penyakit sistemik lansia

72
Shelly Mayvira : Prevalensi Dan Distribusi Lesi-Lesi Mukosa Mulut Pada Manusia Lanjut Usia Di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008), 2009. USU Repository © 2009 PREVALENSI DAN DISTRIBUSI LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA MANUSIA LANJUT USIA DI PANTI JOMPO ABDI DARMA ASIH BINJAI, SUMATERA UTARA (2008) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : SHELLY MAYVIRA NIM : 050600143 DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Upload: rizka-hayyu-nafiah

Post on 30-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

TRANSCRIPT

Page 1: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

Shelly Mayvira : Prevalensi Dan Distribusi Lesi-Lesi Mukosa Mulut Pada Manusia Lanjut Usia Di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008), 2009. USU Repository © 2009

PREVALENSI DAN DISTRIBUSI LESI-LESI MUKOSA

MULUT PADA MANUSIA LANJUT USIA DI PANTI

JOMPO ABDI DARMA ASIH BINJAI,

SUMATERA UTARA (2008)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

SHELLY MAYVIRA NIM : 050600143

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

Page 2: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 20 Maret 2009

Pembimbing : Tanda tangan

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ………………….. NIP. 132 161 242

Page 3: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

vii

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 20 Maret 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

ANGGOTA : 1. Wilda Hafni Lubis, drg., MSi

2. Syuaibah Lubis, drg.

Page 4: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

viii

Fakultas Kedoteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2009 Shelly Mayvira

Prevalensi dan Distribusi Lesi-Lesi Mukosa Mulut pada Manusia Lanjut Usia

di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008)

xiii + 52 halaman

Prevalensi lesi-lesi mukosa mulut merupakan suatu hal yang penting untuk

mengetahui dan mengevaluasi kesehatan mulut dan kebutuhan perawatan pada

populasi manusia lanjut usia. Di Sumatera Utara, Indonesia, penelitian umumnya

dilakukan hanya terbatas pada status dan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi lansia,

belum mencerminkan kelainan-kelainan pada mukosa mulut yang sering dijumpai

pada lansia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat ada tidaknya lesi-lesi

mukosa mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara,

untuk mengetahui jenis, jumlah, lokasi serta prevalensi lesi-lesi mukosa mulut.

Penelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong

silang yang melibatkan 100 orang lansia (52 orang laki-laki dan 48 orang

perempuan) yang diperiksa secara klinis dan hasilnya dicatat di rekam medik.

Prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia adalah 100 %, dimana pada

50 % lansia dijumpai lebih dari 3 lesi. Lesi lebih banyak dijumpai pada laki-laki

daripada perempuan. Pigmentasi merupakan lesi yang paling banyak dijumpai

(77 %) kemudian diikuti oleh sublingual varikositis (76 %), coated tongue (69 %),

Page 5: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

ix

fissured tongue (55 %), keratosis (17 %), granula Fordyce (14 %), atropi papila

lidah (10 %), traumatic ulcer (7 %), angular cheilitis (4 %), stomatitis (4 %),

median rhomboid glossitis (1 %), black hairy tongue (1 %) dan fibroma (1 %). Lidah

merupakan lokasi terbanyak dijumpai lesi sebesar 92 %. Keganasan tidak dijumpai

dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi lesi-lesi mukosa mulut yang

sangat tinggi pada lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai. Pencegahan dan

pemeriksaan lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk menurunkan prevalensi lesi-lesi

mukosa mulut

Daftar Rujukan : 37 (1973 – 2008)

Page 6: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Prevalensi dan Distribusi Lesi-lesi Mukosa

Mulut pada Manusia Lanjut Usia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera

Utara (2008) “ sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran

gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Salawat beserta salam

juga penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad Rasulullah SAW atas

suri teladan yang baik.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih dengan segenap cinta dan ketulusan hati kepada keluarga

tersayang, Ayahanda Nasir Ali dan ibunda Ellynawaty, serta adik penulis Reza

Havhie dan Shanaz Alvikha atas segala perhatian, dukungan moril dan materil,

motivasi, harapan dan doa, serta cinta dan kasih sayang yang melimpah.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Sayuti

Hasibuan, drg., Sp.PM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. H. Ismet Danial Nst, drg., Ph.d., Sp.Pros (K)

selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Ibu Wilda Hafni

Page 7: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

vi

lubis, drg., M.Si selaku Ketua Departemen dan seluruh staf pengajar di Departemen

Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Bapak

Indra Basar Siregar, drg., M.kes selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh staf

pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang

telah membimbing, mendidik dan membantu penulis selama menuntut ilmu di masa

pendidikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Nabari Ginting,

M.Si selaku kepala Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara, seluruh staf Dinas Sosial

dan Balai Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara, seluruh staf dan

dokter poliklinik di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai yang telah memberikan izin

serta banyak membantu dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk

pembuatan skripsi ini. Tak lupa pula terima kasih yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada seluruh penghuni panti jompo Abdi Darma Asih Binjai yang telah

bersedia bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.

Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tiwi, Amy, Adiwika,

Topik, Tm, Pepenk, Julita, Linda, Ivana, Rika, Heikal dan teman-teman stambuk

2005 lainnya atas bantuan, semangat, motivasi dan kebersamaan di FKG USU, Dita,

Vira atas persahabatan yang tulus, Hiro Hidaya atas doa dan motivasi selama ini.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang

berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 20 Maret 2009 Penulis, (SHELLY MAYVIRA) NIM : 050600143

Page 8: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

7

7

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................. 1 1.2 Permasalahan ................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia ..................................................... 6 2.2 Teori-teori Proses Menua ................................................. 7 2.2.1 Teori Stochastik ................................................ 7 2.2.2 Teori Cross Linking Colagen-Elastin ............... 8 2.2.3 Teori Neuroendokrin ......................................... 8 2.2.4 Teori Mutagenesis Intrinsik .............................. 8 2.2.5 Teori Imunologi ................................................. 8 2.2.6 Teori Nutrional Component ............................. . 9 2.2.7 Teori Sintesa Protein ......................................... 9 2.2.8 Teori Radikal Bebas .......................................... 9 2.3 Perubahan Jaringan Tubuh Akibat Proses Menua ............ 9 2.3.1 Perubahan Sel Tubuh ......................................... 9 2.3.2 Perubahan Cairan Tubuh ................................... 9 2.3.3 Perubahan Serabut Kolagen ............................. . 10 2.3.4 Perubahan Elastisitas ......................................... 10 2.3.5 Perubahan Bahan Mineral ................................. 10

Page 9: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

8

8

2.4 Perubahan Mukosa Mulut Pada Lansia ........................... ... 10 2.4.1 Keratosis .............................................................. 11 2.4.2 Kelainan Pada Lidah ........................................... 12 2.4.2.1 Fissured Tongue ................................... 12 2.4.2.2 Geografic Tongue ................................. 13 2.4.2.3 Coated Tongue ...................................... 14 2.4.2.4 Sublingual Varikositis .......................... 14 2.4.2.5 Atropi Papila Lidah .............................. 15 2.4.3 Angular Cheilitis ................................................. 16 2.4.4 Pigmentasi ........................................................... 16 2.4.5 Kandidiasis .......................................................... 17 2.4.6 Kelainan yang Berhubungan dengan Pemakaian Gigi Tiruan ........................................................... 18 2.4.6.1 Traumatic Ulcer .................................... 18 2.4.6.2 Denture Stomatitis ................................ 19 2.4.6.3 Denture Hiperplasia .............................. 19 2.4.7 Keganasan ........................................................... 20 KERANGKA TEORI ............................................................... 22 KERANGKA KONSEP ........................................................... 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ......................................................... 24 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 24 3.3 Populasi dan Sampel .......................................................... 24 3.3.1 Populasi ............................................................... 24 3.3.2 Sampel ................................................................ 24 3.4 Besar Sampel ..................................................................... 25 3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ......................................... 25 3.5.1 Variabel Bebas ................................................... 25 3.5.2 Variabel Terikat ................................................. 25 3.5.3 Variabel Terkendali ........................................... 26 3.5.4 Variabel Tak Terkendali .................................... 26 3.6 Defenisi Operasional ........................................................ 27 3.7 Sarana Penelitian .............................................................. 28 3.7.1 Alat dan Bahan .................................................. 28 3.7.2 Formulir Pencatatan .......................................... 29 3.8 Cara Pengumpulan Data ................................................... 29 3.8.1 Data Demografi ................................................. 29 3.8.2 Data Klinik ........................................................ 29 3.9 Pengolahan Data ............................................................... 30 3.10 Analisa Data ................................................................... 30

Page 10: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

9

9

BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................ 31 BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................... 40 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 47 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 49 LAMPIRAN

Page 11: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

10

10

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Keratosis pada Mukosa Bukal ............................................... 12

2 Fissured Tongue .................................................................... 13

3 Geografic Tongue .................................................................. 13

4 Coated Tongue ...................................................................... 14

5 Sublingual Varikositis ........................................................... 15

6 Atropi Papila Lidah pada Lansia .......................................... 15

7 Angular Cheilitis pada Sudut Mulut .................................... 16

8 Pigmentasi pada Gingiva ...................................................... 17

9 Kandidiasis Pseudomembran Akut ...................................... 17

10 Kandidiasis Kronik Hiperplastik .......................................... 18

11 Traumatic Ulcer ................................................................... 18

12 Denture Stomatitis ................................................................ 19

13 Denture Hiperplasia .............................................................. 19

14 Leukoplakia dan Eritroplakia ............................................... 20

15 Skuamos Sel Karsinoma ...................................................... 21

16 Distribusi Lansia Berdasarkan Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin ........................................................................ 31

17 Distribusi Lansia Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

dan Jenis Kelamin ................................................................. 32

Page 12: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

11

11

18 Distribusi Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Jenis Kelamin ............................................................... 33

19 Distribusi Lansia Berdasarkan Latar Belakang Kerja

dan Jenis Kelamin ............................................................... 34

20 Distribusi Jumlah Lesi-lesi Mukosa Mulut pada Lansia

Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................. 39

Page 13: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

12

12

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Distribusi Lansia Berdasarkan Suku Bangsa ....................... 35

2 Distribusi Lansia Berdasarkan Penyakit Sistemik

yang Diderita ....................................................................... 36

3 Prevalensi Lesi-lesi Mukosa Mulut pada Lansia ................. 37

4 Distribusi Lansia Berdasarkan Keberadaan Penyakit

Sistemik dan Keberadaan Lesi-lesi Mukosa Mulut ............. 38

5 Distribusi Lokasi Lesi-lesi Mukosa Mulut pada Lansia ...... 40

Page 14: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

13

13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup.1 Di Amerika Serikat, pada tahun 1990,

jumlah manusia yang berumur lebih dari 65 tahun sekitar 4%. Di Eropa pertumbuhan

penduduk usia lanjut lebih dramatis lagi. Sebagai contoh pada tahun 1988, terdapat

15% penduduk Inggris dan Jerman yang berusia 65 tahun atau lebih.2 Demikian juga

di Indonesia, sebagai suatu negara berkembang, usia harapan hidup penduduknya

juga semakin meningkat. Pada tahun 1980, penduduk Indonesia yang berumur diatas

65 tahun mencapai 7,7% dan pada tahun 1990 mencapai 9,2%.3

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, di Indonesia pada tahun 2005 jumlah

lansia yang berusia 60 tahun ke atas sebanyak 15.814.500 jiwa, sedangkan di propinsi

Sumatera Utara sebanyak 664.900 jiwa.4 Penduduk Indonesia diperkirakan akan

mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025. Pada tahun yang sama angka harapan

hidup akan mencapai 73,7 tahun, suatu peningkatan yang cukup tinggi dari angka

69,0 tahun pada tahun 2005.2 Peningkatan tersebut mengisyaratkan adanya

peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi lansia.1

Kondisi fisik lansia berbeda dengan dewasa normal. Banyak penelitian telah

membuktikan bahwa terjadi perubahan degeneratif, fisiologis dan biologis yang

sangat kompleks pada tubuh akibat proses menua. Rongga mulut juga mengalami

perubahan, baik pada jaringan keras maupun pada jaringan lunak.3,5 Selain dari proses

Page 15: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

14

14

menua, kelainan pada rongga mulut dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik

yang dapat menimbulkan manifestasi di rongga mulut.6 Kondisi dalam mulut sendiri,

seperti adanya gigi tiruan, gigi yang tajam dan restorasi yang tidak baik juga dapat

menyebabkan kelainan pada mukosa mulut.7

Selama ini penelitian-penelitian yang berkenaan dengan rongga mulut lansia

yang dilakukan di Indonesia hanya terbatas pada prevalensi edentulous dan

kebutuhan akan gigi tiruan saja.8,9 Sementara itu penelitian-penelitian sehubungan

dengan prevalensi kelainan-kelainan mukosa mulut pada lansia hanya banyak

dilakukan di luar negeri, seperti di China, Brazil, Israel, Malaysia dan negara-negara

Eropa dan Amerika dengan hasil yang berbeda-beda. Dalam penelitian tersebut

ditemukan lesi-lesi mukosa mulut pada lansia diantaranya keratosis, sublingual

varikositis, angular cheilitis, fissured tongue, pigmentasi, kandidiasis, traumatic

ulcer, denture hiperplasia, denture stomatitis, dan keganasan.10-18

Corbet, dkk (1994) dalam penelitiannya mengenai lesi-lesi mukosa mulut

terhadap 537 lansia di Cina menemukan bahwa pada 64% lansia tidak ditemukan

adanya lesi, sedangkan 29% lansia memperlihatkan adanya satu lesi, sisanya

memiliki dua lesi atau lebih.10 Penelitian serupa juga dilakukan di Brazil oleh

Jorge J, dkk (1991) yang melakukan pemeriksaan terhadap 350 lansia dan pada

58,9 % lansia ditemukan adanya satu atau lebih lesi-lesi mukosa mulut.11

Penelitian mengenai prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di

Indonesia masih sangat langka. Hal yang menggembirakan telah dilakukan oleh

Sarsito AS, dkk (1997) yang melakukan penelitian serupa di Jakarta terhadap 347

lansia dari 607 orang yang menghuni panti jompo yang berusia 50 hingga 92 tahun,

Page 16: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

15

15

ditemukan pada 60,5% lansia terlihat adanya satu atau lebih lesi mukosa mulut,

sedangkan 39,5% memperlihatkan mukosa mulut yang sehat.19

Di Medan, Natamiharja L (2000) telah melakukan penelitian pada lansia,

tetapi hanya terbatas pada status dan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi lansia,

belum mencerminkan kelainan-kelainan pada mukosa mulut yang sering dijumpai

pada lansia.20

Atas fakta tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di Sumatera Utara, khususnya di

kotamadya Binjai.

Penelitian akan dilakukan di Panti Jompo Abdi Darma Asih yang terletak di

daerah kebun lada kotamadya Binjai. Panti jompo ini berdiri pada tahun 1979 dengan

luas sekitar 5 ha dan berada dibawah naungan Departemen Sosial Propinsi Sumatera

Utara.

Page 17: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

16

16

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

- Apakah ada lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma

Asih Binjai?

- Berapakah prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo

Abdi Darma Asih Binjai?

- Bagaimana jenis, jumlah, dan lokasi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di

panti jompo Abdi Darma Asih Binjai?

1.3 Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui apakah ada lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti

jompo Abdi Darma Asih Binjai

- Untuk mengetahui prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti

jompo Abdi Darma Asih Binjai

- Untuk mengetahui jenis, jumlah, dan lokasi lesi-lesi mukosa mulut di panti

jompo Abdi Darma Asih Binjai

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui lesi-lesi mukosa mulut yang terdapat pada lansia, maka

diharapkan:

- Dokter gigi dapat memberikan perawatan yang sebaik-baiknya dalam

menunjang kesehatan lansia secara keseluruhan

Page 18: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

17

17

- Sebagai data awal bagi peneliti-peneliti lain untuk menelaah lebih lanjut

kaitan antara proses menua dengan timbulnya kelainan pada mukosa mulut

- Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi pengelola

panti dalam bidang nutrisi serta kesehatan gigi dan mulut untuk

meningkatkan kualitas hidup lansia.

- Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi program

pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan

kualitas hidup lansia.

Page 19: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

18

18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia

Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang

terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari.3

Proses menua dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi dan tidak

dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Proses menua merupakan proses

alamiah yang terjadi terus-menerus dalam kehidupan yang ditandai dengan adanya

perubahan-perubahan anatomik, fisiologik dan biomekanik dalam sel tubuh, sehingga

mempengaruhi fungsi sel, jaringan dan organ tubuh.1

Proses menua memiliki tanda-tanda, antara lain:1

1. Terjadi kemunduran biologis, yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik,

misalnya mulut mulai mengendor, wajah timbul garis-garis menetap dan keriput,

rambut beruban dan memutih, kehilangan gigi, penglihatan dan pendengaran

berkurang, mudah dan cepat lelah, gerakan lamban dan tidak lincah, kerampingan

tubuh hilang dan terjadi penimbunan lemak di beberapa bagian tubuh

2. Terjadi kemunduran kemampuan kognitif, misalnya menjadi pelupa dan ingatan

tidak berfungsi dengan baik.

Lansia dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkat usia.

Menurut DEPKES RI, lansia dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu:1

Page 20: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

19

19

1. Kelompok usia dalam masa virilitas (45-54 tahun), merupakan kelompok

yang berada dalam keluarga dan masyarakat luas.

2. Kelompok usia dalam masa prasenium (55-64 tahun), merupakan kelompok

yang berada dalam keluarga, organisasi lanjut usia dan masyarakat pada umumnya.

3. Kelompok usia masa senescrus (> 65 tahun) dan usia lanjut dengan resiko

tinggi (>70 tahun), merupakan kelompok yang umumnya hidup sendiri, terpencil,

hidup dalam panti dan menderita penyakit berat.

Sementara itu, WHO mengelompokkan lansia atas kelompok middle age

(45-59 tahun), kelompok elderly (60-74 tahun) dan kelompok aged (75 tahun ke

atas), sedangkan Pathy (1985) mengelompokkan lansia atas kelompok young elderly

(65-75 tahun) dan kelompok old elderly (75 tahun ke atas).8,21

2.2 Teori-Teori Proses Menua

Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai proses menua,

antara lain:8,21,22

2.2.1 Teori Stochastik

Teori ini merumuskan bahwa proses menua disebabkan oleh penimbunan

sisa-sisa dari lingkungan, contohnya adalah mutasi somatik yang disebabkan oleh

radiasi dan kemungkinan bahan-bahan radioaktif yang tertimbun. Hal ini dapat

menyebabkan kesalahan sintesis protein, kegagalan fungsi dan berakhir dengan

kematian.

Page 21: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

20

20

2.2.2 Teori Cross Linking Colagen-Elastin

Teori ini menyatakan adanya saling silang antara kolagen dan elastin yang

menyebabkan serabut tersebut menjadi kurang lentur, lebih rapuh, mudah terkoyak

dan akhirnya degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem vital tubuh (yang tersusun

oleh serabut tersebut) mengalami kemunduran fungsional yang menyebabkan gejala

menua.

2.2.3 Teori Neuroendokrin

Teori ini menempatkan hormon sebagai pusat dari proses menua. Menurut

teori ini, proses menua tergantung pada peranan kelenjar hipofisis yang

mengeluarkan hormon DECO (Decreasing Oxygen Consumption) yang dapat

menstimulir pengurangan konsumsi oksigen dan mengurangi usaha hormon tiroid

dalam proses menua.

2.2.4 Teori Mutagenesis Intrinsik

Pada mutagenesis intrinsik terdapat peranan DNA metilation sebagai faktor

pengatur dalam menunjang proses menua. Adanya DNA metilation dapat

menyebabkan kesalahan mengkode dalam replikasi akibat informasi genetik yang

tidak sesuai atau tidak tepat, padahal informasi ini dibutuhkan oleh inti sel untuk

menghasilkan protein di dalam menunjang fungsi sel secara normal.

2.2.5 Teori Imunologi

Teori ini menyatakan bahwa kapasitas fungsional sistem imun mengalami

kemunduran dengan bertambahnya umur, mereduksinya fungsi sel limfosit T dan

turunnya resistensi terhadap infeksi penyakit.

Page 22: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

21

21

2.2.6 Teori Nutrional Component

Teori ini menjelaskan bahwa kekurangan makanan menyebabkan perubahan

fisiologis dan anatomis yang selanjutnya menyebabkan kerusakan dan terbatasnya

regenerasi sel sehingga terjadi proses menua.

2.2.7 Teori Sintesa Protein

Proses menua disebabkan karena gangguan mekanisme sintesa protein.

Tahapan sintesa protein dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Perubahan aktivitas enzim

menyebabkan gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein abnormal

2.2.8 Teori Radikal Bebas

Akhir-akhir ini proses menua banyak dikaitkan dengan aktifitas radikal bebas

di dalam tubuh. Teori ini menyatakan bahwa radikal bebas yang bersifat sangat

reaktif ini dapat merusak komponen sel dan inti sel sehingga terjadi degenerasi.

2.3 Perubahan Jaringan Tubuh Akibat Proses Menua

Proses menua akan mempengaruhi sel-sel tubuh, bahan intraseluler dan cairan

tubuh. Perubahan jaringan tubuh yang terjadi meliputi:21

2.3.1 Perubahan sel tubuh

Sel-sel tubuh mengalami perubahan internal, sehingga fungsinya secara

umum menjadi berkurang dan tidak sempurna. Sel-sel tubuh akan mengalami atropi

yang dapat terjadi pada seluruh jaringan dan organ tubuh.

Page 23: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

22

22

2.3.2 Perubahan cairan tubuh

Pada lansia terlihat berkurangnya cairan tubuh. Berkurangnya cairan tubuh

akan menyebabkan berkurangnya berat badan juga keriputnya jaringan dan organ

tubuh.

2.3.3 Perubahan serabut kolagen

Bertambahnya serabut kolagen atau kolagenisasi dapat menyebabkan

kekakuan jaringan sehingga daya fleksibilitas berkurang akan tetapi menjadi lebih

tahan terhadap enzim proteolitik.

2.3.4 Perubahan elastisitas

Serabut elastis tampak kehilangan elastisitasnya dan kelihatan bertambah

tebal.

2.3.5 Perubahan bahan mineral

Pengendapan bahan mineral dan garam Ca pada jaringan akan mengurangi

fisiologis jaringan.

2.4 Perubahan Mukosa Mulut Pada Lansia

Mukosa mulut manusia dilapisi oleh lapisan epitel yang berfungsi terutama

sebagai suatu barier terhadap pengaruh lingkungan dalam dan luar mulut. Shklar

melaporkan terdapat perbedaan mukosa mulut antara orang berusia muda dengan

orang berusia lanjut.5

Dengan bertambahnya usia, lapisan epitel yang menutupi mukosa mulut

cenderung mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya pembuluh

Page 24: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

23

23

darah kapiler dan suplai darah, serta serabut kolagen yang terdapat pada lamina

propria akan mengalami penebalan.5

Akibat perubahan-perubahan tersebut, secara klinis terlihat mukosa menjadi

lebih pucat, tipis dan kering, proses penyembuhan menjadi lebih lambat, mukosa

mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan ataupun gesekan. Keadaan ini

dapat diperberat karena berkurangnya aliran saliva pada lansia.5

Selain dari proses menua, kelainan pada rongga mulut dapat juga disebabkan

oleh penyakit sistemik yang dapat menimbulkan manifestasi di rongga mulut.6

Kondisi dalam mulut sendiri, seperti adanya gigi tiruan, gigi yang tajam dan restorasi

yang tidak baik juga dapat menyebabkan kelainan pada mukosa mulut.7

Perubahan-perubahan pada mukosa mulut yang sering terlihat pada lansia

adalah:

2.4.1 Keratosis

Akibat proses menua, keratinisasi pada mukosa mulut akan mengalami

pengurangan. Hal ini dapat menyebabkan jaringan lunak mulut menjadi rentan

terhadap iritasi fisik, kemis, maupun iritasi bakteri.23

Keratosis ditandai dengan adanya penebalan berwarna putih pada mukosa

mulut, tidak dapat dihapus dengan sapuan kapas dan jari.23 Biasa dijumpai dan sering

dapat dibuktikan berhubungan dengan cengkeraman gigi tiruan, tepi yang kasar dari

gigi tiruan atau fraktur gigi, pada perokok berat dan juga pada mukosa bukal yang

berhadapan dengan gigi.6

Keratosis sebagian besar bersifat jinak tetapi dapat berpotensi menjadi ganas.6

Prevalensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan pada wanita.23

Page 25: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

24

24

Gambar 1. Keratosis pada mukosa bukal24

2.4.2 Kelainan pada lidah

Pada lansia sering ditemukan kelainan-kelainan pada lidah.5

Kelainan-kelainan yang sering terjadi antara lain :

2.4.2.1 Fissured Tongue

Lidah berfisur adalah variasi dari anatomi lidah normal yang terdiri atas satu

fisura garis tengah, fisura ganda atau fisura multipel dengan berbagai kedalaman yang

terdapat pada permukaan dorsal dari dua pertiga anterior lidah. Penyebabnya tidak

diketahui secara pasti, tetapi lidah berfisur barangkali merupakan suatu proses

perkembangan dan bertambah banyak seiring dengan pertambahan usia.25

Page 26: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

25

25

Gambar 2. Fissured tongue

2.4.2.2 Geografic tongue

Lidah geografik adalah suatu peradangan jinak yang disebabkan oleh

mengelupasnya keratin superfisial dan papila-papila filiformisnya. Penyebabnya tidak

diketahui, tetapi diperkirakan karena stres emosional, defisiensi nutrisi dan herediter.

Keadaan ini dapat timbul tiba-tiba dan menetap selama berbulan-bulan atau

bertahun-tahun. Lidah geografik paling sering mengenai wanita dan orang-orang

dewasa usia pertengahan.25

Gambar 3. Geografic tongue25

Page 27: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

26

26

2.4.2.3 Coated tongue

Coated tongue merupakan suatu keadaan dimana permukaan lidah terlihat

berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa

makanan dan plak bakteri yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.26

Gambar 4. Coated tongue

2.4.2.4 Sublingual Varikositis

Sublingual varikositis adalah pelebaran vena yang umum dijumpai pada orang

tua dengan insiden 40-50%.21,25 Penyebab pelebaran vaskuler ini adalah penyumbatan

vena oleh benda asing internal seperti plak atau hilangnya elastisitas dinding vaskuler

akibat proses menua.25

Varikositas tampak sebagai pertumbuhan noduler, berfluktuasi, berwarna

merah, biru sampai ungu. Varikositas intraoral paling umum timbul superfisial pada

pemukaan ventral dari dua pertiga anterior lidah dan dapat meluas ke tepi lateralnya.

Varikositas bisa terjadi pada wanita maupun pria secara seimbang.25

Page 28: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

27

27

Gambar 5. Sublingual varikositis

2.4.2.5 Atropi Papila Lidah

Pada orang berusia lanjut, permukaan dorsal lidah akan cenderung menjadi

licin yang disebabkan atropi papila lidah. Atropi biasanya dimulai dari bagian apeks

dan sebelah lateral lidah.5 Didapati jumlah papila berkurang dan terjadi penurunan

sensitivitas rasa. Biasanya terjadi akibat defisiensi vitamin B kompleks yang sering

terjadi pada lansia.21,23

Gambar 6. Atropi papila lidah pada lansia27

Page 29: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

28

28

2.4.3 Angular Cheilitis

Angular cheilitis merupakan keadaan fissura eritematus yang memancar pada

sudut mulut. Keadaan ini sering terjadi sesudah usia 50 tahun dan biasanya diderita

oleh pemakai gigi tiruan. Etiologinya diperkirakan berhubungan dengan infeksi

campuran Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Umumnya kronis, biasanya

bilateral dan sering berhubungan dengan stomatitis gigi tiruan serta glossitis, dimensi

vertikal yang turun dan defisiensi vitamin B.6,25

Pada awalnya jaringan mukokutan di sudut-sudut mulut menjadi merah, lunak

dan berulserasi. Selanjutnya, fissura-fissura eritematus menjadi dalam dan melebar

beberapa cm dari sudut mulut ke kulit sekitar bibir atau berulserasi dan mengenai

mukosa bibir dan pipi.25

Gambar 7. Angular cheilitis pada sudut mulut 25

2.4.4 Pigmentasi

Pigmentasi umum terjadi pada mukosa oral. Pigmentasi dapat disebabkan oleh

faktor endogen yang disebabkan karena tertimbunnya hemoglobin, hemosiderin dan

melanin, juga dapat disebabkan oleh faktor eksogen yang berasal dari luar.7 Mukosa

mulut dapat terlihat berwarna merah, biru, ungu, abu-abu, coklat dan hitam.28

Page 30: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

29

29

Gambar 8. Pigmentasi pada gingiva

2.4.5 Kandidiasis

Kandidiasis merupakan suatu lesi yang disebabkan oleh berbagai jamur

kandida, dimana yang paling banyak terdapat pada tubuh manusia adalah Candida

albicans.7 Terdapat beberapa bentuk kandidiasis, yaitu kandidiasis pseudomembran

akut (thrush), kandidiasis atropik akut, kandidiasis atropik kronis, dan kandidiasis

kronik hiperplastik.7,25,29

Kandidiasis disebabkan oleh berbagai faktor predisposisi. Usia tua merupakan

salah satu faktor predisposisi , terutama tipe pseudomembran akut.29 Lesi ini biasanya

dijumpai pada mukosa pipi, lidah dan palatum lunak.25

Gambar 9. Kandidiasis pseudomembran akut30

Page 31: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

30

30

Gambar 10. Kandidiasis kronik hiperplastik31

2.4.6 Kelainan yang berhubungan dengan pemakaian gigi tiruan

Berkurangnya aliran saliva pada lansia akan mengganggu retensi gigi tiruan

karena aksi adhesif saliva antara dasar gigi tiruan dengan jaringan lunak akan

berkurang.5 Pada lansia yang menggunakan gigi tiruan dapat terjadi:

2.4.6.1 Traumatic Ulcer

Biasanya terjadi karena adanya tekanan dari dasar atau sayap gigi tiruan

yang tidak pas atau dari kerangka gigi tiruan sebagian. Bentuk ulkus sesuai dengan

penyebabnya, yaitu memanjang, biasanya soliter dan ukurannya bervariasi.

Permukaannya biasanya tertutup selaput putih kekuningan dan dikelilingi tepi yang

lebih tinggi dan keras pada perabaan.6

Gambar 11. Traumatic ulcer24

Page 32: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

31

31

2.4.6.2 Denture Stomatitis

Denture stomatitis ditandai dengan daerah kemerahan, diskret pada mukosa

yang kontak dengan gigi tiruan. Penyebab utama adalah Candida albicans, sedangkan

faktor predisposisinya adalah daya tahan jaringan setempat yang rapuh/kurang (iritasi

setempat yang kronis karena gigi tiruan tidak stabil, permukaan gigi tiruan yang

kasar, banyak kalkulus dan kebersihan mulut kurang) dan faktor-faktor yang dapat

menyuburkan kandida.6

Gambar 12. Denture stomatitis 32

2.4.6.3 Denture Hiperplasia

Denture hiperplasia merupakan suatu keadaan hiperplasia jaringan yang

disebabkan oleh trauma dari pemakaian gigi tiruan yang tidak baik.33

Gambar 13. Denture hiperplasia25

Page 33: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

32

32

2.4.7 Keganasan

Insidens keganasan meningkat seiring dengan pertambahan usia.7

Kemungkinan hal ini dapat dihubungkan dengan adanya gangguan sistem kekebalan

tubuh oleh karena adanya atrofi dari salah satu organ tubuh (thymus) dimana fungsi

sel T menjadi menurun sehingga mudah terjadi infeksi disamping adanya faktor lokal

seperti iritasi kronis. Hal ini dapat dihubungkan dengan meningkatnya angka kejadian

dari kanker dan infeksi pada penderita lanjut usia.6

Lesi praganas yang sering terjadi adalah leukoplakia dan lebih berpotensi

menjadi ganas pada penderita lanjut usia. Hampir 90% keganasan yang terjadi

merupakan skuamos sel karsinoma. Daerah yang paling sering terjadi keganasan oral

pada lansia adalah lidah, bibir, mukosa bukal, dasar mulut dan daerah posterior

orofaring.7

Gambar 14. Leukoplakia dan eritroplakia34

Page 34: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

33

33

Gambar 15. Skuamos sel karsinoma35

Page 35: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

34

34

KERANGKA TEORI

Lansia

Pengertian Teori-teori proses menua

Perubahan jaringan tubuh akibat proses

menua

Perubahan mukosa mulut

Kelainan pada lidah

Angular cheilitis

Pigmentasi Kandidiasis Keratosis

Kelainan yang berhubungan dengan

pemakaian gigi tiruan

Keganasan

Page 36: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

35

35

KERANGKA KONSEP

Variabel tak terkendali: - Jenis kelamin - Penyakit sistemik yang diderita - Obat-obatan yang digunakan - Gigi palsu

Variabel bebas: Lansia

Variabel terikat : Lesi-lesi mukosa oral: 1. Keratosis

2. Fissured tongue

3. Geografic tongue

4. Coated tongue

5. Sublingual varikositis

6. Atropi papila lidah

7. Angular cheilitis

8. Pigmentasi

9. Kandidiasis

10. Traumatic ulcer

11. Denture stomatitis

12. Denture hiperplasia

13. Keganasan

Variabel terkendali : Usia ( 60 tahun ke atas)

Page 37: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

36

36

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong silang.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai. Waktu

penelitian adalah sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah para lansia yang menghuni Panti Jompo Abdi

Darma Asih Binjai.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah para lansia yang berusia 60 tahun ke atas

di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai.

Kriteria Inklusi kelompok sampel lansia :

- Lansia yang berusia 60 tahun ke atas

- Lansia yang bersedia diperiksa rongga mulutnya

- Lansia yang dapat membuka mulut dengan baik

Kriteria Eksklusi kelompok sampel lansia :

- Lansia yang berusia 60 tahun ke bawah

Page 38: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

37

37

- Lansia yang menolak diperiksa rongga mulutnya

- Lansia yang mengalami kesukaran dalam membuka mulut

3.4 Besar Sampel

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini,

penulis menggunakan persentase prevalensi lesi-lesi mukosa oral pada lansia di

beberapa panti jompo di Jakarta berdasarkan penelitian Sarsito AS, dkk (1997) yaitu

60,5%, diperoleh sampel dengan menggunakan rumus :

n = Za2.p.q / d2

Dimana : Za = confidence level 95% ( 1,96)

p = persentase prevalensi lesi-lesi mukosa oral

q = 1-p

d = presisi relatif 10%

n = 1,962. 0,605 ( 1-0,605) / 0,12

= 91,80

Jumlah sampel minimum yang didapat adalah 91,80 atau 92 orang. Maka

jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah 100 orang.

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel bebas : Lansia

3.5.2 Variabel terikat : Lesi-lesi mukosa oral :

- Keratosis

- Fissured tongue

Page 39: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

38

38

- Geografic tongue

- Coated tongue

- Sublingual varikositis

- Atropi papila lidah

- Angular cheilitis

- Pigmentasi

- Kandidiasis

- Traumatic ulcer

- Denture stomatitis

- Denture hiperplasia

- Keganasan

3.5.3 Variabel terkendali : Usia ( 60 tahun ke atas)

3.5.4 Variabel tak terkendali : - Jenis kelamin

- Penyakit sistemik yang diderita

- Obat-obatan yang digunakan

- Gigi palsu

3.6 Defenisi Operasional

a. Lansia adalah orang-orang yang telah mencapai usia lanjut

( 60 tahun ke atas).6

b. Keratosis adalah penebalan berwarna putih pada mukosa mulut yang

tidak dapat dihapus dengan sapuan kapas ataupun jari.23

Page 40: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

39

39

c. Fissured tongue adalah fisur yang dapat berupa fisura garis tengah, fisura

ganda atau fisura multipel dengan berbagai kedalaman yang terdapat pada permukaan

dorsal dari dua pertiga anterior lidah.25

d. Geografic tongue adalah suatu daerah yang ditandai oleh adanya bercak-

bercak gundul merah muda sampai merah, tunggal atau multipel dari papila filiformis

yang dibatasi atau tidak dibatasi oleh pinggiran putih yang menimbul.25

e. Coated tongue merupakan suatu keadaan dimana permukaan lidah terlihat

berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa

makanan dan plak bakteri yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.26

f. Sublingual varikositis adalah pelebaran vena yang tampak sebagai

pertumbuhan noduler, berfluktuasi, berwarna merah, biru sampai ungu, timbul

superfisial pada pemukaan ventral dari dua pertiga anterior lidah dan dapat meluas ke

tepi lateralnya.25

g. Atropi papila lidah adalah menurunnya jumlah putik kecap sehingga

permukaan dorsal lidah cenderung menjadi licin.5,21

h. Angular cheilitis adalah terdapatnya fissura eritematus yang memancar

pada sudut mulut.25

i. Pigmentasi adalah suatu daerah pada mukosa mulut yang sama rata dengan

permukaan, dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan lokasi, dapat berwarna merah,

biru, ungu, hitam, abu-abu dan coklat.25,28

j. Akut pseudomembranous kandidiasis adalah bercak putih kekuningan pada

mukosa, dapat dihapus dengan gulungan kapas dan meninggalkan dasar yang

eritematus dan berdarah.36

Page 41: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

40

40

k. Traumatic ulcer adalah ulkus yang memanjang, biasanya soliter dan

ukurannya bervariasi. Permukaannya biasanya tertutup selaput putih kekuningan

dengan tepi yang lebih tinggi dari perabaannya.6

l. Denture stomatitis adalalah lesi berwarna merah, difus pada mukosa yang

ditutupi oleh gigi tiruan.36

m. Denture hiperplasia adalah pertumbuhan yang berlebihan dari mukosa

yang berkontak dengan gigi tiruan, tampak licin dan halus atau bisa bernodul-nodul.35

n. Keganasan dapat terlihat sebagai : 36

- Lesi yang berkembang sebagai lesi putih, indurasi dan permukaannya

mungkin nodular atau ulserasi. Lesi ini mungkin terfiksasi jika jaringan terjadi pada

bagian mukosa bergerak. Lesi dapat juga terlihat sebagai massa seperti jamur.

- Lesi yang berkembang pada daerah yang merah, terdapat indurasi dimana

jaringan terasa padat dan penebalan seluruh lesi atau tepi lesi jika mengalami ulserasi.

- Lesi yang mengalami ulserasi dengan indurasi pada tepi ulser. Ulser dapat

meninggi, tepi bergelung dan dapat berkembang membentuk area putih.

- Lesi yang terlihat sebagai massa yang tumbuh eksofitik dan dapat dengan

mudah berdarah.

3.7 Sarana penelitian

3.7.1 Alat dan bahan

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan dalam rongga mulut adalah kaca

mulut, sonde, kapas, sarung tangan, masker, lampu senter, serta kamera untuk

dokumentasi penelitian. Sebagai bahan untuk desinfeksi adalah 3 buah baskom yang

Page 42: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

41

41

masing-masing berisi air, povidon iodin dan terakhir dimasukkan ke dalam baskom

yang berisi alkohol, kemudian alat dikeringkan dengan handuk. Selanjutnya

dipergunakan untuk pemeriksaan subjek yang lain.

3.7.2 Formulir pencatatan

Formulir pencatatan terdiri dari blanko rekam medik yang mencakup data

demografi (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,

suku) dan data klinik subjektif dan objektif (pemeriksaan ekstra oral dan intra oral).

3.8 Cara Pengumpulan Data

3.8.1 Data demografi

Data demografi diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung

terhadap para lansia yang berusia 60 tahun ke atas dan melalui data sekunder yang

dapat diperoleh di panti jompo.

3.8.2 Data Klinik

Data klinik dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut

terhadap subjek sebagai berikut :

- Subjek didudukkan dengan keadaan rileks. Posisi pemeriksa berdiri di

depan subjek.

- Pemeriksaan klinis dilakukan peneliti dengan bantuan asisten peneliti

dengan menggunakan 2 kaca mulut dan penerangan lampu senter.

- Catat lesi-lesi rongga mulut yang terlihat pada subjek pada blanko rekam

medik terutama lesi-lesi yang menjadi lesi target. Lokasi lesi juga dicatat.

Kriteria diagnosa lesi sesuai dengan kriteria pada defenisi operasional.

Page 43: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

42

42

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dan ditabulasikan.

3.10 Analisa Data

Data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasikan dan analisa data

dilakukan dengan cara perhitungan persentase setiap lesi-lesi mukosa mulut yang

terlihat pada subjek.

Page 44: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

43

43

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian yang diperiksa berjumlah 100 orang, terdiri dari 52 orang

laki-laki (52 %) dan 48 orang perempuan (48 %).

Gambar 16 menunjukkan distribusi lansia berdasarkan kelompok umur dan

jenis kelamin. Untuk kelompok umur 60-69 tahun sebesar 17 % pada laki-laki dan

18 % pada perempuan, kelompok umur 70-79 tahun sebesar 19 % pada laki-laki dan

19 % pada perempuan, kelompok umur 80-89 tahun sebesar 12 % pada laki-laki dan

9 % pada perempuan, kelompok umur 90-99 tahun adalah 3 % pada laki-laki dan 2 %

pada perempuan dan untuk kelompok umur diatas 100 tahun sebesar 1 % pada laki-

laki.

Gambar 16. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN

JENIS KELAMIN

02468

101214161820

Jumlah

60 - 69 70 - 79 80 - 89 90 - 99 > 100

Umur

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN

Laki-lakiPerempuan

Page 45: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

44

44

Gambar 17 menunjukkan latar belakang pendidikan dari 100 orang lansia

dimana 34 % laki-laki dan 25 % perempuan memiliki latar belakang pendidikan,

sedangkan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan adalah sebesar 18 % pada

laki-laki dan 23 % pada perempuan.

Gambar 17. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN LATAR BELAKANG

PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN

05

101520253035

Jumlah

Berpendidikan Tidak Berpendidikan

Latar Belakang Pendidikan

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN

Laki-lakiPerempuan

Page 46: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

45

45

Gambar 18 menunjukkan tingkat pendidikan dari 59 orang lansia dimana yang

berlatar pendidikan sekolah agama adalah sebesar 3,4 % pada laki-laki dan 1,7 %

pada perempuan, sekolah guru sebesar 3,4 % pada laki-laki dan 3,4 % pada

perempuan, SD sebesar 32,2 % pada laki-laki dan 32,2 % pada perempuan, SMP

sebesar 8,5 % pada laki-laki dan 0 % pada perempuan dan SMA sebesar 10,2 % pada

laki-laki dan 5,1 % pada perempuan.

Gambar 18. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

DAN JENIS KELAMIN

0

5

10

15

20

Jumlah

SekolahAgama

SekolahGuru

SD SMP SMA

Tingkat Pendidikan

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN

Laki-lakiPerempuan

Page 47: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

46

46

Gambar 19 menunjukkan latar belakang kerja pada 100 lansia dimana 52 %

laki-laki pernah bekerja dan tidak ada laki-laki yang tidak pernah bekerja, sedangkan

36 % perempuan pernah bekerja dan 12 % perempuan tidak pernah bekerja.

Gambar 19. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN LATAR BELAKANG

KERJA DAN JENIS KELAMIN

0102030405060

Jumlah

Pernah Bekerja Tidak Pernah Bekerja

Latar Belakang Kerja

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN LATAR BELAKANG KERJA DAN JENIS KELAMIN

Laki-lakiPerempuan

Page 48: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

47

47

Tabel 1 menunjukkan distribusi suku bangsa dari 100 orang lansia, dimana

suku Jawa adalah yang terbanyak sebesar 60 %, diikuti oleh suku Batak 20 %, suku

Padang 7 %, suku Sunda 4 %, suku Melayu 4 %, suku Aceh 2 %, suku Ambon 1 %,

suku Banten 1 % dan suku Kalimantan 1 %.

Tabel 1. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN SUKU BANGSA

Suku Bangsa

Jumlah %

Jawa

60 60 %

Batak

20 20 %

Padang

7 7 %

Sunda

4 4 %

Melayu

4 4 %

Aceh

2 2 %

Ambon

1 1 %

Banten

1 1 %

Kalimantan

1 1 %

Total

100 100 %

Page 49: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

48

48

Tabel 2 menunjukkan prevalensi penyakit sistemik pada 100 orang lansia

dimana rematik adalah yang terbanyak sebesar 33 %, hipertensi 27 %, ISPA 19 %,

demensia 11 %, stroke 4 %, anemia 4 %, penyakit mata 4 %, penyakit saluran cerna

4 %, DM 3 %, penyakit lain-lain yang terdiri dari inkontensia urin, kanker, dan

hemoroid sebesar 3 %, hipotensi 2 % dan penyakit kulit 1 %.

Tabel 2. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN PENYAKIT SISTEMIK YANG

DIDERITA

Penyakit sistemik

Jumlah %

Rematik

33 33 %

Hipertensi

27 27 %

ISPA

19 19 %

Demensia

11 11 %

Stroke

4 4 %

Anemia

4 4 %

Penyakit Mata

4

4 %

Penyakit Saluran Cerna

4 4 %

DM

3 3 %

Lain-lain

3 3 %

Hipotensi

2 2 %

Penyakit Kulit

1 1 %

Page 50: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

49

49

Tabel 3. PREVALENSI LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA LANSIA

Lesi-lesi mukosa mulut

Jumlah % Lokasi

Pigmentasi

77 77 % Bibir, mukosa labial, gingiva, palatum durum, mukosa bukal

Sublingual varikositis

76 76 % Sublingual lidah

Coated tongue

69 69 % Permukaan dorsal lidah

Fissured tongue 55 55 % Permukaan dorsal lidah

Keratosis 17

17 % Mukosa bukal, mukosa labial

Granula Fordyce

14 14 % Mukosa bukal, mukosa labial

Atropi papila lidah

10 10 % Permukaan dorsal lidah, permukaan lateral lidah, 1/3 anterior lidah, 1/3 posterior

lidah

Traumatic ulcer

7 7 % Gingiva, mukosa bukal, mukosa labial, permukaan

lateral lidah

Angular cheilitis

4 4 % Sudut bibir

Stomatitis

4 4 % Mukosa labial, mukosa bukal

Median rhomboid glossitis 1 1 % Permukaan dorsal lidah

Black hairy tongue 1 1 % Permukaan dorsal lidah

Fibroma

1 1 % Mukosa bukal

Page 51: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

50

50

Tabel 3 menunjukkan prevalensi lesi-lesi mukosa mulut beserta lokasinya

pada 100 orang lansia dimana lesi mukosa mulut yang terbanyak adalah pigmentasi

sebesar 77 %, sublingual varikositis 76 %, coated tongue 69 %, fissured tongue

55 %, keratosis 17 %, granula fordyce 14 %, atropi papila lidah 10 %, traumatic

ulcer 7 %, angular cheilitis 4 %, stomatitis 4 %, median rhomboid glossitis 1 %,

black hairy tongue 1 % dan fibroma 1 %.

Tabel 4 menunjukkan distribusi keberadaan lesi pada lansia berdasarkan

keberadaan penyakit sistemik yang diderita dimana pada 94 % lansia yang memiliki

penyakit sistemik dijumpai lesi-lesi mukosa mulut, sedangkan 6 % lansia yang tidak

menderita penyakit sistemik juga dijumpai adanya lesi-lesi mukosa mulut.

Tabel 4. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN KEBERADAAN PENYAKIT

SISTEMIK DAN KEBERADAAN LESI-LESI MUKOSA MULUT

Penyakit Sistemik Jumlah % Ada / Tidak Ada Lesi

Ada 94 94 % Ada

Tidak Ada 6 6 % Ada

Page 52: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

51

51

Gambar 20. DISTRIBUSI JUMLAH LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA

LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN

0

5

10

15

20

25

30

35

Jumlah

Tidak adalesi

1 Lesi 2 Lesi 3 Lesi > 3 Lesi

Jumlah Lesi

DISTRIBUSI JUMLAH LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Laki-lakiPerempuan

Dari 100 orang lansia yang diperiksa, seluruhnya terdapat lesi-lesi mukosa

mulut. Lansia yang memiliki 1 lesi sebesar 2 % pada laki-laki dan 5 % pada

perempuan, 2 lesi sebesar 13 % pada laki-laki dan 10 % pada perempuan, 3 lesi

sebesar 4 % pada laki-laki dan 16 % pada perempuan dan lansia yang memiliki lebih

dari 3 lesi adalah sebesar 33 % pada laki-laki dan 17 % pada perempuan.

(Gambar 20)

Page 53: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

52

52

Dari keseluruhan lesi-lesi mukosa mulut pada lansia, lokasi yang terbanyak

adalah pada lidah sebesar 92 %, diikuti mukosa labial 64 %, bibir 45 %, mukosa

bukkal 43 %, palatum durum 11 % dan sirkum oral 5 %. (Tabel 5)

Tabel 5. DISTRIBUSI LOKASI LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA LANSIA

Lokasi Lesi Jumlah %

Lidah 92 92 %

Mukosa Labial 64 64 %

Bibir 45 45 %

Mukosa Bukal 43 43 %

Gingiva 39 39 %

Palatum Durum 11 11 %

Sirkum Oral 5 5 %

Page 54: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

53

53

BAB 5

PEMBAHASAN

Perhatian terhadap kesehatan rongga mulut lansia menjadi semakin penting

semenjak meningkatnya pembangunan di bidang kesehatan dimana terjadi

peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup. Saat ini jumlah

lansia menjadi bertambah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Panti jompo merupakan tempat tinggal bagi lansia. Biasanya mereka tinggal

di panti jompo karena tidak memiliki keluarga lagi untuk mengurus mereka ataupun

sekedar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih tenang di hari tua mereka. Panti

jompo berada di bawah pengawasan pemerintah ataupun sektor swasta. Penelitian ini

sendiri dilakuka n di Panti Jompo Abdi Darma Asih kotamadya Binjai yang dikelola

oleh pemerintah. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini tentu saja belum dapat

mencerminkan lesi-lesi mukosa mulut manusia lanjut usia di Sumatera Utara, karena

Binjai merupakan salah satu dari sekian banyak kotamadya yang ada di propinsi

tersebut.

Lansia yang menghuni panti jompo ini berusia 60 tahun hingga 100 tahun,

dimana yang terbanyak adalah kelompok usia 70-79 tahun sebesar 38 %. Berdasarkan

teori yang dibahas dalam tinjauan pustaka, lansia pada Panti Jompo Abdi Darma Asih

Binjai berada dalam kelompok usia masa prasenium (55-64 tahun), kelompok usia

masa senescrus (> 65 tahun) dan usia lanjut dengan resiko tinggi (> 70 tahun)

menurut DEPKES RI.1 Menurut WHO, termasuk ke dalam kelompok elderly

(60-74 tahun) dan kelompok aged (75 tahun ke atas), sedangkan menurut Pathy

Page 55: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

54

54

termasuk ke dalam kelompok young elderly (65-75 tahun) dan kelompok old elderly

(75 tahun ke atas).8,21 Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian

yang telah dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) dimana 70-79 tahun juga

merupakan kelompok usia terbanyak sebesar 37,8 %.19 Sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Corbet EF, dkk (1994) menemukan kelompok usia 75 - 84 tahun

sebagai kelompok usia terbanyak sebesar 34,4 %.10 Fleishman R, dkk (1985)

mengelompokkan lansia ke dalam dua kelompok besar, yaitu 69 tahun ke bawah dan

70 tahun ke atas dan menemukan kelompok usia 69 tahun ke bawah adalah yang

terbanyak sebesar 51,53 %.12 Berbeda dengan Lin HC, dkk (2001) yang

mengelompokkan usia 65-74 tahun saja sebagai sampel dalam penelitiannya.14

Para penghuni panti memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda,

dimana 41 orang (41 %) tidak memiliki latar belakang pendidikan dan lebih banyak

perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hal ini terjadi karena hampir seluruh

populasi lahir pada masa penjajahan maupun masa kemerdekaan. Pada saat itu

pendidikan hanya ditujukan bagi keluarga mampu dan tidak seluruh orang dapat

bersekolah. Perempuan belum mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki,

terutama di bidang pendidikan dan sebagian besar mereka hanya berada di rumah

untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bagi yang bersekolah, sebagian besar

tidak dapat meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena kurang

mampu. Sekolah dasar atau pada masa itu disebut sekolah rakyat milik pemerintah

Belanda, merupakan tingkat pendidikan terbanyak sebesar 38 %. Persentase ini lebih

rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarsito AS, dkk

(1997) dimana 53 % tidak memiliki latar belakang pendidikan yang juga lebih banyak

Page 56: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

55

55

pada perempuan daripada laki-laki dan 57,9 % untuk tingkat pendidikan SD yang

terbanyak.19 Latar belakang pendidikan berperan penting terhadap kondisi kesehatan

rongga mulut seseorang. Latar belakang pendidikan yang rendah pada para penghuni

panti menyebabkan kurangnya pengetahuan akan pentingnya menjaga kesehatan

rongga mulut. Hal ini penting untuk menjadi perhatian para tenaga kesehatan agar

memberikan penyuluhan-penyuluhan mengenai upaya menjaga kesehatan rongga

mulut yang tepat sesuai dengan latar belakang pendidikan para penghuni panti.

Penghuni panti memiliki latar belakang kerja yang berbeda-beda pula. Sebesar

88 % memiliki latar belakang kerja yang sebagian besar merupakan laki-laki dan

tidak ada laki-laki yang tidak pernah bekerja. Pekerjaan para penghuni panti ini

berkaitan dengan latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Sebagian besar

mereka memiliki latar belakang pendidikan yang rendah sehingga kebanyakan dari

mereka bekerja sebagai petani, pedagang, pekerja bangunan dan yang memiliki latar

belakang pendidikan yang cukup tinggi pernah bekerja sebagai guru dan ABRI.

Sedangkan perempuan yang tidak memiliki latar belakang pekerjaan memilih untuk

mengabdi pada keluarga sebagai ibu rumah tangga. Persentase ini lebih tinggi

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) yang

menemukan sebesar 44,7 % lansia memiliki latar belakang kerja dan juga lebih

banyak pada laki-laki.19

Para penghuni panti terdiri dari beraneka ragam suku bangsa. Suku yang

terbanyak adalah suku Jawa yaitu sebesar 60 %. Suku Jawa merupakan salah satu

suku bangsa terbanyak di Propinsi Sumatera Utara, terutama di Kotamadya Binjai.

Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Page 57: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

56

56

Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan suku Jawa juga yang terbanyak sebesar

43,5 %.19 Suku bangsa menjadi salah satu data yang penting untuk diketahui dalam

penelitian ini. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan hidup yang berbeda-beda pada tiap

suku bangsa. Kebiasaan-kebiasaan tertentu dapat menjadi salah satu faktor

munculnya lesi dalam rongga mulut.

Semakin meningkat usia seseorang, semakin bertambah pula penyakit

sistemik yang dapat menyertainya, terutama pada lansia.7 Berdasarkan data yang

diperoleh dari wawancara langsung maupun dari rekam medik di poliklinik, diketahui

bahwa 33% lansia menderita rematik dan merupakan penyakit sistemik yang paling

banyak diderita oleh para lansia. Penyakit sistemik seperti DM, hipertensi, ISPA,

anemia, stroke juga dijumpai pada penelitian ini. Penyakit sistemik ini dapat berperan

terhadap timbulnya lesi-lesi mukosa mulut pada lansia. Lansia yang tinggal dalam

panti ini sebagian besar memiliki penyakit sistemik, meskipun begitu dijumpai juga

lansia yang tidak memiliki penyakit sistemik walaupun dengan persentase yang

rendah. Baik lansia yang memiliki penyakit sistemik, maupun yang tidak memiliki

penyakit sistemik, dijumpai lesi-lesi mukosa mulut. Selain dari penyakit sistemik,

obat-obatan yang dikonsumsi sehubungan dengan perawatan terhadap penyakit

sistemiknya juga turut berperan menimbulkan lesi-lesi mukosa mulut. Adapun

penyebab dari rematik dapat bervariasi, selain karena autoimun, rematik juga dapat

dipicu oleh faktor pertambahan usia. Setiap persendian tulang memiliki lapisan

pelindung sendi yang menghalangi terjadinya gesekan antar tulang. Di dalam sendi

terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat digerakkan

secara leluasa. Pada lansia, lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan

Page 58: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

57

57

tulang mulai mengental, menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat

digerakkan.37 Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan rematik sebagai penyakit

sistemik terbanyak sebesar 34,3 %.19

Dari seluruh lesi-lesi mukosa mulut yang dijumpai pada lansia, pigmentasi

adalah yang terbanyak dijumpai sebesar 77 % dan sublingual varikositis sebesar

76 %. Pada lansia yang tidak memiliki penyakit sistemik hanya dijumpai lesi-lesi

mukosa mulut yang fisiologis seperti fissured tongue, coated tongue, sublingual

varikositis dan pigmentasi. Pigmentasi ini dapat disebabkan karena proses fisiologis

dalam tubuh lansia sendiri maupun karena kebiasaan merokok yang cukup tinggi di

kalangan lansia Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, sedangkan sublingual

varikositis sebagai akibat pelebaran vena adalah umum terjadi pada lansia. Penyebab

pelebaran vaskuler ini adalah penyumbatan vena oleh benda asing internal seperti

plak atau hilangnya elastisitas dinding vaskuler sebagai akibat proses menua.25

Corbet EF, dkk (1994) dan Ismail LA, dkk (2000) juga menemukan Sublingual

varikositis sebagai lesi yang paling banyak dijumpai dengan persentase lebih rendah

yaitu 37 % dan 25,1 %.10,18 Hasil penelitian ini berbeda bila dibandingkan dengan

hasil yang diperoleh oleh Lin HC, dkk (2001) dan Sarsito AS, dkk (1997) yang

menemukan fissured tongue adalah yang terbanyak dijumpai sebesar 38,8 % dan

25,4 %.14,19 Penelitian lain yang dilakukan oleh Jorge J, dkk (1991), Espinoza I, dkk

(2003), Vigild M (1987) dan Mujica V, dkk (2008) juga menemukan hasil yang

berbeda dimana denture stomatitis merupakan yang terbanyak dijumpai sebesar

54 %, 22,3 %, 61 % dan 18 %.11,15-17 Fleishman R, dkk (1985) meneliti dengan cara

Page 59: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

58

58

berbeda dengan mengklasifikasikan lesi-lesi mukosa mulut berdasarkan lesi

proliferatif dan ulseratif dan menemukan lesi ulseratif yang terbanyak sebesar

51,5 %.12 Rendahnya tingkat perekonomian dan pendidikan pada para penghuni panti

menyebabkan ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam menggunakan gigi

palsu. Hal ini sungguh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di luar negeri

dimana kebanyakan dari lansia menggunakan gigi palsu dan banyaknya dijumpai lesi

akibat penggunaan gigi palsu seperti denture stomatitis. Keganasan tidak dijumpai

dalam penelitian ini, lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh

Corbet EF, dkk (1994), Jorge J, dkk (1991), Ali TB, dkk (2006), Lin HC, dkk (2001),

Espinoza I, dkk (2003), Mujica V, dkk (2008), Sarsito AS, dkk (1997) yang

menemukan keganasan seperti leukoplakia dan skuamous sel karsinoma dengan

prevalensi yang rendah.10,11,13-15,17,19

Dalam penelitian ini, dari 100 orang yang diperiksa, seluruhnya

menunjukkan adanya lesi-lesi mukosa mulut. Pada 50 % lansia dijumpai lebih dari

3 lesi dalam rongga mulutnya. Hasil penelitian ini persentasenya lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Sarsito AS, dkk (1997) yang

menemukan 39,5 % lansia memiliki mukosa mulut yang sehat dan 60,5 % dijumpai

1 atau lebih lesi-lesi mukosa mulut.19 Lokasi lesi yang terbanyak dijumpai lesi-lesi

mukosa mulut pada penelitian ini adalah pada lidah sebesar 92 %. Penelitian lain juga

menunjukkan bahwa tidak seluruh lansia memiliki lesi-lesi mukosa mulut seperti

penelitian yang dilakukan oleh Corbet EF, dkk (1994), Jorge J, dkk (1991), Ali TB,

dkk (2006), Espinoza I, dkk (2003), Vigild M (1987), Mujica V, dkk (2008) dan

Ismail LA, dkk (2000) menemukan 36 %, 58,9 %, 29,8 %, 53 %, 50 %, 57 %, 67,3 %

Page 60: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

59

59

lansia dijumpai 1 atau lebih lesi-lesi mukosa mulut.10,11,13,15-18 Dari perbandingan ini

dapat terlihat bahwa hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi lesi-lesi mukosa

mulut yang sangat tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya menjaga

kebersihan rongga mulut, kurangnya pengetahuan mengenai cara menjaga kesehatan

rongga mulut, adanya penyakit sistemik tertentu ataupun obat-obatan yang digunakan

yang dapat menimbulkan manifestasi di rongga mulut, adanya kebiasaan-kebiasaan

tertentu seperti merokok, menyirih ataupun karena proses fisiologis tubuh lansia

sendiri sebagai akibat dari proses menua.

Penelitian-penelitian yang ada kebanyakan tidak mencari prevalensi lesi-lesi

mukosa mulut berdasarkan jenis kelamin.10-12,19 Berdasarkan hasil penelitian ini

didapat bahwa laki-laki memiliki jumlah lesi yang lebih banyak daripada perempuan,

serupa dengan hasil yang diperoleh Lin HC, dkk (2001).14 Akan tetapi Mujica V, dkk

(2008) menemukan hasil yang berbeda dan menemukan bahwa wanita memiliki lesi-

lesi mukosa mulut yang lebih banyak daripada laki-laki.17

Dalam penelitian ini penulis tidak menghubungkan antara faktor-faktor

tersebut dengan timbulnya lesi-lesi mukosa mulut dan seperti kebanyakan peneliti

lainnya hanya mendiagnosa lesi berdasarkan pada evaluasi klinis saja. Untuk itu perlu

kiranya dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari hubungan antara faktor-faktor

tersebut terhadap timbulnya lesi-lesi mukosa mulut pada lansia dan untuk

mengevaluasi lesi secara klinikopatologis.

Page 61: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

60

60

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi lesi-lesi

mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai sangat tinggi

hingga mencapai 100%. Hal ini menunjukkan masih banyaknya masalah kesehatan

pada lansia yang membutuhkan perhatian serius. Panti jompo ini memiliki poliklinik

untuk membantu meningkatkan kesehatan para lansia, akan tetapi pemeriksaan hanya

terfokus kepada penyakit sistemik saja serta memberikan obat untuk menanggulangi

penyakit sistemik tersebut. Tidak adanya dokter gigi untuk melakukan pemeriksaan

kesehatan rongga mulut secara rutin serta tidak adanya edukasi yang diberikan oleh

dokter poliklinik juga berkaitan dengan rendahnya tingkat kesehatan rongga mulut

para lansia. Walaupun tidak ditemukan keganasan seperti halnya pada penelitian-

penelitian lain, adanya lesi-lesi mukosa mulut dengan prevalensi tinggi telah

menunjukkan kurangnya perhatian para penghuni panti terhadap kesehatan rongga

mulut dan hal ini berhubungan erat dengan rendahnya tingkat pengetahuan mereka

akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut.

Penelitian ini hanya menguraikan secara umum lesi-lesi mukosa mulut pada

lansia, oleh karena itu diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk melakukan

evaluasi lebih lanjut terhadap kaitan serta hubungan antara penyakit sistemik,

obat-obatan, serta faktor-faktor lain terhadap timbulnya lesi-lesi mukosa mulut pada

lansia. Selain itu juga diharapkan kepada tenaga kesehatan yang ada untuk

bekerjasama dengan dokter gigi dalam rangka meningkatkan kesehatan rongga mulut

Page 62: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

61

61

lansia serta memberikan penyuluhan-penyuluhan dan edukasi yang sesuai dengan

latar belakang pendidikan para penghuni panti. Dengan adanya kerjasama yang baik

antara dokter dan dokter gigi diharapkan dapat mendukung tercapainya visi dan misi

Indonesia sehat 2010.

Page 63: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

62

62

DAFTAR PUSTAKA

1. Widayastuti R. Pengelolaan kesehatan periodontal pada lanjut usia. Jurnal

Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM (B) 2003; 1(2): 91-2

2. Jubhari EH. Tingkat kepuasan manula terhadap gigi tiruannya. Jurnal PDGI,

Edidi Khusus Kongres XXIII. 2008: 49

3. Lestari S, Boesro S. Pendekatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada

lansia. Jurnal Ilmiah dan Teknologi FKG UPDM (B) 2003; 1(2): 48-9

4. Badan Pusat Statistik. 2008. <http://www.datastatistikindonesia.com/

component/option,com_tabel/task,/Itemid,165/> (7 September 2008)

5. Hasibuan S. Keadaan-keadaan di rongga mulut yang perlu diketahui pada

usia lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU 1998; 4: 40-3

6. Ernawati DS. Kelainan jaringan lunak rongga mulut akibat proses menua.

Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) 1997; 30(3): 111-4

7. Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment.

10th ed. Ontario: BC Decker Inc, 2003: 94,126, 612

8. Winasa IG. Prevalensi edentulous pada masyarakat usia lanjut di panti

wreda. Majalah Kesehatan Gigi Indonesia 1995; 1(5): 17-8

9. Machmud E. Pertimbangan pemilihan restorasi gigi tiruan cekat pada

penderita lansia. Jurnal PDGI, Edidi Khusus Kongres XXIII. 2008: 197

10. Corbet EF, Holmgren CJ, Philipsen HP. Oral mucosal lesions in 65-74-year-

old Hongkong Chinese. Community Dent Oral Epidemiol 1994; 22: 392-4

Page 64: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

63

63

11. Jorge J, Almeida OP, Bozzo L, Scully C, Graner E. Oral mucosal health and

disease in institutionalized elderly in Brazil. Community Dent Oral Epidemiol

1991; 19: 173-5

12. Fleishman R, Peles DB, Pisanti S. Oral mucosal lesions among elderly in

Israel. J Dent Res 1985; 64(5): 831-3

13. Ali TB, Razak LA, Latifah RJ, Zain RB. An epidemiological survey of oral

mucosal lesions among elderly Malaysians. 2006; 12(1): 37 (abstrak)

14. Lin HC, Corbet EF, Lo EC. Oral mucosal lesions in Adult Chinese. J Dent

Res; 80(5): 1486-9

15. Espinoza I, Rojas R, Aranda W, Gamonal J. Prevalence of oral mucosal

lesions in elderly people in Santiago, Chile. J Oral Pathol Med 2003; 32(10):

571 (abstrak)

16. Vigild M. Oral mucosal lesions among institutionalized elderly in Denmark.

Community Dent Oral Epidemiol 1987; 15(6): 309 (abstrak)

17. Mujica V, Rivera H, Carrero M. Prevalence of oral soft tissue lesions in an

elderly Venezuelan population. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2008; 13(5):

E270-3

18. Ismail LA, Saleh SM. Oral mucosal lesions and associated factors among

institutionalized elderly in Alexandria. Journal of the Egyptian Dental

Association 2000; 4(3): 2211 (abstrak)

19. Sarsito AS, Sumariyah S, Nugroho HS, Pradono SA, Setyawati T.

Epidemiological study on oral mucosal diseases among the institutionalized

Page 65: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

64

64

elderly in Jakarta. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

1997; 4: 596-602

20. Natamiharja L. Status dan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi lansia di kota

madya Medan. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000; 7(1): 16

21. Winasa IG. Perubahan Jaringan rongga mulut pada usia lanjut. Majalah

Kesehatan Gigi Indonesia 1995; 1(4): 15-17

22. Susmiarsih T. Beberapa teori penuaan : suatu tinjauan. Jurnal Kedokteran

YARSI 1997; 5(1): 67-71

23. Franks AST, Hedegard B. Geriatric dentistry. Blackwell Scientific

Publications, 1973: 135-9

24. Anonymous. 2007. <http://www.egydental.com/vb/showthread.php/soft-

tissue-abnormalities-9603.html > (24 Oktober 2008)

25. Langlais RP, Miller CS. Kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta:

Hipokrates, 1992: 34,46,54,62,68,72

26. Anonymous. <http://www.answers.com/topic/coated-tongue> (24 Oktober

2008)

27. Spiller MS. http://www.doctorspiller.com/atropic_glossitis.htm (24 Oktober

2008)

28. Carpenter WM, Rudd M. Focal, flat pigmentations of the oral mucosa : a

clinical approach to the differential diagnosis. 2000.

<http://www.cda.org/library/cda_member/pubs/journal/jour1200/flat.html>

(24 Oktober 2008)

Page 66: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

65

65

29. Appleton SS. Candidiasis: Pathogenesis, clinical characteristics, and

treatment. 2000. <http://www.cda.org/library/cda_member/pubs/journal/jour

1200/candi.html>. (27 Oktober 2008)

30. Anonymous. 1999. <http://www.medscape.com/content/1997/00/40/88/

408869/ 408869_fig.html> (24 Oktober 2008)

31. Anonymous. Daily/Weekly cases dept. of oral surgery Hornouchi hospital

Saitama, Japan. <http://www.horinouchi.or.jp/kokugeka/monthly.html>

(24 Oktober 2008)

32. Anonymous. <http://www.geocities.com/chelsea_scbd/reactive.html>

(24 Oktober 2008)

33. Stern D. Epulis fissuratum. 2006. <http://www.emedicine.com/derm/

topic654.htm> (27 Oktober 2008)

34. Anonymous. <http://www.nature.com/nrc/journal/v5/n2/fig_tab/nrc 1549_F1.

html> (24 Oktober)

35. Rizzolo D, Hanifin C, Chiodo TA. Oral cancer : how to find this hidden killer

in 2 minutes. 2007. <http://jaapa.com/issues/j20071001/articles/oralcancer

1007.htm> (24 Oktober 2008)

36. Zain RB, Ikeda N, Razak IA, Axell T, Majid ZA, Gupta PC, Yacoob M. A

national epidemiological survey of oral mucosal lesions in Malaysia.

Community Oral Dent Epidemiol 1997; 25: 379

37. Pusat Data dan Informasi PERSI. Rematik mengintai wanita muda. 2003.

< http://202.158.39.26/persi/?show=detailnews&kode=986&tbl=biaswanita>

(13 Maret 2009)

Page 67: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

66

66

KARTU REKAM MEDIK

A. DEMOGRAFI :

1. Nama : ...................................................................

2. Tgl. Lahir / Umur : ...................................................................

3. Jenis Kelamin : ...................................................................

4. Alamat : ...................................................................

5. Pekerjaan : ...................................................................

6. Pendidikan :

7. Status Perkawinan : ...................................................................

8. Suku Bangsa : ...................................................................

B. ANAMNESIS :

1. Keluhan Subyektif :

a. Sakit : ...................................................................

b. Rasa Terbakar : ...................................................................

c. Mulut Kering : ...................................................................

d. Gangguan Rasa : ...................................................................

e.Lain-lain : ...................................................................

2. Riwayat Penyakit Sistemik :

a. ..................................................................................................................

b. ..................................................................................................................

c. ..................................................................................................................

d. ..................................................................................................................

e. ..................................................................................................................

3. Riwayat Obat-obatan :

a......................................................................................................................

b. ....................................................................................................................

Page 68: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

67

67

c. ....................................................................................................................

d. ....................................................................................................................

C. PEMERIKSAAN FISIK :

1.Pemeriksaan Luar Mulut

a. Wajah : Simetris / Asimetris

b. Kelenjar Limfe : ...................................................................

c. Bibir : ...................................................................

d. Sirkum Oral : ...................................................................

2. Pemeriksaan Dalam Mulut

a. Gigi Tiruan : ada / tidak ada

Jenis : GTP / GTSL / GTC

b. Status Gigi

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

M = Gigi hilang

GR = Gigi radiks

K = Gigi karies

F = Tumpatan

c. Status jaringan lunak mulut

Gingiva

Mukosa Labial

Mukosa Bukal

Palatum Durum

Page 69: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

68

68

Palatum Molle

Lidah

Dasar Mulut

d. Jenis Lesi :

- ...................................................................

- ...................................................................

- ...................................................................

- ...................................................................

- ....................................................................

Page 70: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

69

69

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Kakek/Nenek,

Perkenalkan nama saya Shelly Mayvira, saat ini saya sedang menjalani

pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara. Saya ingin memberitahukan

kepada Kakek/Nenek bahwa saya sedang melakukan penelitian dengan judul

“Prevalensi Lesi-lesi Mukosa Mulut Pada Lansia di Panti Jompo Abdi Darma

Asih Binjai, Sumatera Utara (2008)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui kelainan-kelainan pada jaringan lunak mulut pada lansia di panti jompo

ini. Manfaat dari penelitian ini adalah agar dokter gigi dapat memberikan perawatan

yang sebaik-baiknya dalam menunjang kesehatan lansia secara keseluruhan.

Kakek/Nenek, pada usia lanjut, akan terjadi perubahan-perubahan pada tubuh,

termasuk juga pada rongga mulut, seperti timbulnya kelainan-kelainan pada jaringan

lunak mulut. Hal ini terjadi karena proses menua pada tubuh itu sendiri.

Saya akan mencatat identitas Kakek/Nenek (nama, umur, jenis kelamin,

pekerjaan, suku, status perkawinan, pendidikan). Setelah itu, saya akan bertanya

beberapa pertanyaan mengenai keluhan-keluhan pada rongga mulut yang

Kakek/Nenek rasakan. Adapun pemeriksaan yang akan saya lakukan diantaranya

hanya dengan melihat mulut Kakek/Nenek selama beberapa menit. Apabila dijumpai

adanya kelainan, saya mohon kesediaan Kakek/Nenek memperbolehkan saya

mengambil gambar tersebut.

Page 71: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

70

70

Partisipasi Kakek/Nenek dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan

terjadi efek samping sama sekali. Apabila selama penelitian berlangsung ada keluhan

yang Kakek/Nenek alami, silahkan menghubungi saya, Shelly Mayvira (HP:

06177737243)

Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu

Kakek/nenek, saya ucapkan banyak terima kasih.

Peneliti,

(Shelly Mayvira)

Page 72: PENYAKIT SISTEMIK LANSIA

71

71

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang namanya tersebut di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan

penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan, / / 2008

Peneliti Peserta Penelitian

(Shelly Mayvira)