalam tempat yang menguntungkan sampai petunjuk lingkungan tertentu menyebabkan biji mengakhiri dormansi tersebut (Goldworthy, 1992). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan percobaan untuk mengkaji pengaruh berbagai 1

Upload: ratnayusii-izecson-leite

Post on 03-Dec-2015

178 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Fisiologi hewam

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses

perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena

adanya pengaruh dari dalam dan luar biji namun demikian

dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat

tumbuh kembali. (Salisbury dan Ross, 1995).

Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang

sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara

pematahan dormansi yang tepat sehingga benih dapat

berkecambah dengan cepat dan seragam. Masa dormansi

tersebut dapat dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun

kimiawi. Studi beberapa perlakuan pematahan dormansi belum

memberikan hasil yang memuaskan khususnya pada benih

tanaman perkebunan.

Pada proses perkecambahan, tumbuhan tidak memulai

kehidupan akan tetapi meneruskan pertumbuhan dan

perkembangan yang secara temporer dihentikan ketika biji

menjadi dewasa dan embrionya menjadi tidak aktif. Biji jenis lain

bersifat dorman dan tidak akan berkecambah, meskipun

disesuaikan dalam tempat yang menguntungkan sampai

petunjuk lingkungan tertentu menyebabkan biji mengakhiri

dormansi tersebut (Goldworthy, 1992).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan

percobaan untuk mengkaji pengaruh berbagai macam perlakuan

terhadap pemecahan biji saga (Abrus precatorius L.).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap

pemecahan dormansi biji saga (Abrus precatorius L.) ?

1

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam

percobaan ini adalah:

1. Mendeskripsikan pengaruh berbagai macam perlakuan

terhadap pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus

precatorius L.).

BAB II

2

KAJIAN PUSTAKA

A. Biji saga

Saga pohon umum dipakai sebagai pohon peneduh di jalan-jalan

besar. Tumbuhan ini juga mudah ditemui di pantai. Daunnya

menyirip ganda, seperti kebanyakan anggota suku polong-

polongan lainnya.

Dahulu biji saga dipakai sebagai penimbang emas karena

beratnya yang selalu konstan. Daunnya dapat dimakan dan

mengandung alkaloid yang berkhasiat bagi penyembuhan

reumatik. Bijinya mengandung asam lemak sehingga dapat

menjadi sumber energi alternatif (biodiesel). Kayunya keras

sehingga banyak dipakai sebagai bahan bangunan serta mebel.

B. Dorman

Dormansi digambarkan sebagai peristiwa benih yang

berkecambah, tidak akan berkecambah walaupun faktor

lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Istilah

dormansi mempunyai aplikasi yang luas dalam fisiologi tanaman

yang mengacu pada ketidak adaan pertumbuhan di dalam

bagian tanaman yang dipengaruhi faktor dalam dan luar.

Dormansi pada biji merupakan salah satu penyebab gagalnya

perkecambahan walaupun biji dapat menyerap air dan berada

dalam temperatur dan tingkat oksigen yang baik (Edmon et al.,

1957).

Tipe dormansi:

3

a. Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan struktural

terhadap perkecambahan. Seperti kulit biji yang keras dan

kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap

masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman.

b. Dormansi fisiologi : dapat disebabkan oleh beberapa

mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur

tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat

juga oleh faktor-faktor dalam seperti ketidaksamaan embrio

dan sebab-sebab fisiologi lainnya.

Biji akan berkecambah setelah mengalami masa dorman

yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih

berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit

biji yang tahan (impermeabel), atau adanya penghambat

tumbuh. Kekerasan kulit biji merupakan hambatan fisik terhadap

perkembangan embrio sehingga menyebabkan embrio kurang

mampu menyerap air dan oksigen serta karbon dioksida tidak

dapat keluar secara baik yang berakibat proses respirasi tidak

sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek dormansi dapat

dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dalam zat

kimia seperti kalium nitrat pada konsentrasi tertentu atau

dengan pemanasan (Harjadi, 2002).

Dormansi biji primer lebih umum dari dormansi biji

sekunder. Dapat dalam bentuk dormansi eksogen atau endogen.

Dormansi primer eksogen adalah suatu kondisi dimana input

lebih penting (Misalnya: air, cahaya, dan suhu) tidak tersedia

untuk benih dan perkecambahan tidak terjadi. Genetika dan

faktor lingkungan juga memodifikasi ekspresi dormansi eksogen.

Dormansi endogen primer juga dipengaruhi oleh banyak faktor

lingkungan selama biji dalam kondisi pengembangan atau

pematangan (Siregar dan Utami, 1994). Faktor eksternal

perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan

adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku

sebagai inhibitor perkecambahan (Mayer, 1975).

4

Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses

perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena

adanya pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury dan Ross,

1995).

Perkecambah merupakan transformasi dari bentuk embrio

menjadi tanaman yang sempurna. Perkecambahan biji yang

dipermudah dengan keadaan tertentu seperti penyucian,

dengan keberadaan zat penghambat tumbuh larut air pada kulit

biji, suhu rendah, perpecahan kulit biji dan hal lain membuat

potensial bahan tanam sebagai sumber keseragaman tanaman

menjadi cukup rumit. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa

lingkungan relung tanah tidak akan sama pada kondisi lapangan

seperti dalam hal kandungan air, temperatur dan organisme

( Sitompul dan Guritno, 1995).

Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk

menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi

lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses

tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada

embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah

membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai

untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses

perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk

mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi

digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Salisbury and

Ross, 1995).

Perlakuan skarifikasi digunakan untuk mematahkan

dormansi biji, sedangkan skarifikasi adalah salah satu upaya

perlakuan pada benih yang ditujukan untuk mematahkan

dormansi. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan dengan

cara fisik, mekanis dan khemis (Zono, 2009). Larutan asam kuat

seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji

menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah

(Esmaeili, 2009).

C. Perlakuan Pemecahan Dormansi Biji

5

1. Perlakuan Skarifikasi Mekanik

Perlakuan pendahuluan adalah istilah yang digunakan

untuk proses mematahkan dormansi benih. Perlakuan

pendahuluan diberikan pada benih-benih yang memiliki

tingkat kesulitan yang tinggi untuk dikecambahkan

(Widhityarini, Suryadi, dan Purwantoro, 2011).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan dormansi

benih berkulit keras adalah dengan skarifikasi mekanik.

Skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat

mematahkan dormansi pada benih keras karena

meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi mekanik dilakukan

dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat

keluar masuknya air dan oksigen.

Teknik yang umum dilakukan pada perlakuan skarifikasi

mekanik yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan

penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai

terlihat bagian embrio (perlukaan selebar 5 mm). Skarifikasi

mekanik memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk

memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi

mekanik mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk

berimbibisi berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat

terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah

(Widyawati et al., 2009)

Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati

dan tepat pada posisi embrio berada. Posisi embrio benih

aren kadang-kadang berbeda seperti terletak pada bagian

punggung sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak di

bagian tengah benih (Rofik dan Murniati, 2008).

2. Perlakuan Skarifikasi Kimiawi

Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan kulit benih

lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi.

Perendaman pada larutan kimia yaitu asam kuat seperti

KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat

kulit benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air

6

dengan mudah. Berikut rincian masing-masing penggunaan

larutan kimia untuk memecahkan dormansi benih :

A. Perendaman Dengan Larutan Kalium Nitrat (KNO3)

ISTA merekomendasikan penggunaan KNO3 dengan

konsentrasi 0,1 – 0,2 %. KNO3 digunakan sebagai promotor

perkecambahan dalam sebagian besar pengujian

perkecambahan benih (Copeland dan McDonald, 2001 dalam

Marlina et al., 2010).

B. Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat (H2SO4)

Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan

kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada

legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan asam

harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp

dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan

asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 – 10

menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi,

sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat

menyebabkan kerusakan (Schimdt, 2000 dalam Winarni ,

2009).

Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009), larutan

asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan

konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis

benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak.

Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula

membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat

benih dorman.

C. Perendaman Dengan Larutan Asam Klorida (HCl)

Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen

klorida (HCl). Asam klorida adalah asam kuat. Senyawa ini

juga digunakan secara luas dalam industri. Ciri fisik asam

7

klorida, seperti titik didih, titik leleh, kepadatan, dan pH

tergantung dari konsentrasi atau molarity dari HCl di dalam

larutan asam (Anonim 4, 2013).

D. Perendaman dalam Air

Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009), beberapa

jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air

dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.

Perlakuan perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci zat-

zat yang menghambat perkecambahan dan dapat melunakkan

kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih

cepat.

Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk

mengatasi dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih

akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih

menjadi permeabel (Schimdt, 2000 dalam Silomba, 2006).

D. Hipotesis

Ha : Ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap

pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius

L.).

Ho : Tidak ada pengaruh berbagai macam perlakuan

terhadap pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus

precatorius L.)

8

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Percobaan

Jenis percobaan ini adalah eksperimental karena

dilakukan percobaan untuk menjawab rumusan masalah, dan

terdapat variabel-variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu

variabel manipulasi, variabel respon, dan variabel kontrol.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada hari Jumat, 15 Mei 2015

pukul 14.00 WIB di depan Laboratorium Fisiologi tumbuhan

Gedung C10 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel manipulasi adalah jenis perlakuan

2. Variabel kontrol adalah jumlah biji, jenis biji, jenis media

pertumbuhan yang digunakan, tempat tumbuh biji, lama

proses perendaman, volume air dalam proses

penyiraman, penempatan tempat tumbuh biji

3. Variabel respon adalah pemecahan dormansi.

D. Alat dan Bahan

Alat :

Biji saga 30

buah

9

Asam sulfat pekat

Secukupnya

Kertas amplas

Pot dan media tanam berupa tanah dan pasir 3

buah

Air

Gelas kimia

E. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan

2. Menyediakan 30 biji berkulit keras dan dibagi menjadi 3

kelompok :

10 biji rendam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit,

kemudian cuci dengan air

10 biji yag lain dihilangkan bagian yang tidak ada

lembaganya dengan menggunakan kertas amplas dan

kemudian cuci dengan air

10 biji yang lain kemudian cuci dengan air.

3. Menanam ketiga kelompok biji tersebut padad pot yang

bermedia tanam tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1.

Usahakan kondisi penanaman biji dalam keadaan sama untuk

ketiga pot.

4. Mengamati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap

hari selama 14 hari. Bila tanahnya kering lakukan

penyiraman.

5. Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari

hasil pengamatan

10

F. Rancangan Percobaan

11

Pot I Pot IIIPot II

Biji direndam H2SO4

Biji diamplas Biji dicuci aquades

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, ada

pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan

dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.) didapatkan hasil

sebagai berikut:

Tabel 1 Pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap

pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.)

Hari Ke- Biji saga (Abrus precatorius L.) yang berkecambah pada perlakuan

Diamplas Direndam H2SO4

Dicuci aquades

1. - - -

2. - - -

3. 1 - -

4. 1 - -

5. 1 - -

6. 1 - -

7. 1 - -

8. 2 - -

9. - 1 -

10. - - -

12

11. - - -

Jumlah biji yang berkecambah 7 1 0

Persentase biji yang berkecambah

70% 10% 0%

IKP 1,34 0,11 0

Berikut merupakan grafik pengaruh berbagai macam perlakuan

terhadap pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.) :

Grafik 1. Pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan

dormansi biji saga (Abrus precatorius L.)

B. Analisis

Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa

ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan

dormansi biji saga (Abrus precatorius L.). Perlakuan yang

digunakan untuk memecah dormansi biji keras pada saga

dilakukan dengan mengamplas, merendam biji di larutan H2SO4

pekat dan mencuci biji dengan air. Dengan perbedaan perlakuan

maka dapat menghasilkan jumlah dan kecepatan

perkecambahan biji yang berbeda pula. Biji yang diamplas

setelah 11 hari masa tumbuh diperoleh 7 biji yang tumbuh

dengan nilai IKP sebesar 1,34, untuk biji yang direndam larutan

H2SO4 pekat setelah 11 hari masa tumbuh diperoleh 1 biji saja 13

Perlakuan

IKP

yang tumbuh dengan nilai IKP sebesar 0,11 dan biji yang dicuci

dengan aquades setelah 11 hari masa tumbuh tidak ada biji

yang tumbuh sehingga nilai IKP sebesar 0. Dari hasil tersebut

terlihat bahwa biji keras yang diberi perlakuan diamplas tidak

membutuhkan waktu yang lama untuk pemecahan dormansi

daripada biji yang direndam dengan larutan H2SO4 atau hanya

dicuci dengan aquades.

C. Pembahasan

Berdasarkan analisis data diatas diketahui bahwa ada

pengaruh pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap

pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.) Pada

kondisi lingkungan yang sesuai seperti suhu, pH dan

kelembapan yang sesuai maka memungkinkan biji untuk

tumbuh. Jika biji masih dalam keadaan dormansi berarti biji

masih masih dipertahankan kondisinya oleh hormone ABA. Jika

konsentrasi ABA menurun maka biji akan pecah dan biji

mengalami imbibisi. Air masuk kemudian mengaktifkan hormone

GA3 dan mengaktifkan sintesis protein di sel. Maka terjadi

proses transkripsi dan translasi atau pembentukan rantai asam

amino. Dari asam amino itulah enzim terbentuk diantaranya

adalah amilase, protease dan lipase. Amilase dibantu alfa

amilase memecah karbohidrat menjadi glukosa, sementara

protease memecah protein menjadi glukosa dan lipase

memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Glukosa

dibutuhkan dalam pembentukan ATP dan pembentukan sel

pertama yakni radikula dan koleoptil. Sedangkan pasokan nutrisi

terdapat di endosperm. Jika tanaman sudah tumbuh maka

nutrisis sudah tidak lagi dibentuk oleh endosperm.

Biji saga merupakan salah satu biji keras yang masa

dormansinya hanya dapat dipecahkan dengan mekanisme

skalirifikasi dan perlakuan kimia. Pada biji saga yang tumbuh

pada perlakuan diamplas tumbuh lebih banyak hal ini

diakibatkan ketika diamplas, luas permukaan biji yang

terkelupas menjadi lebih luas dan air lebih mudah masuk.

14

Bagian yang diamplas merupakan kulit biji selain daerah titik

tumbuh. Dengan menggosok kulit biji dengan amplas dapat

melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel

terhadap air dan gas.

Perlakuan kimia dengan merendam biji saga

menggunakan larutan H2SO4 dengan konsentrasi pekat

membuat kulit biji saga menjadi lunak sehingga dapat dengan

mudah dilalui oleh air pada waktu imbibisi. Waktu perendaman

juga mempengaruhi kelunakan kulit biji saga. Semakin lama

waktu perendaman maka semakin lunak kulit biji saga dan

mempercepat perkecambahan biji saga. Proses perendaman

dalam larutan H2SO4 menyebabkan masuknya air ke dalam

endosperma biji dan mengakibatkan kulit biji lembab dan lebih

lunak memungkinkan pecah dan robek sehingga perkembangan

embrio dan endosperm lebih cepat terjadi, serta untuk

memberikan fasilitas masuknya oksigen (larut dalam air)

kedalam biji.

Biji saga yang hanya dicuci dengan air mengalir tanpa

direndam akan tetap keras sehingga proses imbibisinya menjadi

lambat. Keberadaan air bagi biji akan mengimbibisi dinding sel

biji dan menentukan turgor sel sebelum membelah. Sedangkan

untuk biji yang tidak direndam yang hanya dicuci air, dinding

selnya hampir tidak permeable untuk gas, sehingga masuknya

oksigen ke dalam biji akan menjadi lambat. Namun ketika suplai

air rendah atau tidak tersedia maka pembentukan sitoplasma

baru akan berlangsung sangat lambat. Air berpengaruh

terhadap kecepatan reaksi biokimia dalam sel yang

berhubungan dengan kerja enzim.

15

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa

ada pengaru berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan

dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.). Biji saga yang

diamplas memiliki IKP paling tinggi yaitu sebesar 1,34, kemudian

biji yang direndam dengan asam sulfat memiliki IKP 0,11 dan biji

yang hanya dicuci dengan air memiliki IKP 0.

B. Saran

Praktikum ini terdapat perlakuan pengamplasan.

Sebaiknya pada saat pengamplasan diharapkan secara hati-hati

agar biji tidak terluka pada titik tumbuh dan pandai menjaga

kondisi media tanam agar tidak berjamur dan pertumbuhan

dapat maksimal.

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Perkecambahan. http://id.

Wikipedia.org/wiki/perkecambahan. Diakses pada tanggal 22

Mei 2015.

Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.

Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Lita, Sutopo. 1985. Teknologi Benih. Jakarta : Rajawali.

Retno, Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.

Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB.

Sitompul. S.M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta :

UGM Press.

17

LAMPIRAN

Gambar 1.

Biji yang sudah mendapat

perlakuan kemudian ditanam

Gambar 2.

Biji yang diamplas mulai

berkecambah pada hari ketiga 1

biji

Gambar 3. Gambar 4.

18

Biji yang direndam asam sulfat

pekat mulai berkecambah pada

hari ke 9

Biji yang dicuci dengan air belum berkecambah

Gambar 5.

Biji pada hari terakhir yang sudah

tumbuh sebanyak 7 biji dengan

perlakuan diamplas

Gambar 6.

Biji yang sudah tumbuh sebanyak 1

biji dengan perlakuan yang

direndam asam sulfat pekat

gambar 7.

Biji pada perlakuan dicuci air

belum ada yang tumbuh

19

LAMPIRAN

Persentase biji yang berkecambah pada perlakuan

pengamplasan

Yaitu = (jumlah biji yang berkecambah : jumlah seluruh biji) x

100%

= (7 : 10) x 100 %

= 70%

Persentase biji yang berkecambah pada perlakuan direndaman

asam sulfat pekat

Yaitu = (jumlah biji yang berkecambah : jumlah seluruh biji) x

100%

= (1 : 10) x 100 %

= 10%

Persentase biji yang berkecambah pada perlakuan dicuci dengan

air

Yaitu = (jumlah biji yang berkecambah : jumlah seluruh biji) x

100%

= (0 : 10) x 100 %

= 0%

IKP pada biji yang diamplas

Yaitu = 1/3 + 1/4 + 1/5 + 1/6 + 1/7 + 2/8

= 1,34

IKP pada bji yang direndam asam sulfat pekat

Yaitu = 1/9

= 0,11

IKP pada biji yang dicuci dengan air

Yaitu = 0/11

= 0

20

21