lp epistaksis

34
LAPORAN PENDAHULUAN EPISTAKSIS 1. Pengertian Epistaksis Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. 2. Klasifikasi Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung. A. Epistaksis Anterior (Mimisan Depan) Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (Epistaksis anterior). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak- anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat. Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah. Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung. Mimisan depan akibat : Mengorek-ngorek hidung, Ttrlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau

Upload: aprilialife

Post on 23-Nov-2015

274 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN EPISTAKSIS1. Pengertian Epistaksis

Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. 2. KlasifikasiSumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.A. Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (Epistaksis anterior). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat. Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah. Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.

Mimisan depan akibat : Mengorek-ngorek hidung, Ttrlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC, terlalu lama terpapar sinar matahari, pilek atau sinusitis, Membuang ingus terlalu kuatBiasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin.Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan: (1) Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan. Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian. (2) Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut. (3) Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang. (4) Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam. (5) Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.B. Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)Mimisan belakang (epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak. Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar. Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.Beberapa penyebab mimisan belakang : Hipertensi, Demam berdarah, Tumor ganas hidung atau nasofaring, Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll, Kekurangan vitamin C dan K, dll.

Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS. Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.3. ANATOMI FISIOLOGI HIDUNGHidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung terdiri dari : pangkal hidung (bridge), dorsum nasi (dorsum=punggung), puncak hidung ala nasi (alae=sayap), kolumela lubang hidung (nares anterior)Fungsi hidung adalah untuk : jalan napas, alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara), penyaring udara sebagai indra penghidu (penciuman), untuk resonansi udara membantu proses bicara, refleks nasalEpistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari littles area/pleksus kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung. Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area)4. Etiologi EpistaksisBeberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.Etiologi locala. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofasia lainnya.

b. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.c. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan remaja.d. Etiologi lainnya: iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung; Keadaan lingkungan yang sangat dinginTinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba Iatrogenik akibat operasi Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau busuk.

Etiologi sistemika. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yang disertai atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baikb. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.c. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.d. Lebin jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke dan menopause, kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-Weber; Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung, pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.5. PatofisiologiHidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal.Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan little area berada diseptum kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di little area. Bagian septum nasi anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

6. Tanda Dan GejalaPerdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri.Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a etmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.7. Test Diagnostika. Pemeriksaan Laboratorium; Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.b. Pemeriksaan darah tepi lengkap.c. Fungsi hemostatisd. EKGe. Tes fungsi hati dan ginjalf. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.g. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.8. Komplikasia. Sinusitisb. Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)c. Deformitas (kelainan bentuk) hidungd. Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)e. Kerusakan jaringan hidung infeksif. Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumoniag. Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septumh. Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )i. Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark miokard.j. Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon.Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.

9. Pencegahana. Jangan mengkorek-korek hidung.b. Jangan membuang ingus keras-keras.c. Hindari asap rokok atau bahan kimia lain.d. Gunakan pelembab ruangan bila cuaca terlalu kering.e. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi hidung.f. Oleskan vaselin atau pelembab ke bagian dalam hidung sebelum tidur, untuk mencegah kering.g. Hindari benturan pada hidung10. Penanganana. Penanganan umum Pasien dengan perdarahan hidung biasa mengontrol hal tersebut dengan melakukan penekanan langsung ataupun mengaplikasikan suatu obyek dingin pada hidung. Jika upaya tersebut gagal, pasien biasanya akan langsung mengontak atau pergi ke rumah sakit atau unit gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan. Pendekatan pertama yang biasa dilakukan adalah kauterisasi ataupun pemasangan tampon hidung (nasal packing). Kauterisasi bermanfaat hanya jika sumber perdarahan pada mukosa hidung jelas terlihat. Kebanyakan epistaksis berhasil ditangani dengan pemasangan tampon di dalam hidung, karena selain mempertahankan mukosa hidung tetap lembab, juga bertindak sebagai tamponade untuk perdarahannya. Tampon hidung sendiri bisa berupa tampon posterior ataupun anterior tergantung letak sumber perdarahannya. Perlu diperhatikan bahwa saat melakukan pemasangan tampon, penempatannya harus tepat, dan tetap waspada terhadap potensi komplikasi, antara lain: trauma, infeksi, dehidrasi, dan tentu saja berubahnya ventilasi akibat obstruksi aliran udara lewat hidung, sehingga penderita akan menghirup udara melalui mulut yang akan berpengaruh terhadap mekanisme fisiologis pernapasan paru. Langkah lainnya dalam penanganan epistaksis adalah termasuk menilai derajat kehilangan darah dan perlu tidaknya transfusi. Penyakit yang mendasari juga harus dicari dan diobati secara tepat. Pada kasus trauma, penanganan tepat dan segera terhadap setiap kondisi yang membahayakan jiwa diprioritaskan terlebih dahulu. Manajemen terhadap jalan napas (airway) dan penggantian cairan tubuh sangat penting, dan di saat yang sama juga dibutuhkan tindakan emergensi untuk mengontrol epistaksis dan melindungi jalan napas. Untuk tujuan ini biasanya dilakukan pemasangan folley catheter yang diinflasikan di daerah nasofaring (area di belakang hidung) dan ditarik dari lubang hidung depan untuk menekan area perdarahan potensial di bagian belakang hidung sekaligus melindungi jalan napas.b. Penanganan khusus Pendekatan lainnya adalah dengan melakukan ligasi pembuluh darah yang mensuplai darah ke hidung. Pilihan untuk ligasi dilakukan jika penanganan melalui kauterisasi maupun tampon hidung gagal.Pertimbangan lainnya dari intervensi vaskuler secara dini ini adalah kenyamanan pasien, masa perawatan di rumah sakit, dan kefektivan secara keseluruhan. Secara umum ligasi A. maksilaris lebih efektif dibandingkan A. karotis eksterna, mengingat ligasi pada A. karotis eksterna masih memungkinkan suplai darah ke lokasi perdarahan melalui sistem vaskularisasi kolateral, di samping komplikasi serius yang mungkin timbul, seperti stroke dan trauma vaskuler. Pendekatan terkini dari intervensi vaskuler secara langsung adalah visualisasi angiografi dan embolisasi cabang terminal A. maksilaris. Dari sekian banyak pendekatan dalam penanganan epistaksis, sebenarnya yang paling penting adalah kehati-hatian dalam mengevaluasi kondisi penderita, serta identifikasi letak perdarahan secara akurat. Dan pilihan yang diambil apapun itu, harus benar-benar dipertimbangkan berdasarkan kondisi yang ada, resiko maupun keuntungan dari setiap tindakan.11. PenatalaksananKolaborasiAliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:(1) Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi, (2) Mencegah berulangnya epitaksis, (3) Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.Terapi simptomatis Umum Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit. Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk ginjal untuk melindungi pemakainya. Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung. Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Hentikan pemakaian antikoagulan. Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah.Terapi Lokal Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan. Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri. Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau dengan elektrokauter. Bila terdapat pertemuan pembuluh darah septum anterior dan lokasi perdarahan ditemukan, maka terbaik mengkauterisasi bagian pinggirnya dan tidak benar-benar di pembuluh darah itu sendiri karena kauterisasi langsung pada pembuluh darah tersebut biasanya akan menyebabkan perdarahan kembali. Harus hati-hati agar tidak membuat luka bakar yang luas dan nekrosis jaringan termasuk kartilago dibawahnya sehingga terjadi perforasi septum nasi. Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti dan kokainisasi) dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum pada dasar hidung. Pengontrolan perdarahan anterior dengan cara ini dapat menghindari masalah perforasi septum, karena elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar hidung dan bukan pada septum.

Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa steril bervaselin, berukuran 72 x inci, dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan. Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan salep antibiotik untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau. Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio septum anterior (pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih mudah diterima pasien karena lebih nyaman.Medika Mentosa Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis. Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%. Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi. Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam. Kontraindikasi : hipersensitivitas. Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan tekanan intraokular. Anestesi lokal : lidokain 4%. Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline, Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf, Kontraindikasi : hipersensitivitas. Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal), menghambat pertumbuhan bakteri, dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari, Kontraindikasi : hipersensitivitas. Perak Nitrat: mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi., Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka. Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema. Hal ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.Pembedahan

Ligasi Arteri: Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis mata,lalu melengkung ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah kantus media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum diangkat dengan hari-hari dan periorbita dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan cabang arteri optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit dengan suatu klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal. Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum diambil dan kartilago diganti dengan skin graft. Follow up Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis Hindari aspirin dan NSAID lainnya Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan ahli spesialis lainnya

Edukasi pasien:

Hindari cuaca yang panas dan kering Hindari makanan yang pedas dan panas Bernafas dengan mulut terbuka.Menghentikan perdarahanMenghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.Perdarahan AnteriorDapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan sampai 1-2 hari.Perdarahan PosteriorPerdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat digunakan tampon Beelloqk.Tampon Beelloqk adalah penanganan pada: Risiko kekurangan volume cairan,Nyeri, Risiko infeksi.

Tindakan mandiri perawat Awasi tanda-tanda vital Awasi masukan/haluaran, hitung kehilangan cairan akibat perdarahan Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membrane mukosa mulut Kaji keluhan nyeri Awasi tanda-tanda vital Berikan posisi yang nyaman Dorong penggunaan manajemen nyeri Kurangi prosedur tindakan invasive Awasi tanda-tanda vital Kurangi pengunjungASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA EPISTAKSISA. Pengkajian1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan2. Riwayat Penyakit sekarang3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.4. Riwayat penyakit dahulu : Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma pernah mempunyai riwayat penyakit THT Pernah menedrita sakit gigi geraham5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.6. Riwayat spikososiala. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.7. Pola fungsi kesehatana. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek sampingb. Pola nutrisi dan metabolism; biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidungc. Pola istirahat dan tidur; selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilekd. Pola Persepsi dan konsep diri; klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurune. Pola sensorik; daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).8. Pemeriksaan fisika. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).Data subyektif- Mengeluh badan lemasData Obyektif- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak- Gelisah- Penurunan tekanan darah- Peningkatan denyut nadi- AnemiaB. Diagnosa Keperawatan 1. PK : Perdarahan2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif3. Cemas4. Nyeri AkutC. Perncanaan Keperawatan1. PK : PerdarahanTujuan : meminimalkan perdarahanKriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemisIntervensi Monitor keadaan umum pasien Monitor tanda vital Monitor jumlah perdarahan psien Awasi jika terjadi anemia Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektifTujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektifKriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosisIntervensiMandiri Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif Penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi Bersihkan sekret dari mulut dan trakea Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi

Kolaborasi Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan3. CemasTujuan : Cemas klien berkurang/hilangKriteria :- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.Intervensi- Kaji tingkat kecemasan klien- Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien :Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti- Observasi tanda-tanda vital.LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM THYPOID

1. PengertianDemam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 ). Dan pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa, masa inkubasi 10 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika inpeksi terjadi melalui makanan ( Ngastiyah , 1995 ).Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksisalmonellathypi. Organismeinimasuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus.Nama lain dari demam tifoid dan paratifoid adalahtyphoiddanparatyphoid fever,entericfever, tifus,danparatifus abdominalis.

2. EtiologiDemam Thypoid disebabkan oleh bakteriSalmonella typhi.Selain olehSalmonella typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan olehSalmonella paratyphiA, B dan C namun gejalanya jauh lebih ringan. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinjadan airkemih selama lebih dari 1 tahun.3. Manifestasi Klinisa.Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan

b.Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat

c.Nafsu makan berkurang

d.Bibir kering dan pecah-pecah

e.Perut Kembung

f.Sulit BAB

g.Gangguan kesadaran ( apatis dan somnolen)

Masa tunas typhoid 10 14 hari

a.Minggu I

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,anorexiadan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b.Minggu II

Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

4. PatofisiologiKuman salmonella thypi, salmonella paratyphy yang menjadi penyebab demam thypoid masuk ke saluran cerna. Saat berada dalam saluran cerna sebagian diantaranya dimusnahkan dalam asam lambung, namun sebagian lagi masuk kedala usus halus, dan membentuk limfoidplaquepeyeri. Ada yang hidup dan bertahan ada juga yang menembus lamina propia dan masuk ke aliran limfe serta masuk ke kelenjar limfe dan menembus aliran darah sehingga bersarang dihati dan limfa. Dan terjadi hepatomegali yang akan menimbulkan nyeri tekan dan infeksi yang menyebabkan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang dan ini yang menyebabkan demam tifoid sehingga terjadi peningkatan suhu badan atau panas.Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

5. Pemeriksaan Penunjanga.Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b.Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

c.Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1.Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2.Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3.Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4.Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d.Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1.Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

2.Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

3.Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :

a.Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2.Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

3.Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

4.Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

5.Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.

6.Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7.Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.

8.Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b.Faktor-faktor Teknis

1.Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.

2.Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.

3.Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

6. Penatalaksaan Medis Dan Keperawatana.Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minumairmentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas

b.Istirahat dan Perawatan

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

c.Diet dan Terapi Penunjang

1.Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.

2.Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus ( kembung perut), dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.

3.Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

d.Pemberian Antimikroba

Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:

1.Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secaraoralatau intravena, sampai 7 hari bebas panas

2.Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3.Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

4.Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5.Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6.Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

7.Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.

7. KomplikasiKomplikasi intestinal

a.Perdarahan usus

b.Perporasi usus

c.Ilius paralitik

Komplikasi ekstra intestinala. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer.

Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

ASUHAN KEPERAWATAN THYPOIDA. Pengkajian1. Biodata Klien dan penanggung jawab(nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat)2. Riwayat Kesehatan

a.Keluhan utama

Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakitkepala, demam, nyeri dan pusing

b.Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien mengeluhkepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, beratbadan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot.

c.Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

d.Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).3. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian umum

a.Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma

b.Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat

c.Tanda-tanda vital, d. Pengkajian sistem tubuh

a.Pemeriksaan kulit dan rambut

Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

b.Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.

c.Pemeriksaan dada

1)Paru-paru

Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas

Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus

Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)

2)Jantung

Inspeksi : amati iktus cordis

Palpalsi : raba letak iktus cordis

Perkusi : batas-batas jantung

d.Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan

Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan

Perkusi : suara peristaltic usus

Auskultasi : frekuensi bising usus

e.Pemeriksaan ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.4.Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan

a.Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak naik, pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak

b.Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus lamadan anak yang lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang anak

c.Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar kepala (49-50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,

d.Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada lengan atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah / tidak akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan lainnya.

e.Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan anak berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang, egosentris dan menggunakan kata Saya, menggambar lingkaran, mengerti dengan kata kata, bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan, menyusun jembatan dengan kotak kotak.

f.Riwayat imunisasi5.Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.

Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

6.Pengkajian Pola Fungsional Gordon

a.Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat sejahtera yang dirasakan, pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan, sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.

b.Pola nutrisi metabolik

Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan makan.

c.Pola eliminasi

Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat bantu, penggunaan obat-obatan.

d.Pola aktivas latihan

Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi, kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja), dan respon kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.

e.Pola istirahat tidur

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam, bagaimana kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur dan penggunaan obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur.

f.Pola kognitif persepsi

Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan persepsi klien.

g.Pola persepsi diri dan konsep diri

Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya, persepsi klien tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional seperti takut, cemas karena dirawat di RS.

h.Pola peran hubungan

Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana kemampuan dalam menjalankan perannya.

i.Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.

j.Pola koping dan toleransi stress

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam manghadapai stress dan adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk mengatasi stress, sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang tua untuk selalu mendukung anak.

k.Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu mengerti tentang kepercayaan yang dianut. Anak-anak hanyan mengikuti dari orang tua.

B. Diagnosa NANDANOCNIC

Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypiIndikator:

Suhu 36,5 37,5oC

Bibir lembab

Kulit tidak teraba panas

Aktifitas sesuai kemampuanIdentifikasi penyebab / factor yang dapat menyebabkan hipertermi

Observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan

Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak bila kontraindikasi

Berikan kompres air hangat.

Anjurkan pasien untuk mengurangi aktifitas yang berlebihan saat suhu naik / bedrest total

Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat

Ciptakan lingkungan yang nyaman

Kolaborasi :

Pemberian antipiretik

Pemberian antibiotic

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah

Defenisi : penurunan cairan intravaskuler intestinal dan atau intraseluler, contohnya dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan sodium.

Batasan karakteristik :

Kelelahan, kehilangan berat badan.Keseimbangan cairan

Indikator:

Keseimbangan intake dan output 24 jam

Berat badan stabil

Tidak ada rasa haus yang berlebihan

Elektrolit serum dalam batas normal

Hidrasi kulit tidak ada

Pengelolaan cairan

Aktifitas:

Pantau berat badan biasanya dan kecendrungannya

Mempertahankan intake dan output pasien

Pantau ststus hidrasi

Memonitor status hemodynamic termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP

Pantau tanda-tanda vital pasien

Pantau status nutrisi pasien

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat

Defenisi: ketidak cukupan intake nutrisi untuk kebutuhan metabolik.

Batasan karakteristik

Berat badan 20% berkurang dari ideal

Lemahnya kesehatan otot

Tidak nafsu makan

Status nutrisi

Indikator:

Intake nutrisi

Intake makanan dan cairan

Energi

Berat tubuh

Mengontrol Nutrisi

Aktivitas:

Menimbang berat badan pasien pada jarak yang ditentukan

Memantau gejala kekurangan dan penambahan berat badan

Memantau respon emosional pasien ketika ditempatkan pada situasi yang melibatkan makanan dan makan

Memantau interaksi orang tua/anak selama makan, jika diperlukan

Mengontrol keadaan lingkungan ketika makan

Mengontrol turgor kulit, jika diperlukan

Memantau kekeringan, tipisnya rambut sehingga mudah rontok

Memantau gusi saat menelan, karang gigi, dan penambahan luka

Mengontrol mual dan muntah

Memantau tingkat energy, rasa tidak nyaman, kelelahan, dan kelemahan

Memantau jaringan yang pucat, memerah, dan kering

Memantau kemerahan, bengkak, dan retak pada mulut/bibir