penatalaksanaan fisioterapi pada kasus kontraktur …eprints.ums.ac.id/64328/2/naskah...
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
KONTRAKTUR ACHILLES SINISTRA ET CAUSA
MORBUS HANSEN MULTI BASILER
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
RAMADHONA JAYANTI
J100150085
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
KONTRAKTUR ACHILLES SINISTRA ET CAUSA
MORBUS HANSEN MULTI BASILER
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
RAMADHONA JAYANTI
J100150085
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing
Maskun Pudjianto, M.Kes
NIDN. 9906000450
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
KONTRAKTUR ACHILLES SINISTRA ET CAUSA
MORBUS HANSEN MULTI BASILER
OLEH
RAMADHONA JAYANTI
J100150085
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Jumat, 06 Juli 2018
Dewan Penguji:
1. Maskun Pudjianto, M.Kes ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Dwi Rosella Komala Sari, SST.,S.Fis.,M.Fis ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. dr.Siti Soekiswati, M.H. ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes
NIK : 786
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar diploma di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 04 Juli 2018
Penulis
Ramadhona Jayanti
J100150085
1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS KONTRAKTUR
ACHILLES SINISTRA ET CAUSA MORBUS HANSEN MULTIBASILER
Abstrak
Kontraktur Achilles Sinistra Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler merupakan
gangguan yang terjadi pada pergelangan kaki sehingga kaki sulit untuk
digerakkan akibat adanya gangguan saraf tepi karena invasi kuman leprae.Untuk
mengetahui manfaat dari massage therapy dan exercise therapy Setelah dilakukan
terapi sebanyak 4 kali, terdapat penurunan nyeri diam dari T1: 2 , T4: 1, nyeri
tekan T1: 3, T4: 2, nyeri gerak dari T1: 4, T4: 3. Penurunan spasme pada otot
gastrocnemius dari T1 : adanya spasme, T4 : spasme berkurang. otot soleus T1 :
spasme, T4 : spasme berkurang. Penurunan oedema ankle dextra T1 : 10 Cm
kebawah : 27 Cm, 20 Cm kebawah : 25 Cm, 30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar
ankle : 56 Cm, T4 : hasil pengukuran masih sama. Ankle sinistra T1 : 10 Cm
kebawah : 30 Cm, 20 Cm kebawah : 27 Cm, 30 Cm kebawah : 24 Cm, lingkar
ankle : 60 Cm, T4 : menjadi 10 Cm kebawah : 28 Cm, 20 Cm kebawah : 24 Cm,
30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar ankle : 57 Cm. peningkatan kekuatan otot pada
ankle sinistra T1 : nilai 2 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk plantar fleksi. T4 :
nilai 3 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk plantar fleksi. Peningkatan LGS ankle
sinistra T1 : S 5°-0°-30°, T4 : S 15°-0°-35°. Panjang tungkai kanan true length
T1: 84 cm, bone length: 49 cm, apparance length: 98 cm, T4 : masih sama.
panjang tungkai kiri True length T1 : 82 cm, bone length: 48 cm, apparance
length: 96 cm, T4 : true length: 83 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 97
cm. Pemberian modalitas Massage Therapy dan Exercise Therapy dapat
mengurangi nyeri, mengurangi oedem, mengurangi spasme otot, meningkatkan
ROM, meningkatkan kekuatan otot dan menambah panjang jaringan yang
mengalami pemendekan.
Kata kunci: Kontraktur Achilles Sinistra e.c MHMB, Massage Therapy, dan
Exercise Therapy.
Abstract
Contracture Achilles Sinistra Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler is a
disturbance that occurs in the ankle so the foot is difficult to move due to
peripheral nerve disorders due to invasion of leprae germs. To know the benefits
of massage therapy and exercise therapy after therapy 4 times, there is a decrease
in pain silent from T1: 2, T4: 1, tenderness of T1: 4, T4: 3. Decreased spasm in
gastrocnemius muscle of T1: spasm, T4: spasm is reduced. soleus muscle T1:
spasm, T4: reduced spasm. Decreased edema ankle dextra T1: 10 Cm down: 27
Cm, 20 Cm down: 25 Cm, 30 Cm down: 21 Cm, ankle circumference: 56 Cm, T4:
the measurement results are still the same. Ankle sinistra T1: 10 Cm down: 30
Cm, 20 Cm down: 27 Cm, 30 Cm down: 24 Cm, ankle circumference: 60 Cm, T4:
2
to 10 Cm down: 28 Cm, 20 Cm down: 24 Cm, 30 Cm down: 21 Cm, ankle
circumference: 57 Cm. increased muscle strength in the left ankle T1: value 2 for
dorsi flexion, and value 4 for plantar flexion. T4: value 3 for dorsi flexion, and
value 4 for plantar flexion. Increased LGS ankle sinitra T1: S 5 ° -0 ° -30 °, T4: S
15 ° -0 ° -35 °. Right leg length is true length T1: 84 cm, bone length: 49 cm,
apparance length: 98 cm, T4: still the same. length of left leg True length T1: 82
cm, bone length: 48 cm, apparance length: 96 cm, T4: true length: 83 cm, bone
length: 48 cm, apparance length: 97 cm. Massage Therapy and Exercise Therapy
can reduce pain, reduce oedem, reduce muscle spasm, increase ROM, increase
muscle strength and increase shorteness tissue length.
Keywords: Achilles Sinistra e.c contractures MHMB, Massage Therapy, and
Exercise Therapy.
1. PENDAHULUAN
Angka prevalensi pasien kusta di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 0,78
per 10.000 penduduk, sehingga jumlah pasien yang terdaftar sekitar 20.160
kasus. Menurut Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 hal
30-31, Prevalensi kusta di Jawa Tengah tahun 2015 adalah 0,61/10.000
penduduk atau 6,1/100.000 penduduk, yang berarti telah mencapai target yaitu
<1/10.000 penduduk. Kabupaten/kota dengan prevalensi >1/10.000 penduduk
adalah Kabupaten Pekalongan (1,28/10.000),Kabupaten Pemalang
(1,52/10.000), Kabupaten Rembang (1,55/10.000), Kabupaten Blora
(1,65/10.000), Kabupaten Brebes (1,66/10.000), Kabupaten Tegal
(1,71/10.000), dan Kota Pekalongan (2,26/10.000) (Kemenkes, 2015).
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Kushtha berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau leprae disebut
juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang peniliti yang menemukan
kuman yaitu Dr.Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga
penyakit ini disebut dengan Morbus Hansen. Menurut Buku Penyakit Menular
di Sekitar Anda, diterbitkan tahun 2015, penyakit ini merupakan penyakit
infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Myobacterium Leprae. Kusta
adalah penyakit menahun yang menyerang sistem saraf tepi, kulit dan organ
tubuh manusia yang dalam jangka panjang akan mengakibatkan sebagian
anggota tubuh pasien tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Tanda-
tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak
3
putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, sangat kesemutan pada
anggota badan atau bagian raut muka, serta mati rasa karena adanya kerusakan
sistem syaraf tepi. Salah satu nya adalah kerusakan nervous seperti nervous
peroneus komunis langsung bercabang menjadi nervous peroneus superfisial
dan profunda.
Nervous peroneus profunda mempersarafi otot-otot dorsofleksi
pergelangan dan jari-jari kaki serta mensuplai sensasi ke sela jari antara ibu
jari dan telunjuk kaki. Neuropati peroneal merupakan mononeuropati
ekstremitas bawah yang paling sering terjadi. Nervous peroneus rentan
mengalami kerusakan dan kompresi setinggi bular neck karena terletak lebih
superfisial. Neuropati peroneal dapat menimbulkan nyeri di sekitar lateral
lutut berhubungan dengan rasa baal pada bagian lateral betis dan dorsum
pedis (Adam et al., 2010).
Salah satu akibat dari kerusakan nervous peroneus adalah kontraktur.
Kontraktur di definisikan sebagai perubahan sifat jaringan ikat dimana otot-
otot atau tendon berpotensi terjadi pengurangan Range Of Motion (ROM)
pada sendi sehingga mengurangi mobilitas dan fleksibilitas sendi (Clavet et
al., 2008).
2. METODE
2.1 Massage therapy
Massage therapy di definisikan sebagai mobilisasi jaringan lunak seperti otot,
fasia, dan cairan tubuh guna mengembalikan penggunaan fungsional normal
tubuh. Massage Therapy dapat digunakan dalam membantu sebagian besar
problematika pada sistem muskuloskeletal. Seperti membantu relaksasi otot,
memfasilitasi tidur serta mengurangi nyeri. Massage Therapy yang dilakukan
dengan rutin dapat menghasilkan peningkatan elastisitas otot, peningkatan
sirkulasi darah, limfatik, serta peningkatan fungsi neurologis (Barrie et al.,
2013).
2.2 Exercise Therapy
Exercise Therapy adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang
pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan dengan menggerakkan anggota
4
0
1
2
3
4
5
T1 T2 T3 T4
Nyeri Diam
Nyeri Tekan
Nyeri Gerak
tubuh yang mengalami problematika dalam bergerak, baik secara aktif
maupun pasif. Tujuan dari terapi latihan adalah rehabilitasi untuk mengatasi
gangguan fungsi dan gerak, mencegah timbulnya komplikasi, mengurangi
nyeri dan oedema serta melatih aktivitas fungsional (Karin, 2010).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Setelah diberikan penatalaksanaan fisioterapi pada Tn. MS usia 32 tahun
dengan diagnosa medis Kontraktur Achilles Sinistra ec Morbus Hansen Multi
Basiler terdapat gangguan pola jalan, dan nyeri pada tungkai kirinya. Pasien
telah melakukan terapi sebanyak 4 kali di Unit Rehabilitasi Kusta RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah dengan diberikan modalitas fisioterapi berupa massage
therapy dan exercise Therapy didapatkan hasil berupa penurunan nyeri,
penurunan spasme, peningkatan LGS, peningkatan kekuatan otot, penurunan
oedema, serta terdapat perubahan panjang tungkai.
3.1.1 Hasil Terapi Terhadap Penurunan Nyeri dengan VAS (Visual
Analogue Scale)
Grafik 1 Hasil Evaluasi Nyeri dengan VAS
Dari grafik diatas, terlihat adanya penurunan nyeri diam, tekan
maupun gerak. Terapi dilakukan sebanyak 4 kali dengan modalitas
massage. Nyeri diam dari T1 : 2 menjadi T4 : 1, nyeri tekan dari T1 : 3
menjadi T4 : 2, nyeri gerak dari T1 : 4 menjadi T4 : 3.
5
3.1.2 Hasil terapi terhadap penurunan spasme dengan palpasi
Tabel 1. Hasil Evaluasi Spasme Otot
Nama Otot T1 T2 T3 T4
Gastrocnemius Spasme Spasme Spasme
berkurang
Spasme
berkurang
Soleus Spasme Spasme Spasme
berkurang
Spasme
berkurang
Dari tabel diatas terlihat adanya penurunan spasme pada otot
gastrocnemius dari T1 teraba adanya spasme dan pada saat T4 spasme
teraba berkurang. Begitu juga dengan otot soleus pada T1 teraba
spasme, hingga T4 spasme teraba berkurang.
3.1.3 Hasil terapi terhadap peningkatan Lingkup Gerak Sendi pada ankle
Sinistra menggunakan goneometer.
Tabel 2. Hasil Evaluasi LGS
Terapi Gerakan dorsi fleksi-plantar fleksi
T1 S 5°-0°-30°
T2 S 5°-0°-30°
T3 S 10°-0°-30°
T4 S 15°-0°-35°
Dari hasil terapi sebanyak 4 kali dengan modalitas terapi latihan
terdapat peningkatan lingkup gerak sendi pada ankle sinistra yaitu dari
T1 : S 5°-0°-30°, T3 : S 10°-0°-30° hingga T4 menjadi S 15°-0°-35°.
3.1.4 Hasil terapi terhadap peningkatan nilai kekuatan pada group otot pada
ankle sinistra dengan MMT:
Tabel 3. Hasil Evaluasi Kekuatan Otot
Terapi Dorsi Fleksi Plantar Fleksi
T1 2 4
T2 2 4
T3 3 4
T4 3 4
6
Dari modalitas exercise therapy yang dilakukan sebanyak 4 kali
terapi, terjadi peningkatan kekuatan group otot dorsi dan plantar
fleksi. Dari T1: nilai 2 untuk dorsi fleksi, 4 untuk plantar fleksi.
Hingga T4: menjadi nilai 3 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk plantar
fleksi.
3.1.5 Hasil terapi terhadap penurunan oedem pada ankle dengan pengukuran
antropometri lingkar segmen.
Tabel 4. Hasil Evaluasi Lingkar Segmen Dextra
Terapi 10 Cm 20 Cm 30 Cm Lingkar Ankle
T1 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm
T2 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm
T3 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm
T4 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm
Tabel 5. Hasil Evaluasi Lingkar Segmen Sinistra
Terapi 10 Cm 20 Cm 30 Cm Lingkar Ankle
T1 30 Cm 27 Cm 24 Cm 60 Cm
T2 30 Cm 27 Cm 24 Cm 60 Cm
T3 29 Cm 26 Cm 22 Cm 59 Cm
T4 28 Cm 24 Cm 21 Cm 57 Cm
Dari modalitas massage therapy yang dilakukan pasien sebanyak 4
kali, terjadi penurunan oedem dari T1 10 cm: 27 cm, 20 cm: 25 cm,
30 cm: 21 cm, lingkar ankle: 56 cm hingga T4 hasil pengukuran
masih sama untuk ankle kanan. Sedangkan untuk ankle kiri dari T1
10 cm: 30 cm, 20 cm: 27 cm, 30 cm: 24 cm, lingkar ankle: 60 cm
hingga T4 terjadi penurunan menjadi 10 cm: 28 cm, 20 cm: 24 cm,
30 cm: 21 cm, lingkar ankle: 57 cm.
7
0
20
40
60
80
100
120
T1 T2 T3 T4
True Length
Bone Length
Apparance Length
0
20
40
60
80
100
120
T1 T2 T3 T4
True Length
Bone Length
apparance Length
3.1.6 Hasil terapi terhadap panjang tungkai diukur dengan pita ukur
Grafik 2. Hasil Evaluasi Panjang Tungkai Dextra
Grafik 3. Hasil Evaluasi Panjang Tungkai Sinistra
Dari modalitas exercise therapy yang dilakukan sebanyak 4
kali, didapatkan hasil berupa perubahan panjang tungkai kanan true
length dari T1 : 84 cm, bone length : 49 cm, apparance length : 98 cm
hingga T4 masih sama. Sedangkan panjang tungkai kiri True length
dari T1 : 82 cm, bone length : 48 cm, apparance length : 96 cm hingga
T4 menjadi true length : 83 cm, bone length : 48 cm, apparance length
: 97 cm.
8
3.2 Pembahasan
3.2.1 Massage Therapy
Evaluasi dari massage therapy yang dilakukan secara
intensif menunjukkan bahwa massage therapy dinilai efektif dan
menunjukan perubahan berupa sejumlah hasil seperti mengurangi
nyeri, mengurangi kecemasan, mengurangi oedema, mengurangi
ketegangan otot, denyut jantung, tekanan darah serta peningkatan
suhu kulit dan aliran darah (Brent et al., 2010). Maka dari hasil
yang telah didapatkan, berupa nyeri diam dari T1: 2 menjadi T4: 1,
nyeri tekan dari T1: 3 menjadi T4: 2, nyeri gerak dari T1: 4
menjadi T4: 3, terjadi penurunan nilai nyeri dan penurunan spasme
pada otot gastrocnemius dari T1 adanya spasme dan pada saat T4
spasme berkurang. Begitu juga dengan otot soleus pada T1 teraba
spasme, hingga T4 spasme teraba berkurang. Serta penurunan
oedema pada ankle sinistra dapat dibandingkan dengan ankle
dextra dengan hasil T1 10 Cm kebawah : 27 Cm, 20 Cm kebawah :
25 Cm, 30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar ankle : 56 Cm hingga T4
hasil pengukuran masih sama untuk ankle dextra. Sedangkan untuk
ankle sinistra dari T1 10 Cm kebawah : 30 Cm, 20 Cm kebawah :
27 Cm, 30 Cm kebawah : 24 Cm, lingkar ankle : 60 Cm hingga T4
terjadi penurunan menjadi 10 Cm kebawah : 28 Cm, 20 Cm
kebawah : 24 Cm, 30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar ankle : 57 Cm.
Maka pemberian modalitas massage therapy sangat efektif untuk
9
mengatasi problematika nyeri, spasme dan oedema yang dialami
pasien.
3.2.2 Exercise Therapy
Exercise Therapy yang dilakukan secara rutin, efektif
dalam mengatasi beberapa permasalahan yang dialami oleh
anggota gerak tubuh. Dalam kasus kontraktur, Exercise Therapy
merupakan modalitas terapi yang sangat penting untuk mengatasi
kelemahan otot, keterbatasan dalam lingkup gerak sendi, serta
pemendekan jaringan yang diakibatkan oleh kontraktur. adapun
Exercise Therapy yang dapat untuk mengatasi problematika diatas
diantaranya adalah dengan passive exercise atau active excercise.
Passive exercise dilakukan pada saat pasien tidak mampu
menggerakkan kakinya secara mandiri. Sedangkan Active exercise
yang digunakan adalah berupa active assisted dan active resisted
ketika pasien telah mampu menggerakkan kaki nya secara mandiri.
Passive exercise dan Active exercise dapat digunakan sesuai
dengan kondisi pasien (jyrki et al., 2008). Maka dari hasil yang
telah diperoleh, berupa peningkatan kekuatan otot pada ankle
sinistra dari T1 : nilai 2 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk
plantar fleksi. Hingga T4 : menjadi nilai 3 untuk dorsi fleksi, dan
nilai 4 untuk plantar fleksi. kemudian terdapat peningkatan lingkup
gerak sendi pada ankle sinistra dengan hasil T1 : S 5°-0°-30°,
hingga T4 menjadi S 15°-0°-35°. Akibat peningkatan Lingkup
Gerak Sendi, juga terjadi perubahan pada hasil evaluasi panjang
10
tungkai berupa, perubahan panjang tungkai kanan true length dari
T1: 84 cm, bone length: 49 cm, apparance length: 98 cm hingga
T4 masih sama. Sedangkan panjang tungkai kiri True length dari
T1 : 82 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 96 cm hingga
T4 menjadi true length: 83 cm, bone length: 48 cm, apparance
length: 97 cm. Maka pemberian modalitas exercise therapy dapat
mengatasi problematika kelemahan otot, keterbatasan gerak, serta
pemendekan jaringan yang dialami oleh pasien.
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan sebanyak 4 kali pada
kasus Kontraktur Achilles Sinistra e.c Morbus Hansen Multi Basiler dapat
disimpulkan:
1) Massage Therapy memiliki manfaat dalam mengurangi spasme,
oedema, dan nyeri pada tungkai kiri pasien.
2) Exercise Therapy memiliki manfaat dalam meningkatkan kekuatan
otot dan lingkup gerak sendi pada kasus Kontraktur Achilles Sinistra
e.c Morbus Hansen Multi Basiler.
11
4.2 Saran
Dari pemaparan karya tulis ilmiah diatas, saran yang dapat
diberikan oleh penulis anatara lain:
1) Untuk keluarga diharapkan memberikan semangat kepada pasien
dalam menjalani seluruh pengobatan dan diharapkan memberikan
pengertian akan kondisi yang sedang dihadapi pasien saat ini.
2) Untuk pasien diharapkan agar terus berlatih dan menerapkan apa yang
telah diajarkan oleh fisioterapis guna mempercepat proses
penyembuhan. Serta memiliki mental yang kuat dalam menghadapi
penyakit yang masih dianggap berbahaya.
3) Untuk masyarakat diharapkan agar memberikan dukungan terhadap
penderita dan menghilangkan stigma bahwa kusta merupakan penyakit
yang sangat berbahaya dan mudah menular.
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD, M.P. Collins .(2010):Superficial peroneal nerve/peroneus brevis
muscle biopsy in vasculitic neuropathy.American Academy of
Neurology, USA.
Barrie R. Cassileth, PhD and Andrew J. Vickers, PhD (2013):Massage Therapy
for Symptom
Control: Sloan-Kettering Cancer Center, New York, New York, USA
Carolyn Kisner. (2012):Therapeutic exercise, foundations and techniques, sixth
edition.F.A. Davis, USA
Carolyn kisner .(2017):Book therapeutic exercise seventh edition.penerbit F.A.
Davis, USA.
DiGiovanni, P Langer .(2016):The role of isolated gastrocnemius
and combined Achilles contractures in the flatfoot.USA
Evelyn clare pearce.(2010):Buku anatomi dan fisiologi untuk medis.Gramedia
Pustaka Utama, Indonesia.
12
Gregory William Hess. (2009):Achilles Tendon Rupture,A Review of Etiology,
Population, Anatomy, Risk Factors, and Injury Prevention.New
England College. england
Jyrki A. Kettunen ,Urho M. Kujala. (2008):Exercise therapy for people with
rheumatoid arthritis and osteoarthritis. Department of Health Sciences,
University of Jyva.Finland
Karin Valkenet.(2010):The effects of preoperative exercise therapy on
postoperative outcome: a systematic review. Los Angeles
Kemenkes RI.(2015). Dirjen pencegahan dan pengendalian penyakit, Jakarta.
Lan Chen, Greisberg J.(2009): Achilles lengthening procedures Department of
Orthopedic Surgery, Columbia University Medical Center.New York
Lionel ginsberg.(2008): buku neurologi penerbit Erlangga, Indonesia.
Louise Ada, Jack Crosbie . (2015):Contribution of thixotropy, spasticity, and
contracture to ankle stiffness after stroke .School of Physiotherapy,
Faculty of Health Sciences, University of Sydney.Australia
Mark Dutton.(2014): Dutton's Introduction to Physical Therapy and Patient Skills
1st Edition.penerbit McGraw Hill Professional, Pennsylvania, USA.
Paul C. Hébert, Dean Fergusson.(2008):Joint contracture following prolonged
stay in the intensive care unit.CMAJ . canada
Robert Jgreenstein.(2008):Is Crohn's disease caused by a mycobacterium?
Comparisons with leprosy, tuberculosis, and Johne's disease., VA
Medical Center.USA
Satyanegara(2014): Buku Ilmu bedah saraf.penerbit PT.Gramedia Pustaka
Utama.Indonesia
Shiraz I Mishra. (2010): Exercise interventions on health related quality of life for
people with cancer during active treatment.University of New Mexico,
Albuquerque, NM,USA.
Susanne M. Cutshall. (2010): Effect of massage therapy on pain, anxiety, and
tension after cardiac surgery. Department of Physical Medicine and
Rehabilitation, Mayo Clinic, Rochester, MN, USA.