managemen bencana
DESCRIPTION
MANAGEMEN BENCANA yang di terapkan di IndonesiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Bencana merupakan kejadian yang tiba-tiba atau musibah yang besar yang
menganggu susunan dasar dan fungsi normal dari suatu masyarakat (atau
komunitas). Satu kejadian atau serangkaian kejadian yang menimbulkan korban
dan atau kerusakan atau kerugian harta benda, infrastruktur, pelayanan-pelayanan
yang penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang brada diluar kapasitas
normal dari komunitas-komunitas yang terlanda untuk mengatasinya.
Bencana kadang kala juga dapat menggambarkan situasi bencana besar
dimana pola-pola normal khidupan (atau ekosistim) teah terganggu dan
intervensi-intervensi darurat dan luar biasa diperlukan untuk menyelamatkan dan
mengamankan kehidupan manusia dan atau lingkungan. Bencana-bencana sering
dikategorikan sesuai dengan penyebab-penyebab yang dirasakan dan kecepatan
dampak.
Bencana alam merupakan peristiwa luar biasa yang dapat menimbulkan
penderitaan luar biasa pula bagi yang mengalaminya. Bencana alam juga tidak
hanya menimbulkan luka atau cedera fisik, tetapi juga menimbulkan dampak
psikologis atau kejiwaan. Hilangnya harta benda dan nyawa dari orang-orang
yang dicintainya, membuat sebagian korban bencana alam mengalami stress atau
gangguan kejiwaan. Hal tersebut sangat berbahaya terutama bagi anak-anak yang
dapat terganggu perkembangan jiwanya.
Mengingat dampak yang luar biasa tersebut, maka penanggulangan
bencana alam harus dilakukan dengan menggunakan prinsip dan cara yang tepat.
Selain itu, penanggulangan bencana alam juga harus menyeluruh tidak hanya
pada saat terjadi bencana tetapi pencegahan sebelum terjadi bencana dan
rehabilitas serta rekonstruksi setelah terjadi bencana.
1
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum disusunnya makalah ini adalah untuk
mengetahui mitigasi bencana dalam upaya mencegah dan meminimalisir
bencana.
1.2.2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus disusunnya makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui tentang mitigasi bencana
b. Untuk mengetahui tentang kebijakan mitigasi bencana
c. Untuk mengetahui tentang isu utama dalam mitigasi
d. Untuk mengetahui tentang pelestarian lngkungan sebagai bagian
dari mitigasi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mitigasi bencana
2.1.1. Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis serta
memerlukan bantuan luar dalam penanganannya. Bencana, dikenal dua
macam yaitu (1) bencana alam yang merupakan suatu serangkaian
peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor alam, yaitu berupa gempa,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor,
dll. (2) bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh
manusia, seperti konflik social, penyakit masyarakat dan teror.
a. Penyebab terjadinya bencana
Bencana alam merupakan peristiwa yang tidak kita harapkan
datangnya. Sebab jika bencana tersebut datang maka akan
mampu merusak segala sesuatu yang ada di sekitar kita, bahkan mampu
merenggut jiwa manusia. Bencana alam yang mampu menghancurkan
suatu daerah yang luas dan menyebabkan kerugian yang besar
merupakan proses alami. Namun ada pula yang disebabkan oleh ulah
manusia. Secara garis besar, terjadinya bencana alam dapat disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut.
1) Alam
Bencana alam murni penyebab utamanya adalah alam itu sendiri.
Contoh bencana alam murni adalah gempa bumi, tsunami, badai
3
atau letusan gunung berapi. Bencana-bencana tersebut bukan
disebabkan oleh ulah negatif manusia
2) Perbuatan manusia
Bencana alam yang terjadi karena ulah manusia yang tidak
bertanggung jawab. Bukan berarti bencana ini dibuat oleh manusia
tetapi akibat dari ulah manusia atau dipicu dari perbuatan manusia,
seperti penebangan hutan secara liar, penambangan liar,
pengambilan air tanah secara berlebihan dan lain-lain.
Perbuatanperbuatan tersebut lambat laun akan menyebabkan
bencana alam seperti banjir, tanah longsor, atau erosi tanah.
b. Jenis bencana
Bencana alam geologis
Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan
oleh faktor yang bersumber dari bumi.
1) Gempa bumi
Gempa bumi merupakan gejala pelepasan energi berupa
gelombang yang menjalar ke permukaan bumi akibat adanya
gangguan di kerak bumi berupa patah, runtuh, atau hancur.
2) Letusan gunung api
Gaya endogen yang mampu menimbulkan bencana alam adalah
letusan gunung berapi. Ketika akan meletus dan saat meletus
gunung berapi menimbulkan gaya endogen atau getaran gempa.
Material-material yang dikeluarkan saat gunung api meletus
sangat berbahaya bagi manusia atau makhluk hidup lainnya.
Material tersebut antara lain lahar, awan panas, batu-batuan,
pasir, kerikil, maupun debu.
3) Gerakan tanah atau tanah longsor
Bencana alam tanah longsor dipicu oleh faktor klimatologis
seperti hujan tetapi gejala awalnya disebabkan dari kondisi
4
geologis seperti karakteristik tanah, bebatuan, dan tingkat
kelandaian tanah.
4) Tsunami
Tsunami merupakan gejala susulan akibat gempa bumi yang
berpusat di dasar laut. Perlu kalian ketahui bahwa tidak semua
gempa menyebabkan tsunami. Tsunami juga dapat terjadi akibat
letusan gunung berapi yang ada di dasar laut. Selain itu runtuhan
yang ada di dasar laut juga mampu menimbulkan tsunami.
5) Seiche atau tsunami dalam skala kecil
Seiche yaitu ayunan hantaman muka air danau atau waduk pada
pantai sekelilingnya akibat guncangan bumi
Bencana alam klimatologis
Bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang
disebabkan oleh cuaca yang berubah.
1) Banjir
Banjir merupakan luapan air yang melebihi batas.
2) Banjir bandang
Banjir bandang merupakan luapan air yang melebihi batas
disertai dengan arus yang kencang, bahkan terjangan arus banjir
bandang ini mampu menghanyutkan benda-benda yang
dilaluinya.
3) Badai
Badai merupakan tiupan angin yang sangat kencang dan besar.
4) Kekeringan
Kondisi iklim yang panas tanpa adanya hujan menyebabkan
tanah dan tumbuhan menjadi kering. Saat terjadi kekeringan, air
sulit didapat. Banyak tanaman yang mati dan tanah menjadi
retak-retak karena kekurangan air. Sumber mata air seperti
sumur dan sungai menyusut atau mengering.
5
5) Kebakaran hutan
Kebakaran hutan ini terjadi bukan karena faktor kesengajaan
manusia. Hutan dapat terbakar karena gesekan ranting-ranting
kering yang tertiup angin. Gesekan-gesekan yang berulang-ulang
tersebut akan menimbulkan percikan api. Dengan kondisi ranting
maupun daun yang kering tersebut maka akan mempermudah api
menjalar ke seluruh area hutan.
Bencana alam ekstraterestrial
Bencana alam ekstraterestrial adalah bencana alam yang
disebabkan oleh benda dari luar angkasa. Bencana alam
ekstraterestrial seperti hantaman meteor atau benda dari angkasa luar
yang menabrak bumi. Hal ini terjadi pada tahun 1908 di Rusia.
Meteor atau bintang beralih jatuh ke bumi dan mengakibatkan lubang
yang sangat besar menyerupai sebuah kawah.
2.1.2. Mitigasi bencana
Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi
dampak dari bencana, baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun
gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Mitigasi
bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik
tolak utama dari manajemen bencana.
Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu :
- Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
bencana.
- Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan
bencana.
- Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui
cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
6
- Pengauran dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancaman bencana.
a. Jenis-jenis mitigasi
Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan
mitigasi non structural.
1) Mitigasi Struktural
Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan
bencana yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana
fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan
kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas
gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early
Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya
gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah upaya untuk
mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara
rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana
adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa
sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami
kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang
bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan
struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi
dari bencana.
2) Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non struktural adalah upaya mengurangi dampak
bencana selain dari upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya
pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-
Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-
struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya
adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat,
bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna
7
bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini.
Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di
sekitar daerah rawan bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan
wilayah, dan asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan
dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang
tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi
risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses
identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana
dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.
Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang
bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan
yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi,
mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus
diimbangi dengan penciptaan dan penegakan perangkat peraturan
yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai.
Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim
hujan dan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada musim
kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya penegakan
hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan
kondisi lingkungan sekitar. Teknologi yang digunakan untuk
memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu
bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan di masa depan.
b. Metode dan Tujuan Mitigasi
Tujuan dari strategi mitigasi adalah untuk mengurangi kerugian-
kerugian pada saat terjadinya bahaya di masa mendatang. Tujuan utama
adalah untuk mengurangi resiko kematian dan cedera terhadap penduduk.
Tujuan-tujuan sekunder mencakup pengurangan kerusakan dan kerugian-
8
kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik
dan mengurangi kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap
infrastruktur sector publik dan mengurangi kerugian-kerugian sector
swasta sejauh hal-hal itu mungkin mempengaruhii masyarakat secara
keseluruhan. Tujuan-tujuan ini mungkin mencakup dorongan bagi orang-
orang untuk melindungi diri mereka sejauh mungkin.
Strategi mitigasi harus dirancang untuk aplikasi yang diusulkan .
program-program mitigasi bencana dilaksanakan di Philipina tidak
mungkin dapat diterapkan secara langsung di Peru. Ada beberapa solusi
baku. Beberapa elemen individu dan teknik-teknik mitigasi akan dapat
diterapkan.
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah
sebagai berikut :
- Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana
khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian
ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
- Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam
menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga
masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman.
c. Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi (khususnya di
Indonesia) :
- Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan
- Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan,
pangan, tenaga kerja, perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.
- Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat
- Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan
kapasitas masyarakat untuk membuat keputusan, menolong diri
sendiri dan membangun sendiri.
9
- Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip
desentralisasi)
- Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi
golongan masyarakat kurang mampu, dan pilihan subsidi biaya
tambahan membangun rumah.
- Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
- Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang
tinggal di daerah yang rentan bencana dan kerugian, baik secara
sosial, ekonomi, maupun implikasi politik.
- Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.
d. Bahaya-bahaya dan Pengaruh-pengaruhnya
Bagian paling kritis dari Pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman
penuh akan sifat bencana. Dalam setiap negara dan dalam setiap daerah,
tipe bahaya-bahaya yang dihadapi berbeda-beda. Beberapa negara rentan
terhadap banjir yang lain mempunyai sejarah-sejarah tentang kerusakan
badai tropis, dan yang lain dikenal sebagai daerah gempa bumi.
Kebanyakan negara rentan terhadap beberapa kombinasi dari berbagai
bahaya dan semua menghadapi kemungkinan bencana-bencana teknologi
sebagai akibat kemajuan pembangunan industry. Pengaruh dari bahaya-
bahaya yang mungkin muncl dan kerusakan yang mungkin diakibatkan
tergatung pada apa yang ada di daerah itu.
Pemahaman dari bahaya-bahaya alam dan proses-proses yang
menyebabkan bahaya-bahaya itu adalah tanggung jawab dari para ahli
seismologi, vulkanologi, klimatologi, hidrologi dan para ilmuwan
lainnya. Pengaruh dari bahaya alam terhadap bangunan-bangunan dan
lingkungan buatan manusia merupakan bahan kajian dari para insinyur
dan para ahli resiko. Kematian dan luka yang disebabkan oleh bencana-
bencana dan konsekuensi-konsekuensi dari kerusakan sehubungan dengan
gangguan masyarakat dan dampak-dampaknya terhadap ekonomi menjadi
10
bidang penelitian bagi para praktisi medis, ekonomi dan ilmu social, ilmu
pengetahuan masih relative muda, contohnya, sebagian besar catatan dari
gempa yang menimbulkan kerusakan dengan menggunakan instrumen-
instrumen pembaca gerakan kuat diperoleh kurang lebih tiga puluh
delapan tahun yang lalu, dan hanya semenjak adanya foto satelit badai-
badai ropis sudah bisa secara rutin melacak. Pemahaman bahaya-bahaya
mencakup tentang :
- Bagaimana bahaya itu muncul
- Kemungkinan terjadi dan besarnya
- Mekanisme fisik kerusakan
- Elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap
pengaruh-pengaruhnya.
- Konsekuensi-konsekuensi kerusakan
e. Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana
1) Kebijakan
Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi
bencana antara lain :
- Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun persepsi
yang sama bagi semua pihak baik jajaran aparat pemerintah
maupun segenap unsur masyarakat yang ketentuan langkahnya
diatur dalam pedoman umum,petunjuk pelaksanaan dan prosedur
tetap yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai
dengan bidang tugas unit masing-masing.
- Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu
terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan
masyarakat.
- Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban jiwa
dapat diminimalkan.
11
- Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak,
melalui pemberdayaan masyarakat serta kampanye.
2) Strategi
Untuk melaksanakan kebijakan dikembangkan beberapa
strategi sebagai berikut:
Pemetaan.
Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan
pemetaan daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor
telah mengembangkan peta rawan bencana. Peta rawan bencana
tersebut sangat berguna bagi pengambil keputusan terutama dalam
antisipasi kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai saat
ini penggunaan peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan
karena beberapa hal, diantaranya adalah :
- Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan
- Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik
- Peta bencana belum terintegrasi
- Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda
beda sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.
Pemantauan.
Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat
dilakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga
akan dengan mudah melakukan penyelamatan. Pemantauan di
daerah vital dan strategis secara jasa dan ekonomi dilakukan di
beberapa kawasan rawan bencana.
Penyebaran informasi
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara:
memberikan poster dan leaflet kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Propinsi seluruh Indonesia yang rawan
bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan penanganan
12
bencana. Memberikan informasi ke media cetak dan elektronik
tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi
dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana
geologi di suatu kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah
dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat Indonesia
sangat luas.
Sosialisasi dan Penyuluhan
Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan
kepada SATKOR-LAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat
bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi
bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal penting yang perlu
diketahui masyarakat dan Pemerintah Daerah ialah mengenai
hidup harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu
ditakukan dan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan
mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.
Pelatihan/Pendidikan
Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan
penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih
ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat
teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB dan masyarakat sampai
ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana.
Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi
bencana akan terbentuk.
Peringatan Dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat
kegiatan hasil pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan
dengan tujuan agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna
mengantisipasi jika sewaktu-- waktu terjadi bencana. Peringatan
dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat melalui
13
pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran
masyarakat dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan
dini dan hasil pemantauan daerah rawan bencana berupa saran
teknis dapat berupa antana lain pengalihan jalur jalan (sementara
atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan saran
penanganan lainnya.
f. Manajemen Mitigasi Bencana
- Penguatan institusi penanganan bencana.
- Meningatkan kemampuan tanggap darurat.
- Meningkatkan kepedulian dan kesiapan masyarakat pada masalah-
masalah yang berhuungan dengan resiko bencana.
- Meningkatkan keamanan trhadap bencana pada sistem infrastruktur
dan utilitas.
- Meningkatkan keamanan tehadap bencana pada bangunan strategis
dan penting.
- Meningkatkan keamanan terhadap bencana daerah perumahan dan
fasilitas umum.
- Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan industry.
- Meningkatkan keamanan terhadap encana pada bangunan sekolah
dan anak-anak sekolah.
- Memperhatikan keamanan terhadap bencana dan kaidah-kaidah
bangunan tahan gempa dan tsunami serta banjir dalam proses
pembuatan konstruksi baru.
- Meningkatkan pengetahuan para ahli mengenai fenomena bencana,
kerentanan terhadap bencana dan teknik-teknik mitigasi.
- Memasukkan prosedur kajian resiko bencana kedalam perencanaan
tata ruang/ tata guna lahan.
- Meningkatkan kemampuan pemulihan masyarakat dalam jangka
panjang setelah terjadi bencana.
14
g. Tahapan penanggulangan bencana
Siklus penanggulangan bencana
Penanganan atau penanggulangan bencana meliputi 3 fase yaitu
fase sebelum terjadinya bencana, fase saat terjadinya bencana, dan fase
sesudah kejadian bencana.
1) Sebelum bencana
Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi
kerugian harta dan korban manusia yang disebabkan oleh bahaya
dan memastikan bahwa kerugian yang ada juga minimal ketika
terjadi bencana. Meliputi kesiapsiagaan dan mitigasi.
Kesiapsiagaan :
- Mencakup penyusunan rencana pengembangan sistem
peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
- Mungkin juga merangkul langkah-langkah pencarian dan
penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang
mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
- Langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum
peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan
korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana
terjadi.
15
Mitigasi :
- Mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi
skala bencana di masa mendatang, baik efek maupun kondisi
rentan terhadap bahaya itu sendiri .
- Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada
bahaya itu sendiri atau unsur-unsur terkena ancaman tersebut.
Contoh : pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan
irigasi air pada daerah yang kekeringan
2) Saat bencana
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana yang bertujuan untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan. Meliputi kegiatan :
- Penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda
- Pemenuhan kebutuhan dasar
- Perlindungan
- Pengurusan pengungsi
- Penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana
3) Pasca bencana
Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama
yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi.
- Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
- Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada
tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama
16
tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran
serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
pada wilayah pascabencana.
h. Upaya-upaya yang dilakukan dalam Mitigasi Bencana.
1) Mitigasi Bencana Gunung Berapi
Usaha mitigasi untuk bencana alam gunung berapi adalah
dengan cara mengevakuasi penduduk yang ada di sekitar gunung
berapi. Terkadang usaha evakuasi ini menghadapi suatu dilema,
misalnya ketika para ahli vulkanologi harus mengambil keputusan
apakah gunung berapi yang dipantaunya akan meletus atau tidak. Jika
gejala awal letusan gunung berapi begitu meyakinkan maka para ahli
vulkanologi memutuskan untuk segera menginformasikan pada
aparat pemerintah daerah untuk mengungsikan penduduk.
Ada kalanya, dengan gejala awal yang begitu meyakinkan sekalipun,
ternyata gunung berapi tidak jadi meletus. Banyak
penduduk yang tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari karena
berada di pengungsian. Tetapi ketika gunung berapi menunjukkan
ketenangannya dan para penduduk kembali dari pengungsian tiba-
tiba terjadi letusan hebat dan menelan banyak korban. Peristiwa
seperti itu merupakan bukti bahwa gejala awal suatu bencana alam
sulit untuk diramalkan.
Pemerintah tidak tinggal diam melihat situasi seperti ini.
Masyarakat telah dilatih dan disosialisasikan tentang isyarat-isyarat
gunung berapi.
17
Selain melakukan evakuasi, usaha mitigasi yang dilakukan
pemerintah adalah dengan membelokkan aliran lava atau
membuat jalur mengalirnya lava menjauh dari permukiman
penduduk. Namun, meskipun berbahaya banyak orang yang
tinggal dan berkebun di lereng gunung berapi. Hal ini disebabkan abu
vulkanis mengandung mineral-mineral yang menyuburkan tanah,
sehingga bagus untuk pertanian.
2) Mitigasi Gempa
Gempa adalah salah satu bencana yang sering melanda
Indonesia. Penyebab gempa bermacam-macam, ada yang karena
18
pergeseran lempeng bumi, karena gunung berapi, ataupun karena
perbuatan manusia (bom misalnya).
Gempa bumi merupakan gejala alam yang sampai sekarang
masih sulit untuk diperkirakan kedatangannya. Sehingga dapat
dilihat bahwa gejala alam ini sifatnya seolah-olah mendadak dan
tidak teratur. Dengan sifat seperti ini, ketika usaha-usaha untuk
memperkirakan masih belum menampakkan hasil, maka usaha yang
paling baik dalam mempersiapkan diri dengan cara mengatasi
bencana alam ini adalah dengan mitigasi. Para ahli menyimpulkan
walau datangnya gempa tidak dapat diperkirakan kedatangannya
tetapi ada beberapa gejala alam yang patut dicermati dan dianggap
sebagai tanda akan adanya gempa, sebagai berikut.
- Adanya awan yang berbentuk aneh seperti batang yang berdiri
secara lurus ke atas. Hal ini kemungkinan besar merupakan awan
yang disebut awan gempa yang biasanya muncul sebelum
terjadinya gempa. Awan berbentuk seperti batang ini terjadi
karena adanya gelombang elektromagnetis berkekuatan sangat
besar dari dalam perut bumi sehingga menyerap daya listrik yang
ada di awan. Gelombang elektromagnetis ini terjadi akibat
adanya pergeseran patahan lempeng bumi. Tetapi tidak semua
awan yang berbentuk seperti itu adalah awan gempa, mungkin
saja itu adalah asap dari pesawat terbang. Jika ada tanda seperti
itu maka perlu untuk diwaspadai. Untuk lebih meyakinkan lagi
maka dapat dilakukan uji medan elektromagnetik.
- Terdapat medan elektromagnetik di sekitar kita. Gelombang
tersebut memang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Medan elektromagnetik dapat diuji dengan cara melihat siaran
televisi apakah tiba-tiba salurannya terganggu tanpa sebab
apapun. Jika kurang yakin, kalian dapat melakukan uji medan
19
elektromagnetik dengan cara lain. Dengan mematikan arus
listrik dan melihat apakah lampu neon tetap menyala redup/
remang walaupun sudah tidak dialiri listrik.
- Perhatikan perilaku hewan-hewan yang ada di sekitar kalian.
Apakah hewan-hewan tersebut bertingkah aneh atau gelisah.
Sebab hewan memiliki naluri yang sangat tajam dan mampu
merasakan gelombang elektromagnetis. Jika kalian melihat
tanda-tanda seperti itu secara bersamaan sebaiknya kalian perlu
waspada. Harus segera dilakukan tindakan pencegahan dan
sebisa mungkin kita melakukan tindakan penyelamatan diri.
Tetapi jika terjadi gempa, cepat-cepat keluar ruangan menuju ke
tempat yang lapang. Jika sudah di luar ruangan tetaplah tinggal
di luar dan berusahalah berada di tempat yang terbuka, jauh dari
pepohonan, tembok-tembok serta saluran-saluran kabel listrik.
Usahakan jangan masuk ke dalam rumah atau bangunan.
- Jika berada di dalam gedung dengan banyak orang, tidak perlu
panik dan ikut berdesak-desakan keluar. Jika itu yang terjadi
maka kita akan terinjak-injak banyak orang dan tertimpa
runtuhan bangunan. Hal yang perlu dilakukan adalah berlindung
di bawah meja atau mebel yang kokoh atau mencari sesuatu yang
dapat melindungi kepala dan badan kita dari reruntuhan
bangunan. Jika suasana telah tenang dan aman usahakan untuk
keluar ruangan dan mencari tempat yang lebih aman lagi.
3) Mitigasi Tsunami yang Efektif
Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya,
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya
rusaksuatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan.Mitigas iadalah
dasar managemen situasi darurat.Mitigasi dapat didefinisikans ebagai
“aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang
20
bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-
benda” (FEMA, 2000).Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh
segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam
lainnya, sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam
yang terancam. Ada beberapa langkah penting yang efektif untuk
mitigasi bahaya tsunami, yaitu:
Penilaian Bahaya (Hazard Assessment)
Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah
penilaian bahaya. Penilaian bahaya tsunami diperlukan untuk
mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, dan tingkat
ancaman (level of risk).Penilaian ini membutuhkan pengetahuan
tentang karakteristik sumber tsunami, probabilitas kejadian,
karakteristik tsunami dan karakteristik morfologi dasar laut dan
garis pantai.Untuk beberapa komunitas, data dari tsunami yang
pernah terjadi dapat membantu kuantifikasi faktor-faktor
tersebut.Untuk komunitas yang tidak atau hanya sedikit memiliki
data dari masalalu, model numerik tsunami dapat memberikan
perkiraan. Tahap aniniumumnya menghasilkan petapotensi
bahaya tsunami, yang sangat penting untuk memotivasi dan
merancang kedua unsur mitigasi lainnya, peringatan dan
persiapan.
Peringatan (warning)
Unsur kunci kedua untuk mitigasi tsunami yang efektif
adalah suatu sistem peringatan untuk memberi peringatan kepada
komunitas pesisir tentang bahaya tsunami yang tengah
mengancam. Sistem peringatan didasarkan kepada data gempa
bumi sebagai peringatan dini, dan data perubahan muka air laut
untuk konfirmasi dan pengawasan tsunami. Sistem peringatan
21
juga mengandalkan berbagai saluran komunikasi untuk
menerima data seismik dan perubahan muka air laut, dan untuk
memberikan pesan kepada pihak yang berwenang. Pusat
peringatan (warning center) haruslah: 1) cepat – memberikan
peringatan secepat mungkin setelah pembentukan tsunami
potensial terjadi, 2) tepat – menyampaikan pesan tentang
tsunami yang berbahaya seraya mengurangi peringatan yang
keliru, dan 3) dipercaya – bahwa sistem bekerja terus-menerus,
dan pesan mereka disampaikan dan diterima secara langsung
dan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Persiapan
Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya
dan peringatan.Persiapan yang layak terhadap peringatan bahaya
tsunami membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang
kemungkinan terkena bahaya (peta inundasi tsunami) dan
pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan
harus mengevakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi
telah aman. Tanpa kedua pengetahuan tersebut akan muncul
kemungkinan kegagalan mitigasi bahaya tsunami.Jenis
persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang
menempatkan lokasi fasilitas vital masyarakat seperti sekolah,
kantor polisi, pemadam kebakaran,dan rumah sakit berada diluar
zona bahaya. Usaha-usaha keteknikan untuk membangun
struktur yang tahan terhadap tsunami, melindungi bangunan
yang telah ada dan menciptakan breakwater penghalang
tsunami juga termasuk bagian dari persiapan.
Penelitian
Meskipun tidak terkait langsung dengan aktivitas
mitigasi, penelitian yang terkait dengan tsunami sangatlah
22
penting untuk meningkatkan kualitas mitigasi.Riset yang
menyelidiki bukti-bukti paleo tsunami, mengembangkan
database, kuantifikasi dampak bahaya tsunami, atau pemodelan
numerik dapat meningkatkan tingkat akurasu penilaian bahaya.
Teknik sistem peringatan untuk penilaian cepat dan akurat
bahaya gempa bumi tsunami genik potensial dari data seismik
dan instrumen pengukur muka air laut dikembangkan melalui
riset. Penelitian juga mampu meningkatkan cara pendidikan
publik sehingga tingkat kepedulian masyarakat akan bahya
tsunami meningkat. Menciptakan prosedur evakuasi yang efektif
juga membutuhkan riset tersendiri tentang bahaya susulan,
terutama pada kasus tsunami lokal.Penelitian juga memberikan
panduan perencanaan tataruang dalam zonainun dasipotensial.
Demikian juga halnya riset mengenai sifat keteknikan untuk
meningkatkan daya tahan struktur dan infrastruktur terhadap
tekanan tsunami.
4) Tanah longsor
Tanah longsor merupakan jenis gerakan tanah. Tanah longsor
sendiri merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan
pegunungan. Semakin curam kemiringan lereng suatu kawasan,
semakin besar pula kemungkinan terjadi longsor. Longsor terjadi saat
lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama
gunung atau bukit. Pada dasarnya sebagian besar wilayah di
Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan yang
membentuk lahan miring. Lahan atau lereng yang kemiringannya
melampaui 20° umumnya berbakat untuk bergerak atau longsor. Tapi
tidak selalu lereng atau lahan yang miring berpotensi untuk longsor.
Secara garis besar faktor penyebab tanah longsor sebagai
berikut.
23
Faktor alam
- Kondisi geologi antara lain batuan lapuk, kemiringan
lapisan tanah, gempa bumi dan letusan gunung api.
- Iklim yaitu pada saat curah hujan tinggi.
- Keadaan topografi yaitu lereng yang curam.
Faktor manusia
- Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng
yang terjal.
- Penimbunan tanah di daerah lereng.
- Penebangan hutan secara liar di daerah lereng.
- Budidaya kolam ikan di atas lereng.
- Sistem drainase di daerah lereng yang tidak baik.
- Pemompaan dan pengeringan air tanah yang
menyebabkan turunnya level air tanah.
- Pembebanan berlebihan dari bangunan di kawasan
perbukitan.
Usaha mitigasi bencana tanah longsor berarti segala usaha
untuk meminimalkan akibat terjadinya tanah longsor. Langkah-
langkah yang dilakukan untuk menekan bahaya tanah longsor dibagi
menjadi tiga, yaitu:
Tahap awal atau tahap preventif
Tahap awal dalam upaya meminimalkan kerugian akibat
bencana tanah longsor adalah sebagai berikut.
- Mengidentifikasi daerah rawan dan melakukan pemetaan.
- Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alam
dengan memberikan informasi mengenai bagaimana dan
mengapa tanah longsor.
- Pemantauan daerah rawan longsor.
24
- Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini di daerah
rawan bencana.
- Menghindari bermukim atau mendirikan bangunan di tepi
lembah sungai terjal.
- Menghindari melakukan penggalian pada daerah bawah
lereng terjal yang akan mengganggu kestabilan lereng
sehingga mudah longsor.
- Menghindari membuat sawah baru dan kolam pada lereng
yang terjang karena air yang digunakan akan memengaruhi
sifat fisik lereng. Lereng menjadi lembek dan gembur
sehingga tanah mudah bergerak.
- Menyebarluaskan informasi bencana gerakan tanah melalui
berbagai media sehingga masyarakat mengetahui.
Tahap bencana
Usaha yang perlu dilakukan ketika suatu daerah terkena
bencana tanah longsor antara lain berikut ini.
- Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah.
- Pembentukan pusat pengendalian atau crisis center.
- Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman.
- Pendirian dapur umum, pos-pos kesehatan, dan penyediaan
air bersih.
- Pencegahan berjangkitnya wabah penyakit.
- Evaluasi, konsultasi, dan penyuluhan.
Tahap pascabencana
Setelah bencana tanah longsor terjadi, bukan berarti
permasalahan selesai, tetapi masih ada tahapan yang perlu
dilakukan untuk mengurangi jumlah kerugian, yaitu:
- Mengupayakan mengembalikan fungsi hutan lindung seperti
sediakala.
25
- Mengevaluasi dan memperketat studi Amdal pada kawasan
vital yang berpotensi menyebabkan bencana.
- Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di
daerah bencana, dan di sepanjang bantaran sungai.
- Normalisasi area penyebab bencana.
- Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan
masyarakat yang terkena bencana alam secara permanen.
- Menyelenggarakan forum kerja sama antardaerah dalam
penanggulangan bencana.
Para ilmuwan mengkategorikan bencana tanah longsor
sebagai salah satu bencana geologi yang paling bisa diperkirakan.
Ada tiga tanda untuk memantau kemungkinan terjadinya tanah
longsor yaitu:
o Keretakan pada tanah yang berbentuk konsentris (terpusat)
seperti lingkaran atau paralel dan lebarnya beberapa
sentimeter dengan panjang beberapa meter. Bentuk retakan dan
ukurannya yang semakin lebar merupakan parameter
ukur umum semakin dekatnya waktu longsor.
o Penampakan runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
o Kejadian longsor di satu tempat menjadi pertanda kawasan tanah
longsor lebih luas lagi.
5) Bencana Banjir
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara
lain:
Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk
menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada
daerah yang aman.
Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan
terhadap banjir dan dibuat bertingkat.
26
Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai,
tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami
akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.
Pembersihan sedimen.
Pembangunan pembuatan saluran drainase.
Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi
kuat)
Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara
penyimpanan/pergudangan perbekalan, tempat istirahat/ tidur di
tempat yang aman (daerah yang tinggi).
6) Bencana Kebakaran
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
Pembuatan dan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan
Penanganan Kebakaran.
Peningkatan penegakan hukum.
Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk
penanganan kebakaran secara dini.
Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan
Hydran untuk pemadaman api.
Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan
lahan secara ketat.
Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar
dengan tanaman yang heterogen.
Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal
kebakaran di daerahnya.
27
7) Bencana Kekeringan
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan
mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air
permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran
distribusi yang efisien.
Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan
pembuatan check dam, reboisasi.
Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak
untuk menghindari penebangan hutan/tanaman.
Pendidikan dan pelatihan.
Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan
melaksanakan pengelolaan Iahan, pengelolaan hutan, waduk
peresapan dan irigasi.
8) Bencana Angin Siklon Tropis
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis
untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.
Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan
beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan.
Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada
daerah yang terlindung dari serangan angin topan.
Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya
angin
2.1.3. Isu utama dalam mitigasi
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) telah melakukan
pembaharuan terhadap Kajian Kebutuhan Teknologi - Technology Needs
Assessment (TNA) pada tahun 2012. Kajian tersebut dibagi menjadi 2 (dua)
isu utama perubahan iklim: mitigasi dan adaptasi. TNA isu mitigasi dan
28
adaptasi memprioritaskan 3 (tiga) sektor rekomendasi untuk dilakukannya
implementasi alih teknologi perubahan iklim.
a. TNA Mitigasi
TNA untuk kebutuhan mitigasi perubahan iklim dibagi menjadi
7 (tujuh) sektor prioritas, yaitu: sektor energi, transportasi, industri,
kehutanan, pertanian, kelautan, dan sektor limbah. Dari ketujuh sektor
tersebut, tiga sektor yang dijadikan prioritas untuk implementasi Alih
Teknologi adalah sektor energi (termasuk untuk sektor transportasi),
kehutanan dan limbah. Ketiga prioritas sektor tersebut memiliki potensi
penurunan emisi yang besar apabila dilakukannya Alih Teknologi
dibandingkan sektor-sektor lain. Berikut adalah tiga prioritas opsi
teknologi untuk mitigasi:
- Sektor energi (termasuk sektor transportasi): sel surya,
Regenerative Burner Combustion System (RBCS), dan Mass Rapid
Transportation (MRT)
- Sektor kehutanan: perhitungan dan pemantauan sekuestrasi dan
emisi karbon, pemetaan kembali lahan gambut, dan manajemen
ketinggian air di lahan gambut
- Sektor limbah: perlakuan limbah secara biologis dan mekanis, in
vessel composting, dan low solid anaerob digestion
b. TNA Adaptasi
Untuk kebutuhan adaptasi perubahan iklim, sektor-sektor yang
dianalisis dalam TNA tersusun dengan langsung merujuk kepada 3
(tiga) sektor prioritas untuk dielaborasi lebih mendalam. Ketiga sektor
tersebut adalah sektor kerentanan pesisir, ketahanan pangan, dan sektor
sumberdaya air. Ketiganya merupakan sektor yang teridentifikasi dan
terprioritasi lewat berbagai pertemuan yang konsultatif dengan para
pemangku kepentingan dan pemangku kebijakan terkait. Berikut ini
adalah tiga prioritas opsi teknologi untuk adaptasi:
29
- Sektor kerentanan pesisir: teknologi dinding laut (seawall) dan
tanggul penahan (sea revetment), reklamasi pantai, dan teknologi
Groin untuk menanggulangi abrasi
- Sektor ketahanan pangan: bibit padi unggul, budidaya di
sumberdaya perairan, dan peningkatan produksi daging hewan
- Sektor sumberdaya air: teknologi pemanenan air hujan, limbah air
domestik, dan permodelan dan proyeksi sumberdaya air.
2.2. Pelestarian lingkungan sebagai bagian dari mitigasi
2.2.1. Pengertian mitigasi lingkungan
Mitigasi lingkungan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah atau menanggulangi dampak negatif lingkungan akibat adanya
rencana atau pelaksanaan suatu kegiatan
Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan
Secara umum mitigasi lingkungan adalah upaya-upaya untuk
mencegah dampak negatif yang diperkirakan akan terjadi atau telah terjadi
karena adanya rencana kegiatan atau menanggulangi dampak negatif yang
timbul sebagai akibat adanya suatu kegiatan/usaha. Mitigasi Lingkungan
dalam konteks mencegah atau mengendalikan dampak negatif dari suatu
rencana kegiatan dapat dilakukan melalui proses analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan/atau
Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
2.2.2. Langkah-langkah mitigasi lingkungan
Yang termasuk dalam langkah-langkah mitigasi lingkungan adalah:
Menghindarkan impak suatu kegiatan dengan melakukan pembatalan,
modifikasi atau menghilangkan beberapa tahapan tertentu.
Memperkecil impak dengan membatasi skala kegiatan.
30
Memperbaiki suatu yang merusak lingkungan dengan melakukan
restorasi, repairing atau rehabilitasi.
Mengurangi atau menghilangkan impak yang sedang terjadi dengan
pengelolaan yang tepat dan effisien.
Memberikan kompensasi suatu impak melalui relokasi, pembangunan
fasilitas baru, pembuktian yang masuk akal (sound proofing),
penyejukan (airconditioning).
Memberikan perlakuan yang sebaik-baiknya terhadap semua yang
terkena dampak.
Melakukan daur ulang material.
Memanfaatkan teknologi yang paling minimal menghasilkan limbah.
Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk
atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah masayarakat yang
kegiatannya dibidang lingkungan hidup.
Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang
sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab
atas suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang (akan) dilaksanakan.
31
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis serta memerlukan bantuan luar
dalam penanganannya.
Mitigasi bencana adalah sebuah upaya untuk memperingan suatu dampak
dari terjadinya bencana. Mitigasi bencana harus benar-benar dilakukan
ketika terjadi suatu bencana baik longsor, banjir bandang, tsunami,dan lain-
lain. Mitigasi bencana harus benar-benar direncanakan sematang mungkin
agar dalam pelaksanaan dilapangan dapat berjalan dengan baik.
Mitigasi lingkungan adalah upaya-upaya untuk mencegah dampak negatif
yang diperkirakan akan terjadi atau telah terjadi karena adanya rencana
kegiatan atau menanggulangi dampak negatif yang timbul sebagai akibat
adanya suatu kegiatan/usaha.
3.2. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah
ilmu pengetahuan kepada pembaca tentang mitigasi bencana dan mitigasi
lingkungan sehingga pembaca mampu mengaplikasikannya dalam masyarakat.
Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua agar sudi kiranya
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
32
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Indra. 2009. Cara-cara menghadapi bencana alam.
http://www.crayonpedia.org/mw/BAB.5_CARA-
CARA_MENGHADAPAI_BENCANA_ALAM. diakses tanggal:
10/10/2013
Cobum.AW (1994). Modul Mitigasi Bencana Edisi Kedua. Cambridge United
Kingdom.
Peraturan Menteri Dalam Negeri no 33 tahun 2006.
Mitigasi lingkungan. bto.depnakertrans.go.id
33