dpho standar obat rasional

32
DPHO Standar Obat Rasional  [Kesehatan]  ASKES perusahaan asuransi di bawah Departemen Kesehatan yang menyelenggarakan  jaminan pelayanan kesehatan bagi pesertanya berdasarkan sistem managed care. Sebuah sistem yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan dan pembiayaan. Keduanya saling terkait di dalam mewujudkan pemberian pelayanan kesehatan yang tepat dan efisien, dengan  pembiayaan yang terkendali. Saat ini permasalahan yang dihadapi hampir seluruh dunia di dalam penyelenggaraan  pemberian pelayanan kesehatan, biaya pelayanan kesehatan yang semakin b esar dari waktu ke waktu, yang tidak sela lu diikuti dengan peningkatan di dalam mutu pelayanan. Peningkatan biaya pelayanan disebabkan pergeseran pelayanan kesehatan ke arah pelayanan kesehatan yang kronis dan berjangka panjang kar ena peningkatnya populasi yang tua,  bertambahnya teknologi kedok teran baru yang mahal, pemberian pelayanan kesehatan yang  berlebihan dan tidak diperlukan, adany a tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlebihan dan tidak rasional. Di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, salah satu komponen yang memberikan andil yang cukup besar di dalam peningkatan biaya adalah obat. Di satu pihak obat merupakan salah satu komponen yang penting di dalam upaya pengobatan (karena kalau tidak mendapat yang memadai baik kualita s maupun kuantitasnya, penyakit yang diderita sukar sembuh), namun di pihak lain obat juga merupakan komponen yang terbuka untuk terjadinya inefisiensi (antara lain karena penyalahgunaan), sehingga utilisasi dan biayanya meningkat dari waktu ke waktu. Mengantisipasi hal tersebut, maka di dalam sistem managed care telah dibuat ketentuan- ketentuan di dalam pemberian obat, dimana cara yang paling efektif berupa penetapan suatu standar atau formularium obat yang meliputi suatu daftar dari produk obat-obatan yang akan digunakan Pemberian Pelayanan Kesehatan (PKK). Disamping penyusunan standar obat, ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berupa ketentuan tentang penulisan resep obat, dimana penulisan ini hanya dilakukan PKK atau rovider  yang termasuk di dalam jaringan pelayanan, dan harus berdasarkan pada standar atau formulasi obat yang telah ditetapkan, pengambilan resep obat hanya pada apotek yang termasuk dalam jaringan pelayanan.

Upload: rian-oktariansyah

Post on 14-Oct-2015

90 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    1/32

    DPHO Standar Obat Rasional

    [Kesehatan]

    ASKES perusahaan asuransi di bawah Departemen Kesehatan yang menyelenggarakan

    jaminan pelayanan kesehatan bagi pesertanya berdasarkan sistem managed care.Sebuah

    sistem yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan dan pembiayaan. Keduanya saling terkait

    di dalam mewujudkan pemberian pelayanan kesehatan yang tepat dan efisien, dengan

    pembiayaan yang terkendali.

    Saat ini permasalahan yang dihadapi hampir seluruh dunia di dalam penyelenggaraanpemberian pelayanan kesehatan, biaya pelayanan kesehatan yang semakin besar dari waktu

    ke waktu, yang tidak selalu diikuti dengan peningkatan di dalam mutu pelayanan.

    Peningkatan biaya pelayanan disebabkan pergeseran pelayanan kesehatan ke arah pelayanan

    kesehatan yang kronis dan berjangka panjang karena peningkatnya populasi yang tua,

    bertambahnya teknologi kedokteran baru yang mahal, pemberian pelayanan kesehatan yang

    berlebihan dan tidak diperlukan, adanya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan

    kesehatan yang berlebihan dan tidak rasional.

    Di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, salah satu komponen yang memberikanandil yang cukup besar di dalam peningkatan biaya adalah obat. Di satu pihak obat

    merupakan salah satu komponen yang penting di dalam upaya pengobatan (karena kalau

    tidak mendapat yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya, penyakit yang diderita

    sukar sembuh), namun di pihak lain obat juga merupakan komponen yang terbuka untuk

    terjadinya inefisiensi (antara lain karena penyalahgunaan), sehingga utilisasi dan biayanya

    meningkat dari waktu ke waktu.

    Mengantisipasi hal tersebut, maka di dalam sistem managed caretelah dibuat ketentuan-

    ketentuan di dalam pemberian obat, dimana cara yang paling efektif berupa penetapan suatustandar atau formularium obat yang meliputi suatu daftar dari produk obat-obatan yang akan

    digunakan Pemberian Pelayanan Kesehatan (PKK).

    Disamping penyusunan standar obat, ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berupa

    ketentuan tentang penulisan resep obat, dimana penulisan ini hanya dilakukan PKK atau

    rovideryang termasuk di dalam jaringan pelayanan, dan harus berdasarkan pada standar

    atau formulasi obat yang telah ditetapkan, pengambilan resep obat hanya pada apotek yang

    termasuk dalam jaringan pelayanan.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    2/32

    Standar Obat

    Khusus mengenai pelayanan obat bagi pesertanya, Askes menyadari perlunya pengendalianpelayanan obat. Hal itu untuk mewujudkan suatu pemberian obat-obatan yang efektif, aman

    dan dengan harga yang wajar, suatu hal yang prioritas untuk diupayakan. Secara umum harga

    obat di Indonesia terus naik, sampai melebihi kenaikan dari pendapatan penduduk, bahkan

    untuk beberapa item obat harganya lebih tinggi daripada harga obat di negara-negara

    tetangga.

    Selain itu jumlah item atau produk obat yang beredar lebih banyak (lebih 13.000 item), hal

    ini disebabkan banyak generik atau zat aktif obat yang sama yang diproduksi berbagai pabrik

    Farmasi. Dalam menetapkan harga ada berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan harga

    disebabkan pengendalian harga obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

    Berdasarkan hal itu Askes menetapkan kebijakan-kebijakan di dalam pelayanan obat, berupa

    standar obat, penulisan resep obat bagi peserta harus dilakukan dokter atau dokter spesialis di

    fasilitas PPK Askes dengan berpedoman pada DPHO. Pengambilan obat berdasarkan resep

    obat tersebut harus di apotek PPK Askes.

    Dari kebijakan yang telah ditetapkan, ketentuan tentang standar obat suatu kebijakan utama

    yang merupakan prioritas, dimana dalam penerapannya perlu dikaitkan dengan penerpan

    ketentuan lain seperti yang telah dikemukakan terdahulu.

    Standar obat Askes disusun meliputi suatu daftar obat-obatan yang dikaitkan dengan harga

    tertinggi dari setiap obat (hal ini dibuat untuk menyikapi situasi dimana banyak item obat

    yang beredar dan disertai dengan variasi harga yang cukup besar) dan standar obat yang

    dimaksud disebut Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO).

    Penyusunan

    DPHO disusun sejak tahun 1987, untuk itu Askes dibantu Tim Ahli DPHO yang sangat

    berperan didalam penyusunannya. Tim Ahli ini merupakan tim independen yang terdiri dari

    ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu kedokteran dari berbagi Universitas di Indonesia. Di

    samping itu keanggotaan tim juga meliputi wakil dari Departemen Kesehatan dan Badan

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    3/32

    POM.

    Tugas dari Tim Ahli untuk melakukan kajian atau seleksi ilmiah terhadap obat (Dalam

    generik atau zat aktif) yang akan dimasukkan ke dalam DPHO, dimana pertimbangan utamadi dalam pemilihannya mengenai khasiat medis obat (efektifitas tinggi) serta keamanan obat

    (efek samping kecil).

    Acuan yang dipakai di dalam menyusun daftar obat (dalam generik atau zat aktif) adalah

    Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang telah disusun oleh pemerintah, karena disadari

    bahwa obat yang ada di dalam DOEN adalah obat-obat terpilih yang paling dibutuhkan dan

    mutlak untuk diadakan. Sehubungan dengan hal itu, agar DPHO dapat memenuhi kebutuhan

    obat-obat yang dibutuhkan di dalam pengobatan bagi pasien Askes, maka DPHO disusun

    dengan mencakup seluruh kelas terapi obat yang ada dalam DOEN. Disamping itu DPHO

    juga mencakup generik atau zat aktif yang tidak tercantum di dalam DOEN, karena DPHO

    juga mengakomodir usulan generik atau zat aktif obat dari dokter spesialis di rumah sakit

    pemerintah, sepanjang obat tersebut disebut disetujui oleh Tim Ahli berdasarkan suatu kajian

    ilmiah.

    Selanjutnya berdasarkan generik atau zat obat yang direkomendasikan Tim ahli, dilakukan

    pemilihan produk atau item obat-obatan yang akan dimasukkan kedalam DPHO berdasarkan

    pertimbangan mutu, kontinuitas produksi, jangkauan pendistribusian, serta harga dari setiapproduk obat yang ditawarkan oleh pabrik Farmasi.

    Sehubungan dengan harga obat, Askes melakukan negoisasi harga dengan setiap pabrik

    Farmasi untuk setiap produk atau item obat yang ditawarkan. Dengan banyaknya jumlah

    peserta Askes dan keluarganya (15 juta jiwa), maka cakupan pemakaian obat-obatan yang

    ada di dalam DPHO peserta Askes dan keluarganya cukup besar, hal ini menyebabkan

    pabrik-pabrik Farmasi bersedia untuk memberikan harga dari obat-obatan yang ada di dalam

    DPHO lebih rendah daripada harga dari obat-obatan yang ada di dalam DPHO lebih rendah

    dari pada harga regulernya, karena pabrik Farmasi bisa menghemat didalam biaya promosi.

    Dengan penyusunan DPHO sebagaimana telah dipaparkan, akan diperoleh daftar obat-obatan

    yang memiliki manfaat medis yang besar (efektif), efek samping kecil (aman), dan harga

    yang wajar (efien). Selain standar mencakup produk obat yang bermutu serta tersedia di

    seluruh Indonesia.

    Dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang obat,dilakukan revisi secara periodik. Seperti diterapkan proses penyusunan DPHO, proses revisi,

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    4/32

    khusunya di dalam penambahan atau pengurangan generik atau zat aktif obat, dilaksanakan

    Tim Ahli beserta wakil dari Departemen Kesehatan dan Badan POM.

    Item atau produk obat yang terpilih untuk masuk ke dalam DPHO meliputi obat yangdiperdagangkan dengan nama brand/paten dan obat yang diperdagangkan dengan nama

    generik. Dalam DPHO edisi XXI yaitu yang berlaku tahun 2002 terdapat 833 item obat yang

    terdiri dari 394 (47,3%) item obat dengan nama generik dan 439 (52,7%) item obat dengan

    nama brand /paten.

    Penyediaan dan distribusi

    Setelah DPHO selesai disusun dan selanjutnya direvisi secara teratur, harus diupayakan

    supaya produksi dan penyediaan obat-obat yang tercantum di dalam DPHO,

    pendistribusiannya, serta penyediaannya di Apotek yang ditunjuk sebagai PPK Askes harus

    tetap terjaga kontinuitasnya.

    Untuk itu, berkaitan dengan kontinuitas produksi dan penyediaan obat oleh produsen, Askes

    telah mengadakan suatu perjanjian kerrja sama (PKS) dengan pabrik Farmasi yang obat

    produksinya tercantum di dalam DPHO, didalam tahun 2002 Askes mengadakan PKS dengan74 Pabrik Farmasi.

    Sedangkan berkaitan dengan pendistribusian obat dari pabrik Farmasi sampai ke Apotek yang

    merupakan PPK Askes, diadakan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Disributor Obat atau

    Pedagang Besar farmasi (PBF), didalam tahun 2002 Askes telah mengadakan PKS dengan 23

    PBF.

    Apotek PPK Askes merupakan fasilitas kesehatan dimana pasien pesreta Askes mngambil

    obat berdasarkan resep obat DPHO yang telah ditulis oleh dokter keluarga atau dokter

    spesialis di rumah sakit PPK Askes. Dengan demikian maka ketersediaan obat-obat DPHO di

    Apotek PPK Askes adalah suatu yang mutlak harus dijaga. Sehubungan dengan hal tersebut,

    Askes Kantor cabang di seluruh Indonesia telah mengadakan PKS dengan Apotek di

    wilayahnya yang memenuhi kriteria yang ditetpkan, dimana pada saat ini kerja sama telah

    dilakukan dengan 707 buah apotek dan 175 Instansi Farmasi.

    Penerapan DPHO

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    5/32

    DPHO merupakan standar obat yang dipakai di dalam penyelenggaraan Jaminan

    Pemeliharaan Kesehatan Askes bagi peserta oleh dokter keluarga pada pelayanan kesehatan

    tingkat pertama, dan oleh dokter spesialis di rumah sakit PPK Askes, pada pelayanan

    kesehatan tingkat lanjutan harus berpedoman pada DPHO.

    Diakui penerapan DPHO sebagai pedoman dalam penulisan resep obat belum berjalan seperti

    yang diharapkan, baik ditinjau dari pemberi pelayanan (dokter), maupun dari segi peserta

    (pasien). Menghadapi hal-hal harus berusaha untuk meningkatkan penerapan resep obat yang

    berpedoman pada DPHO.

    Disadari dengan penerapan standar obat ini akan terjamin pemberian obat kepada peserta

    yang bermutu, efektif, aman, dan efisien. Kegiatanyang dilaksanakan berupa pendekatan

    kepada dokter di PPK Askes, untuk memberikan informasi tentang DPHO. Mengadakan

    seminar-seminar mengenai pemakaian obat secara rasional dan DPHO untuk dokter keluarga

    dan dokter spesialis di rumah sakit.

    Pemantauan penulisan resep obat non DPHO di rumah sakit PPK Askes, yang dilaksanakan

    oleh kantor Cabang Askes secara rutin. Mengadakan koordinasi dengan Apotek dan rumah

    sakit dalam rangka menyesuaikan obat-obat DPHO yang dibutuhkan dokter spesialis dirumah sakit dengan obat DPHO yang tersedia di Apotek. Memberikan penyuluhan atau

    informasi tentang DPHO kepada peserta secara rutin dan berkesinambungan. (djo)

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    6/32

    Abstrak

    Harga pokok produksi harus ditetapkan secara akurat, sehingga biaya yang

    dibebankankepada konsumen adalah biaya yang seharusnyadikeluarkan untuk menghasilkan

    produk tersebut.Harga pokok produksi digunakan antara lain sebagai dasar penetapan harga

    ual produk yang dihasilkan, penilaian persediaan dan dasar penerimaan pesanan khusus(special order). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akurasi perhitungan harga

    pokok produksi obat A yang dihasilkan oleh PT IEC, meliputi penetapan besarnya bahan

    langsung, upah langsung dan BPTL obat A. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian

    ini adalah PT IEC telah menetapkan secara akurat biaya bahan langsung dan upah langsung

    untuk produk A, sedangkan BPTL untuk produk A yang ditetapkan PT IEC didasarkan atas

    persentase tertentu dikalikan dengan harga jual net apotik. Penetapan BPTL ini kurang tepat,

    karena tidak Mence rminkan jumlah BPTL yang sebenarnya dikorbankan untuk

    memproduksi obat A. PT IEC sebaiknya memperhitungkan BPTL berdasarkan tarif BPTL

    yang ditentukan di muka, karena lebih mencerminkan jumlah BPTL yang seharusnya

    dikorbankan untuk menghasilkan produk A.

    Suatu jenis obat memliki struktur suatu strukturharga yang ditentukan oleh produsen. Berikut

    ini ilustrasi dalam penentuanharga obat sehingga obat tersebut jatuh di tangan pasien :

    Harga Pokok Produksi (HPP) atau yang sering disebut denganCOGM (Cost Of Goods

    Manufacture) terdiri dari Biaya Bahan Baku (bahanaktif, bahan tambahan dan bahan

    pengemas), biaya tenaga kerja langsung (directlabour), dan biaya over-headcost (Biaya

    telepon, BBM, listrik, spare part, trainingdll). Untuk industri farmasi, biaya bahan baku bisa

    mencapai 70 80% , directlabour antara 5 10% , dan overhead cost antara 15 20 %

    dariHPP. Khusus untuk obat-obat lisensi (under licence) dan obat paten (patenteddrugs)masih dibebani biaya lisensi/paten serta kewajiban untuk membelibahan baku dari pemberi

    lisensi/paten. Hal inilah salah satu penyebab mengapaobat dengan kategori under licence atau

    obat paten harganya jauh lebihtinggi daripada obat generic maupun branded generic.

    HPP + Biaya Marketing + Biaya Lain-lain(General Affairs, termasuk komisi dan bonus

    komisaris/direksi, biaya Corporate Social Responsibility danlain-lain) + Bunga& Depresiasi

    + Laba Operasional (profit) menjadi HJP (Harga Jual Pabrik)atau yang sering disebut

    denganCOGS (Cost Of Goods Sales).

    HJP + Distribution fee(biaya distribusi) = HNA (HargaNetto Apotek).

    Oleh sebab itu Harga Jual Obat Di Apotek adalah =

    [Harga Distributor] + [PPN 10 %] + [Harga jual Apotek] + [Uang Resep/Jasa dokter]

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    7/32

    Siapa sih yang tidak sebel kalau beli obat dengan harga mahal ? apalagi kalau yang jual tidak

    memberikan pelayanan yang ramah. Berikut ini beberapa hal yang penting untuk anda

    ketahui dalam memberikan harga obat di Apotek.

    1. Apotek Akan membeli Obat di Distributor

    Apotek akan mengadakan obat-obatan dari Distributor Obat, PBF atau Sub distributor Obat(Saya rangkum jadi Distributor saja). Para Distributor ini memiliki marketing/sales obat

    yang datang ke Apotek secara rutin dan memberikan informasi mengenai Obat baru, Obat

    daluwarsa dan yang paling penting nih *diskon* obat yang akan dibeli. Mereka mempunyai

    daftar harga dan bersaing mendapatkan Apotek untuk menjual obat-obat yang dijual.

    Biasanya sales obat memberikan pelayanan Ekstra misalkan : diskon, entertainment, dll. Tapi

    yang penting Apotek bisa mendapatkan obat.

    2. Bagaimana Mendapatkan Diskon

    Biasanya pihak distributor dan Pabrik obat memberikan diskon tertentu kepada Apotek

    karena mereka biasanya di kejar target penjualan. Nah karena target penjualan ini biasanya

    ada di akhir bulan, maka untuk itu Apotek biasanya kudu siap-siap setiap tanggal 25-30untuk menyiapkan obat apa yang harus kita beli. Kalau mau membeli obat dengan jumlah

    besar biasanya diskonnya juga besar, tapi apotek harus mempertimbangkan bagaimana posisi

    keuangannya pada akhit bulan itu, kalau kebablasan beli biasanya saat tagihan datang kita

    kudu minta sama sales untuk ditunda dulu pembayarannya.

    3. Mendapatkan Diskon

    Jika beruntung distributor akan memberikan diskon sekitar 2,5% sampai 5 %, biasanya kalau

    lebih dari itu jarang terjadi, meskipun demikian beberapa merek tertentu bisa diberikan

    dalam bentuk obat misalkan : Beli 10 bonus 1,. Diskon ini biasanya dilihat juga bagaimana

    rutinitas Apotek membeli Obat, karena kelangsungan pembelian obat juga berpengaruh padapemberian diskon. Disamping itu jumlah obat dan lokasi apotek juga berpengaruh dalam

    memberikan diskon obat.

    4. Pemberian PPN 10%

    Setiap obat yang dibeli di distributor akan dijual oleh apotek dengan kenaikan 10% karena

    PPN yang harus dibayar oleh Apotek. Nilai PPN ini cenderung tetap dan standar terjadi di

    setiap apotek, meskipun demikian dapat juga ditemukan apotek mencantumkan harga jual

    apotek minus PPN.

    5. Pemberian Harga Jual Apotek

    Dari harga yang sudah ditambahkan PPN, maka Apotek akan menambah harga jual sesuaidengan kebijakan apotek tersebut. Misalkan : 10% sampai 80%. Ini tergantung dari : Jenis

    Apotek, Daerah/lokasi Apotek, Jenis Obat dll.

    Misalkan : Di kota metropolitan keuntungan apotek sangat kecil, berkisar 5%-15%, Namun

    untuk di daerah Kabupaten di Luar Jawa, keuntungan bisa mencapai 40%-80%. Namun harus

    diperhatikan bahwa di kota metropolitan jumlah pelanggan sangat besar jika dibandingkan

    daerah terpencil.

    6.Pemberian Uang Resep/Jasa

    Nilai uang resep ini sangat tergantung dari Apotek yang melayani, misalkan 1 buah resep

    akan diberikan jasa Rp.300 , maka harga obat akan ditamba Rp.300. Uang ini biasanya dibagi untuk Apoteker dan Asisten Apoteker di Apotek, karena mereka harus mempersiapkan

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    8/32

    obat dan harus menghitung dosis dengan tepat. Selain itu Apoteker juga dituntut untuk

    memberikan komunikasi,informasi dan edukasi. Uang Jasa dokter juga kadang dilibatkan

    juga dalam resep obat, ini tergantung dari dokternya karena tidak semua dokter mau

    menerima uang jasa apotek karena harga obatnya biasanya jadi mahal dan bikin dokter nggak

    laris.

    Article:

    KEBIJAKAN PENGATURAN DAN

    PENGENDALIAN HARGA OBAT DAN

    DAMPAKNYA BAGI PERTUMBUHAN

    INDUSTRI FARMASI11/Oct/2010

    PENDAHULUAN

    Siapa sebenarnya yang khawatir jika harga obat diatur oleh pemerintah?. Sudahpasti bukan pasien. Karena dengan pengaturan harga, pasien akan tertolong

    memperoleh obat sesuai dengan kemampuannya. Sudah pasti juga bukan dokter,karena pada dasarnya dokter tidak berurusan dengan harga. Masyarakat umum jugapasti tidak khawatir, karena tujuannya pasti baik: meningkatkan kemampuanmasyarakat dalam memperoleh obat. Jadi, siapa sebenarnya yang khawatir jikaharga obat diatur dan dikendalikan pemerintah?.

    Pertanyaan ini menjadi tidak sederhana jika kita menyepakati bahwa sebenarnyaindustri farmasi lah yang khawatir jika harga produknya diatur. Namun, apasebenarnya yang dikhawatirkan industri farmasi?. Apakah pengaturan dan

    pengendalian harga (price regulation dan atauprice control) atau pembatasan harga(price limitation)?.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    9/32

    Pengaturan dan pengendalian harga obat di berbagai negara memberikan dampakyang kompleks. Sama kompleksnya dengan metode yang digunakan untuk itu.Pemerintah suatu negara pasti bermaksud baik ketika menerapkan kebijakan

    pengaturan dan pengendalian harga. Tidak ada yang membantah kalau upayatersebut merupakan salah satu wujud peran dan tanggung jawabnya sebagairegulator. Apalagi jika dilakukan secara komprehensif (melibatkan seluruhpemangku kepentingan dalam proses pembentukan harga), adil dan transparan.Yang menjadi masalah adalah jika pengaturan dan pengendalian harga dilakukansecara elementer, tidak terstruktur dan hanya menekankan aspek pembatasanharga (price limitation).

    Untuk mendalami berbagai pendekatan pengaturan dan pengendalian harga obat,

    sangat layak untuk mengetahui dan memahami beberapa hal terlebih dahulu.

    Pertama, apa sebenarnya masalah utama yang dihadapi suatu negara berkenaandengan industri farmasinya. Dengan mengetahui masalah utama ini maka akandapat ditarik urgensi pengaruh pengaturan dan pengendalian harga obat dankontribusinya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi industri farmasi dinegara bersangkutan, dan yang paling utama: manfaatnya bagi peningkatan derajatkesehatan masyarakat.

    Kedua, apa sebenarnya yang dimaksud (dan dikhawatirkan) berkenaan denganpengaturan dan pengendalian harga. Bagaimana bentuk intervensi yang dilakukanpemerintah dan apa dampak positif dan negatifnya.

    MASALAH UTAMA INDUSTRI FARMASI NEGARA BERKEMBANG

    Dalam paper yang dikeluarkan oleh World Bank Pharmaceutical tahun 2000,

    disebutkan bahwa negara-negara berkembang menghadapi lima masalah utama

    yang berkaitan dengan industri farmasi dan obat-obatan, yaitu:

    1. Significant Public and Private Expenditures.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    10/32

    Salah satu karakteristik negara berkembang (khususnya yang masuk dalam

    kelompok negara miskin) adalah tingginya morbidity rate(angka kesakitan) dan

    mortality rate (angka kematian) yang disebabkan oleh penyakit menular, baik

    yang merupakan existing diseases, emerging diseases dan re-emerging

    diseases.

    Sebahagian besar pengidap penyakit ini adalah masayarakat miskin yang

    jumlahnya mendominasi populasi negara bersangkutan. Pemerintah

    menanggung beban sangat besar dalam membiayai program kesehatan,khususnya untuk pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dan

    pengadaan obat-obat esensial.

    Karakteristik lain dari negara berkembang adalah belum sempurnanya sistem

    pelayanan kesehatan yang berbasis asuransi. Akibatnya sebahagian besar

    masyarakat harus mengeluarkan uangnya sendiri (own pocket) untuk membiayaipelayanan kesehatan, termasuk untuk membeli obat.

    Pengeluaran untuk belanja obat masyarakat negara berkembang berkisar 10

    sampai 40 persen dari anggaran kesehatan (public health budget), sedangkan

    pengeluaran rata-rata negara-negara OECD hanya 7 sampai 12 persen.

    Pengeluaran untuk belanja obat yang tinggi di sektor pemerintah dan sektor

    swasta ini menimbulkan motivasi yang kuat bagi pemerintah untuk melakukan

    reformasi di sektor kesehatan, khususnya dalam hal pelayanan dan pembiayaan

    kesehatan. Salah satunya dengan melakukan pengaturan dan pengendalian

    harga obat. Tujuannya agar pengeluaran untuk belanja obat di sektor pemerintah

    dan sektor swasta menjadi berkurang.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    11/32

    2. Inadequate Regulatory Capacity

    Kapasitas kelembagaan pemerintah (regulatory body) tidak memadai dalam

    mengatur aktifitas industri farmasi. Pemerintah mendapatkan kesulitan dalam

    pengaturan dan pengendalian harga obat, khususnya di sektor swasta. Upaya

    pemerintah negara-negara berkembang untuk melakukan hal itu seringkali

    menimbulkan situasi yang kontraproduktif dan mendorong terjadinya konflik

    kepentingan antara industri farmasi dan pemerintah.

    Pada periode 1970 sampai 1980 pemerintah India menerapkan kebijakan

    pembatasan harga (price limitation)core bussiness yang sebelumnya berbasis

    manufacture menjadi importir dan distributor. bagi produk farmasi. Akibatnya

    pendapatan industri farmasi menjadi turun, keuntungan menyusut, upaya riset

    dan pengembangan obat baru menjadi lemah. Investasi di bidang industri farmasi

    menjadi tidak menarik. Banyak perusahaan farmasi menutup usahanya ataumerubah

    3. Inadequate Access to Essential Drugs

    Penggunaan sumberdaya farmasi yang tidak efisien di negara berkembang

    secara substansial mengurangi akses masyarakat kepada obat-obat esensial.

    Belanja obat sektor pemerintah menjadi boros akibat terjadinya inefisiensi di

    berbagai bidang, seperti manajemen pengadaan obat yang kurang akuntabel,

    seleksi obat yang kurang komprehensif, distribusi yang tidak merata; dan

    penggunaan obat yang tidak mengikuti prinsip-prinsip rational use of drug.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    12/32

    Untuk meningkatkan efisiensi sumberdaya farmasi dan memperluas akses

    kepada obat esensial, negara-negara berkembang didorong untuk menerapkan

    dan mengembangkan kebijakan obat esensial. Sejak pertama sekali WHO

    mencanangkan WHO List of Essential Drugspada tahun 1977, sampai saat ini

    lebih dari 140 negara telah mengadopsi kebijakan ini. Namun, WHO

    memperkirakan, sepertiga dari populasi dunia masih kekurangan akses atas

    obat-obat esensial yang dibutuhkan dan 50 persen dari populasi tersebut adalah

    rakyat miskin di Asia dan Afrika.

    Kasus di beberapa negara sekawasan memperlihatkan, walaupun di negara

    tersebut sudah diterapkan kebijakan DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional),

    namun seleksi obat untuk kebutuhan national buffer stockprimary healthcare

    yang biasanya disubsidi pemerintah) tidak didasarkan atas penelitian prevalensi

    penyakit dan data epidemiologi yang valid yang berasal dari tempat-tempat di

    mana obat tersebut digunakan. dan untuk pelayanan kesehatan dasar (

    Seringkali ditemukan, di suatu daerah yang prevalensi penyakit tertentu banyak

    terjadi ternyata persediaan obatnya kurang atau bahkan tidak tersedia, atau

    malah menyediakan obat yang sangat banyak untuk mengobati penyakit yang

    prevalensinya rendah atau bahkan tidak ada di daerah tersebut.

    4. Limited access to New Drugs

    Penemuan obat baru membutuhkan biaya yang sangat besar, waktu yang

    sangat lama, proses perizinan yang sangat panjang serta pemasaran yang

    sangat kompleks. Hal ini menjadi kendala utama industri farmasi negara

    berkembang untuk melakukan penemuan obat baru. Rendahnya daya beli

    menyebabkan perusahaan farmasi multinasional tidak menjadikan masyarakat

    negara berkembang sebagai target pemasaran obat baru. Disamping itu,

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    13/32

    umumnya penyakit yang diidap masyarakat negara berkembang masih dapat

    diatasi dengan obat-obatan yang sudah ada.

    Kondisi ini dimanfaatkan perusahaan farmasi lokal dengan memproduksi obat

    copy product yang kemudian diberi brand. Obat jenis inilah yang selanjutnya

    dikenal sebagai obat generic branded.

    Keterbatasan akses atas obat baru ini diperparah dengan kecenderungan

    perusahaan farmasi lokal yang menetapkan harga obat generic branded yang

    diproduksinya setara dengan harga obat patentdari jenis yang sama di negara

    maju. Atau sebaliknya, perusahaan farmasi multinasional tetap menjual obat

    patentyang masa patent-nya sudah kedaluarsa (off-patent) dengan harga yang

    sama seperti saat obat tersebut masih berada dalam masapatent-nya.

    5. Limited Incentives for New Drug R & D

    Pasar produk farmasi di negara maju tumbuh dengan cepat. Hal yang sama

    tidak terjadi di negara berkembang. Sampai dengan tahun 2000, dari total

    penjualan produk farmasi dunia sebesar US D 302,9 milyar. Dari jumlah tersebut

    hanya 20 persen berasal dari negara berkembang yang populasinya 85 persen

    dari penduduk dunia.

    Potensi pasar yang lemah di negara berkembang merupakan faktor utama yang

    menyebabkan industri farmasi multinasional enggan berinvestasi dalam riset dan

    pengembangan obat baru. Industri farmasi negara maju lebih tertarik dalam

    penemuan obat untuk penyakit degeneratif bagi masyarakat mampu daripada

    menemukan obat untuk penyakit menular yang banyak ditemukan di negara-

    negara berkembang. Sebuah riset mengungkapkan bahwa dari 1.233 obat baru

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    14/32

    yang dipasarkan dari tahun 1975 sampai 1997, hanya 13 produk yang ditujukan

    untuk penyakit tropis.

    METODE PENGATURAN DAN PENGENDALIAN HARGA OBAT DI BERBAGAI

    NEGARA

    Di Amerika Serikat (AS), sebahagian besar harga obat resep tidak diatur

    pemerintah. Hal ini berbeda dengan hampir semua negara lain di mana pemerintah

    mengatur harga obat, baik secara langsung lewat pengendalian harga (Prancis dan

    Italia), atau pembatasan dalam reimbursementasuransi (Jerman dan Jepang); atau

    secara tidak langsung melalui pengaturan keuntungan (Inggris).

    Harga obat di AS lebih tinggi dari negara lain. Oleh karena itu, banyak pihak yang

    menuntut dilakukannya pengaturan dan pengendalian harga agar kemampuan

    masyarakat memperoleh obat menjadi lebih besar. Di pihak lain, ada yang

    berpendapat bahwa hal ini akan mengurangi insentif perusahaan farmasi untuk

    melakukan riset dan pengembangan obat baru sehingga akan mengancam

    pertumbuhan industri farmasi di masa depan.

    Sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti, pendapat mana yang paling

    benar dalam hal kebijakan harga obat (pricing policy) yang diterapkan berbagai

    negara: Apakah harga obat dibiarkan terbentuk berdasarkan mekanisme pasar atau

    pemerintah suatu negara harus melakukan intervensi untuk mengatur dan

    mengendalikannya, baik secara langsung maupun melalui mekanisme asuransi

    kesehatan (health financing).

    Pada dasarnya pengaturan dan pengendalian harga obat di suatu negara dapat

    dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan terhadap kebutuhan

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    15/32

    (demand) yang penekanannya pada volume atau jumlah kebutuhan obat. Kedua,

    pendekatan ketersediaan, yang penekanannya adalah harga (price).

    Kebijakan obat yang diterapkan pemerintah (regulatory frameworks) suatu

    negara dapat merupakan intervensi pada sisi kebutuhan, atau pada harga obat,

    atau kombinasi keduanya. Bentuknya bervariasi dari satu negara dengan negara

    lain. Kelompok negara Uni Eropa cenderung menekankan pengaturan dan

    pengendalian pada sisi ketersediaan. Australia cenderung menekankan pada sisi

    volume. Pengaturan dan pengendalian harga dapat dilakukan mulai dari hulu

    (manufacture price), harga distributor, harga retail (apotek, toko obat) dan harga di

    rumah sakit. Skema di bawah ini memperlihatkan pada aspek apa saja intervensi

    pengaturan dan pengendalian harga obat dapat dilakukan.

    Dari skema di lihat bahwa pengaturan dan pengendalian harga pada dasarnya tidak

    harus dilakukan pada sisi harga saja, namun dapat juga dilakukan pada sisi volume

    (ketersediaan). Objek intervensi merupakan elemen yang saling terkait dalam proses

    pelayanan kesehatan dan obat, mulai dari rumah sakit dan dokter, apotek dan

    apoteker serta pasien sebagai konsumen (demand site) dan perusahaan farmasi,

    distributor serta perusahaan retail (supply site). Hasil akhir proses pengaturan dan

    pengendalian adalah pengeluaran biaya obat (expenditure). Fakta empirismemperlihatkan, pengaturan dan pengendalian harga obat yang dilakukan di

    berbagai negara tidak akan berhasil optimal hanya dengan mengintervensi satu

    elemen saja (misal: reference pricing pada penetapan Harga Eceran Tertinggi,

    HET). Semua elemen harus diintervensi secara simultan dan paralel.

    Dari sebuah laporan yang dikeluarkan oleh U.S. Department of Commerce

    International Trade Administration, 2004 yang menguraikan kebijakan pengaturan

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    16/32

    harga obat di negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and

    Development), menemukan fakta bahwa walaupun model pengaturan harga obat

    berbeda dari satu negara dengan negara lain, namun hasil akhirnya tetap sama:

    perusahaan farmasi tetap tidak bisa menetapkan harga produknya melalui

    mekanisme market-based price.

    Metode yang paling banyak digunakan oleh pemerintah negara-negara OECD dalam

    kebijakan pengaturan dan pengendalian harga obat adalah: Reference pricing,

    volume limitation, profit control..

    Reference Pricing

    Reference pricingadalah metode pengaturan harga dengan menetapkan harga obat

    untuk kelompok terapi yang sama sebagai harga referensi. Selanjutnya harga

    referensi ini menjadi patokan dalam reimbursementbiaya obat maupun untuk harga

    jual obat yang diproduksi perusahaan farmasi.

    International Reference Pricing.

    Hampir sama dengan Reference pricing, metode International Reference pricing

    adalah penetapan harga referensi untuk obat yang beredar di suatu negara

    berdasarkan basket of price obat dari negara lain. Umumnya negara yang menjadi

    patokan adalah dari negara peer countries. Sebagai contoh, untuk Indonesia,

    harga referensi ditetapkan berdasarkan harga obat yang beredar di Philipina,

    Malaysia, Thailand dan negara sekawasan lainnya.

    Therapeutic Class Reference Pricing

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    17/32

    Metode ini adalah penetapan harga obat untuk kelas terapi tertentu dan

    menjadikannya sebagai harga referensi. Dengan cara ini maka jika perusahaan

    farmasi ingin obatnya masuk dalam program reimbursementasuransi maka harga

    obat untuk kelas terapi tersebut harus berada dalam range harga referensi yang

    ditetapkan pemerintah. Metode ini mempermudah dokter dan rumah sakit dalam

    melakukan pemilihan obat yang digunakan pasien tanpa terpengaruh adanya

    perbedaan harga.

    Volume Limitation

    Beberapa pemerintah negara OECD menerapkan pembatasan volume obat baru

    yang dijual perusahaan farmasi. Pemerintah dan perusahaan farmasi membuat

    kesepakatan yang dinamakan Price-Volume Agreement. Perusahaan farmasi

    hanya diizinkan untuk menjual obat baru yang diproduksinya dalam batas tertentu

    yang telah disepakati dengan pemerintah. Jika volemenya melebihi kesepakatan,maka perusahaan farmasi harus memberikan kompensasi dalam bentuk

    pengurangan harga, atau kelebihan produk yang ada di pasar harus ditarik. Perancis

    dan Australia menerapkan metode Volume Limitations ini dalam mengatur dan

    mengendalikan harga obat baru yang beredar.

    Profit Control

    Pengaturan keuntungan adalah salah satu cara yang dilakukan pemerintah negara

    OECD dalam kebijakan harga obatnya. Perusahaan farmasi diizinkan menjual

    produknya dengan marjin keuntungan tertentu. Marjin keuntungan untuk setiap

    produk ditetapkan berdasarkan negosiasi dan kesepakatan antara perusahaan

    farmasi dan pemerintah.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    18/32

    REGULATION AROUND THE WORLD

    Various means of regulating prescription drug prices in other countries

    untitled.bmp

    Kebijakan Pengaturan Dan Pengendalian Harga Obat Dan Dampaknya Bagi Pertumbuhan

    Industri Farmasi.doc

    Back to topBagian II: Penetapan Harga

    A. Definisi Harga

    Menurut Stanton, (1984) harga adalah Price is value expressed in terms of dollars and cens, or any

    other monetary medium of exchange. yang kurang lebih memiliki arti harga adalah nilai yang

    dinyatakan dalam dolar dan sen atau medium moneter lainnya sebagai alat tukar.

    Menurut Basu Swastha (1986: 147) Harga diartikan sebagai Jumlah uang (kemungkinan ditambah

    barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta

    pelayanannya.

    Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa

    yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan

    bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain.

    Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan

    agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa, Tjiptono (2001 : 151).

    Dan harga merupakan unsur satusatunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikan

    pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya

    (produk, promosi dan distribusi).B. Tujuan Penetapan Harga

    Pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu :

    1. Berorientasi pada Laba, bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan

    laba yang paling tinggi atau sering disebut maksimisasi laba.

    2. Berorientasi pada Volume, bahwa penetapan harga sedemikian rupa agar dapat mencapai tingkat

    volume penjualan tertentu, nilai penjualan atau pangsa pasar tertentu.

    3. Berorientasi pada citra (image), bahwa penetapan harga tertentu dapat membentuk citra

    perusahaan, misalnya menetapkan harga tinggi dapat membentuk citra perusahaan yang prestisius,

    sementara menetapkan harga rendah memungkinkan menjaga nilai perusahaan tertentu (menjaga

    harga yang terendah di suatu daerah).

    4. Berorientasi pada Stabilitas Harga, hal ini dilakukan untuk mempertahankan hubungan yang stabil

    http://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/?art=34http://www.hukor.depkes.go.id/?art=34http://www.hukor.depkes.go.id/?art=34http://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.doc
  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    19/32

    antara suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).

    C. Strategi Penetapan Harga Produk Baru

    Harga yang ditetapkan atas suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang baik bagi

    petumbuhan pasar. Selain itu untuk mencegah timbulnya persaingan yang sengit. Ada dua hal yang

    perlu diperhatikan dalam penetapan harga produk baru, Tjiptono (2001 : 172);

    1. Skimming Pricing, merupakan strategi yang menetapkan harga tinggi pada suatu produk baru,

    dengan dilengkapi aktifitas promosi yang gencar, tujuannya adalah :

    a. Melayani pelangggan yang tidak terlalu sensitive terhadap harga, selagi persaingannya belum ada.

    b. Untuk menutupi biaya-biaya promosi dan riset melalui margin yang besar.

    c. Untuk berjaga-jaga terjadinya kekeliruan dalam penetapan harga, karena akan lebih mudah

    menurunkan harga dari pada menaikan harga awal.

    2. Penetration Pricing, merupakan strategi dengan menetapkan harga rendah pada awal produksi,

    dengan tujuan dapat meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para

    pesaing. Dengan harga rendah perusahaan dapat pula mengupayakan tercapainya skala ekonomidan menurunnya biaya per-unit. Strategi ini mempunyai perspektif jangka panjang, dimana laba

    jangka pendek dikorbankan demi tercapainya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Ada empat

    bentuk harga yang menggunakan strategi Penetration Pricing, antara lain;

    a. Harga yang dikendalikan (restrained price), yaitu harga yang ditetapkan dengan tujuan

    mempertahankan tingkat harga tertentu selama periode inflasi.

    b. Elimination price, yaitu merupakan penetapan harga pada tingkat tertentu yang dapat

    menyebabkan pesaing - pesaing tertentu (terutama yang kecil) keluar dari persaingan.

    c. Promotion price adalah harga yang ditetapkan rendah dengan kualitas sama, dengan tujuan untuk

    mempromosikan produk tertentu.

    d. Keep-out price, merupakan penetapan harga tertentu sehingga dapat mencegah para pesaing

    memasuki pasar.

    D. Strategi Penetapan Harga Produk Yang Sudah Mapan

    Menurut Tjiptono (2001 : 174) ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu perusahaan harus

    selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada di pasar,

    diantaranya adalah :

    1. Adanya perubahan dalam lingkungan pasar, misalnya pesaing besar menurunkan harga.

    2. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadinya perubahan selera konsumen.

    Dalam melakukan peninjauan kembali penetapan harga yang telah dilakukan, perusahaanmempunyai tiga alternatif strategi, yaitu:

    1. Mempertahankan Harga, strategi ini dilaksanakan dengan tujuan mempertahankan posisi dalam

    pasar dan untuk meningkatkan citra yang baik di masyarakat.

    2. Menurunkan Harga, Strategi ini sulit untuk dilaksanakan karena perusahaan harus memiliki

    kemampuan finansial yang besar, sementara konsekuensi yang harus ditanggung, perusahaan

    menerima margin laba dengan tingkat yang kecil.

    Ada tiga alasan atau penyebab perusahaan harus menurunkan harga produk yang sudah mapan:

    a. Strategi Defensif, dimana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan yang makin

    ketat.

    b. Strategi Ofensif, di mana perusahaan mempunyai tujuan untuk memenangkan persaingan dengan

    produk kompetiter.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    20/32

    c. Respon terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perusahaan lingkungan. Misalnya

    inflasi yang berkelanjutan Dan adanya kenaikan harga yang makin melonjak yang menyebabkan

    konsumen makin selektif dalam berbelanja dan dalam penentuan harga.

    3. Menaikan Harga, suatu perusahaan melakukan kebijakan menaikan harga dengan tujuan untuk

    mempertahankan profitabilitas dalam periode inflasi dan untuk melakukan segmentasi pasar

    tertentu. Agar strategi ini dapat memberikan hasil yang memuaskan, ada dua persyaratan yang

    harus dilakukan oleh perusahaan, antara lain :

    a. Elastisitas harga relatif rendah, namun elastisitas tetap tinggi bila berkaitan dengan kualitas dan

    distribusi.

    b. Dorongan (reinforcement) dari unsur bauran pemasaran lainnya tetap menunjang.

    E. Metode Penetapan Harga Dengan Pendekatan Biaya

    1. Penetapan Harga Biaya Plus (Cost Push Pricing Method)

    Dengan metode ini, harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit

    ditambah jumlah tertentu untuk menutupi laba yang dikehendaki pada unit tersebut.2. Penetapan Harga Mark-Up

    Yaitu dimana para pedagang membeli barang-barang dagangannya untuk dijual kembali dan harga

    jualnya dengan menambahkan mark-up tertentu terhadap harga beli

    3. Penetapan harga BreakEven

    Yaitu penetapan harga yang didasarkan pada permintaan pasar dan masih mempertimbangkan

    biaya. Perusahaan dikatakan break-even apabila penerimaan sama dengan biaya yang

    dikeluarkannya, dengan anggapan bahwa harga jualnya sudah tertentu.

    4. Metode Penetapan Harga Untuk Menghadapi Pasar/Pesaing

    Untuk menarik dan meraih para konsumen dan para pelanggan, perusahaan biasanya menggunakan

    strategi harga. Penerapan strategi harga jual juga bisa digunakan untuk mensiasati para pesaingnya,

    misalkan dengan cara menetapkan harga di bawah harga pasar dengan maksud untuk meraih pangsa

    pasar.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    21/32

    Bagian II: Penetapan Harga

    A. Definisi Harga

    Menurut Stanton, (1984) harga adalah Price is value expressed in terms of dollars and cens, or any

    other monetary medium of exchange. yang kurang lebih memiliki arti harga adalah nilai yang

    dinyatakan dalam dolar dan sen atau medium moneter lainnya sebagai alat tukar.

    Menurut Basu Swastha (1986: 147) Harga diartikan sebagai Jumlah uang (kemungkinan ditambah

    barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta

    pelayanannya.

    Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa

    yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan

    bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain.

    Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan

    agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa, Tjiptono (2001 : 151).

    Dan harga merupakan unsur satusatunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikanpemasukan atau pendapatan bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya

    (produk, promosi dan distribusi).

    B. Tujuan Penetapan Harga

    Pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu :

    1. Berorientasi pada Laba, bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan

    laba yang paling tinggi atau sering disebut maksimisasi laba.

    2. Berorientasi pada Volume, bahwa penetapan harga sedemikian rupa agar dapat mencapai tingkat

    volume penjualan tertentu, nilai penjualan atau pangsa pasar tertentu.

    3. Berorientasi pada citra (image), bahwa penetapan harga tertentu dapat membentuk citra

    perusahaan, misalnya menetapkan harga tinggi dapat membentuk citra perusahaan yang prestisius,

    sementara menetapkan harga rendah memungkinkan menjaga nilai perusahaan tertentu (menjaga

    harga yang terendah di suatu daerah).

    4. Berorientasi pada Stabilitas Harga, hal ini dilakukan untuk mempertahankan hubungan yang stabil

    antara suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).

    C. Strategi Penetapan Harga Produk Baru

    Harga yang ditetapkan atas suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang baik bagi

    petumbuhan pasar. Selain itu untuk mencegah timbulnya persaingan yang sengit. Ada dua hal yang

    perlu diperhatikan dalam penetapan harga produk baru, Tjiptono (2001 : 172);1. Skimming Pricing, merupakan strategi yang menetapkan harga tinggi pada suatu produk baru,

    dengan dilengkapi aktifitas promosi yang gencar, tujuannya adalah :

    a. Melayani pelangggan yang tidak terlalu sensitive terhadap harga, selagi persaingannya belum ada.

    b. Untuk menutupi biaya-biaya promosi dan riset melalui margin yang besar.

    c. Untuk berjaga-jaga terjadinya kekeliruan dalam penetapan harga, karena akan lebih mudah

    menurunkan harga dari pada menaikan harga awal.

    2. Penetration Pricing, merupakan strategi dengan menetapkan harga rendah pada awal produksi,

    dengan tujuan dapat meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para

    pesaing. Dengan harga rendah perusahaan dapat pula mengupayakan tercapainya skala ekonomi

    dan menurunnya biaya per-unit. Strategi ini mempunyai perspektif jangka panjang, dimana laba

    jangka pendek dikorbankan demi tercapainya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Ada empat

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    22/32

    bentuk harga yang menggunakan strategi Penetration Pricing, antara lain;

    a. Harga yang dikendalikan (restrained price), yaitu harga yang ditetapkan dengan tujuan

    mempertahankan tingkat harga tertentu selama periode inflasi.

    b. Elimination price, yaitu merupakan penetapan harga pada tingkat tertentu yang dapat

    menyebabkan pesaing - pesaing tertentu (terutama yang kecil) keluar dari persaingan.

    c. Promotion price adalah harga yang ditetapkan rendah dengan kualitas sama, dengan tujuan untuk

    mempromosikan produk tertentu.

    d. Keep-out price, merupakan penetapan harga tertentu sehingga dapat mencegah para pesaing

    memasuki pasar.

    D. Strategi Penetapan Harga Produk Yang Sudah Mapan

    Menurut Tjiptono (2001 : 174) ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu perusahaan harus

    selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada di pasar,

    diantaranya adalah :

    1. Adanya perubahan dalam lingkungan pasar, misalnya pesaing besar menurunkan harga.2. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadinya perubahan selera konsumen.

    Dalam melakukan peninjauan kembali penetapan harga yang telah dilakukan, perusahaan

    mempunyai tiga alternatif strategi, yaitu:

    1. Mempertahankan Harga, strategi ini dilaksanakan dengan tujuan mempertahankan posisi dalam

    pasar dan untuk meningkatkan citra yang baik di masyarakat.

    2. Menurunkan Harga, Strategi ini sulit untuk dilaksanakan karena perusahaan harus memiliki

    kemampuan finansial yang besar, sementara konsekuensi yang harus ditanggung, perusahaan

    menerima margin laba dengan tingkat yang kecil.

    Ada tiga alasan atau penyebab perusahaan harus menurunkan harga produk yang sudah mapan:

    a. Strategi Defensif, dimana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan yang makin

    ketat.

    b. Strategi Ofensif, di mana perusahaan mempunyai tujuan untuk memenangkan persaingan dengan

    produk kompetiter.

    c. Respon terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perusahaan lingkungan. Misalnya

    inflasi yang berkelanjutan Dan adanya kenaikan harga yang makin melonjak yang menyebabkan

    konsumen makin selektif dalam berbelanja dan dalam penentuan harga.

    3. Menaikan Harga, suatu perusahaan melakukan kebijakan menaikan harga dengan tujuan untuk

    mempertahankan profitabilitas dalam periode inflasi dan untuk melakukan segmentasi pasar

    tertentu. Agar strategi ini dapat memberikan hasil yang memuaskan, ada dua persyaratan yangharus dilakukan oleh perusahaan, antara lain :

    a. Elastisitas harga relatif rendah, namun elastisitas tetap tinggi bila berkaitan dengan kualitas dan

    distribusi.

    b. Dorongan (reinforcement) dari unsur bauran pemasaran lainnya tetap menunjang.

    E. Metode Penetapan Harga Dengan Pendekatan Biaya

    1. Penetapan Harga Biaya Plus (Cost Push Pricing Method)

    Dengan metode ini, harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit

    ditambah jumlah tertentu untuk menutupi laba yang dikehendaki pada unit tersebut.

    2. Penetapan Harga Mark-Up

    Yaitu dimana para pedagang membeli barang-barang dagangannya untuk dijual kembali dan harga

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    23/32

    jualnya dengan menambahkan mark-up tertentu terhadap harga beli

    3. Penetapan harga BreakEven

    Yaitu penetapan harga yang didasarkan pada permintaan pasar dan masih mempertimbangkan

    biaya. Perusahaan dikatakan break-even apabila penerimaan sama dengan biaya yang

    dikeluarkannya, dengan anggapan bahwa harga jualnya sudah tertentu.

    4. Metode Penetapan Harga Untuk Menghadapi Pasar/Pesaing

    Untuk menarik dan meraih para konsumen dan para pelanggan, perusahaan biasanya menggunakan

    strategi harga. Penerapan strategi harga jual juga bisa digunakan untuk mensiasati para pesaingnya,

    misalkan dengan cara menetapkan harga di bawah harga pasar dengan maksud untuk meraih pangsa

    pasar.

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    24/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    25/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    26/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    27/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    28/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    29/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    30/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    31/32

  • 5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional

    32/32