134614926-epistaksis

37
BAB 1 PENDAHULUAN Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang- cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina. (1) Hidung berdarah atau dalam istilah kedokterannya epistaksis (epistaxis) adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach’s. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. (1,2) Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.. Epistaksis berat, 1

Upload: ekarestizulvanita-devi

Post on 23-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hhhhhhhh

TRANSCRIPT

Page 1: 134614926-Epistaksis

BAB 1

PENDAHULUAN

Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,

tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat

anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian

belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup

besar antara lain dari arteri sphenopalatina.(1)

Hidung berdarah atau dalam istilah kedokterannya epistaksis (epistaxis)

adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.

Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan

nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan

sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach’s.

Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana

hampir 90 % dapat berhenti sendiri. Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10

tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering.(1,2)

Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan

mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan

dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.. Epistaksis berat, walaupun

jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat

berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.(1)

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya,

kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh

kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya

trauma,kelainan anatomi,kelainan pembuluh darah,infeksi lokal, benda

asing,tumor,pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit

kardiovaskuler,kelainan darah,infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir,

kelainan hormonal dan kelainan kongenital.(2)

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior

dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach

atau dari arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal

1

Page 2: 134614926-Epistaksis

dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis

kebanyakan terjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan

kauterisasi. Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih

agresif termasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic cauterization. (1,3)

2

Page 3: 134614926-Epistaksis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit,jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan

atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari os nasal, prosesus

frontalis os maksila,dan prosesus nasalis os frontalis. Kerangka tulang rawan

terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis

superior,sepasang kartilago nasalis lateralis inferior,tepi anterior kartilago septum.(1,2,3)

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dipisahkan oleh

septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum

nasi mempunyai 4 buah dinding. Dinding medial hidung ialah septum nasi.

Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh

perikondrium pada bagian tulang rawan dan dan periosteum pada bagian tulang

sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.(2,3)

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka yaitu konka

inferior,media,superior,dan suprema yang biasanya rudimenter. Di antara konka-

konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.Ada

3 meatus yaitu meatus inferior,media,dan superior. Di meatus nasi bermuara

sinus-sinus paranasalis. Dan yang di inferior bermuara duktus nasolakrimalis

Dinding inferior rongga hidung dibentuk oleh os maksila dan palatum. Dinding

superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis.(3)

3

Page 4: 134614926-Epistaksis

4

Page 5: 134614926-Epistaksis

Gambar 1 : Dinding Nasi Lateral(2)

2.2 Vaskularisasi Hidung

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna

dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak

pada cavum nasi melalui :

1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan

melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat

posterior dan dinding lateral hidung.

2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang

berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian

inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika

mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi

septum dan dinding lateral superior. (4)

Gambar 2 : Vaskularisasi hidung(2)

5

Page 6: 134614926-Epistaksis

Gambar 3 : Pleksus Kiesselbach(4)

2.3 Innervasi Hidung

Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat persarafan sensoris dari

nervus etmoidalis anteior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang

berasal dari nervus oftalmikus (N. V1). Rongga hidung lainnya, sebagian besarnya

mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatina.

Gangglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion

ini menerima serabut saraf sensoris dari nervus maksila (N. V2), serabut

parasimpatis dari nervus petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis

dari nerus petrosus profundus. Gangglion sfenopalatina terletak di belakan dan

sedikit di atas ujung posterior konka media.

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui

lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir

pada sel- sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.

2.4 Fisiologi Hidung

2.4.1 Fungsi Respirasi

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Suhu

udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 370C. Fungsi pengatur suhu

ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur

yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh : rambut (vibrissae)

pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.(4,5)

2.4.2 Fungsi Penghidu

Hidung bekerja sebagai indra penghidu dan pencecap dengan adanya

mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian

6

Page 7: 134614926-Epistaksis

atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan

palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu

indra pencecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai

macam bahan.(5)

Gambar 4 : Regio mukosa(5)

2.4.3 Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau

7

Page 8: 134614926-Epistaksis

hilang,sehingga terdengar suara sengau (rhinolalia). Terdapat 2 jenis rhinolalia

yaitu rhinolalia aperta yang terjadi akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan

tulang di hidung dan mulut. Yang paling sering terjadi karena stroke dan

rhinolalia oklusa yang terjadi akibat sumbatan benda cair (ketika pilek)  atau padat

(polip, tumor, benda asing) yang menyumbat.(5,6)

2.4.4 Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan

menyebabkan reflex bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan pancreas.(6) 

2.5 Epistaksis

2.5.1 Definisi

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga

hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari

suatu kelainan yang hampir 90 % dapat berhenti sendiri(1,3). Perdarahan dari

hidung dapat merupakan gejala yang sangat mengganggu dan dapat mengancam

nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis

secara efektif(3).

2.5.2 Etiologi

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam

selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh

darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum

nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh

darah yang kaya anastomosis(4). Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab

lokal dan umum atau kelainan sistemik:(3,4,5,6).

2.5.2.1 Lokal

a) Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,

benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat

trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas.

Trauma karena sering mengorek hidung dapat menyebabkan ulserasi dan

8

Page 9: 134614926-Epistaksis

perdarahan di mukosa bagian septum anterior. Selain itu epistaksis juga bisa

terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.(1,2)

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam.

Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang

berhadapan bila konka itu sedang mengalami pembengkakan. Bagian anterior

septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara

pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta

yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital.

Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan

kemudian perdarahan. (1,2,3)

Benda asing yang berada di hidung dapat menyebabkan trauma local,

misalnya pada pipa nasogastrik dan pipa nasotrakea yang menyebakan trauma

pada mukosa hidung.(2)

Trauma hidung dan wajah sering menyebabkan epistaksis. Jika perdarahan

disebabkan karena laserasi minimal dari mukosa biasanya perdarahan yang terjadi

sedikit tetapi trauma wajah yang berat dapat menyebabkan perdarahan yang

banyak.(3,4)

b) Infeksi lokal

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis

atau sinusitis.(4)

Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi

akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga

memudahkan terjadinya perdarahan di hidung.(4,5)

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan

intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,

Hemangioma, angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat. Karena pada

tumor terjadi pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan pembuluh darah

yang baru (neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga memudahkan

terjadinya perdarahan.(5,6)

d) Kelainan kongenital

9

Page 10: 134614926-Epistaksis

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan

telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).

Juga sering terjadi pada Von Willendbrand disease. Telengiectasis hemorrhagic

hereditary adalah kelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi pelebaran

kapiler yang bersifat rapuh sehingga memudah kan terjadinya perdarahan.(6)

Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan

menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah.

Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau dapat rusak

di bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam. (7)

Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah

yang normal.(7)

Gambar 5a. Pembekuan darah

normal

Gambar 5b. Pembekuan darah tidak

normal

Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.

Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah

yang luka.

Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang

rusak. Ini disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar

melepaskan zat yang mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga

10

Page 11: 134614926-Epistaksis

akan menggumpal membentuk sumbat trombosit pada tempat yang

terluka. Ini disebut agregasi trombosit.

Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat

terjadinya bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam

darah diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan

fibrin.

Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von

Willebrand ) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut

cascade.

   

Gambar 6a. cascade koagulasi

normal(7)

Gambar 6b. cascade koagulasi

hemophilia(7)

VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah.(6,7)

1. Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup

Faktor Von Willebrand (VWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut

tidak berfungsi secara normal. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak

sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh

darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding

pembuluh darah.

2. Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah

satu protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa

adanya faktor VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses

pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama. Akibatnya VWF

tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di

sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan.

11

Page 12: 134614926-Epistaksis

e) Pengaruh lingkungan

Kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa. Epistaksis

sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang disebabkan

oleh dehumidifikasi mukosa nasal selain itu bisa di sebabkan oleh zat-zat kimia

yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan kekeringan mukosa sehingga

pembuluh darah gampang pecah.(4,5)

f) Deviasi septum

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari

septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Selain itu dapat

menyebabkan turbulensi udara yang dapat menyebabkan terbentuknya krusta.

Pembuluh darah mengalami ruptur bahkan oleh trauma yang sangat ringan seperti

mengosok-gosok hidung.(2,3)

2.5.2.2 Sistemik

a) Kelainan darah

Beberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan epistaksis adalah

trombositopenia, hemofilia dan leukemia.

Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan

dibentuk di sumsum tulang. Trombosit berfungsi untuk pembekuan darah bila

terjadi trauma. Trombosit pada pembuluh darah yang rusak akan melepaskan

serotonin dan tromboksan A₂ (prostaglandin), hal ini menyebabkan otot polos

dinding pembuluh darah berkonstriksi. Pada awalnya akan mengurangi darah

yang hilang. Kemudian trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel

pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak danmembentuk plug

trombosit. Trombosit juga akan melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain,

sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk memperkuat plug.

Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit kurang dari 150.000/

µl. Trombositopenia akan memperlama waktu koagulasi dan memperbesar resiko

terjadinya perdarahan dalam pembuluh darah kecil di seluruh tubuh sehingga

dapat terjadi epistaksis pada keadaan trombositopenia. (4,5)

12

Page 13: 134614926-Epistaksis

Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan

secara X-linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme

hemostasis herediter, dimana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan

VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B). Darah pada penderita hemofilia tidak

dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah

berjalan amat lambat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya epistaksis(4,5,6)

Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih

yang diproduksi oleh .sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone

marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel

darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah

merah (berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (bagian kecil

sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Pada Leukemia terjadi

peningkatan pembentukan sel leukosit sehingga menyebabkan penekanan atau

gangguan pembentukan sel-sel darah yang lain di sumsum tulang termasuk

trombosit. Sehingga terjadi keadaan trombositpenia yang menyebabkan

perdarahan mudah terjadi.(4,5,6)

Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula

mempredisposisi epistaksis berulang. Aspirin mempunyai efek antiplatelet yaitu

dengan menginhibisi produksi tromboksan, yang pada keadaan normal akan

mengikat molekul-molekul trombosit untuk membuat suatu sumbatan pada

dinding pembuluh darah yang rusak. Aspirin dapat menyebabkan peoses

pembekuan darah menjadi lebih lama sehingga dapat terjadi perdarahan. Oleh

karena itu,aspirin dapat menyebabkan epistaksis.(3)

b) Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, sirosis

hepatis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat

hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.(3,4,5)

1. Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmhg. Epistaksis sering

terjadi pada tekanan darah tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang

13

Page 14: 134614926-Epistaksis

di sebabkan oleh penyakit hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi

pembuluh darah terus menerus yang mengakibatkan mudah pecahnya

pembuluh darah yang tipis.(4,5)

2. Arteriosklerosis

Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi

keadaan tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa

mengompensasi dengan vasodilatasi, menyebabkan rupture dari pembuluh

darah.(5)

3. Sirosis hepatis

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan

dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin,

faktor V, VII, IX, X dan vitamin K. Pada sirosis hepatis fungsi sintesis

protein-protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk pembekuan darah

terganggu sehingga mudah terjadinya perdarahan. Sehingga epistaksis bisa

terjadi pada penderita sirosis hepatis.(6)

4. Diabetes mellitus

Terjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan

mikroangiopati dan makroangiopati. Kadar gula darah yang tinggi dapat

menyebabkan sel endotelial pada pembuluh darah mengambil glukosa

lebih dari normal sehingga terbentuklah lebih banyak glikoprotein pada

permukaannya dan hal ini juga menyebabkan basal membran semakin

menebal dan lemah. Dinding pembuluh darah menjadi lebih tebal tapi

lemah sehingga mudah terjadi perdarahan. Sehingga epistaksis dapat

terjadi pada pasien diabetes mellitus.(3,4)

c) Infeksi akut

Demam berdarah

14

Page 15: 134614926-Epistaksis

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks

antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi

melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan

menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai

akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga

trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit

dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran

platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =

koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor

pembekuan. Oleh karena itu epistaksis sering terjadi pada kasus demam

berdarah.(3,4,5)

d) Gangguan hormonal

Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di

pembuluh darah yang menuju ke semua membran mukosa di tubuh

termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan

akhirnya terjadinya epistaksis.(4)

e) Alkoholisme

Alkohol dapat menyebabkan sel darah merah menggumpal sehingga

menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah. Hal ini

menyebabkan terjadinya hipoksia dan kematian sel. Selain itu hal ini

menyebabkan peningkatan tekanan intravascular yang dapat

mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi

epistaksis.(5)

2.5.3 Patofisiologi

15

Page 16: 134614926-Epistaksis

Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang

sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari

bagian anterior dan posterior.(6)

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan

sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal

dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan)

dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana(3,5,6).

Gambar 7: Epistaksis anterior(6)

2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid

posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri,

sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering

ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular(3,5,6).

16

Page 17: 134614926-Epistaksis

Gambar 8. Epistaksis posterior(6)

2.5.4 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan

dan belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal

terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan

darah(5).

Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan

oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat

pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma

terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus

dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin

merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan

atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu

dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk.

Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi

pembekuan secara bermakna(6).

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,

speculum hidung dan alat penghisap(bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain

kassa (6).

Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi

dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk

mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.(6)

Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan

semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah

membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk

mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung

dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu

larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin

1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat

vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk

17

Page 18: 134614926-Epistaksis

sementara(3,5,7). Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan

dilakukan evaluasi(7).

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung

yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien

dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan

perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa(5,6):

a) Rinoskopi anterior : Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari

anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi,

dinding lateral hidung dan konkha inferior harus diperiksa dengan cermat.

Gambar 9 : Rhinoskopi Anterior(7)

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien

dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan

neoplasma(7)

c) Pengukuran tekanan darah

18

Page 19: 134614926-Epistaksis

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,

karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering

berulang.(7)

d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI

Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau

infeksi.(4,5)

e) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan

penyakit lainnya.(5)

Gambar 10: Tampilan endoskopi epistaksis posterior(5)

f) Skrining terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu

tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan. (6)

g) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah

kesehatan yang mendasari epistaksis.(6)

2.5.5 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.

Hal-hal yang penting dicari tahu adalah(1,5,6):

19

Page 20: 134614926-Epistaksis

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar

dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan

perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau

ada syok, perbaiki dulu kedaan umum pasien(6). Tindakan yang dapat dilakukan

antara lain:(3,6,7)

a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk

kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat

dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian

cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode

Trotter).(7)

‘;

Gambar 11. Metode Trotter(7)

c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang

telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat

penghisap untuk membersihkan bekuan darah. (3,4,5)

20

Page 21: 134614926-Epistaksis

d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,

dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam

trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan

analgesia topikal terlebih dahulu.(4)

e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,

diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang

diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga

dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan

lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke

puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal

perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari. (5,6)

Gambar 12 :Tampon anterior(6)

f) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau

tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm

dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada

sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior). Setiap

pasien dengan tampon Bellocque harus dirawat.(6,7)

21

Page 22: 134614926-Epistaksis

Gambar 17: Tampon Bellocque(7)

g) Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan

balon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air. (7)

Gambar 18. Tampon posterior dengan Kateter Foley(7)

h) Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik.

Akan tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya. (7)

i) Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat

diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus

dirujuk ke rumah sakit.(7)

2.5.6 Komplikasi

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha

penanggulangannya. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis

(karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena

22

Page 23: 134614926-Epistaksis

darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia.

Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum,

serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui

mulut terlalu kencang ditarik.(1,2,3)

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan

darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner

dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian

infus atau transfusi darah(6).

2.5.7 Diagnosis Banding

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah

mengalir keluar dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah,

perdarahan di basis cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid

ataupun tuba eustachius.(2,3)

2.5.8 Pencegahan

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya

epistaksis antara lain :(3)

a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat

dibeli, pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat

tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok the garam ke dalam secangkir

gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.

b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.

c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan

masukkan cotton bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.

d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.

e. Bersin melalui mulut.

f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.

g. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti

aspirin atau ibuprofen.

23

Page 24: 134614926-Epistaksis

h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi

biasa.

i. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan

menyebabkan iritasi. Saat pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam

keadaan perdarahan aktif, namun mempunyai riwayat epistaksis berulang

dalam beberapa minggu terakhir.

j. Biasanya berupa serangan epistaksis ringan yang berulang beberapa

kali.Pemeriksaan hidung dalam keadaan ini dapat mengungkap adanya

pembuluh-pembuluh yang menonjol melewati septum anterior, dengan sedikit

bekuan darah. Pembuluh tersebut dapat dikauterisasi secara kimia atau listrik.

k. Penggunaan anestetik topical dan agen vasokonstriktor, misalnya larutan

kokain 4% atau Xilokain dengan epinefrin, selanjutkan lakukan kauterisasi,

misalnya dengan larutan asam trikloroasetat 50% pada pembuluh tersebut.

l. Perdarahan berulang dari suatu pembuluh darah septum dapat diatasi dengan

meninggikan mukosa setempat dan kemudian membiarkan jaringan menata

dirinya sendiri, atau dengan merekonstruksi deformitas septum dasar, untuk

menghilangkan daerah-daerah atrofi setempat dan lokasi tegangan mukosa.

m. Pada perdarahan hidung ringan yang berulang dengan asal yang tidak

diketahui, dokter harus menyingkirkan tumor nasofaring atau sinus paranasalis

yang mengikis pembuluh darah. Sinusitis kronik merupakan penyebab lain

yang mungkin. Akhirnya pemeriksa harus mencari gangguan patologik yang

terletak jauh seperti penyakit ginjal dan uremia, atau penyakit sistemik seperti

gangguan koagulasi. Agar epistaksis tidak berulang, haruslah dicari dan

diatasi etiologi dari epistaksis.

2.5.9 Prognosis

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri.

Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat,

sering kambuh dan prognosisnya buruk(6)

24

Page 25: 134614926-Epistaksis

BAB 3

KESIMPULAN

Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu

penyakit, yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan

tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal.

Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun dibagi dalam dua kelompok besar

yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan menjadi dua

berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Dalam

memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam

posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.(1,2,3,4)

Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah

komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan untuk memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi

anterior dan posterior, pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan

CT-Scan atau MRI, endoskopi, skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat

penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah: (5,6,7)

a. Memencet hidung

b. Pemasangan tampon anterior dan posterior

c. Kauterisasi

d. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

25

Page 26: 134614926-Epistaksis

Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda

keras ke dalam hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras,

bersin melalui mulut, menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan

perdarahan, dan terutam berhenti merokok.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi

Keenam, Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III.

Jakarta, Penerbit EGC, 1997.

2. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Tenggorokan. Edisi Keempat, Jakarta FKUI, 2000; 91, 127-31.

3. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online]

2009 feb 19 [cited 2012 Dec 7] Available from:

http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784

4. Suryowati E. Epistaksis. Medical Study Club FKUII [cited 2012 Dec 8]

Available from: http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?

attId=2175&page=LEM%20FK%20UII

5. Evans JA. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities 2007

Nov 28 [cited 2012 Dec 8] Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment

6. Anias CR. Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] cited 2012 Dec 8

Available from :http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm

7. Freeman R. Nosebleed. Health Information Home [serial online] 2007 Feb 2

[cited 2012 Dec 8] Available from :

26