dpho standar obat rasional
DESCRIPTION
kTRANSCRIPT
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
1/32
DPHO Standar Obat Rasional
[Kesehatan]
ASKES perusahaan asuransi di bawah Departemen Kesehatan yang menyelenggarakan
jaminan pelayanan kesehatan bagi pesertanya berdasarkan sistem managed care.Sebuah
sistem yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan dan pembiayaan. Keduanya saling terkait
di dalam mewujudkan pemberian pelayanan kesehatan yang tepat dan efisien, dengan
pembiayaan yang terkendali.
Saat ini permasalahan yang dihadapi hampir seluruh dunia di dalam penyelenggaraanpemberian pelayanan kesehatan, biaya pelayanan kesehatan yang semakin besar dari waktu
ke waktu, yang tidak selalu diikuti dengan peningkatan di dalam mutu pelayanan.
Peningkatan biaya pelayanan disebabkan pergeseran pelayanan kesehatan ke arah pelayanan
kesehatan yang kronis dan berjangka panjang karena peningkatnya populasi yang tua,
bertambahnya teknologi kedokteran baru yang mahal, pemberian pelayanan kesehatan yang
berlebihan dan tidak diperlukan, adanya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang berlebihan dan tidak rasional.
Di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, salah satu komponen yang memberikanandil yang cukup besar di dalam peningkatan biaya adalah obat. Di satu pihak obat
merupakan salah satu komponen yang penting di dalam upaya pengobatan (karena kalau
tidak mendapat yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya, penyakit yang diderita
sukar sembuh), namun di pihak lain obat juga merupakan komponen yang terbuka untuk
terjadinya inefisiensi (antara lain karena penyalahgunaan), sehingga utilisasi dan biayanya
meningkat dari waktu ke waktu.
Mengantisipasi hal tersebut, maka di dalam sistem managed caretelah dibuat ketentuan-
ketentuan di dalam pemberian obat, dimana cara yang paling efektif berupa penetapan suatustandar atau formularium obat yang meliputi suatu daftar dari produk obat-obatan yang akan
digunakan Pemberian Pelayanan Kesehatan (PKK).
Disamping penyusunan standar obat, ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berupa
ketentuan tentang penulisan resep obat, dimana penulisan ini hanya dilakukan PKK atau
rovideryang termasuk di dalam jaringan pelayanan, dan harus berdasarkan pada standar
atau formulasi obat yang telah ditetapkan, pengambilan resep obat hanya pada apotek yang
termasuk dalam jaringan pelayanan.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
2/32
Standar Obat
Khusus mengenai pelayanan obat bagi pesertanya, Askes menyadari perlunya pengendalianpelayanan obat. Hal itu untuk mewujudkan suatu pemberian obat-obatan yang efektif, aman
dan dengan harga yang wajar, suatu hal yang prioritas untuk diupayakan. Secara umum harga
obat di Indonesia terus naik, sampai melebihi kenaikan dari pendapatan penduduk, bahkan
untuk beberapa item obat harganya lebih tinggi daripada harga obat di negara-negara
tetangga.
Selain itu jumlah item atau produk obat yang beredar lebih banyak (lebih 13.000 item), hal
ini disebabkan banyak generik atau zat aktif obat yang sama yang diproduksi berbagai pabrik
Farmasi. Dalam menetapkan harga ada berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan harga
disebabkan pengendalian harga obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Berdasarkan hal itu Askes menetapkan kebijakan-kebijakan di dalam pelayanan obat, berupa
standar obat, penulisan resep obat bagi peserta harus dilakukan dokter atau dokter spesialis di
fasilitas PPK Askes dengan berpedoman pada DPHO. Pengambilan obat berdasarkan resep
obat tersebut harus di apotek PPK Askes.
Dari kebijakan yang telah ditetapkan, ketentuan tentang standar obat suatu kebijakan utama
yang merupakan prioritas, dimana dalam penerapannya perlu dikaitkan dengan penerpan
ketentuan lain seperti yang telah dikemukakan terdahulu.
Standar obat Askes disusun meliputi suatu daftar obat-obatan yang dikaitkan dengan harga
tertinggi dari setiap obat (hal ini dibuat untuk menyikapi situasi dimana banyak item obat
yang beredar dan disertai dengan variasi harga yang cukup besar) dan standar obat yang
dimaksud disebut Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO).
Penyusunan
DPHO disusun sejak tahun 1987, untuk itu Askes dibantu Tim Ahli DPHO yang sangat
berperan didalam penyusunannya. Tim Ahli ini merupakan tim independen yang terdiri dari
ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu kedokteran dari berbagi Universitas di Indonesia. Di
samping itu keanggotaan tim juga meliputi wakil dari Departemen Kesehatan dan Badan
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
3/32
POM.
Tugas dari Tim Ahli untuk melakukan kajian atau seleksi ilmiah terhadap obat (Dalam
generik atau zat aktif) yang akan dimasukkan ke dalam DPHO, dimana pertimbangan utamadi dalam pemilihannya mengenai khasiat medis obat (efektifitas tinggi) serta keamanan obat
(efek samping kecil).
Acuan yang dipakai di dalam menyusun daftar obat (dalam generik atau zat aktif) adalah
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang telah disusun oleh pemerintah, karena disadari
bahwa obat yang ada di dalam DOEN adalah obat-obat terpilih yang paling dibutuhkan dan
mutlak untuk diadakan. Sehubungan dengan hal itu, agar DPHO dapat memenuhi kebutuhan
obat-obat yang dibutuhkan di dalam pengobatan bagi pasien Askes, maka DPHO disusun
dengan mencakup seluruh kelas terapi obat yang ada dalam DOEN. Disamping itu DPHO
juga mencakup generik atau zat aktif yang tidak tercantum di dalam DOEN, karena DPHO
juga mengakomodir usulan generik atau zat aktif obat dari dokter spesialis di rumah sakit
pemerintah, sepanjang obat tersebut disebut disetujui oleh Tim Ahli berdasarkan suatu kajian
ilmiah.
Selanjutnya berdasarkan generik atau zat obat yang direkomendasikan Tim ahli, dilakukan
pemilihan produk atau item obat-obatan yang akan dimasukkan kedalam DPHO berdasarkan
pertimbangan mutu, kontinuitas produksi, jangkauan pendistribusian, serta harga dari setiapproduk obat yang ditawarkan oleh pabrik Farmasi.
Sehubungan dengan harga obat, Askes melakukan negoisasi harga dengan setiap pabrik
Farmasi untuk setiap produk atau item obat yang ditawarkan. Dengan banyaknya jumlah
peserta Askes dan keluarganya (15 juta jiwa), maka cakupan pemakaian obat-obatan yang
ada di dalam DPHO peserta Askes dan keluarganya cukup besar, hal ini menyebabkan
pabrik-pabrik Farmasi bersedia untuk memberikan harga dari obat-obatan yang ada di dalam
DPHO lebih rendah daripada harga dari obat-obatan yang ada di dalam DPHO lebih rendah
dari pada harga regulernya, karena pabrik Farmasi bisa menghemat didalam biaya promosi.
Dengan penyusunan DPHO sebagaimana telah dipaparkan, akan diperoleh daftar obat-obatan
yang memiliki manfaat medis yang besar (efektif), efek samping kecil (aman), dan harga
yang wajar (efien). Selain standar mencakup produk obat yang bermutu serta tersedia di
seluruh Indonesia.
Dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang obat,dilakukan revisi secara periodik. Seperti diterapkan proses penyusunan DPHO, proses revisi,
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
4/32
khusunya di dalam penambahan atau pengurangan generik atau zat aktif obat, dilaksanakan
Tim Ahli beserta wakil dari Departemen Kesehatan dan Badan POM.
Item atau produk obat yang terpilih untuk masuk ke dalam DPHO meliputi obat yangdiperdagangkan dengan nama brand/paten dan obat yang diperdagangkan dengan nama
generik. Dalam DPHO edisi XXI yaitu yang berlaku tahun 2002 terdapat 833 item obat yang
terdiri dari 394 (47,3%) item obat dengan nama generik dan 439 (52,7%) item obat dengan
nama brand /paten.
Penyediaan dan distribusi
Setelah DPHO selesai disusun dan selanjutnya direvisi secara teratur, harus diupayakan
supaya produksi dan penyediaan obat-obat yang tercantum di dalam DPHO,
pendistribusiannya, serta penyediaannya di Apotek yang ditunjuk sebagai PPK Askes harus
tetap terjaga kontinuitasnya.
Untuk itu, berkaitan dengan kontinuitas produksi dan penyediaan obat oleh produsen, Askes
telah mengadakan suatu perjanjian kerrja sama (PKS) dengan pabrik Farmasi yang obat
produksinya tercantum di dalam DPHO, didalam tahun 2002 Askes mengadakan PKS dengan74 Pabrik Farmasi.
Sedangkan berkaitan dengan pendistribusian obat dari pabrik Farmasi sampai ke Apotek yang
merupakan PPK Askes, diadakan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Disributor Obat atau
Pedagang Besar farmasi (PBF), didalam tahun 2002 Askes telah mengadakan PKS dengan 23
PBF.
Apotek PPK Askes merupakan fasilitas kesehatan dimana pasien pesreta Askes mngambil
obat berdasarkan resep obat DPHO yang telah ditulis oleh dokter keluarga atau dokter
spesialis di rumah sakit PPK Askes. Dengan demikian maka ketersediaan obat-obat DPHO di
Apotek PPK Askes adalah suatu yang mutlak harus dijaga. Sehubungan dengan hal tersebut,
Askes Kantor cabang di seluruh Indonesia telah mengadakan PKS dengan Apotek di
wilayahnya yang memenuhi kriteria yang ditetpkan, dimana pada saat ini kerja sama telah
dilakukan dengan 707 buah apotek dan 175 Instansi Farmasi.
Penerapan DPHO
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
5/32
DPHO merupakan standar obat yang dipakai di dalam penyelenggaraan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Askes bagi peserta oleh dokter keluarga pada pelayanan kesehatan
tingkat pertama, dan oleh dokter spesialis di rumah sakit PPK Askes, pada pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan harus berpedoman pada DPHO.
Diakui penerapan DPHO sebagai pedoman dalam penulisan resep obat belum berjalan seperti
yang diharapkan, baik ditinjau dari pemberi pelayanan (dokter), maupun dari segi peserta
(pasien). Menghadapi hal-hal harus berusaha untuk meningkatkan penerapan resep obat yang
berpedoman pada DPHO.
Disadari dengan penerapan standar obat ini akan terjamin pemberian obat kepada peserta
yang bermutu, efektif, aman, dan efisien. Kegiatanyang dilaksanakan berupa pendekatan
kepada dokter di PPK Askes, untuk memberikan informasi tentang DPHO. Mengadakan
seminar-seminar mengenai pemakaian obat secara rasional dan DPHO untuk dokter keluarga
dan dokter spesialis di rumah sakit.
Pemantauan penulisan resep obat non DPHO di rumah sakit PPK Askes, yang dilaksanakan
oleh kantor Cabang Askes secara rutin. Mengadakan koordinasi dengan Apotek dan rumah
sakit dalam rangka menyesuaikan obat-obat DPHO yang dibutuhkan dokter spesialis dirumah sakit dengan obat DPHO yang tersedia di Apotek. Memberikan penyuluhan atau
informasi tentang DPHO kepada peserta secara rutin dan berkesinambungan. (djo)
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
6/32
Abstrak
Harga pokok produksi harus ditetapkan secara akurat, sehingga biaya yang
dibebankankepada konsumen adalah biaya yang seharusnyadikeluarkan untuk menghasilkan
produk tersebut.Harga pokok produksi digunakan antara lain sebagai dasar penetapan harga
ual produk yang dihasilkan, penilaian persediaan dan dasar penerimaan pesanan khusus(special order). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akurasi perhitungan harga
pokok produksi obat A yang dihasilkan oleh PT IEC, meliputi penetapan besarnya bahan
langsung, upah langsung dan BPTL obat A. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian
ini adalah PT IEC telah menetapkan secara akurat biaya bahan langsung dan upah langsung
untuk produk A, sedangkan BPTL untuk produk A yang ditetapkan PT IEC didasarkan atas
persentase tertentu dikalikan dengan harga jual net apotik. Penetapan BPTL ini kurang tepat,
karena tidak Mence rminkan jumlah BPTL yang sebenarnya dikorbankan untuk
memproduksi obat A. PT IEC sebaiknya memperhitungkan BPTL berdasarkan tarif BPTL
yang ditentukan di muka, karena lebih mencerminkan jumlah BPTL yang seharusnya
dikorbankan untuk menghasilkan produk A.
Suatu jenis obat memliki struktur suatu strukturharga yang ditentukan oleh produsen. Berikut
ini ilustrasi dalam penentuanharga obat sehingga obat tersebut jatuh di tangan pasien :
Harga Pokok Produksi (HPP) atau yang sering disebut denganCOGM (Cost Of Goods
Manufacture) terdiri dari Biaya Bahan Baku (bahanaktif, bahan tambahan dan bahan
pengemas), biaya tenaga kerja langsung (directlabour), dan biaya over-headcost (Biaya
telepon, BBM, listrik, spare part, trainingdll). Untuk industri farmasi, biaya bahan baku bisa
mencapai 70 80% , directlabour antara 5 10% , dan overhead cost antara 15 20 %
dariHPP. Khusus untuk obat-obat lisensi (under licence) dan obat paten (patenteddrugs)masih dibebani biaya lisensi/paten serta kewajiban untuk membelibahan baku dari pemberi
lisensi/paten. Hal inilah salah satu penyebab mengapaobat dengan kategori under licence atau
obat paten harganya jauh lebihtinggi daripada obat generic maupun branded generic.
HPP + Biaya Marketing + Biaya Lain-lain(General Affairs, termasuk komisi dan bonus
komisaris/direksi, biaya Corporate Social Responsibility danlain-lain) + Bunga& Depresiasi
+ Laba Operasional (profit) menjadi HJP (Harga Jual Pabrik)atau yang sering disebut
denganCOGS (Cost Of Goods Sales).
HJP + Distribution fee(biaya distribusi) = HNA (HargaNetto Apotek).
Oleh sebab itu Harga Jual Obat Di Apotek adalah =
[Harga Distributor] + [PPN 10 %] + [Harga jual Apotek] + [Uang Resep/Jasa dokter]
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
7/32
Siapa sih yang tidak sebel kalau beli obat dengan harga mahal ? apalagi kalau yang jual tidak
memberikan pelayanan yang ramah. Berikut ini beberapa hal yang penting untuk anda
ketahui dalam memberikan harga obat di Apotek.
1. Apotek Akan membeli Obat di Distributor
Apotek akan mengadakan obat-obatan dari Distributor Obat, PBF atau Sub distributor Obat(Saya rangkum jadi Distributor saja). Para Distributor ini memiliki marketing/sales obat
yang datang ke Apotek secara rutin dan memberikan informasi mengenai Obat baru, Obat
daluwarsa dan yang paling penting nih *diskon* obat yang akan dibeli. Mereka mempunyai
daftar harga dan bersaing mendapatkan Apotek untuk menjual obat-obat yang dijual.
Biasanya sales obat memberikan pelayanan Ekstra misalkan : diskon, entertainment, dll. Tapi
yang penting Apotek bisa mendapatkan obat.
2. Bagaimana Mendapatkan Diskon
Biasanya pihak distributor dan Pabrik obat memberikan diskon tertentu kepada Apotek
karena mereka biasanya di kejar target penjualan. Nah karena target penjualan ini biasanya
ada di akhir bulan, maka untuk itu Apotek biasanya kudu siap-siap setiap tanggal 25-30untuk menyiapkan obat apa yang harus kita beli. Kalau mau membeli obat dengan jumlah
besar biasanya diskonnya juga besar, tapi apotek harus mempertimbangkan bagaimana posisi
keuangannya pada akhit bulan itu, kalau kebablasan beli biasanya saat tagihan datang kita
kudu minta sama sales untuk ditunda dulu pembayarannya.
3. Mendapatkan Diskon
Jika beruntung distributor akan memberikan diskon sekitar 2,5% sampai 5 %, biasanya kalau
lebih dari itu jarang terjadi, meskipun demikian beberapa merek tertentu bisa diberikan
dalam bentuk obat misalkan : Beli 10 bonus 1,. Diskon ini biasanya dilihat juga bagaimana
rutinitas Apotek membeli Obat, karena kelangsungan pembelian obat juga berpengaruh padapemberian diskon. Disamping itu jumlah obat dan lokasi apotek juga berpengaruh dalam
memberikan diskon obat.
4. Pemberian PPN 10%
Setiap obat yang dibeli di distributor akan dijual oleh apotek dengan kenaikan 10% karena
PPN yang harus dibayar oleh Apotek. Nilai PPN ini cenderung tetap dan standar terjadi di
setiap apotek, meskipun demikian dapat juga ditemukan apotek mencantumkan harga jual
apotek minus PPN.
5. Pemberian Harga Jual Apotek
Dari harga yang sudah ditambahkan PPN, maka Apotek akan menambah harga jual sesuaidengan kebijakan apotek tersebut. Misalkan : 10% sampai 80%. Ini tergantung dari : Jenis
Apotek, Daerah/lokasi Apotek, Jenis Obat dll.
Misalkan : Di kota metropolitan keuntungan apotek sangat kecil, berkisar 5%-15%, Namun
untuk di daerah Kabupaten di Luar Jawa, keuntungan bisa mencapai 40%-80%. Namun harus
diperhatikan bahwa di kota metropolitan jumlah pelanggan sangat besar jika dibandingkan
daerah terpencil.
6.Pemberian Uang Resep/Jasa
Nilai uang resep ini sangat tergantung dari Apotek yang melayani, misalkan 1 buah resep
akan diberikan jasa Rp.300 , maka harga obat akan ditamba Rp.300. Uang ini biasanya dibagi untuk Apoteker dan Asisten Apoteker di Apotek, karena mereka harus mempersiapkan
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
8/32
obat dan harus menghitung dosis dengan tepat. Selain itu Apoteker juga dituntut untuk
memberikan komunikasi,informasi dan edukasi. Uang Jasa dokter juga kadang dilibatkan
juga dalam resep obat, ini tergantung dari dokternya karena tidak semua dokter mau
menerima uang jasa apotek karena harga obatnya biasanya jadi mahal dan bikin dokter nggak
laris.
Article:
KEBIJAKAN PENGATURAN DAN
PENGENDALIAN HARGA OBAT DAN
DAMPAKNYA BAGI PERTUMBUHAN
INDUSTRI FARMASI11/Oct/2010
PENDAHULUAN
Siapa sebenarnya yang khawatir jika harga obat diatur oleh pemerintah?. Sudahpasti bukan pasien. Karena dengan pengaturan harga, pasien akan tertolong
memperoleh obat sesuai dengan kemampuannya. Sudah pasti juga bukan dokter,karena pada dasarnya dokter tidak berurusan dengan harga. Masyarakat umum jugapasti tidak khawatir, karena tujuannya pasti baik: meningkatkan kemampuanmasyarakat dalam memperoleh obat. Jadi, siapa sebenarnya yang khawatir jikaharga obat diatur dan dikendalikan pemerintah?.
Pertanyaan ini menjadi tidak sederhana jika kita menyepakati bahwa sebenarnyaindustri farmasi lah yang khawatir jika harga produknya diatur. Namun, apasebenarnya yang dikhawatirkan industri farmasi?. Apakah pengaturan dan
pengendalian harga (price regulation dan atauprice control) atau pembatasan harga(price limitation)?.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
9/32
Pengaturan dan pengendalian harga obat di berbagai negara memberikan dampakyang kompleks. Sama kompleksnya dengan metode yang digunakan untuk itu.Pemerintah suatu negara pasti bermaksud baik ketika menerapkan kebijakan
pengaturan dan pengendalian harga. Tidak ada yang membantah kalau upayatersebut merupakan salah satu wujud peran dan tanggung jawabnya sebagairegulator. Apalagi jika dilakukan secara komprehensif (melibatkan seluruhpemangku kepentingan dalam proses pembentukan harga), adil dan transparan.Yang menjadi masalah adalah jika pengaturan dan pengendalian harga dilakukansecara elementer, tidak terstruktur dan hanya menekankan aspek pembatasanharga (price limitation).
Untuk mendalami berbagai pendekatan pengaturan dan pengendalian harga obat,
sangat layak untuk mengetahui dan memahami beberapa hal terlebih dahulu.
Pertama, apa sebenarnya masalah utama yang dihadapi suatu negara berkenaandengan industri farmasinya. Dengan mengetahui masalah utama ini maka akandapat ditarik urgensi pengaruh pengaturan dan pengendalian harga obat dankontribusinya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi industri farmasi dinegara bersangkutan, dan yang paling utama: manfaatnya bagi peningkatan derajatkesehatan masyarakat.
Kedua, apa sebenarnya yang dimaksud (dan dikhawatirkan) berkenaan denganpengaturan dan pengendalian harga. Bagaimana bentuk intervensi yang dilakukanpemerintah dan apa dampak positif dan negatifnya.
MASALAH UTAMA INDUSTRI FARMASI NEGARA BERKEMBANG
Dalam paper yang dikeluarkan oleh World Bank Pharmaceutical tahun 2000,
disebutkan bahwa negara-negara berkembang menghadapi lima masalah utama
yang berkaitan dengan industri farmasi dan obat-obatan, yaitu:
1. Significant Public and Private Expenditures.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
10/32
Salah satu karakteristik negara berkembang (khususnya yang masuk dalam
kelompok negara miskin) adalah tingginya morbidity rate(angka kesakitan) dan
mortality rate (angka kematian) yang disebabkan oleh penyakit menular, baik
yang merupakan existing diseases, emerging diseases dan re-emerging
diseases.
Sebahagian besar pengidap penyakit ini adalah masayarakat miskin yang
jumlahnya mendominasi populasi negara bersangkutan. Pemerintah
menanggung beban sangat besar dalam membiayai program kesehatan,khususnya untuk pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dan
pengadaan obat-obat esensial.
Karakteristik lain dari negara berkembang adalah belum sempurnanya sistem
pelayanan kesehatan yang berbasis asuransi. Akibatnya sebahagian besar
masyarakat harus mengeluarkan uangnya sendiri (own pocket) untuk membiayaipelayanan kesehatan, termasuk untuk membeli obat.
Pengeluaran untuk belanja obat masyarakat negara berkembang berkisar 10
sampai 40 persen dari anggaran kesehatan (public health budget), sedangkan
pengeluaran rata-rata negara-negara OECD hanya 7 sampai 12 persen.
Pengeluaran untuk belanja obat yang tinggi di sektor pemerintah dan sektor
swasta ini menimbulkan motivasi yang kuat bagi pemerintah untuk melakukan
reformasi di sektor kesehatan, khususnya dalam hal pelayanan dan pembiayaan
kesehatan. Salah satunya dengan melakukan pengaturan dan pengendalian
harga obat. Tujuannya agar pengeluaran untuk belanja obat di sektor pemerintah
dan sektor swasta menjadi berkurang.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
11/32
2. Inadequate Regulatory Capacity
Kapasitas kelembagaan pemerintah (regulatory body) tidak memadai dalam
mengatur aktifitas industri farmasi. Pemerintah mendapatkan kesulitan dalam
pengaturan dan pengendalian harga obat, khususnya di sektor swasta. Upaya
pemerintah negara-negara berkembang untuk melakukan hal itu seringkali
menimbulkan situasi yang kontraproduktif dan mendorong terjadinya konflik
kepentingan antara industri farmasi dan pemerintah.
Pada periode 1970 sampai 1980 pemerintah India menerapkan kebijakan
pembatasan harga (price limitation)core bussiness yang sebelumnya berbasis
manufacture menjadi importir dan distributor. bagi produk farmasi. Akibatnya
pendapatan industri farmasi menjadi turun, keuntungan menyusut, upaya riset
dan pengembangan obat baru menjadi lemah. Investasi di bidang industri farmasi
menjadi tidak menarik. Banyak perusahaan farmasi menutup usahanya ataumerubah
3. Inadequate Access to Essential Drugs
Penggunaan sumberdaya farmasi yang tidak efisien di negara berkembang
secara substansial mengurangi akses masyarakat kepada obat-obat esensial.
Belanja obat sektor pemerintah menjadi boros akibat terjadinya inefisiensi di
berbagai bidang, seperti manajemen pengadaan obat yang kurang akuntabel,
seleksi obat yang kurang komprehensif, distribusi yang tidak merata; dan
penggunaan obat yang tidak mengikuti prinsip-prinsip rational use of drug.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
12/32
Untuk meningkatkan efisiensi sumberdaya farmasi dan memperluas akses
kepada obat esensial, negara-negara berkembang didorong untuk menerapkan
dan mengembangkan kebijakan obat esensial. Sejak pertama sekali WHO
mencanangkan WHO List of Essential Drugspada tahun 1977, sampai saat ini
lebih dari 140 negara telah mengadopsi kebijakan ini. Namun, WHO
memperkirakan, sepertiga dari populasi dunia masih kekurangan akses atas
obat-obat esensial yang dibutuhkan dan 50 persen dari populasi tersebut adalah
rakyat miskin di Asia dan Afrika.
Kasus di beberapa negara sekawasan memperlihatkan, walaupun di negara
tersebut sudah diterapkan kebijakan DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional),
namun seleksi obat untuk kebutuhan national buffer stockprimary healthcare
yang biasanya disubsidi pemerintah) tidak didasarkan atas penelitian prevalensi
penyakit dan data epidemiologi yang valid yang berasal dari tempat-tempat di
mana obat tersebut digunakan. dan untuk pelayanan kesehatan dasar (
Seringkali ditemukan, di suatu daerah yang prevalensi penyakit tertentu banyak
terjadi ternyata persediaan obatnya kurang atau bahkan tidak tersedia, atau
malah menyediakan obat yang sangat banyak untuk mengobati penyakit yang
prevalensinya rendah atau bahkan tidak ada di daerah tersebut.
4. Limited access to New Drugs
Penemuan obat baru membutuhkan biaya yang sangat besar, waktu yang
sangat lama, proses perizinan yang sangat panjang serta pemasaran yang
sangat kompleks. Hal ini menjadi kendala utama industri farmasi negara
berkembang untuk melakukan penemuan obat baru. Rendahnya daya beli
menyebabkan perusahaan farmasi multinasional tidak menjadikan masyarakat
negara berkembang sebagai target pemasaran obat baru. Disamping itu,
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
13/32
umumnya penyakit yang diidap masyarakat negara berkembang masih dapat
diatasi dengan obat-obatan yang sudah ada.
Kondisi ini dimanfaatkan perusahaan farmasi lokal dengan memproduksi obat
copy product yang kemudian diberi brand. Obat jenis inilah yang selanjutnya
dikenal sebagai obat generic branded.
Keterbatasan akses atas obat baru ini diperparah dengan kecenderungan
perusahaan farmasi lokal yang menetapkan harga obat generic branded yang
diproduksinya setara dengan harga obat patentdari jenis yang sama di negara
maju. Atau sebaliknya, perusahaan farmasi multinasional tetap menjual obat
patentyang masa patent-nya sudah kedaluarsa (off-patent) dengan harga yang
sama seperti saat obat tersebut masih berada dalam masapatent-nya.
5. Limited Incentives for New Drug R & D
Pasar produk farmasi di negara maju tumbuh dengan cepat. Hal yang sama
tidak terjadi di negara berkembang. Sampai dengan tahun 2000, dari total
penjualan produk farmasi dunia sebesar US D 302,9 milyar. Dari jumlah tersebut
hanya 20 persen berasal dari negara berkembang yang populasinya 85 persen
dari penduduk dunia.
Potensi pasar yang lemah di negara berkembang merupakan faktor utama yang
menyebabkan industri farmasi multinasional enggan berinvestasi dalam riset dan
pengembangan obat baru. Industri farmasi negara maju lebih tertarik dalam
penemuan obat untuk penyakit degeneratif bagi masyarakat mampu daripada
menemukan obat untuk penyakit menular yang banyak ditemukan di negara-
negara berkembang. Sebuah riset mengungkapkan bahwa dari 1.233 obat baru
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
14/32
yang dipasarkan dari tahun 1975 sampai 1997, hanya 13 produk yang ditujukan
untuk penyakit tropis.
METODE PENGATURAN DAN PENGENDALIAN HARGA OBAT DI BERBAGAI
NEGARA
Di Amerika Serikat (AS), sebahagian besar harga obat resep tidak diatur
pemerintah. Hal ini berbeda dengan hampir semua negara lain di mana pemerintah
mengatur harga obat, baik secara langsung lewat pengendalian harga (Prancis dan
Italia), atau pembatasan dalam reimbursementasuransi (Jerman dan Jepang); atau
secara tidak langsung melalui pengaturan keuntungan (Inggris).
Harga obat di AS lebih tinggi dari negara lain. Oleh karena itu, banyak pihak yang
menuntut dilakukannya pengaturan dan pengendalian harga agar kemampuan
masyarakat memperoleh obat menjadi lebih besar. Di pihak lain, ada yang
berpendapat bahwa hal ini akan mengurangi insentif perusahaan farmasi untuk
melakukan riset dan pengembangan obat baru sehingga akan mengancam
pertumbuhan industri farmasi di masa depan.
Sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti, pendapat mana yang paling
benar dalam hal kebijakan harga obat (pricing policy) yang diterapkan berbagai
negara: Apakah harga obat dibiarkan terbentuk berdasarkan mekanisme pasar atau
pemerintah suatu negara harus melakukan intervensi untuk mengatur dan
mengendalikannya, baik secara langsung maupun melalui mekanisme asuransi
kesehatan (health financing).
Pada dasarnya pengaturan dan pengendalian harga obat di suatu negara dapat
dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan terhadap kebutuhan
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
15/32
(demand) yang penekanannya pada volume atau jumlah kebutuhan obat. Kedua,
pendekatan ketersediaan, yang penekanannya adalah harga (price).
Kebijakan obat yang diterapkan pemerintah (regulatory frameworks) suatu
negara dapat merupakan intervensi pada sisi kebutuhan, atau pada harga obat,
atau kombinasi keduanya. Bentuknya bervariasi dari satu negara dengan negara
lain. Kelompok negara Uni Eropa cenderung menekankan pengaturan dan
pengendalian pada sisi ketersediaan. Australia cenderung menekankan pada sisi
volume. Pengaturan dan pengendalian harga dapat dilakukan mulai dari hulu
(manufacture price), harga distributor, harga retail (apotek, toko obat) dan harga di
rumah sakit. Skema di bawah ini memperlihatkan pada aspek apa saja intervensi
pengaturan dan pengendalian harga obat dapat dilakukan.
Dari skema di lihat bahwa pengaturan dan pengendalian harga pada dasarnya tidak
harus dilakukan pada sisi harga saja, namun dapat juga dilakukan pada sisi volume
(ketersediaan). Objek intervensi merupakan elemen yang saling terkait dalam proses
pelayanan kesehatan dan obat, mulai dari rumah sakit dan dokter, apotek dan
apoteker serta pasien sebagai konsumen (demand site) dan perusahaan farmasi,
distributor serta perusahaan retail (supply site). Hasil akhir proses pengaturan dan
pengendalian adalah pengeluaran biaya obat (expenditure). Fakta empirismemperlihatkan, pengaturan dan pengendalian harga obat yang dilakukan di
berbagai negara tidak akan berhasil optimal hanya dengan mengintervensi satu
elemen saja (misal: reference pricing pada penetapan Harga Eceran Tertinggi,
HET). Semua elemen harus diintervensi secara simultan dan paralel.
Dari sebuah laporan yang dikeluarkan oleh U.S. Department of Commerce
International Trade Administration, 2004 yang menguraikan kebijakan pengaturan
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
16/32
harga obat di negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development), menemukan fakta bahwa walaupun model pengaturan harga obat
berbeda dari satu negara dengan negara lain, namun hasil akhirnya tetap sama:
perusahaan farmasi tetap tidak bisa menetapkan harga produknya melalui
mekanisme market-based price.
Metode yang paling banyak digunakan oleh pemerintah negara-negara OECD dalam
kebijakan pengaturan dan pengendalian harga obat adalah: Reference pricing,
volume limitation, profit control..
Reference Pricing
Reference pricingadalah metode pengaturan harga dengan menetapkan harga obat
untuk kelompok terapi yang sama sebagai harga referensi. Selanjutnya harga
referensi ini menjadi patokan dalam reimbursementbiaya obat maupun untuk harga
jual obat yang diproduksi perusahaan farmasi.
International Reference Pricing.
Hampir sama dengan Reference pricing, metode International Reference pricing
adalah penetapan harga referensi untuk obat yang beredar di suatu negara
berdasarkan basket of price obat dari negara lain. Umumnya negara yang menjadi
patokan adalah dari negara peer countries. Sebagai contoh, untuk Indonesia,
harga referensi ditetapkan berdasarkan harga obat yang beredar di Philipina,
Malaysia, Thailand dan negara sekawasan lainnya.
Therapeutic Class Reference Pricing
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
17/32
Metode ini adalah penetapan harga obat untuk kelas terapi tertentu dan
menjadikannya sebagai harga referensi. Dengan cara ini maka jika perusahaan
farmasi ingin obatnya masuk dalam program reimbursementasuransi maka harga
obat untuk kelas terapi tersebut harus berada dalam range harga referensi yang
ditetapkan pemerintah. Metode ini mempermudah dokter dan rumah sakit dalam
melakukan pemilihan obat yang digunakan pasien tanpa terpengaruh adanya
perbedaan harga.
Volume Limitation
Beberapa pemerintah negara OECD menerapkan pembatasan volume obat baru
yang dijual perusahaan farmasi. Pemerintah dan perusahaan farmasi membuat
kesepakatan yang dinamakan Price-Volume Agreement. Perusahaan farmasi
hanya diizinkan untuk menjual obat baru yang diproduksinya dalam batas tertentu
yang telah disepakati dengan pemerintah. Jika volemenya melebihi kesepakatan,maka perusahaan farmasi harus memberikan kompensasi dalam bentuk
pengurangan harga, atau kelebihan produk yang ada di pasar harus ditarik. Perancis
dan Australia menerapkan metode Volume Limitations ini dalam mengatur dan
mengendalikan harga obat baru yang beredar.
Profit Control
Pengaturan keuntungan adalah salah satu cara yang dilakukan pemerintah negara
OECD dalam kebijakan harga obatnya. Perusahaan farmasi diizinkan menjual
produknya dengan marjin keuntungan tertentu. Marjin keuntungan untuk setiap
produk ditetapkan berdasarkan negosiasi dan kesepakatan antara perusahaan
farmasi dan pemerintah.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
18/32
REGULATION AROUND THE WORLD
Various means of regulating prescription drug prices in other countries
untitled.bmp
Kebijakan Pengaturan Dan Pengendalian Harga Obat Dan Dampaknya Bagi Pertumbuhan
Industri Farmasi.doc
Back to topBagian II: Penetapan Harga
A. Definisi Harga
Menurut Stanton, (1984) harga adalah Price is value expressed in terms of dollars and cens, or any
other monetary medium of exchange. yang kurang lebih memiliki arti harga adalah nilai yang
dinyatakan dalam dolar dan sen atau medium moneter lainnya sebagai alat tukar.
Menurut Basu Swastha (1986: 147) Harga diartikan sebagai Jumlah uang (kemungkinan ditambah
barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta
pelayanannya.
Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa
yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan
bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain.
Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan
agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa, Tjiptono (2001 : 151).
Dan harga merupakan unsur satusatunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikan
pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya
(produk, promosi dan distribusi).B. Tujuan Penetapan Harga
Pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu :
1. Berorientasi pada Laba, bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan
laba yang paling tinggi atau sering disebut maksimisasi laba.
2. Berorientasi pada Volume, bahwa penetapan harga sedemikian rupa agar dapat mencapai tingkat
volume penjualan tertentu, nilai penjualan atau pangsa pasar tertentu.
3. Berorientasi pada citra (image), bahwa penetapan harga tertentu dapat membentuk citra
perusahaan, misalnya menetapkan harga tinggi dapat membentuk citra perusahaan yang prestisius,
sementara menetapkan harga rendah memungkinkan menjaga nilai perusahaan tertentu (menjaga
harga yang terendah di suatu daerah).
4. Berorientasi pada Stabilitas Harga, hal ini dilakukan untuk mempertahankan hubungan yang stabil
http://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/?art=34http://www.hukor.depkes.go.id/?art=34http://www.hukor.depkes.go.id/?art=34http://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.dochttp://www.hukor.depkes.go.id/up_artikel/Kebijakan%20Pengaturan%20Dan%20Pengendalian%20Harga%20Obat%20Dan%20Dampaknya%20Bagi%20Pertumbuhan%20Industri%20Farmasi.doc -
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
19/32
antara suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).
C. Strategi Penetapan Harga Produk Baru
Harga yang ditetapkan atas suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang baik bagi
petumbuhan pasar. Selain itu untuk mencegah timbulnya persaingan yang sengit. Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam penetapan harga produk baru, Tjiptono (2001 : 172);
1. Skimming Pricing, merupakan strategi yang menetapkan harga tinggi pada suatu produk baru,
dengan dilengkapi aktifitas promosi yang gencar, tujuannya adalah :
a. Melayani pelangggan yang tidak terlalu sensitive terhadap harga, selagi persaingannya belum ada.
b. Untuk menutupi biaya-biaya promosi dan riset melalui margin yang besar.
c. Untuk berjaga-jaga terjadinya kekeliruan dalam penetapan harga, karena akan lebih mudah
menurunkan harga dari pada menaikan harga awal.
2. Penetration Pricing, merupakan strategi dengan menetapkan harga rendah pada awal produksi,
dengan tujuan dapat meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para
pesaing. Dengan harga rendah perusahaan dapat pula mengupayakan tercapainya skala ekonomidan menurunnya biaya per-unit. Strategi ini mempunyai perspektif jangka panjang, dimana laba
jangka pendek dikorbankan demi tercapainya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Ada empat
bentuk harga yang menggunakan strategi Penetration Pricing, antara lain;
a. Harga yang dikendalikan (restrained price), yaitu harga yang ditetapkan dengan tujuan
mempertahankan tingkat harga tertentu selama periode inflasi.
b. Elimination price, yaitu merupakan penetapan harga pada tingkat tertentu yang dapat
menyebabkan pesaing - pesaing tertentu (terutama yang kecil) keluar dari persaingan.
c. Promotion price adalah harga yang ditetapkan rendah dengan kualitas sama, dengan tujuan untuk
mempromosikan produk tertentu.
d. Keep-out price, merupakan penetapan harga tertentu sehingga dapat mencegah para pesaing
memasuki pasar.
D. Strategi Penetapan Harga Produk Yang Sudah Mapan
Menurut Tjiptono (2001 : 174) ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu perusahaan harus
selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada di pasar,
diantaranya adalah :
1. Adanya perubahan dalam lingkungan pasar, misalnya pesaing besar menurunkan harga.
2. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadinya perubahan selera konsumen.
Dalam melakukan peninjauan kembali penetapan harga yang telah dilakukan, perusahaanmempunyai tiga alternatif strategi, yaitu:
1. Mempertahankan Harga, strategi ini dilaksanakan dengan tujuan mempertahankan posisi dalam
pasar dan untuk meningkatkan citra yang baik di masyarakat.
2. Menurunkan Harga, Strategi ini sulit untuk dilaksanakan karena perusahaan harus memiliki
kemampuan finansial yang besar, sementara konsekuensi yang harus ditanggung, perusahaan
menerima margin laba dengan tingkat yang kecil.
Ada tiga alasan atau penyebab perusahaan harus menurunkan harga produk yang sudah mapan:
a. Strategi Defensif, dimana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan yang makin
ketat.
b. Strategi Ofensif, di mana perusahaan mempunyai tujuan untuk memenangkan persaingan dengan
produk kompetiter.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
20/32
c. Respon terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perusahaan lingkungan. Misalnya
inflasi yang berkelanjutan Dan adanya kenaikan harga yang makin melonjak yang menyebabkan
konsumen makin selektif dalam berbelanja dan dalam penentuan harga.
3. Menaikan Harga, suatu perusahaan melakukan kebijakan menaikan harga dengan tujuan untuk
mempertahankan profitabilitas dalam periode inflasi dan untuk melakukan segmentasi pasar
tertentu. Agar strategi ini dapat memberikan hasil yang memuaskan, ada dua persyaratan yang
harus dilakukan oleh perusahaan, antara lain :
a. Elastisitas harga relatif rendah, namun elastisitas tetap tinggi bila berkaitan dengan kualitas dan
distribusi.
b. Dorongan (reinforcement) dari unsur bauran pemasaran lainnya tetap menunjang.
E. Metode Penetapan Harga Dengan Pendekatan Biaya
1. Penetapan Harga Biaya Plus (Cost Push Pricing Method)
Dengan metode ini, harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit
ditambah jumlah tertentu untuk menutupi laba yang dikehendaki pada unit tersebut.2. Penetapan Harga Mark-Up
Yaitu dimana para pedagang membeli barang-barang dagangannya untuk dijual kembali dan harga
jualnya dengan menambahkan mark-up tertentu terhadap harga beli
3. Penetapan harga BreakEven
Yaitu penetapan harga yang didasarkan pada permintaan pasar dan masih mempertimbangkan
biaya. Perusahaan dikatakan break-even apabila penerimaan sama dengan biaya yang
dikeluarkannya, dengan anggapan bahwa harga jualnya sudah tertentu.
4. Metode Penetapan Harga Untuk Menghadapi Pasar/Pesaing
Untuk menarik dan meraih para konsumen dan para pelanggan, perusahaan biasanya menggunakan
strategi harga. Penerapan strategi harga jual juga bisa digunakan untuk mensiasati para pesaingnya,
misalkan dengan cara menetapkan harga di bawah harga pasar dengan maksud untuk meraih pangsa
pasar.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
21/32
Bagian II: Penetapan Harga
A. Definisi Harga
Menurut Stanton, (1984) harga adalah Price is value expressed in terms of dollars and cens, or any
other monetary medium of exchange. yang kurang lebih memiliki arti harga adalah nilai yang
dinyatakan dalam dolar dan sen atau medium moneter lainnya sebagai alat tukar.
Menurut Basu Swastha (1986: 147) Harga diartikan sebagai Jumlah uang (kemungkinan ditambah
barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta
pelayanannya.
Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa
yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan
bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain.
Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan
agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa, Tjiptono (2001 : 151).
Dan harga merupakan unsur satusatunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikanpemasukan atau pendapatan bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya
(produk, promosi dan distribusi).
B. Tujuan Penetapan Harga
Pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu :
1. Berorientasi pada Laba, bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan
laba yang paling tinggi atau sering disebut maksimisasi laba.
2. Berorientasi pada Volume, bahwa penetapan harga sedemikian rupa agar dapat mencapai tingkat
volume penjualan tertentu, nilai penjualan atau pangsa pasar tertentu.
3. Berorientasi pada citra (image), bahwa penetapan harga tertentu dapat membentuk citra
perusahaan, misalnya menetapkan harga tinggi dapat membentuk citra perusahaan yang prestisius,
sementara menetapkan harga rendah memungkinkan menjaga nilai perusahaan tertentu (menjaga
harga yang terendah di suatu daerah).
4. Berorientasi pada Stabilitas Harga, hal ini dilakukan untuk mempertahankan hubungan yang stabil
antara suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).
C. Strategi Penetapan Harga Produk Baru
Harga yang ditetapkan atas suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang baik bagi
petumbuhan pasar. Selain itu untuk mencegah timbulnya persaingan yang sengit. Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam penetapan harga produk baru, Tjiptono (2001 : 172);1. Skimming Pricing, merupakan strategi yang menetapkan harga tinggi pada suatu produk baru,
dengan dilengkapi aktifitas promosi yang gencar, tujuannya adalah :
a. Melayani pelangggan yang tidak terlalu sensitive terhadap harga, selagi persaingannya belum ada.
b. Untuk menutupi biaya-biaya promosi dan riset melalui margin yang besar.
c. Untuk berjaga-jaga terjadinya kekeliruan dalam penetapan harga, karena akan lebih mudah
menurunkan harga dari pada menaikan harga awal.
2. Penetration Pricing, merupakan strategi dengan menetapkan harga rendah pada awal produksi,
dengan tujuan dapat meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para
pesaing. Dengan harga rendah perusahaan dapat pula mengupayakan tercapainya skala ekonomi
dan menurunnya biaya per-unit. Strategi ini mempunyai perspektif jangka panjang, dimana laba
jangka pendek dikorbankan demi tercapainya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Ada empat
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
22/32
bentuk harga yang menggunakan strategi Penetration Pricing, antara lain;
a. Harga yang dikendalikan (restrained price), yaitu harga yang ditetapkan dengan tujuan
mempertahankan tingkat harga tertentu selama periode inflasi.
b. Elimination price, yaitu merupakan penetapan harga pada tingkat tertentu yang dapat
menyebabkan pesaing - pesaing tertentu (terutama yang kecil) keluar dari persaingan.
c. Promotion price adalah harga yang ditetapkan rendah dengan kualitas sama, dengan tujuan untuk
mempromosikan produk tertentu.
d. Keep-out price, merupakan penetapan harga tertentu sehingga dapat mencegah para pesaing
memasuki pasar.
D. Strategi Penetapan Harga Produk Yang Sudah Mapan
Menurut Tjiptono (2001 : 174) ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu perusahaan harus
selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada di pasar,
diantaranya adalah :
1. Adanya perubahan dalam lingkungan pasar, misalnya pesaing besar menurunkan harga.2. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadinya perubahan selera konsumen.
Dalam melakukan peninjauan kembali penetapan harga yang telah dilakukan, perusahaan
mempunyai tiga alternatif strategi, yaitu:
1. Mempertahankan Harga, strategi ini dilaksanakan dengan tujuan mempertahankan posisi dalam
pasar dan untuk meningkatkan citra yang baik di masyarakat.
2. Menurunkan Harga, Strategi ini sulit untuk dilaksanakan karena perusahaan harus memiliki
kemampuan finansial yang besar, sementara konsekuensi yang harus ditanggung, perusahaan
menerima margin laba dengan tingkat yang kecil.
Ada tiga alasan atau penyebab perusahaan harus menurunkan harga produk yang sudah mapan:
a. Strategi Defensif, dimana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan yang makin
ketat.
b. Strategi Ofensif, di mana perusahaan mempunyai tujuan untuk memenangkan persaingan dengan
produk kompetiter.
c. Respon terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perusahaan lingkungan. Misalnya
inflasi yang berkelanjutan Dan adanya kenaikan harga yang makin melonjak yang menyebabkan
konsumen makin selektif dalam berbelanja dan dalam penentuan harga.
3. Menaikan Harga, suatu perusahaan melakukan kebijakan menaikan harga dengan tujuan untuk
mempertahankan profitabilitas dalam periode inflasi dan untuk melakukan segmentasi pasar
tertentu. Agar strategi ini dapat memberikan hasil yang memuaskan, ada dua persyaratan yangharus dilakukan oleh perusahaan, antara lain :
a. Elastisitas harga relatif rendah, namun elastisitas tetap tinggi bila berkaitan dengan kualitas dan
distribusi.
b. Dorongan (reinforcement) dari unsur bauran pemasaran lainnya tetap menunjang.
E. Metode Penetapan Harga Dengan Pendekatan Biaya
1. Penetapan Harga Biaya Plus (Cost Push Pricing Method)
Dengan metode ini, harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit
ditambah jumlah tertentu untuk menutupi laba yang dikehendaki pada unit tersebut.
2. Penetapan Harga Mark-Up
Yaitu dimana para pedagang membeli barang-barang dagangannya untuk dijual kembali dan harga
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
23/32
jualnya dengan menambahkan mark-up tertentu terhadap harga beli
3. Penetapan harga BreakEven
Yaitu penetapan harga yang didasarkan pada permintaan pasar dan masih mempertimbangkan
biaya. Perusahaan dikatakan break-even apabila penerimaan sama dengan biaya yang
dikeluarkannya, dengan anggapan bahwa harga jualnya sudah tertentu.
4. Metode Penetapan Harga Untuk Menghadapi Pasar/Pesaing
Untuk menarik dan meraih para konsumen dan para pelanggan, perusahaan biasanya menggunakan
strategi harga. Penerapan strategi harga jual juga bisa digunakan untuk mensiasati para pesaingnya,
misalkan dengan cara menetapkan harga di bawah harga pasar dengan maksud untuk meraih pangsa
pasar.
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
24/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
25/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
26/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
27/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
28/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
29/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
30/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
31/32
-
5/24/2018 DPHO Standar Obat Rasional
32/32