transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik...
TRANSCRIPT
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK
(STUDI DI LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE)
PROPINSI KEPULAUAN RIAU)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
RESTI ARDIANTI
SURADJI
EDISON
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
1
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK
(STUDI DI LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE)
PROPINSI KEPULAUAN RIAU)
Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Administrasi Negara
NASKAH PUBLIKASI
OLEH
RESTI ARDIANTI
SURADJI
EDISON
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
2
Abstrak
Pemerintah sudah membentuk instansi pemerintah yang berfungsi untuk
melayani masyarakat sebagai tugas pokoknya. Dalam usaha mewujudkan
pemerintahan yang baik, penerapan prinsip yang terkandung dalam Good
Governance sangatlah penting, terutama prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yang maksimal akan dapat
menciptakan pelayanan publik yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik di Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di Propinsi Kepulauan Riau dan untuk
melihat strategi yang digunakan oleh LPSE dalam mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik.
Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tentang akuntabilitas,
transparansi, dan pelayanan publik. Sedangkan metode yang dipergunakan adalah
metode campuran dan untuk menguji validitas data dengan menggunakan
triangulasi data dan triangulasi sumber.
Melalui penelitian yang dilakukan di LPSE Propinsi Kepulauan Riau ini
didapati bahwa dari beberapa indikator yang terkandung di dalam prinsip
akuntabilitas dan transparansi, segenap pegawai LPSE Propinsi Kepulauan Riau
dinilai belum sepenuhnya berhasil dalam menerapkan prinsip akuntabilitas dan
transparansi dalam proses pelayanan publik.
Kata Kunci : Transparansi, Akuntabilitas, Pelayanan Publik
3
Abstract
The government has already formed a government agency that works to
serve the community as its main task. In an effort to bring in good governance, the
application of the principles contained in the Good Governance is very important,
especially the principles of accountability and transparency. The application of
the principles of accountability and transparency that the maximum will be able
to create a good public service. The purpose of this study was to see transparency
and accountability in the public service in the Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) in Kepulauan Riau and to see the strategies used by LPSE in
achieving transparency and accountability of public services.
The theory used in this study is about accountability, transparency, and
public services. While the method used is a mixture of method and to test the
validity of the data by using triangulation and triangulation of data sources.
Through research conducted in LPSE Riau Islands province, it was found
that several indicators contained in the principles of accountability and
transparency, all staff members LPSE Riau Islands assessed has not fully
succeeded in applying the principles of accountability and transparency in public
service.
Keywords: Transparency, Accountability, Public Service
5
Transparansi Dan Akuntabilitas
Pelayanan Publik
(Studi Di Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE) Propinsi
Kepulauan Riau)
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk
sosial yang tidak dapat hidup
sendiri, manusia hidup
berkelompok karena kesadarannya
akan kepentingan bersama,
meskipun dalam banyak hal
didalam kehidupan banyak
kepentingan yang tidak sama
bahkan bertentangan. Untuk
memenuhi berbagai macam
kebutuhannya tersebut manusia
harus melakukan kerjasama. Hal
ini dikarenakan keterbatasan
manusia baik dalam konteks akal
maupun kekuatan berpikir dan
secara fisik. Hal seperti inilah yang
menjadi dasar terbentuknya
organisasi. Istilah organisasi
sendiri memiliki banyak
persamaan kata, menurut Wursanto
(2005: 11) “istilah organisasi
memiliki banyak sinonim, ada tiga
macam sinonim bagi istilah
organisasi, yaitu : institusi
(institution) atau lembaga,
birokrasi, dan organisasi formal”.
Institusi dapat dibentuk oleh
pemerintah ataupun swasta.
Institusi pemerintah dibentuk
oleh pemerintah sesuai dengan
kebutuhan yang karena tugasnya
berdasarkan kepada peraturan
undang-undang dalam melakukan
setiap kegiatannya untuk
meningkatkan pelayanan
masyarakat serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pada
prinsipnya pemerintah berperan
memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan konsep
pemerintah didalam disiplin ilmu
administrasi negara. Masyarakat
membutuhkan pelayanan sebagai
suatu kebutuhan, hal seperti
demikian menuntut adanya
pelayanan publik yang baik dan
berkualitas serta mengikuti
perkembangan zaman. Pelayanan
tidak dapat dipisahkan dari dalam
hidup manusia, selama hidupnya
manusia berinteraksi dengan
manusia lainnya tentunya ia
membutuhkan pelayanan, contoh
ketika seorang bayi lahir, maka ia
membutuhkan pelayanan dari
ibunya.
Menurut Sampara (Lijan
Poltak Sinambela, 2008:10),
“pelayanan adalah suatu kegiatan
atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antar
seseorang dengan orang lain atau
mesin secara fisik dan
menyediakan kepuasan
pelanggan”. Hal ini berkaitan
dengan peran pemerintah, Menurut
Dede Mariana dkk (Suaendi dan
Wardiyanto, 2010:3) “Secara
umum pemerintah memiliki peran
berupa melaksanakan fungsi
regulasi, alokasi, distribusi,
6
pelayanan, dan pemberdayaan
masyarakat.” Fungsi-fungsi
tersebut menjadi perhatian utama
demi tercapainya keadilan dan
pemerataan dalam masyarakat.
Permasalahan yang
berkaitan pelayanan merupakan
permasalahan yang kompleks dan
permasalahan yang menyangkut
pada tingkat kepercayaan dan
kepuasaan masyarakat terhadap
kinerja birokrasi pemerintah.
Birokrasi menjadi
penyokong berlangsungnya
pemerintahan yang pada era ini
menjadi fokus untuk dilakukannya
reformasi. Kondisi pemerintahan
saat ini dinilai belum maksimal
dikarenakan akibat belum
terselenggaranya pemerintahan
yang baik seperti yang diimpikan.
Masalah-masalah yang sering
timbul seperti masyarakat
mengeluhkan sistem birokrasi
sebagai suatu yang bertele-tele,
sehingga layanan publik terhadap
masyarakat pun terhambat. Gejala-
gejala penyakit birokrasi terlihat
jelas pada sistem birokrasi di
indonesia, berbagai kritik terjadi
tentang tidak efisien serta
maraknya pencaloan yang meraja
lela, nepotisme yang terjadi
berbagai patologi birokrasi
menyiratkan bahwa reformasi
pelayanan publik harus dilakukan.
Lahirnya undang-undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah mengatur
secara konsisten pengelolaan
perimbangan keuangan di masing-
masing daerah. Pasal 1 ayat 32
menjelaskan bahwa “anggaran
pendapatan dan belanja daerah
selanjutnya disingkat dengan
APBD adalah rencana tahunan
pemerintah daerah yang ditetapkan
dengan peraturan daerah.” Belanja
daerah salah satunya adalah
belanja barang dan jasa
pemerintah. Belanja pengadaan
barang dan jasa pemerintah
dibiayai oleh dana APBD dan dana
hibah dari luar negeri. Oleh karena
itu akuntabilitas dan transparansi
penggunaan anggaran didalam
pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa pemerintah harus benar-benar
diperhatikan agar tidak terjadi
praktik korupsi.
Pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang
dilakukan secara sederhana dinilai
banyak menimbulkan persepsi
negatif dikalangan masyarakat.
Pengadaan barang atau jasa yang
sering ditemukan praktik-praktik
penyelewengan yaitu memberikan
uang kepada pemerintah (selaku
pihak pelaksana lelang), dan
sistem arisan serta intimidasi-
intimidasi yang dilakukan oleh
peserta lelang, serta tindakan
premanisme agar mendapatkan
persetujuan kontrak dengan
pemerintah. Sehingga munculah
ide untuk membuat Layanan
7
Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE).
Pada proses pengadaan,
LPSE hanya sebagai fasilitator
yang tidak ikut dalam proses
pengadaan. Pelaksanaan proses
pengadaan sepenuhnya dilakukan
oleh panitia pengadaan atau Unit
Layanan Pengadaan/ULP. Hal
tersebut juga diungkapkan oleh
Kuncoro (2011:42) didalam
ketentuan LPSE (Layanan
Pengadaan Secara Elektronik)
yaitu :
1) Setelah organisasi
pengadaan dibentuk,
PA/KPA mengirimkan
surat keputusan
Pengangkatan PPK, Panitia
Pengadaan/Pokja
ULP/Pejabat pengadaan
kepada LPSE untuk
mendapatkan user id dan
password sebagai pengguna
SPSE,
2) LPSE memfasilitasi
PA/KPA dalam
mengumumkan Rencana
Umum Pengadaan,
3) K/L/D/I yang belum
membentuk LPSE,
menayangkan Rencana
Umum Pengadaan pada
LPSE terdekat. Hakekat
yang sebenarnya
tersembunyi dan eksisting
e-procurement adalah
transparansi dan
akuntabilitas. Melalui e-
procurement, tindakan
korupsi, kolusi dan
nepotisme dapat dicegah
melalui proses pelelangan
yang transparan.
Dalam melaksanakan
fungsinya sebagai fasilitator, LPSE
diharapkan melaksanakan proses
pengadaan dengan mengutamakan
prinsip transparansi dan
akuntabilitas. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh
Agus Kuncoro (2011: 14) tentang
proses pengadaan dilaksanakan
dengan prinsip sebagai berikut :
1. Efisien
2. Efektif
3. Transparan
4. Terbuka.
5. Bersaing.
6. Adil/tidak diskriminatif
7. Akuntabel.
E-procurement akan sedikit
banyak membantu sebagian proses
interaksi dengan peserta lelang.
Proses pengumuman sampai
dengan pembukaan penawaran
akan dilakukan didalam sistem.
Setelah pemenang lelang diperoleh
berdasarkan evaluasi panitia,
sistem akan mengumumkan hasil
lelang. Namun, dalam
melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya LPSE harus tetap
diawasi agar selalu menerapkan
prinsip-prinsip transparansi dan
akuntabilitas dalam pelayanan
8
publik. Hal ini dikarenakan LPSE
merupakan institusi pemerintah
yang menjembatani hubungan
antara penyedia barang/jasa dan
panitia lelang.
Propinsi Kepulauan Riau
(Kepri) menanggapi serius
berbagai penyelewengan yang
terjadi pada pengadaan barang dan
jasa. Merespon hal tersebut
pemerintah Propinsi Kepri
membentuk Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE) dan Unit
Layanan Pengadaan (ULP). Status
LPSE sesuai dengan dokumen
yang diberikan oleh LPSE saat ini
dalam SOTK Pemprov Kepri : Ad
Hoc (Melekat pada Biro
Administrasi Pembangunan).
LPSE merupakan unit yang
dibentuk oleh sebuah instansi
untuk mengoperasikan sistem e-
procurement SPSE (Sistem
pengadaan secara elektronik).
Pada tahun 2014 LPSE
Propinsi Kepri mendapatkan
penghargaan National
Procurement Award pada kategori
komitmen pencapaian INPRES No
2 Tahun 2014 pada aksi
pelaksanaan, transparansi dan
akuntabilitas dalam mekanisme
pengadaan barang/jasa yang di
berikan oleh LKPP di Jakarta 18
November 2014. Hal ini
merupakan salah satu titik terang
positif dalam menerapkan
transparansi dan akuntabilitas
dalam mekanisme pengadaan
barang/jasa demi kepuasan dan
memenuhi kebutuhan informasi
masyarakat. Namun disisi lain
ternyata prestasi tersebut tidak
sebanding lurus dengan
permasalahan dalam pengadaan
barang dan jasa.
Unsur-unsur pelayanan
publik yang baik yang
mengutamakan kepada kepuasan
mengutamakan aspek transparansi
dan akuntabilitas dalam pelayanan
publik. Hal ini merupakan sebuah
kewajiban dalam setiap proses
pelaksanaan pelayanan publik,
peraturan penyelenggaraan
transparansi dan akuntabilitas
dalam pelayanan publik telah
diatur didalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : KEP/26/M.PAN/7/2004
Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Namun setelah peneliti
melakukan observasi masih
banyak hal-hal yang tidak sesuai
dengan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik
sesuai Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : KEP/26/M.PAN/7/2004
Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik
mengenai acuan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik.
Dari aspek sumber daya
manusia, pegawai yang bekerja di
9
LPSE tidak banyak yang dapat
menggunakan internet, penyerapan
pegawai tidak disertai dengan
keahlian yang dimiliki oleh
pegawai tersebut.
Keberadaan LPSE di
Kepulauan Riau sebenarnya dapat
membantu dalam proses lelang
pengadaan barang/jasa pemerintah
karena proses lelang dilakukan
secara online dan memudahkan
kepada perusahaan manapun yang
sudah memiliki user id untuk
mengikuti proses lelang
pemerintah, mengingat kondisi
geografis Kepri seperti yang di
lansir oleh www.wikipedia.com
yaitu secara keseluruhan wilayah
Kepulauan Riau terdiri dari 4
kabupaten, dan 2 kota, 47
kecamatan serta 274
kelurahan/desa dengan jumlah
2.408 pulau besar, dan kecil yang
30% belum bernama, dan
berpenduduk. Adapun luas
wilayahnya sebesar 252.601 km²,
sekitar 95% merupakan lautan, dan
hanya sekitar 5% daratan. Suku
bangsa yang terdapat di Propinsi
Kepulauan Riau adalah Melayu,
Bugis, Jawa, Arab, Tionghoa,
Padang, Batak, Sunda dan Flores.
Berdasarkan uraian latar
belakang diatas, penelitian ini
dilakukan untuk mengkaji hal-hal
yang berkaitan dengan transparansi
dan akuntabilitas pelayanan publik
di LPSE Propinsi Kepri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas
maka substansi penelitian ini lebih
memfokuskan pada :
1. Bagaimana transparansi dan
akuntabilitas dalam pelayanan
publik di LPSE Propinsi Kepri
?
2. Strategi apa yang digunakan
dalam mewujudkan transparansi
dan akuntabilitas pelayanan
publik di LPSE Propinsi Kepri
?
C. Konsep Teoritis
1. Organisasi
Didalam buku Sistem
Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (2003:7)
tujuan seseorang masuk
kedalam organisasi adalah
sebagai berikut :
a) Kelompok dapat
memberikan perlindungan
sehingga orang tersebut
merasa aman
b) Kelompok dapat membantu
mengatasi segala macam
persoalan yang dihadapi
oleh seseorang.
c) Kelompok dapat
memberikan prestige,status
sosial dan pengakuan.
d) Kelompok memberikan
semangat dan dorongan
kepada seseorang
e) Kelompok dapat
memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam
rangka prestasi seseorang
10
f) Kelompok dapat
memberikan kepuasan, baik
kepuasaan yang bersifat
jasmaniah, kepuasan
psikologis, maupun
kepuasan sosial
g) Kelompok dapat
memberikan bantuan
apabila seseorang sedang
menghadapi kesulitan.
Dalam hal ini, organisasi
merupakan sekumpulan orang-
orang yang memiliki tujuan
dan bekerja sama untuk
memenuhi tujuan tersebut,
organisasi merupakan wadah
atau tempat yang dapat
memberikan pelayanan
terhadap sekelompok orang
didalam organisasi tersebut.
2. Good Governance
Pemerintah lokal
memiliki peluang besar untuk
mendorong berlangsungnya
demokratisasi. Menurut World
Conference, UNDP tahun
1999, “Pelaksanaan Good
Governance merupakan
perwujudan dari terciptanya
suatu proses tata kelola
pemerintahan yang baik,
dengan melibatkan
stakeholders, terhadap
berbagai kegiatan
perekonomian, sosial politik
dan pemanfaatan berbagai
sumber daya seperti sumber
daya alam, keuangan, dan
manusia bagi kepentingan
rakyat yang dilaksanakan
dengan menganut asas:
keadilan, pemerataan,
persamaan, efisiensi,
transparansi dan
akuntabilitas.” (Sedarmayanti,
2009: 270)
Prinsip utama Good
Governance yakni :
1. Akuntabilitas
2. Transparansi
3. Partisipasi
4. Supremasi hukum aparat
birokrasi (Sedarmayanti,
2009: 290)
Menghubungkan tata
pemerintahan yang baik (good
governance) dengan
keterbukaan informasi publik
bukan merupakan suatu
keniscayaan, karena salah satu
wujud dari good governance
adalah adanya transparansi
guna menciptakan rasa saling
percaya antara pemerintah dan
masyarakat.
3. Pelayanan Publik
Dalam rangka
pengembangan manajemen
penyelenggaraan negara dan
dalam upaya untuk
mewujudkan pelayanan prima
yang berkualitas, pelayanan
publik berfokus kepada
kepuasan masyarakat sebagai
penikmat pelayanan publik.
Kewajiban pemerintah
adalah memberikan pelayanan
11
publik yang menjadi hak setiap
warga negaranya ataupun
memberikan pelayanan kepada
warga negara yang memenuhi
kewajiban terhadap negara.
Dalam upaya peningkatan
kualitas pelayanan, ada
beberapa prinsip untuk
menyediakan pelayanan pada
sektor publik didalam buku
Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia
(2003:186) :
a) Menetapkan standar
pelayanan
b) Terbuka terhadap saran
dan kritik serta
menyediakan informasi
yang diperlukan dalam
pelayanan
c) Memperlakukan seluruh
masyarakat sebagai
pelanggan yang adil
d) Mempermudah akses
kepada seluruh pelanggan
e) Membenarkan suatu hal
dalam proses pelayanan
ketika hal tersebut
menyimpang
f) Menggunakan semua
sumber-sumber yang
digunakan untuk melayani
masyarakat pelanggan
secara efisien dan efektif
g) Selalu mencari
pembaruan dan
mengupayakan
peningkatan kualitas
pelayanan.
4. Transparansi
Keterbukaan informasi
tidak terlepas dan konsep
transparansi yang
dilaksanakan dalam rangka
untuk mewujud tata
kepemerintahan yang baik
atau good governance yang
berkaitan dengan interaksi
antara pemerintah, sektor
swasta dan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan
pemerintah yang transparan
harus bersifat terbuka, mudah
dan dapat diakses semua pihak
yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai
serta mudah dimengerti.
Hal ini diungkapkan oleh
Sedarmayanti (2009;289-290)
melalui prinsip utama unsur
good governance dalam :
“Transparansi (keterbukaan)
dapat dilihat dari 3 aspek :
(1) Adanya kebijakan
terbuka terhadap
pengawasan, (2) Adanya
akses informasi sehingga
masyarakat dapat
menjangkau setiap segi
kebijakan pemerintah, (3)
Berlakunya prinsip check
and balance antar lembaga
eksekutif dan legislatif.”
Keterbukaan dan
transparansi menurut prinsip
good governance menurut tim
pengembangan kebijakan
12
nasional tata kepemerintahan
yang baik, Kementerian
Perencanan Pembangunan
Nasional/Bappenas, tahun
2005 (hasil revisi) menyatakan
bahwa indikatornya adalah
“tersedianya informasi yang
memadai pada setiap proses
penyusunan dan implementasi
kebijakan, adanya akses
informasi yang siap, mudah
dijangkau, mudah diperoleh
dan tepat waktu.”
Keterbukaan menurut asas
good governance menurut
undang-undang No. 28 tahun
1999 tentang penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi dan
nepotisme (Sedarmayanti,
2009:284) yaitu :
“membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk
memperoleh informasi
yang benar, jujur dan
tidak diskriminatif tentang
penyelengaraan negara
dengan tetap
memperhatikan
perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan
dan rahasia negara.”
Jadi dari pendapat para
ahli diatas, indikator untuk
mengukur transparansi
pelayanan publik menurut SK
Menpan Nomor: 26 tahun
2004 yaitu :
1) Manajemen dan
penyelenggaraan
pelayanan publik
2) Prosedur pelayanan
3) Persyaratan teknis dan
administratif pelayanan
4) Rincian biaya pelayanan
5) Waktu penyelesaian
pelayanan
6) Pejabat yang berwenang
dan bertanggung jawab
7) Lokasi pelayanan
8) Janji pelayanan
9) Standar pelayanan
publik
10) Informasi pelayanan
5. Akuntabilitas
The Oxford Advance
Learner’s Dictionary
menyatakan bahwa
akuntabilitas adalah required
or expected to give an
explanation for one’s action.
Artinya adalah, dalam
akuntabilitas terkandung
kewajiban untuk menyajikan
dan melaporkan segala tindak
tanduk dan kegiatannya
terutama di bidang
administrasi keuangan kepada
pihak yang lebih
tinggi/atasannya.
Disamping itu, Ghartey
(LAN & BPKP, 2000:22)
mengatakan bahwa :
“Akuntabilitas ditujukan
untuk mencari jawaban
terhadap pernyataan yang
13
berhubungan dengan
pelayanan apa, siapa,
kepada siapa, milik siapa,
yang mana, dan bagaimana.
Pertanyaan yang
memerlukan jawaban
tersebut antara lain, apa
yang harus
dipertanggungjawabkan,
mengapa
pertanggungjawaban harus
diserahkan, siapa yang
bertanggungjawab terhadap
berbagai bagian kegiatan
dalam masyarakat, apakah
pertanggungjawaban
berjalan seiring dengan
kewenangan yang memadai
dan lain sebagainya.”
Dengan demikian
akuntabilitas dapat dinyatakan
sebagai kewajiban untuk
memberikan
pertanggungjawaban atau
menjawab dan menerangkan
kinerja dan tindakan
seseorang/badan
hukum/pimpinan suatu
organisasi kepada pihak yang
memiliki hak atau
berkewenangan untuk
meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.
Akuntabilitas dapat
berarti perhitungan atas
kewenangan yang
digunakan yang
menekankan kepada aturan
dan kewajiban untuk
mencapai tujuan. Hal ini
juga didukung oleh Levine
(Nasucha, 2004:125):
“Akuntabilitas berarti
menyelenggarakan
perhitungan terhadap
sumber daya atau
kewenangan yang
digunakan. Akuntabilitas
menekankan pada
formalisasi dan legalisasi.
Oleh karena itu,
akuntabilitas ditekankan
pada responsivitas dan
kemampuan untuk
mencapai tujuan kebijakan
secara efisien dan efektif.”
Jadi dari pendapat para
ahli diatas, indikator untuk
mengukur akuntabilitas
pelayanan publik menurut SK
Menpan Nomor: 26 tahun
2004 yaitu :
1) Akuntabilitas kinerja
pelayanan publik.
2) Akuntabilitas biaya
pelayanan publik.
3) Akuntabilitas produk
pelayanan publik.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian yang memadukan
pendekatan kualitatif dan
kuantitatif atau biasa di sebut
dengan mix method dan
menggunakan model penelitian
studi kasus. Dalam menggunakan
pendekatan kualitatif dan
14
kuantitatif atau biasa disebut
dengan mix method ini
pendekatan yang diusulkan oleh
Bryman (Burhan Bungin,
2007:250) Dan dalam penelitian
ini menggunakan metode
kuantitatif sebagai fasilitator
metode kualitatif.
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian
merupakan suatu tempat
atau wilayah dimana
penelitian akan dilakukan.
Adapun tempat penelitian
yang akan dilakukan oleh
peneliti berlokasi di
Layanan Pengadaan Secara
Elektronik Propinsi
Kepulauan Riau (LPSE).
2. Jenis data
Sumber data yang
digunakan yaitu data primer
dan data sekunder serta data
kuantitatif dan data
kualitatif.
3. Informan Penelitian
Adapun informan
yang dimaksud yaitu :
1. Kepala Biro
Administrasi
Pembangunan Propinsi
Kepulauan Riau
2. Kepala Kantor Layanan
Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE)
Propinsi Kepulauan
Riau
3. Sekretaris Layanan
Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE)
Propinsi Kepulauan
Riau
4. Verifikator di Layanan
Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE)
Propinsi Kepulauan
Riau
5. Helpdesk di Layanan
Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE)
Propinsi Kepulauan
Riau
6. 30 orang Masyarakat
yang melakukan proses
pelayanan di LPSE
Propinsi Kepulauan
Riau
Pengambilan data 30
orang Informan
berdasarkan pada jumlah
rata-rata masyarakat yang
datang ke LPSE, pada
tahun 2014 jumlah
masyarakat yang datang Ke
LPSE mencapai 349 orang.
Sedangkan pada tahun
2015 dihitung hingga bulan
juli, jumlah masyarakat
yang datang ke LPSE
adalah 278 orang. Sehingga
peneliti memutuskan
mengambil jumlah
responden 30 orang karena
nilai rata-rata dari
banyaknya masyarakat
yang hadir mendekati 30
orang.
E. Validitas Data
Untuk menjaga validitas
data dan menguji hasil penelitian
15
kualitatif, digunakan uji validitas
data, triangulasi yang digunakan
dalam penelitian ini mengacu pada
pendapatnya Sugiyono (2011:274)
yaitu :
a. Triangulasi Sumber
Gambar I.2
Triangulasi sumber data
b. Triangulasi Teknik
Gambar I.3
Triangulasi Teknik
Pengumpulan Data
F. Hasil Penelitian
1. Transparansi Pelayanan
Publik di LPSE Propinsi
Kepri
a. Transparansi dalam manajemen
dan penyelenggaraan pelayanan
publik dapat dilihat dari
beberapa sub indikator diatas
sudah terwujud dan sejalan
dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Juliet dan
Paquet, hal ini dapat dilihat dari
sikap manajemen LPSE
Propinsi Kepri yang terbuka
terhadap masukan-masukan dari
pihak diluar LPSE dalam
merencanakan dan
mengusulkan kebijakan kepada
LKPP.
b. Prosedur pelayanan pada
penelitian ini sudah
diinformasikan kepada
masyarakat yang menginginkan
pelayanan LPSE, hal ini sudah
sesuai dengan KEPMENPAN
NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004, dan
sejalan dengan pendapatnya
Amitai Etzioni bahwa
transparansi menjamin
masyarakat mendapatkan
informasi mengenai prosedur
pelayanan publik.
c. Kesesuaian pelayanan yang
diberikan oleh petugas dengan
jenis pelayanan yang diinginkan
sudah sesuai dengan konsep
transparansi mengenai
persyaratan teknis dan
administrasi didalam
KEPMENPAN NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004 ,
persyaratan teknis dan
administrasi di LPSE sudah
baku dan pengambilan
keputusannya terpusat di LKPP.
Namun melalui peninjauan
langsung masih ditemui
persyaratan-persyaratan yang
bersifat duplikasi. Hal ini dapat
menjadi rekomendasi untuk
penelitian lainnya.
16
d. Dalam keberlangsungan
pelayanan di LPSE Propinsi
Kepri tidak dikenakan biaya,
hal ini sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yaitu
KEPMENPAN NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004
mengenai rincian biaya
pelayanan publik. Namun
dalam biaya pelayanan masih
ada pegawai yang menerima
imbalan dalam proses
pelayanan, hal tersebut akan
dibahas lebih dalam pada
akuntabilitas biaya pelayanan
publik didalam penelitian ini.
e. LPSE menginformasikan waktu
operasional pelayanan kepada
masyarakat, hal ini sudah sesuai
dengan KEPMENPAN
NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004, namun
disisi lain mengenai kecepatan
dan ketepatan waktu
pelaksanaan pelayanan masih
mengalami kendala hal ini
dikarenakan fasilitas internet
yang kurang baik.
f. Keadilan dan sikap sopan dan
ramah dalam memberikan
pelayanan dalam kategori baik
dan sudah sesuai dengan
KEPMENPAN NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004.
Namun yang masih menjadi
kendala adalah dibidang
kelembagaan dimana kurangnya
SDM membuat banyaknya
pegawai mengalami double job.
g. Lokasi pelayanan di LPSE
cukup nyaman dan aman hal ini
dikarenakan kondisi ruang
pelayanan yang dilengkapi
dengan cctv. Namun, dalam
keamanan sistem kurang baik
hal ini dikarenakan kondisi
kantor yang berpindah-pindah.
h. LPSE belum memperhatikan
pentingnya keberadaan dan
publikasi janji pelayanan
sebagai komitmen LPSE dalam
mewujudkan transparansi pada
pelayanan publik. Hal ini
terlihat bahwa janji pelayanan
belum memenuhi
KEPMENPAN NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004.
i. Standar pelayanan yang sudah
ada di LPSE sudah baik, namun
belum semua standar pelayanan
terpenuhi, dan belum semua
pegawai memahami standar
pelayanan yang telah
ditetapkan. Hal ini dapat terlihat
bahwa dalam hal standar
pelayanan belum memenuhi
indikator transparansi yang
sesuai dengan KEPMENPAN
NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004.
j. Untuk memenuhi kebutuhan
informasi masyarakat LPSE
menyiapkan brosur, website dan
juga menyampaikan berbagai
informasi melalui radio. Hal ini
sudah sesuai dengan
KEPMENPAN NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004 dalam
memenuhi informasi pelayanan.
17
2. Akuntabilitas Pelayanan
Publik Di LPSE Propinsi Kepri
a. Untuk indikator akuntabilitas
kinerja pelayanan publik belum
terwujud dengan baik dan
belum sesuai dengan
KEPMENPAN NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004 dan
juga belum sejalan dengan
pendapatnya Hardiyanto dan
Mark Bovens bahwa setiap
hasil dari pelayanan publik
harus dapat dipertanggung
jawabkan, serta diberikannya
sanksi tegas pagi aparat yang
melanggar hukum.
b. Akuntabilitas biaya pelayanan
publik sudah terwujud sesuai
dengan KEPMENPAN
NOMOR
KEP/26/M.PAN/2/2004 dan
sejalan dengan pendapatanya
O’Connell. Namun fenomena
lain yaitu pegawai yang masih
menerima uang pemberian dari
masyarakat dikarenakan kurang
diperhatikannya kesejahteraan
pegawai dan pengawasan
pegawai.
c. Akuntabilitas produk pada
pelayanan publik mengikuti
aturan yang ditetapkan oleh
LKPP.
3. Strategi yang dilakukan LPSE
Propinsi Kepri dalam
meningkatkan Transparansi
dan Akuntabilitas Pelayanan
Publik
a. Semua perangkat LPSE
memahami aturan yang dibuat
oleh LKPP,
b. terpenuhinya standarisasi
LPSE sesuai dengan SOP
yang telah ditetapkan,
c. pelaksanaan bimtek dalam
rangka peningkatan kualitas
SDM (Sumber Daya Manusia)
disertai dengan
d. peningkatan manajemen LPSE
di kabupaten/kota, dan yang
terakhir dari segi sistem LPSE
yang harus terus di upgrade
sesuai dengan sistem yang ada
di LKPP dan
e. menjalankan program kerja
LPSE sesuai dengan yang
sudah ditetapkan bersama.
G. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
1. Transparansi dalam pelayanan
publik di LPSE Propinsi Kepri
Belum semua standar pada
indiator transparansi yang
sesuai dengan KEPMENPAN
Nomor 26 Tahun 2004
terpenuhi, beberpa indikator
belum terpenuhi dikarenakan
kendala-kendala yang belum
bisa diatasi oleh LPSE. Namun
untuk indikator yang bersifat
substansial seperti hal nya
prosedur dan keterbukaan
18
informasi sudah dilaksanakan
dengan baik
2. Akuntabilitas Pelayanan Publik
di LPSE Propinsi Kepri
Akuntabilitas di LPSE belum
terwujud dengan baik
sepenuhnya, dalam indikator
akuntabilitas kinerja tingkat
kedisiplinan pegawai masih
kurang hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengawasan
LPSE tidak memungut biaya
dalam proses pelayanan publik.
Namun pegawai menerima uang
ucapan terimakasih dari
masyarakat, hal tersebut tidak
diperbolehkan dalam peraturan
di LPSE namun karena
kurangnya pegawasan dan
faktror lain seperti
keterlambatan gaji membuat hal
ini terjadi.
Dalam keabsahan hasil
pelayanan LPSE hanya
melaksanakan sesuai dengan
yang sudah ditetapkan oleh
LKPP setiap Rakor.
3. Strategi yang dilakukan
LPSE Propinsi Kepri dalam
meningkatkan Transparansi
dan Akuntabilitas Pelayanan
Publik
a. Semua perangkat LPSE
memahami aturan yang dibuat
oleh LKPP,
b. terpenuhinya standarisasi
LPSE sesuai dengan SOP
yang telah ditetapkan,
c. pelaksanaan bimtek dalam
rangka peningkatan kualitas
SDM (Sumber Daya Manusia)
disertai dengan
d. peningkatan manajemen LPSE
di kabupaten/kota, dan yang
terakhir dari segi sistem LPSE
yang harus terus di upgrade
sesuai dengan sistem yang ada
di LKPP dan
e. menjalankan program kerja
LPSE sesuai dengan yang
sudah ditetapkan bersama.
b. Saran
Peneliti menawarkan
beberapa saran yang berguna untuk
meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik di
LPSE Propinsi Kepulauan Riau,
yaitu :
a. Mengingat LPSE adalah salah
satu sarana pelayanan publik
berbasis pengadaan barang
dan jasa yang langsung
bersentuhan dengan
masyarakat, maka diharapkan
dapat meningkatkan keahlian
tenaga helpdesk dalam
memahami SOP dan prosedur
untuk melayani masyarakat.
b. Memberikan pelatihan kepada
pegawai tentang SPSE,
mengingat didalam peninjauan
langsung di lapangan tidak
semua pegawai memahami
sistem SPSE.
c. Memberikan Sanksi atas
ketidak disiplinan pegawai
dan ketidak telitian pegawai
19
dalam memeriksa dokumen
penyedia hal ini sangat
memiliki resiko besar
mengingat potensinya dapat
merugikan masyarakat.
d. Adanya kotak saran yang
diperuntukan kepada
masyarakat agar dapat
memberikan kritikan masukan
terhadap penyelenggaraan
pelayanan di LPSE propinsi
Kepri.
e. Meningkatkan fungsi
pengawasan dengan
memperjelas batas fungsi
pegawai dalam tugas
pokoknya di LPSE dengan
cara memperbaiki
kelembagaan.
f. LPSE memiliki gedung
permanen agar keamanan
sistem dapat terpenuhi.
g. Beberapa hal dari setiap
indikator transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik
dapat dijadikan rekomendasi
untuk penelitian selanjutnya.
h. Masyarakat yang
menggunakan layanan LPSE
hendaknya berpartisipasi aktif
dalam pengawasan kinerja
LPSE, menyampaikan keluhan
kepada LPSE agar dapat
mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik
di LPSE propinsi Kepulauan
Riau.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Dwiyanto, Agus (ed), Mewujudkan
Good Governance Melalui
Pelayanan Publik,
Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press. 2005
Herdiansyah, Haris, Metodologi
Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-Ilmu Sosial. Salemba
Humanika. Jakarta. 2014
Kuncoro, Agus. Cara Benar, Mudah,
& Jitu Menang Tender
Pengadaan Barang
Dan Jasa Pemerintah. PT Wahyu
Media. Jakarta. 2011
Lembaga Administrasi Negara, Sistem
Administrasi Negara
Kesatuan Republik
Indonesia. Jakarta, LAN.
2003
Nasucha, Chaizi. Reformasi
Administrasi Negara Teori
dan Praktik. Jakarta.
Gramedia. 2004
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian
Kualitatif dan Kuantitatif .
Yogyakarta. Graha Ilmu.
2006
Santosa, Pandji. Administrasi Publik
Teori Dan Aplikasi Good
Governance. Bandung.
Refika Aditama. 2009
Sedarmayanti. Good Governance
(Kepemerintahan Yang Baik)
Dalam Rangka Otonomi
Daerah. Bandung. Penerbit
Mandar Maju. 2003
20
Sedarmayanti. Reformasi Administrasi
Publik, Reformasi Birokrasi,
Dan Kepemimpinan Masa
Depan. Bandung, PT Refika
Aditama. 2009
Suaendi, Falih dan Bintoro
Wardiyanto. Revitalisasi
Administrasi Negara
Reformasi Birokrasi Dan E-
Governance. yogyakarta.
Graha ilmu. 2010
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, Bandung : Alfabeta.
Wursanto, Ignasius, Dasar-Dasar Ilmu
Organisasi. Andi.
Yogyakarta. 2005
DOKUMEN :
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2002 Pembentukan Provinsi
Kepulauan Riau
Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun
2004 Tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi
Inpres Nomor 2 Tahun 2014
Pencegahan Dan
Pemberantasan Korupsi
Kepmenpan Nomor 26 tahun 2004.
Juknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam
penyelenggaraan Pelayanan
publik
Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
JURNAL :
Bovens, Mark. 2007. Analysing and
Assessing Accountability: A
Conceptual Framework.
European Law Journal, Vol.
13, No. 4, July 2007, pp.
447–468 .
Cendon, Antonio Bar. (2004)
Accountability and Public
Administration: Concept,
Dimention and Development.
in M. Kelly (ed.), Openness
and Transparency in
Governance: Challenges and
Opportunities (Maastricht:
NISPAcee-EIPA, 2000), pp.
22-61 (ISBN: 80-89013-01-
5). [Internet] Available from:
<http://unpan1.un.org/intrad
oc/groups/public/documents/
nispacee/
unpan006506.pdf>. (19 MEI
2015)
Daroyani Novitaningru, Badzlina.
2014. Akuntabilitas dan
transparansi Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah
melalui Electronic
Procurement. Jurnal
Kebijakan dan Manajemen
Publik, Volume 2, Nomor 1,
Januari 2014
Etzioni, Amitai. 2010. Is Transparency
the Best Disinfectant?.
Sociology, George
Washington University. The
Journal of Political
Philosophy
21
Karen Heard-Lauréote. 2007. A
Transparency Gap? : The
Case of European
Agricultural Committee
Governance. Public Policy
and Administration 22: 239
University of Portsmouth,
UK
KEARNS, KEVIN P. 1995.
Accountability and
Entrepreneurial Public
Management: The Case of
the Orange County
Investment Fund. Public
Budgeting & Finance / Fall
Pasquier, M. And Villeneuve J-P. 2007.
Organizational barriers to
transparency: a typology and
analysis of organizational
behaviour tending to prevent
or restrict access to
information.
http://ras.sagepub.com/cgi/co
ntent/abstract/73/1/147
Piotrowski, Suzanne J, And Erin L.
Borry. 2010. An Analytic
Framework For Open
Meetings And Transparency.
Public Administration And
Management Volume 15,
Number 1, 138-176
Ryzin, Greg G and Suzanne J.
Piotrowski. 2007. Citizen
Attitudes Toward
Transparency in Local
Government. The American
Review of Public
Administration; 37; 306
Saepudin, Epin. Keterbukaan Informasi
Publik Sebagai Wujud Good
Governance (Kajian Tentang
Implementasi UU KIP dalam
Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat). Sekolah
Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia
Wahyurudhanto, Albertus. 2002.
Analisis Wacana Tentang
Sikap Media dan
Akuntabilitas Publik.
Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
Semarang
Yang, Kaifeng. 2012. Further
Understanding
Accountability in Public
Organizations Actionable
Knowledge and the
Structure-Agency Duality.
Administration & Society
2012 44: 255
http://aas.sagepub.com/conte
nt/44/3/255
Yuliany, Leny. 2013. Perancanaan
Pemberdayaan Pejabat
Pengelola Informasi Dan
Dokumentasi Dalam Rangka
Keterbukaan Informasi.
Jurnal Ilmu Administrasi
Publik, Volume 14, Nomor
1, Juni 2013: hlm. 172-179
Internet :
http://lpsekabhss.blogspot.com/2011/1
1/berharap-pada-sistem-pengadaan
secara.html (Diakses pada tanggal 15
Agustus 2015)
http://www.lkpp.go.id/v3/#/page/3
(Diakses pada tanggal 15 Agustus
2015)
http://www.lkpp.go.id/v3/#/page/1246
(Diakses pada tanggal 15 Agustus
2015)
22
http://www.lkpp.go.id/v3/#/profil
(Diakses pada tanggal 15 Agustus
2015)
http://www.lkpp.go.id/v3/#/regulation
(Diakses pada tanggal 15 Agustus
2015)
http://www.lpse.kepriprov.go.id
(Diakses pada tanggal 15 Agustus
2015)