laporan iv pemecahan dormansi

14
LAPORAN TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PEMECAHAN DORMANSI Disusun Oleh : Nama : Muthia Rinjani Willis NIM : 125040201111014 Kelas : Q2 (Kamis, 11.00 – 12.40) Asisten : Putri PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Upload: willis-rinjani

Post on 28-Dec-2015

192 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan praktikum

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan IV Pemecahan Dormansi

LAPORAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

PEMECAHAN DORMANSI

Disusun Oleh :

Nama : Muthia Rinjani Willis

NIM : 125040201111014

Kelas : Q2 (Kamis, 11.00 – 12.40)

Asisten : Putri

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: Laporan IV Pemecahan Dormansi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

No. Perlakuan KomoditiParameter

VigorLess Vigor

Abnormal

Mati

1

Skarifikasi

DiamplasSaga

0 0 0 10

Kontrol 0 0 0 10Jumlah 0 0 0 20

Presentase 0 0 0 100%

2

Dilukai Semangka

4 0 0 6Kontrol 2 0 0 8

Jumlah 6 0 0 14Presentase 30% 0 0 70%

ParameterN Ab BM BK BSTT

3

Stratifikasi

Suhu 50OC

Kedelai4 0 0 0 6

Kontrol 2 0 0 0 8

Jumlah 6 0 0 0 14

Presentase 30% 0 0 0 70%

4

Suhu 60OC Padi

0 0 0 0 10

Kontrol 0 0 0 0 10

Jumlah 0 0 0 0 20Presentase 0 0 0 0 100%

4.1 HASIL

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Skarifikasi

Pada perlakuan praktikum ini menggunakan benih Saga dan Semangka. Karena

morfologi benih Saga dan Semangka yang berkulit keras maka perlakuan yang digunakan

adalah Skarifikasi. Perlakuan ini bertujuan untuk melukai permukaan benih Saga dan

Semangka agar dapat ditembus air selama masa imbibisi dan berkembang menjadi kecambah.

Pada perlakuan Skarifikasi menggunakan dua metode yaitu diamplas dan dilukai. Metode

amplas menggunakan kertas amplas yang digosokkan pada permukaan benih saga sedangkan

metode dilukai menggunakan gunting kuku untuk memotong sedikit bagian ujung benih

semangka. Jumlah benih yang digunakan adalah 20 benih Semangka dan Saga, 10 diantara

benih Saga dan Semangka digunakan sebagai parameter kontrol (tanpa perlakuan). Benih

ditanam di media pasir dan dipisahkan sesuai perlakuan masing-masing.

Page 3: Laporan IV Pemecahan Dormansi

Setelah pengamatan selama 7 hari dapat dilihat bahwa pada benih Saga baik perlakun

amplas maupun kontrol tidak ada yang berkecambah dan justru mati 100 %. Hal ini bisa

disebabkan karena saat proses pengamplasan tidak dilakukan dengan baik, kulit benih yang

keras tidak terlukai sehingga air tidak dapat meresap saat proses imbibisi dan tidak dapat

berkecambah.

Berbeda dengan saga yang 100 %, pada benih Semangka perlakuan (luka) mengalami

perkecambahan sebanyak 4 benih walaupun 6 benih mati. Lalu untuk benih Semangka tanpa

perlakuan (kontrol) mengalami perkecambahan 2 benih walaupun 8 benih mati. Dilihat dari

kedua struktur morfologi kulit benih semangka yang lebih tipis dibandingkan benih Saga

yang lebih keras dan kering mengakibatkan benih Semangka lebih mudah tumbuh. Selain itu

dari kedua metode dapat dilihat bahwa metode melukai dengan gunting kuku lebih efektif

dibanding mengamplas karena saat dilukai dengan gunting kuku kulit benih Semangka

terbuka sehingga air untuk proses imbibisi dapat masuk dan mmberikan nutrisi benih untuk

berkcambah. Hal ini senada dengan pernyataan Schmidt (2000) skarifikasi merupakan salah

satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan

dormansi dan mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam Kulit benih yang

permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih sehingga proses imbibisi

dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik.

Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air

yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih

cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik

4.2.2 Stratifikasi

Pada praktikum perlakuan Stratifikasi ini menggunakan bahan perlakuan benih

Kedelai dan padi yang masing-masing direndam dalam air bersuhu 50oC dan 60oC. jumlah

benih yang digunakan adalah 20 benih Kedelai dan 20 benih Padi, namun 10 diantara

keduanya digunakan sebagai indicator kontrol (tanpa perlakuan). Setelah direndam dalam air

bersuhu 50oC dan 60oC, benih Kedelai dan Padi diletakan pada cawan petri berlapis kertas

merang sebagai media tumbuhnya.

Setelah pengamatan selama 7 hari dapat terlihat bahwa pada benih Kedelai perlakuan

(suhu 50oC) mengalami pertumbuhan sebanyak 4 benih walaupun 6 benih sisanya mati.

Sedangkan benih kontrol tumbuh sebanyak 2 benih walaupun 8 benih sisanya mati. Benih

Page 4: Laporan IV Pemecahan Dormansi

Kedelai ini secara keseluruhan termasuk benih vigor sehingga presentase hidupnya sebesar

30 %.

Perlakuan perendaman atau Statifikasi menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009)

merupakan salah satu metode pemecahan dormansi, beberapa jenis benih terkadang diberi

perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.

Perlakuan perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat

perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang

penyerapan lebih cepat. Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan

memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu dengan memasukkan benih ke dalam

air panas pada suhu 400–700C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa

waktu. Kemudian benih ditiriskan untuk kemudian dikecambahkan. Dengan tumbuhnya

kecambah pada benih Kedelai menunjukan bahwa perendaman pada suhu 50oC dapat

dilakukan dalam mempercepat pemecahan dormansi pada Kedelai karena pada suhu tersebut

masih menjadi suhu optimal bagi kedelai untuk melakukan tahap perkecambahan. Selain

karena perlakuan Stratifikasi, menurut pernyataan Rolston (1978) dalam Keim (1990)

dormansi dan viabilitas pada kedelai dapat dipertahankan dalam waktu yang lama karena

memiliki kulit biji yang kedap air. Sehingga tanpa perlakuan Stratifikasipun Kedelai dapat

memecah dormansinya sendiri dengan baik.

Perbeda dengan Kedelai yang mengalami perkecambahan, pada benih padi baik

dengan perlakuan maupun kontrol mengalami mati 100 % atau tidak tumbuh sama sekali. Hal

ini dapat saja terjadi jika benih terlalu lama terendam air, karena menurut peryataan Schimdt

(2000) dalam Silomba (2006) bahwa perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk

mengatasi dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam

air sampai seluruh benih menjadi permeable. Walaupun menurut Sutopo perendaman dapat

merangsang percepatan dormansi namun menurut Schimdt jika benih dibiarkan terlalu lama

dalam air maka benih akan mati dan bersifat permeable. Selain itu menurut Tipathe et al

(1980) dalam Tung (2011) dormansi benih pada species benih padi yang berbeda dipengaruhi

oleh single dominant gen-nya dan juga dipengaruhi oleh umur benih dan lingkungan. Umur

benih yang agak tua atau tua cenderung menunjukkan lamanya masa dormansi. Sehingga

pada pengamatan benih padi yang telah dilakukan dapat diduga bahwa benih padi yang

dipakai kemungkinan berumur tua, jadi untuk memecah masa dormansinya tidak efisien

karena tidak memberikan respon (mati) jika menggunakan perlakuan suhu 60oC.

Page 5: Laporan IV Pemecahan Dormansi

4.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Skarifikasi dan Stratifikasi

Metode Skarifikasi

Kelebihan yang bisa diperoleh yakni mampu menjadi cara yang efektif untuk

pemecahan dormansi pada benih yang kulitnya impermeable. Karena secara mekanis alat

yang digunakan untuk melukai benih tidak sampai merusak embrio benih. Selain itu cukup

menimbulkan respon yang langsung dalam mengatasi masuknya air dan penyerapannya

dalam benih. Namun, dengan metode ini juga memiliki kelemahan, yakni membutuhkan

tenaga yang banyak. Jika ingin cepat perlu alat yang banyak atau menyediakan alat yang

paling efisien bagi pematahan dormansi benih, maka tenaga yang dibutuhkan dapat dikurangi

(Utomo, 2006).

Metode Stratifikasi

Kelebihan yang bisa diperoleh yakni juga mampu menjadi metode yang mudah

diterapkan dengan mudah serta menjaga kerusakan embrio benih atas kepekaan suatu benih

terhadap suhu. Dimana cara yang umum dilakukan dengan merendam benih pada suhu

tertentu. Perubahan suhu akan mampu mempengaruhi kulit benih untuk membuka tanpa

merusak embrio dengan syarat setiap benih mempunyai respon suhu yang berbeda-beda.

Dengan demikian, kelemahan metode ini lebih menekankan sikap untuk mengetahui respon

suhu setiap benih yang berbeda-beda. Semakin tepat dalam mengetahui respon suhu pada

beberapa jenis benih akan membantu dalam pematahan dormansinya (Utomo, 2006).

4.2.4 Perbandingan Metode Pemecahan Dormansi Skarifikasi dengan Stratifikasi

Pada praktikum pemecahan dormansi menggunakan dua metode yaitu Skarifikasi dan

Stratifikasi. Metode Skarifikasi menggunakan kertas amplas serta gunting kuku untuk

melukai kulit benih. Lalu Stratifikasi menggunakan air bersuhu 50oC dan 60oC untuk

membantu percepatan pemecahan dormansi.

Metode Skarifikasi digunakan bahan perlakuan Saga dan Semangka dengan metode

amplas dan pelukaan. Pada metode ini dapat terlihat jelas lebih memberikan efek nyata dan

lebih efektif dalam mempercepat pemecaha dormansi pada benih berkulit keras. Hal ini

ditunjukan dari presentase hidup yang lebih baik terutama dalam penerapan metode

Skarifikasi dilukai menggunakan gunting kuku karena luka yang diberikan mempermudah

masuknya air dan udara selama proses imbibisi.

Page 6: Laporan IV Pemecahan Dormansi

Metode Stratifikasi menggunakan bahan perlakuan Kedelai dan Padi dengan

direndam air bersuhu 50oC dan 60oC . Berbeda dengan Skarifikasi, metode Stratifikasi lebih

tidak efisien karena perlakuan perendaman dalam air panas tidak dapat diaplikasikan pada

berbagai jenis benih. Hanya benih-benih tertentu yang memberikan respon terhadap

perendaman air panas ini. Selain itu suhu yag digunakan juga tidak dapat disamakan karena

respon terhadap suhu bagi setiap jenis benih berbeda.

Dengan demikian dapat dibandingkan diantara kedua metode pemecahan dormansi

tersebut bahwa metode skarifikasi akan menjadi metode paling efektif jika diterapkan pada

benih yang keras atau impermeable dengan mempertimbangkan teknik pelukaan yang tepat

terhadap benih-benih tertentu. Sedangkan untuk metode stratifikasi akan menjadi metode

yang paling efektif jika dapat diterapkan pada berbagai jenis benih dengan

mempertimbangkan kepekaan benih terhadap suhu tertentu.

Page 7: Laporan IV Pemecahan Dormansi

5. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum pemecahan dormansi dapat disimpulkan bahwa metode

skarifikasi lebih memberikan hasil nyata pada perlakuan pelukaan dibandingkan amplas,

terutama benih dengan perlakuan, karena kulit benih yang keras sedikit dilukai sehingga air

dan udara untuk proses imbibisi dapat masuk dan mempercepat dormansi dibandingkan benih

kontrol. Ditunjukan dari 100% presentase benih Saga yang mati dan 30% presentase benih

Semangka yang hidup.

Sedangkan metode Stratfikasi dapat menjadi metode yang efisien jika sesuai dengan

jenis benih dan suhu tertentu yang cocok satu sama lain dalam mempercepat pemecahan

dormansi. Pada metode ini hasil paling baik juga ditunjukan oleh benih perlakuan

dibandingan benih kontrol. Ditunjukan pada benih Kedelai yang direndam air panas bersuhu

50oC memiliki prentase hidup 30% dibandingkan Padi yang direndam suhu 60oC yang

presentase hidupnya 0%.

Pada proses pengamatan banyak ditemukan benih mati dan benih segar tidak tumbuh.

Hal ini disebabkan karena perawatan yang kurang baik saat proses pengamatan. Benih yang

disimpan di germinator tidak disiram sehingga banyak benih yang tidak berkecambah

(dormansi lebih lama).

Page 8: Laporan IV Pemecahan Dormansi

DAFTAR PUSTAKA

Juhanda dkk. 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.). Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pill WG. 1995. Low water potential and pre-sowing germination treatments to improve seeds quality. pp. 319-359. In A. S. Basra (ed.) Seed quality basic mechanisms and Agricultural Implications. The Haworth Press, Inc., New York, USA. Dalam Lam Dong Tung and Edralina P. Serrano. 2011. Effects Of Warm Water In Breaking Dormancy Of Rice Seed. Omonrice 18: 129-136.

Rolston MP. 1978. Water Impermeable Seed Dormancy. Bot Rev 44:365-396. Dalam P. Keim et al. 1990. Genetic Analysis of Soybean Hard Seededness with Molecular Markers. Yheor AppI Genet (1990) 79:465-469.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Diterjemahkan oleh Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. PT Gramedia. Jakarta. Dalam Juhanda dkk. 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.). Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Silomba, S, D, A. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan Terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Tung, Lam Dong and Edralina P. Serrano. 2011. Effects Of Warm Water In Breaking Dormancy Of Rice Seed. Omonrice 18: 129-136.

Utomo, Budi. 2006. Ekologi Benih (Karya Ilmiah). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Winarni, T, B. 2009. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Berat Benih Terhadap Perkecambahan Benih Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Page 9: Laporan IV Pemecahan Dormansi

LAMPIRAN

Kedelai kontrol kedelai perlakuan

Padi kontrol padi perlakuan

Saga dan semangka skarifikasi (kontrol + dilukai)