studi kinetika transformasi polimorfik efavirenz · berada dalam banyak wujud materi padat yang...

8
i ABSTRAK STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ Oleh Yoga Windhu Wardhana NIM 30714005 (Program Studi Farmasi) Polimorfisme merupakan kemampuan suatu senyawa dengan nama kimia yang sama berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih belum mendapat perhatian serius di Indonesia. Penelitian yang berkaitan dengan peristiwa polimorfisme BAF yang beredar di Indonesia masih sangat terbatas. Padahal sifat fisikokimia setiap bentuk polimorf seperti termodinamika, kinetika, spektroskopi, permukaan, dan mekanik berbeda. Keseluruhan sifat fisikokimia tersebut akan mempengaruhi kemampuan proses produksi dan kualitas sediaan farmasi, demikian pula efikasinya. Dalam pengembangan produk, fenomena polimorfisme BAF menjadi faktor penting. Selain terhadap permasalahan kualitas dan hak paten produk, juga berkaitan dengan risiko stabilitas BAF selama proses manufakturing, distribusi dan penyimpanan. Oleh karena itu, dalam proses pengembangan sediaan farmasi dituntut pemahaman terhadap fenomena polimorfisme BAF terpilih. Stabilitas BAF pada umumnya didasarkan pada perubahan kimiawi saja, sedangkan fenomena polimorfik berada di luar hal tersebut. Dengan demikian penentuan waktu kedaluarsa BAF yang terurai akibat reaksi kimia tidak dapat diterapkan dalam fenomena fisika transformasi polimorfik. Melalui penelitian ini akan dipelajari bagaimana mekanisme dan kinetika perubahan (transformasi) dari salah satu BAF yaitu efavirenz (EFV) yang memiliki 23 bentuk polimorf. EFV adalah antiviral HIV (Human Immunodeficiency Virus) tipe 1 yang menjadi pilihan utama dalam menangani penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) awal. Sementara itu, hanya bentuk stabilnya saja yang digunakan di dalam sediaan obat di pasaran daripada bentuk-bentuk lainnya. Bentuk polimorfik lainnya belum banyak dipelajari. Masih terdapat kekosongan informasi dari pustaka yang masih perlu dilengkapi tentang karakter polimorf EFV. Pada penelitian ini perolehan bentuk EFV melalui rekristalisasi bahan di pasaran dengan berbagai variasi jenis pelarut sesuai rentang polaritas (perbedaan konstanta dielektrik, ε) beberapa pelarut terpilih. Pelarut dipilih mengacu pada penelitian sebelumnya yang menggunakan rentang ε cukup lebar dari pelarut non polar hingga polar, yaitu nheksana (ε = 1,8),

Upload: hoangthien

Post on 12-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

i

ABSTRAK

STUDI KINETIKA TRANSFORMASI

POLIMORFIK EFAVIRENZ

Oleh

Yoga Windhu Wardhana

NIM 30714005

(Program Studi Farmasi)

Polimorfisme merupakan kemampuan suatu senyawa dengan nama kimia yang sama

berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme

bahan aktif farmasi (BAF) masih belum mendapat perhatian serius di Indonesia.

Penelitian yang berkaitan dengan peristiwa polimorfisme BAF yang beredar di

Indonesia masih sangat terbatas. Padahal sifat fisikokimia setiap bentuk polimorf

seperti termodinamika, kinetika, spektroskopi, permukaan, dan mekanik berbeda.

Keseluruhan sifat fisikokimia tersebut akan mempengaruhi kemampuan proses

produksi dan kualitas sediaan farmasi, demikian pula efikasinya. Dalam

pengembangan produk, fenomena polimorfisme BAF menjadi faktor penting. Selain

terhadap permasalahan kualitas dan hak paten produk, juga berkaitan dengan risiko

stabilitas BAF selama proses manufakturing, distribusi dan penyimpanan. Oleh

karena itu, dalam proses pengembangan sediaan farmasi dituntut pemahaman

terhadap fenomena polimorfisme BAF terpilih. Stabilitas BAF pada umumnya

didasarkan pada perubahan kimiawi saja, sedangkan fenomena polimorfik berada di

luar hal tersebut. Dengan demikian penentuan waktu kedaluarsa BAF yang terurai

akibat reaksi kimia tidak dapat diterapkan dalam fenomena fisika transformasi

polimorfik. Melalui penelitian ini akan dipelajari bagaimana mekanisme dan kinetika

perubahan (transformasi) dari salah satu BAF yaitu efavirenz (EFV) yang memiliki

23 bentuk polimorf.

EFV adalah antiviral HIV (Human Immunodeficiency Virus) tipe 1 yang menjadi

pilihan utama dalam menangani penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency

Syndrome) awal. Sementara itu, hanya bentuk stabilnya saja yang digunakan di dalam

sediaan obat di pasaran daripada bentuk-bentuk lainnya. Bentuk polimorfik lainnya

belum banyak dipelajari. Masih terdapat kekosongan informasi dari pustaka yang

masih perlu dilengkapi tentang karakter polimorf EFV. Pada penelitian ini perolehan

bentuk EFV melalui rekristalisasi bahan di pasaran dengan berbagai variasi jenis

pelarut sesuai rentang polaritas (perbedaan konstanta dielektrik, ε) beberapa pelarut

terpilih. Pelarut dipilih mengacu pada penelitian sebelumnya yang menggunakan

rentang ε cukup lebar dari pelarut non polar hingga polar, yaitu n–heksana (ε = 1,8),

Page 2: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

ii

n–heptana (ε = 1,9), metanol–etilasetat (ε = 33 dan ε = 6), metanol (ε = 33) dan

asetonitril (ε = 38). Sedangkan bentuk amorf cukup sulit diperoleh melalui cara

penguapan pelarut, sehingga dipersiapkan dengan metode pendinginan cepat hasil

leburannya. Kristal yang diperoleh kemudian dikarakterisasi secara lengkap baik

morfologi, kristalinitas, perilaku termal, pola spektrum vibrasi, dan sifat kelarutan

maupun disolusinya.

Pemantauan awal perbedaan habit kristal diamati di bawah mikroskop polarisasi.

Tampak adanya perbedaan morfologi keseluruhan produk rekristalisasi dan

pendinginan cepat hasil leburan. Untuk memastikan bahwa habit kristal tersebut

merupakan jenis kristal yang berlainan (polimorf) dilakukan pemeriksaan difraksi

sinar–X serbuk terhadap sampel. Hasilnya ditemukan puncak-puncak pada sudut 2θ

berbeda. Hal ini membuktikan seluruh produk rekristalisasi merupakan polimorf

yang berbeda. Perilaku termal hasil pemeriksaan DSC (Differential Scanning

Calorimetry) dan DTA (Differential Thermal Analysis) setiap polimorf memperkuat

perbedaan sifat setiap polimorf. Pola termogram dari polimorf metastabil (Form II

maupun III ke Form I) memperlihatkan transformasi polimorfik berlangsung

monotropi, dimana kelarutan bentuk stabil lebih rendah dan transisi melalui puncak

eksoterm terlebih dulu. Guna memperoleh informasi yang jelas tentang gugus fungsi

yang bertanggung jawab terhadap perbedaan orientasi struktur polimorf, digunakan

metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) dan Raman. Hasil

pemantauan dari pola spektrum vibrasi kedua metode tersebut memperlihatkan kese-

ragaman pola puncak, tetapi ada intensitas yang berbeda terutama pada bilangan ge-

lombang 657; 2358; dan 3316 cm–1. Masing-masing secara berurutan menggambar-

kan pergerakan dari gugus δ(CF3), v(C≡C), dan ikatan hidrogen pada amida

R2[v(NH)]. Pada bilangan gelombang 657 dan 2358 cm–1 intensitas spektrum FTIR

dari dua bentuk polimorf (Form II dan III) sangat lemah. Konfirmasi dari spektros-

kopi Raman memperlihatkan lebih jelas adanya pergeseran puncak bentuk stabilnya

(Form I). Puncak-puncak yang lebih terbaca di spektroskopi Raman menunjukkan

bahwa kedua bentuk (Form II dan III) mengalami peningkatan polarisabilitas

sehingga gugus-gugus bergerak ke arah ikatan simetris dan semi simetris.

Salah satu sifat fisika penting yang mempengaruhi efektivitas terapi obat adalah

kemampuan bahan aktif melarut dalam air. Hasil pemeriksaan kelarutan dan disolusi

partikulat polimorf yang dihasilkan memperlihatkan tiga polimorf yang paling larut

dibanding bentuk stabilnya (Form I) yaitu Form II, III dan A (amorf). Diantara

ketiganya, Form A menunjukkan ketidakstabilannya, terlihat dari penurunan

kelarutan setelah 48 jam pengujian (menurun 18,4%) dan terlihat jelas penurunan laju

disolusinya setelah 15 menit (sehingga total setelah 1 jam dibawah Form II sebesar

48,9+0,31% jumlah terlarut).

Berdasarkan sifat dan karakter hasil pengamatan di atas, maka Form II dan III dapat

digunakan sebagai kajian alternatif BAF yang direkomendasikan. Tetapi sebelum

Page 3: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

iii

polimorf tersebut digunakan, peristiwa transformasi polimorfik yang terjadi perlu

dipelajari. Transformasi polimorfik dari bentuk metastabil ke bentuk stabilnya selama

pengolahan (manufaktur) dapat dipengaruhi energi panas dan mekanik. Induksi

energi panas dilakukan melalui penyimpanan sampel di oven dalam beberapa variasi

suhu. Sedangkan perlakuan mekanik melalui penggilingan sampel pada mesin giling

otomatis (Retsch RM 100) yang berkecepatan tetap (90 putaran per menit), selama

rentang waktu 30–220 menit.

Pemeriksaan pendahuluan terhadap perubahan akibat panas dilakukan terhadap

sampel pada waktu penyimpanan 60 menit dengan variasi suhu dari 70–120OC.

Sedangkan perubahan selama perlakuan mekanik dilakukan dengan variasi waktu

dari 5–240 menit. Transformasi polimorfik yang terjadi dipantau menggunakan

difraktogram sinar–X serbuk dan spektrograf Raman. Berdasarkan pemantauan di

atas, maka ditetapkan tiga variasi suhu 60, 70 dan 80OC dengan interval waktu

penyimpanan dari 15–180 menit. Jumlah fasa yang berubah akan dikuantifikasi

menggunakan metode Rietveld refinement menggunakan perangkat lunak MAUD

(Material Analysis Using Diffraction) ver. 2.7.

Sebelum kuantifikasi fasa (QPA, Quantitative Phase Analysis) dibuat, diperlukan

model molekul yang cocok dengan pola difraktogram hasil percobaan. Hasil

penelusuran pustaka dari database CCDC (Cambridge Crystallographic Database

Center) diperoleh nomor disposisi CCDC dengan no. 728655, 758360, dan 767883

memiliki kedekatan pola difraksi dengan data percobaan. Hasil penapisan

menggunakan Rietveld refinement dengan metode Le Bail antara data percobaan dan

model diperoleh hasil perhitungan goodness of fit (GOF) = 1,66%, 2,27%, dan 6,2%

dari Form I, II, dan III secara berurutan. Sesuai dengan pustaka, keseluruhan nilai

GOF memperlihatkan kemiripan memadai untuk bisa digunakan dalam QPA.

Jumlah fasa hasil perlakuan yang telah dikuantifikasi dengan MAUD ver. 2.7

kemudian diplotkan dengan berbagai persamaan mekanisme dan kinetika yang umum

dan telah dipublikasi sebelumnya (Guo, Z., dkk., 2011, Cui, P., dkk., 2012, Zhang,

Q., dkk., 2014). Hasil plot dengan nilai linearitas (koefisien korelasi, R2) tertinggi

(R2 ≈ 0,999) menunjukkan mekanisme dan kinetika yang terjadi selama perlakuan

panas dan mekanik.

Hasil perlakuan mekanik memperlihatkan Form II memiliki koefisien korelasi

tertinggi pada mekanisme orde reaksi dua (R2). Hal ini menunjukkan proses

penggilingan menyebabkan sistem kristal menjadi lebih homogen, dan perubahan

tumbuh secara kuadratik (orde ke-2). Sedangkan Form III memiliki dua mekanisme

yang mendominasi perubahan yaitu (1) mekanisme difusi 1 dimensi dan (2) geometri

permukaan 3 dimensi. Dengan demikian perubahan terjadi baik dari sisi dalam

(difusi) ke berbagai arah tak berdimensi, maupun dari sisi luar permukaan ke segala

arah (pemuaian ruang).

Page 4: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

iv

Untuk hasil pemanasan isotermal, terlihat setiap suhu memberikan perbedaan

mekanisme yang khas, akibat adanya perbedaan besar laju panas (entalpi). Akibatnya

terjadi perbedaan pertumbuhan sisi aktif kristal yang terpapar. Form II memiliki

banyak mekanisme yang mungkin muncul bersamaan, tetapi mengingat hukum

BFDH maka disimpulkan yang paling mungkin adalah mekanisme geometri

permukaan 2 dimensi (G2), berarti perubahan bermula dari sisi luar permukaan yang

menyebar luas ke segala arah. Sedangkan Form III memiliki sebaran mekanisme yang

sering muncul pada geometri permukaan 3 dimensi, sehingga disimpulkan

mekanisme tersebut adalah mekanisme paling mungkin terjadi. Berarti rata-rata

perubahan berlangsung dengan cara inti kristal yang tumbuh dari sisi luar permukaan

ke segala arah (pemuaian ruang).

Energi aktivasi perubahan diperoleh dengan memplotkan model mekanisme pema-

nasan isotermal terdekat terhadap persamaan Arrhenius. Nilai hasil perhitungan dari

model mekanisme kinetika tersebut menghasilkan energi aktivasi yang berbeda untuk

setiap polimorf yang bertransformasi. Hasil plot Arrhenius untuk Form II sesuai

mekanisme G2 diperoleh energi aktivasi sebesar 23,05 kJ mol–1 dan waktu paro di

suhu kamar 7,1 jam. Sedangkan Form III hasil perhitungan mekanisme kinetika G3

diperoleh energi aktivasi sebesar 47,2 kJ mol–1 dan waktu paro di suhu kamar pada

14,5 jam. Jumlah energi aktivasi pada kisaran 20–29 kJ mol–1 setara dengan energi

ikatan hidrogen yang terbentuk pada air ataupun alkohol, dengan demikian perubahan

orientasi molekul dari EFV Form II dapat terjadi dengan energi yang setara dengan

pemisahan ikatan hidrogen pada air atau energi penguapan air. Dengan demikian

EFV Form III masih lebih direkomendasikan penggunaannya mengingat energi

aktivasi yang besar dan waktu paro perubahan yang relatif lebih lama.

Penelitian ini telah berhasil mengungkap mekanisme dan kinetika terjadinya transfor-

masi polimorfik dari polimorf EFV metastabil Form II dan III menjadi Form I.

Metode kuantifikasi Rietveld refinement untuk penentuan fasa yang mengalami

perubahan termasuk metode yang paling baru. Penelitian ini dapat dijadikan model

dasar dalam penentuan stabilitas dan kinetika transformasi padatan dalam

pengembangan sediaan farmasi.

Kata Kunci : Efavirenz, polimorfisme, transformasi polimorfik, analisis kuantifikasi

fasa, Rietveld refinement.

Page 5: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

v

ABSTRACT

KINETICS STUDY IN EFAVIRENZ

POLYMORPHIC TRANSFORMATION

By

Yoga Windhu Wardhana

NIM 30714005

(Doctoral Program in Pharmacy)

Polymorphism is an ability of a compound with the same chemical name to be in

many different solid-state. Polymorphism phenomenone of an active pharmaceutical

ingredient (API) hasn’t got serious attention in Indonesia. Research on

polymorphism phenomenone of API which has marketed in Indonesia is still very

limited. Whereas, physicochemical properties of polymorphs such as thermodynamic,

kinetic, spectroscopic, surface, and mechanical behavior are different. Those all

properties will influence the production process and quality of pharmaceutical

dosage forms, as well as its efficacy. In drug development, the polymorphism

phenomenon of API is the important factor. Not only on the quality problem and

patent claimed, but polymorphism also affects API stability during the manufacturing

process, distribution and storage. Therefore, knowledge on polymorphism of chosen

API should be considered during drug development. The issue of API stability mostly

based on chemical reactions, which means polymorphism phenomenone were almost

be excluded. Whereas expire date determination based on degradation due to

chemical reaction couldn’t be applied on polymorphic transformation which based

on physical phenomenone. Through this research, the study on mechanisms and

kinetics transformation of one the API such as efavirenz (EFV) which reported that

had 23 polymorphic forms, has been carried out.

EFV is an antiviral HIV (Human Immunodeficiency Virus) type 1 which has been a

priority choice for early AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) patient. Only

a stable form of EFV has been used in the market besides other forms, while other

polymorphic forms need further study. There is a lack of information which should

be complimented as references concerning the character of EFV polymorphs. The

polymorphs used in this research obtained from recrystallized the marketed materials

using different kind of solvent with a varied range of polarity (as dielectric constants,

ε) of chosen solvent. The solvent were selected in accordance with previous research

with wide range of ε from non-polar to polar solvents, which are n-hexane (ε = 1.8),

n-heptane (ε = 1.9), methanol–ethylacetate (ε = 33 and ε = 6), methanol (ε = 33) and

acetonitrile (ε = 38). The amorphous form of EFV was hard to get using solvents

Page 6: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

vi

evaporation, therefore prepared by melt quenching (quench cooling) methods. The

crystal habits resulted from those methods were characterized either morphology,

crystallinity, thermal behavior, vibrational spectrum patterns and solubility

including its dissolution natures.

Preliminary observation of crystal habit differences was observed under polarization

microscope. There were different morphology among all recrystallization products

and melt quenching . Confirmation of all crystal habits as different kinds of crystal

structure (polymorphs) was carried out by powder X–ray diffraction. The

diffractograms showed different peaks at 2θ angles. Those proved that all recrystalli-

zation products were different polymorphs. Thermal behavior from the DSC (Diffe-

rential Scanning Calorimetry) and DTA (Differential Thermal Analysis) thermo-

grams analysis confirmed the different properties of the polymorphs. Thermogram

patterns showed that metastable transition (Form II as well as Form III become to

Form I) to stable polymorphs was monotropy, whereas the solubility of stable form

lower and transition indicated by the exotherm peak previuosly. To clarify the

information on functional groups responsible for structure orientation diversely in

polymorphs, FTIR (Fourier Transform Infrared) and Raman spectroscopy methods

were implemented. Vibrational spectrum patterns from both types of equipment

observed uniformity of peak patterns but slightly differ in intensity especially

wavenumbers around 657; 2358; and 3316 cm–1. Each of wavenumbers was

represented by shifting groups of δ(CF3), v(C≡C), and amides hydrogen bonding of

R2[v(NH)], respectively. Wavenumber intensity around 657 and 2358 cm–1 of two

polymorphic forms (Form II and III) monitored by FTIR spectroscopy were very

weak. Raman spectroscopy confirms obviously any peak location shifting from the

stable ones (Form I). Lucidity peaks from Raman spectroscopy indicated that both

forms (Form II and III) showed increased polarizability due to shifting of groups into

symmetrically and semi-symmetrically bonding.

One of the important physical properties affecting drug effectivity is water solubility.

Investigation in solubility and particulate dissolution on polymorphs resulted in that

three of polymorphs as the most soluble compared with the stable form (Form I) to

which Form II, III, and A (amorphous). Among those three, Form A was unstable in

nature, as showed a decrease in solubility after 48 hours (declined for 18.4%) and

decline its dissolution rate after 15 minutes (totally after an hour examination was

decreasing below the form II around 48,9+0,31% amount soluble).

Based on their properties and character, Form II and III were used to study as an

alternative API recommendation. However, before using those polymorphs the

polymorphic transformation event should be study well. The polymorphic

transformation from the metastable to the stable form could happen during

manufacture process due to heat and mechanical forces. Heating forces induction

treatment was performed by storing the samples in the oven with various temperature.

Meanwhile, mechanical treatment was carried out by grinding the samples in

automatic grinding (Retsch RM 100) with constant speed (90 rotation per minutes)

during time interval 30–220 minutes.

Page 7: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

vii

A preliminary experiment to study the changes caused by heat was conducted by sto-

ring the samples in 60 minutes oven storage at a temperature range from 70–120OC.

While the changing in mechanical treatment performed at time variation 5–240

minutes. The polymorphic transformation was monitored using powder X–ray

diffractogram and Raman spectroscopy. Based on the observation, temperature

varia-tions was decided to use three variations temperature i.e. 60, 70 and 80OC at

time storage interval from 15–180 minutes. The alteration numbers of phases were

quantified by Rietveld refinement using MAUD (Material Analysis Using Diffraction)

ver. 2.7 software.

Before the QPA (Quantitative Phase Analysis,) was developed, a molecular model to

fit the experimental diffractogram patterns need to be designed. Reference seeking

found from the CCDC (Cambridge Crystallographic Database Center) database that

CCDC no. 728655, 758360, and 767883 have been closed patterns. Rietveld refine-

ment using Le Bail fitting methods among both experimental data and model result

are goodness of fit (GOF) = 1,66%, 2,27%, and 6,2% from Form I, II, and III,

respectively. Those all resulted were precise enough to be used in QPA accordance

to references.

The quantified phase of experimental data treatment resulted from MAUD ver. 2.7

was plotted with common mechanisms and kinetics equation that has been published

(Guo, Z., et al., 2011, Cui, P., et al., 2012, Zhang, Q., et al., 2014). Plot yielded in

highest linearity (correlation coefficient, R2 ≈ 0.999) refers to the mechanism and

kinetic happen during the heat and mechanical treatment.

The mechanical treatment showed that Form II has the highest correlation coefficient

in the second-order mechanism (R2). This meant the grinding process forced crystals

to be homogenous system and quadratic growth happen changes (2nd ordered). While

Form III has two dominantly mechanisms such as (1) one-dimensional diffusion and

(2) the three-dimensional phase boundaries. There meant that changes happened

from inside (diffusion) crystal to an infinite flat plane, and also from outside at

surface expand to all direction (volume expansion).

In isothermal heating, every temperature variations showed unique mechanisms

differences, caused by differential amount of energy rate (enthalpy). Form II has a

lot of possible mechanisms appear simultaneously, but considering to BFDH law that

two-dimensional phase boundary mechanism (G2) is the most possible to occured,

which means that the growth of changing came from outside of the surface to

widespread. Whilst Form III having mechanisms three-dimensional phase boundary

(G3) was distributed oftenly, so that mechanism conclude to become the most possible

mechanism occured. This means that change occurs start from outside crystal

nucleus surface to all direction (volume expansion).

The transformed activation energy was derived by plotting the closed heating

treatments fitted models to Arrhenius equation. The calculation result from those

kinetic mechanisms differed for each polymorph transition. The Arrhenius plotted of

Form II according G2 mechanism has activation energy around 23.05 kJ mol–1 and

half life at room temperature at 7.1 hours. While Form III with G3 mechanism has

Page 8: STUDI KINETIKA TRANSFORMASI POLIMORFIK EFAVIRENZ · berada dalam banyak wujud materi padat yang berbeda. Fenomena polimorfisme Fenomena polimorfisme bahan aktif farmasi (BAF) masih

viii

activation energy around 47.2 kJ mol–1 and half life at room temperature 14.5 hours.

Amount activation energy around 20–29 kJ mol–1 were equal to hydrogen bonding

energy in water and alcohols, it means molecule orientation transformation of EFV

Form II has taken place with energy equal to water or alcohols evaporation. Thereby,

EFV Form III has application recommended consider to the highest activation energy

and relative has a long half time.

This research had been succeeded to reveal the mechanism and kinetic occurs on the

polymorphic transformation of metastable EFV polymorphs Form II and III. The

quantifying methods by Rietveld refinement for changing phase determination has

come under the new method. This investigation could become the role model for

stability and kinetics of solid state study in pharmaceuticals development.

Key Words: Efavirenz, polymorphism, polymorphic transformation, quantitative

phase analysis, Rietveld refinement