bab 1-5.docx

56
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososiokultural dan spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori dan model konseptual keperawatan. Perlu diyakini bahwa penerapan suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional akan berkembang bila didukung oleh teori dan model keperawatan serta pengembangan riset 1

Upload: nasrija

Post on 15-Nov-2015

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososiokultural dan spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori dan model konseptual keperawatan. Perlu diyakini bahwa penerapan suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional akan berkembang bila didukung oleh teori dan model keperawatan serta pengembangan riset keperawatan dan diimplementasikan di dalam praktek keperawatan (Sudiharto, 2007).Model dan teori konseptual dibutuhkan untuk memandu praktik dan penelitian keperawatan keluarga karena berpikir secara timbal balik dan sistematis dalam keperawatan keluarga membutuhkan peralihan paradigma dari pendekatan individu sebagai klien menjadi keluarga sebagai klien. Dengan demikian, teori, praktik dan penelitian dalam keperawatan keluarga terhubung dalam pola yang sinergis untuk memajukan ilmu keperawatan (Friedman, MM., Bowden, VR., & Jones, EG., 2010). Teori keluarga memiliki pandangan bahwa keluarga adalah fokus unit utama. Keluarga inti secara tradisional dipandang sebagai sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan darah dan ikatan hukum. Fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisikdan emosional setiap individu. Untuk menjaga struktur mereka, sistem keluarga memiliki aturan, prinsip-prinsip yang memungkinkan mereka untuk melakukan tugas-tugas hidup sehari-hari. Beberapa peraturan yang dinegosiasikan secara terbuka dan terang-terangan, sedangkan yang lain terucap dan rahasia. Keluarga sehat memiliki aturan yang konsisten, jelas, dan ditegakkan dari waktu ke waktu tetapi dapat disesuaikan dengan perubahan perkembangan kebutuhan keluarga (Howard, A.L, dkk, 2001).Sebuah keluaraga adalah system social yang alami, dimana seseorang menyusun aturan, peran, structural kekuasaan, bentuk komunikasi, cara mendiskusikan pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan lebih efektif. Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga. Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social (Dorothy S. 1976 dalam Susanto 2010).Terapi keluarga mengajarkan penyelesaian tanpa paksaan, mengajarkan orang tua untuk menetapkan kedisiplinan pada anak-anak mereka, mendorong tiap anggota keluarga untuk berkomunikasi secara jelas satu sama lain, mendidikanggota keluarga dalam prinsip perubahan perilaku, tidak menekankan kesalahanpada satu anggota akan tetapi membantu anggota keluarga apakah harapan terhadap anggota yang lain masuk akal (Friedman, MM., Bowden, VR., & Jones, EG., 2010).Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian yang dilakukan Robinson (2010), terhadap 19 pasien diabetes melitus, menyimpulkan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor yang paling utama untuk mempertahankan metabolik kontrol yang akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Sementara pada penelitian Konradsdottir dan Erla (2011), pemberian pendidikan dan intervensi dukungan terhadap keluarga menghasilkan hubungan positif terhadap kemampuan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan anggota keluarga penderita diabetes melitus.Setiawan (2010) melakukan penelitian terhadap pasien skizofrenia beserta keluarganya yang diberikan terapi keluarga, didapatkan hasil bahwa terapi keluarga efektif terhadap penurunan angka kekambuhan pada pasien skozofrenia. Sementara penelitian Sutanto (2010) pemberian terapi keluarga berupa pendidikan kesehatan, pendampingandan konseling dalam pengembangan keterampilan, serta pengembangan keterampilan keluarga dalam berkomunikasi efektif terhadap peningkatan tingkat kemandirian keluarga dengan permasalahan remaja.Penelitian yang dilakukan oleh Sjattar, Elly, Burhanuddin, dan Sitti (2011), membuktikan bahwa penerapan model keluarga untuk keluarga yang merupakan integrasi dari konsep model dan teori keperawatan Self Care dan Family Centered Nursing dengan cara edukasi suportif pada keluarga yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan selama tiga minggu sangat berpengaruh terhadap kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita tuberkulosis yang ditandai dengan adanya peningkatan pengetahuan dan kemandirian pada saat post test.Sudiharto (2007) menyatakan, keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila tercipta keluarga yang sehat, maka akan tercipta komunitas yang sehat pula. Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga, mengakibatkan berpengaruh terhadap sistem keluarga tersebut. Dan secara tidak langsung turut mempengaruhi komunitas, bahkan komunitas yang lebih luas (global). Oleh karena itu keluarga menjadi salah satu bagian terpenting dalam mencapai suatu keberhasilan kemandirian keluarga. Suatu krisis dapat mengganggu keseimbangan peran dan seberapa besar gangguan itu tergantung pada tahap kehidupan keluarga. Oleh karena itu perawat dalam mengintervensi harus memperhatikan perkembangan keluarga. Therapy umumnya mulai dengan usaha untuk menemukan apa yang sedang mengganggu keluarga dan apa yang mereka harapkan melalui terapi ini Model terapi yang diterapkan dalam keluarga yang akan dibahas oleh kelompok adalah teori terapi interaksi/ komunikasi dan teori terapi keluarga struktural.B. Tujuan 1. Untuk memahami teori terapi keluarga dalam keperawatan keluarga2. Untuk memahami aplikasi teori terapi keluarga dalam setting keperawatan keluargaC. Manfaat 1. Bagi Pelayanan Kesehatan Dapat menjadi pedoman dalam melaksanakan layanan keperawatan khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga dengan pendekatan model teori terapi keluarga Untuk dapat memicu semangat perawat keluarga untuk up todate dalam tindakan keperawatan yang berpedoman pada standar operasional prosedur (SOP) yang berbasis evidence based nursing.

2. Bagi Pendidikan KeperawatanDapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pembelajaran khususnya dalam mengembangkan intervensi-intervensi keperawatan mandiri yang berdasarkan evidence based dengan mengugunakan teori terapi keluarga.

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAANA. Pengertian terapi keluargaTerapi merupakan cara untuk mengatur kembali masalah hubungan antar manusia. Terapi keluarga merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan untuk menemukan masalah yang timbul, kemudian dibahas dan diselesaikan bersama dengan anggota keluarga. Terapi ini dimaksudkan untuk mengubah pola atau bentuk interaksi dalam sebuah keluarga agar lebih baik lagi dari sebelumnya sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang terdapat di dalam suatu keluarga, karena pola interaksi antara orang tua dan anak mempengaruhi perilaku maladaptif di dalam sebuah keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Terapi keluarga merupakan kompetensi perawat keluarga yang harus dikuasai (Spradley, 2005). Dirgagunarsa (2008) menyatakan, terapi keluarga pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 50-an, merupakan metode yang diperkenalkan oleh para ahli psikoterapi yang bertujuan untuk mengubah serta memodifikasi tingkah laku seseorang agar tercapai kualitas hidup yang lebih baik. Keseimbangan keluarga atau istilah yg dikemukakan oleh Jackson sebagai family homeostasis dapat tercapai dengan bantuan dari anggota - anggota keluarga yang menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis dan saling menghormati satu sama lain. Masalah yang timbul dalam suatu keluarga tentu akan mengganggu sistem di dalam keluarga dan permasalahan yang timbul biasanya di karenakan terdapat salah seorang penderita, penderita yang menjadi sumber permasalahan dalam istilah keluarga dikenal dengan Identified Patient. Terapi keluarga telah dijalankan oleh berbagai bidang ilmu kesehatan dengan kerangka teori dan praktik yang telah dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan bidang kesehatan yang ditekuni. Meskipun telah disesuaikan dan dimodifikasi oleh masing-masing bidang namun pada dasarnya bagaimana menempatkan diri dalam melakukan wawancara, bagaimana melibatkan diri di dalam keluarga, bagaimana mengatur kesulitan dan terapeutik yang kompleks pada saat itu dan dari pertemuan ke pertemuan yang berikutnya ( agar keluarga tidak keluar dari terapi), bagaimana mengatur perasaan dan ekspresinya, bagaimana mempertahankan keseimbangan antara jarak dengan keterlibatan emosional, serta menentukan permasalahan pada keluarga tersebut, atau permasalahan yang spesifik tertentu dalam keluarga, finansialatau konteks sosial, lalu permasalahn tersebut besar atau kecil (Scher & Kasia, 2012).

B. Teori terapi keluargaTeori terapi ini dikembangkan untuk menangani keluarga-keluarga yang bermasalah dan arena itu sebagian besar terapi ini berorientasi pada patologi. Para ahli terapi keluarga memfokuskan perubahan pola keluarga yang malfungsi (Whall, A.L. 1983). Bahwa masalah-masalah di dalam keluarga sering kali diperburuk oleh malfungsi di dalam keluarga yang tidak diberi terapi. Petterson (1988) merumuskan sebuah krisis keluarga sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan dan sumber-sumber atau upaya-upaya koping (di dalam Setyiohadi dan Kushariyadi, 2011). Teori tersebut bersifat deskriptif menyangkut keluarga-keluarga fungsional, disfungsional, dan preskriptif (menyarankan straregi-strategi penanganan). Kebanyakan teori terapi keluarga pada beberapa tingkat berasal dari atau dipengaruhi oleh teori sistem umum. Teori intervensi krisis keluarga atau teori krisis merupakan perspektif teoretis lain yang merupakan tipe model terapi keluarga. Model ini bersifat jangka pendek, lebih berfokus pada praktik bila dibandingkan dengan model-model terapi lain. Pendekatan teoretis ini telah terbukti sangat berguna dalam keperawatan untuk menangani keluarga dalam krisis yang sedang menderita stress akut (Setyohadi dan Kushariyadi, 2011).Pada terapi keluarga, seluruh anggota keluarga diikut sertakan sebagai unit penanganan. Semua masalah dalam keluarga dipandang dari sudut yang mengungkapkan bagaimana masing-masing anggota keluarga berkontribusi terhadap masalah yang dialami. Permasalahan karena adanya perbedaan generasi dan keberadaan batasan antar generasi didokumentasikan. Perawat menentukan apakah orangtua berindak sebagai orangtua dan anak bertindak sebagai anak (Setyohadi dan Kushariyadi, 2011). Menurut ahli teori keluarga, gejala pada setiap anggota keluarga merupakan cerminan dari perilaku dan hubungan disfungsional serta pola komunikasi yang tidak sehat. Perilaku ekstrem yang dapat dilihat misalnya keterlibatan anggota keluarga yang berlebihan dan komunikasi antar anggota keluarga yang berlebihan. Kebalikan yang ekstrem, keluarga mungkin tidak terlibat atau kurang terlibat sehingga komunikasi sangat terbatas atau hampir tidak ada. Perawat melalui tiga fase hubungan terapeutik dalam bekerja sama dengan keluarga. Tiga fase tersebut adalah sebagai berikut:a. Fase periode kesepakatan oleh perawat keluarga Ditandai dengan terbentuknya hubungan antara anggota keluarga dan perawat. Pada fase ini, masalah diidentifikasikan dan tujuan ditetapkan.b. Fase kerja Terdiri dari pengubahan pola interaksi, peningkatan kemampuan individu, dan penggalian cara-cara baru dalam perilaku. Anggota keluarga diikutsertakan dalam mengklarifikasi batasan, peraturan, dan harapan.c. Fase terminasiKeluarga melihat kembali proses yang dibuat dalam mencapai tujuan, cara-cara untuk mengatasi permasalahan yang timbul kembali, dan mempertahankan asuhan yang berkesinambungan.(Setyohadi dan Kushariyadi, 2011).C. Macam-macam terapi keluarga1. Terapi Keluarga Interaksi/ Komunikasi Pendekatan terapi interaksi/komunikasi sangat dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari sistem umum dan teori proses informasi. Satir (1982) membentuk ide-ide komunikasi empat asumsi dasar. Pertama pergerakan alamiah semua individu ke arah tumbuh kembang yang positif dan suatu gejala menunjukkan suatu kebutuhan dalam proses pertumbuhan. Kedua, semua individu memiliki sumber yang diperlukan untuk tumbuh kembang. Ketiga, keluarga memiliki pengaruh timbal balik dan tanggung jawab bersama. Dengan demikian tida ada satu orangpun dalam keluarga yang disalahkan, hanya terdapat stimulus ganda dan efek ganda. Keempat, tarapi adalah proses yang melibatkan interaksi antara klien dan ahli terapi dengan tujuan memindahkan keluarga ke arah pertumbuhan positif. Walaupun ahli terapi dapat memimpin dalam memfasilitasi pertumbuhan, setiap orang bertanggung jawab terhadap pertumbuhannya sendiri. Menurut Watzlawick, Beavin, & Jackson, analisa proses komunikasi melibatkan 3 aspek yang berbeda meliputi: sintatik, semantik, dan pragmatik. Sintatik memperhatikan tentang bagaimana sebuah pesan secara akurat disampaikan dari satu orang ke orang lainnya, semantik memperhatikan tentang makna, dan pragmatik merupakan dampak komunikasi pada perilaku.Kerusakan fungsi keluarga terjadi ketika komunikasi keluarga yang tidak jelas dan jika peraturan fungsi keluarga yang menjadi ambigu. Fokus intervensi utama adalah penetapan komunikasi yang sesuai dan jelas serta mengklarifikasi dan mengubah aturan keluarga. Sudut pandang interaksi/komunikasi memiliki penekanan kuat pada komunikasi di antara anggota keluarga dan fokus sudut pandang interaksi yang dibahas adalah makna bersama, kekuatan pendekatan ini adalah fokusnya terhadap komunikasi di dalam lingkunga keluarga. Kelemahan teori ini merupakan melihat pada perilaku internal keluarga dan bukan bagaimana budaya dan lingkunga yang lebih luas memberi dampak pada keluarga. 2. Terapi Keluarga StrukturalTerapi keluarga structural dicetuskan pertama kali oleh Salvador Minuchin (Broderick & Schrader, 1991). Munichin (1974) melihat setiap keluarga mempunyai struktur yang mencerminkan fungsi setiap anggotanya. Struktural ini juga memperlihatkan bagaimana transaksi yang terjadi antara satu anggota dengan anggota lainnya di dalam keluarga. Keluarga yang mengeluh mempunyai masalah adalah keluarga yang strukturnya tidak berfungsi dengan baik dan sehat. Oleh karena itu, secara umum tujuan terapi keluarga structural adalah mengubah struktur keluarga agar dapat berfungsi dengan baik yang memudahkan setiap individu berkembang dan saling mendukung satu terhadap yang lain (Limansubroto, 1996). Menurut Munichin (1974), masalah yang ada di dalam keluarga disebabkan karena adanya pola-pola transaksi tertentu yang menyebabakan struktur yang disfungsi. Transaksi yang berulang ini menetapkan pola akan bagaimana, kapan, dan kepada siapa seorang anggota keluarga itu berhubungan. Setelah suatu jangka waktu tertentu pola ini akan membentuk bagaimana sistem keluarga itu berfungsi. Sebagai contoh, seorang ibu yang beberapa kali berkata pada anaknya untuk minum susu dan anak itu menurut. Interaksi ini memperlihatkan siapa ibu tersebut dalam relasinya dengan anak itu dan siapa anak itu dalam relasinya dengan ibu tersebut, dalam konteks waktu itu. Pola transaksi semacam ini mengatur tingkahlaku anggota keluarga. Jika ada masalah,terapi keluarga structural menantang keluarga yang selama ini berlangsung untuk berubah agar keluarga dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Walaupun setiap keluarga adalah unik, pada dasarnya ada masalah dan tujuan terapi yang dapat disimpulkan secara umum. Pada umumnya tujuan yang ingin dicapai oleh terapi keluarga structural adalah terciptanya struktur hierarki yang efektif. Empat konsep utama yang penting untuk memahami terapi keluarga transaksi adalah transaksi yang sudah menjadi kebiasaan dan berulang di anggota keluarga struktural adalah pola transaksi, adaptasi, subsistem,dan batasan. Pola yang menjadi hukum tetap mengatur interaksi perilaku berbagai anggota keluarga. Adaptasi menunjukkan kemampuan keluarga untuk menggerakkan pola transaksi alternatif menuju pola yang sudah tetap ini guna memenuhi tuntutan eksterna dan interna akan perubahan, disfungsi keluarga terjadi ketika pola transaksi tidak lagi berfungsi bagi keluarga dan akibatnya terdapat adaptasi buruk. Subsistem adalah cara sistem keluarga membedakan dan melaksanakan fungsi afektif dan sosialisasinya. Batasan merupakan memastikan perbedaan antara subsistem keluarga, kejelasan batasan memberikan barometer utama tentang seberapa baik fungsi keluarga (Friedman, M., dkk, 2010)Orang tua diharapkan menjadi penanggung jawab dan pemimpin yang tidak mempunyai kedudukan sama dengan anak-anak mereka. Dengan demikian terapi harus dapat membantu orang tua agar bersama-sama dapat menjadi subsistem eksekutif yang kompak antara bapak dan ibu. Pada keluarga yang hubungannya terlau dekat satu sama lain (enmeshed), mereka dibantu agar setiap individu lebih mandiri dan membangun batas yang sehat di antara mereka. Pada keluarga yang hubungan antar anggotanya terlalu jauh satu sama lain (disenganged), tujuan terapi adalah membuat batas yang lebih lunak atau lebih lentur antara satu anggota keluarga yang lain (Limansubroto, 1993).D. Tujuan terapi keluargaTujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Hal ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang sebenarnya terlibat, karena anggota keluarga perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, dan jika memungkinkan dapat diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh (Triyanto, 2011).Tujuan utama terapi keluarga adalah untuk mengidentifikasi masalah yang akan dihadapi pasien pada masa yang akan datang dan membuat rencana supaya permasalahan tersebut dapat dihadapi atau dihindari. Penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah kepada pasien dan keluarga mereka adalah lebih efektif untuk mencapai tujuan dibandingkan dengan hanya memberikan terapi individual pada penderita.Terapi ini juga terbukti efektif pada penurunan dosis obat pada penderita skizofrenia yang melakukan terapi bersama keluarganya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup serta sistem keluarga menjadi optimal (Semiun, 2006).Tujuan jangka panjang bergantung pada bagian terapis keluarga, apakah sebagian besar yang dilakukan untuk mengembangkan status mengenali pasien, klarifikasi pola komunikasi keluarga. Dalam survey, responden diminta menyebut tujuan primer dan sekunder mereka, untuk seluruh keluarga, ke dalam delapan kemungkinan tujuan. Tujuan yang disebut sebagai tujuan primer mengembangkan komunikasi untuk seluruh keluarga ternyata lebih dipilih mengembangkan otonomi dan individu. Sebagian memilih pengembangan simptom individu dan mengembangkan kinerja individu. Memfasilitasi fungsi individu adalah tujuan utama dari terapi individual, tetapi para terapis keluarga melihat hal tersebut sebagai bukan hal utama dalam proses perubahan keluarga yang menghormati anggota lainnya (Triyanto, 2011).Tujuan akhir terapi keluarga adalah untuk mengintegrasikan keluarga ke dalam sistem yang besar di dalam masyarakat, termasuk keluarga besar (extended family), masyarakat (seperti sekolah, fasilitas medis, badan sosial,rekreasional, dan kesejahteraan) sehingga tidak terisolasi (Setyohadi dan Kushariyadi, 2011).E. Indikasi Terapi KeluargaIndikasi keluarga yang memerlukan terapi keluarga menurut Triyanto (2011), adalah sebagai berikut:1. Konflik perkawinan, konflik sibling, konflik beberapa generasi.2. Konflik antara orangtua dan anak.3. Konflik pada masa transisi dalam keluarga seperti pasangan yang baru menikah, kelahiran anak pertama dan masalah remaja.4) Terapi individu yang memerlukan melibatkan anggota keluarga lain.5) Proses terapi individu yang tak kunjung mengalami kemajuan.

BAB IIIANALISA KASUS PADA KELUARGA TN. V DAN Ny. Y

A. SkenarioTn. V & Ny. Y adalah pasangan muda yang menikah 1 tahun yang lalu. Tn.V berumur 25 tahun bekerja sebagai Satpam di sebuah Rumah Sakit Swasta, Tn V merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara. Sedangkan Ny Y berumur 24 tahun bekerja sebagai karyawan di perusahaan dealer, Ny. Y adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini Tn.V dan Ny. Y tinggal di rumah orang tua Ny. Y dan mereka merupakan lulusan sarjana ekonomi, mereka bertemu saat kuliah. Namun dikarenakan sedang hamil Ny. Y mengambil cuti dari pekerjaannya.Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh perawat keluarga didapatkan bahwa terdapat disfungsi keluarga pada keluarga Ny. Y dan Tn. V. Ny. Y mengatakan saat ini keluarganya sedang tidak harmonis, suaminya lebih sering menghabiskan waktunya di luar daripada di rumah padahal Ny. Y tengah hamil muda, dia menginginkan suaminya sering di rumah. Ny. Y mengaku saat ini sering marah-marah pada suaminya walaupun masalah kecil seperti suaminya yang telat pulang ataupun meletakkan barang sembarangan. Dan ketika Ny. Y sedang sedih dia selalu menceritakan masalah keluarganya kepada ibunya walaupun Ny. Y tau hal itu tidak baik, dia mengatakan sangat dekat dengan ibunya sehingga setiap ada masalah dia selalu menceritakan ke ibunya. Ny. Y sangat rindu akan suaminya tetapi dia merasa Tn. V tidak mencintainya lagi.Di sisi lain Tn. V mengaku tidak menyukai istrinya yang marah-marah makanya dia lebih sering menghabiskan waktunya di luar, bahkan kadang-kadang istrinya marah dengan alasan yang tidak jelas. Namun yang membuat Tn. V lebih marah adalah ketika ada masalah Ny. Y selalu mengatakan kepada ibunya dan ini tentu saja membuat Tn. V malu sebagai kepala keluarga di rumah tangganya, terlebih karena dia tinggal di rumah orang tua istrinya. Tn. V mengaku dulu istrinya tidak seperti sekarang yang suka marah-marah. Tn. V menginginkan setiap ada masalah Ny. Y tidak menceritakan masalah keluarga mereka ke ibu mertua karena dia tidak menyukai ibu mertuanya yang ikut campur ke dalam masalah keluarganya.Tn. V juga mengaku tidak dapat menjalankan perannya sebagai suami dikarenakan setiap pengambilan keputusan Ny. Y yang selalu memutuskan, Tn. V hanya diam saja karena tidak ingin istrinya marah dan karena istrinya sedang hamil. Tn. V merasa minder karena masih bekerja sebagai Satpam. Sebenarnya Tn. V ingin pindah dari rumah ibu mertuanya namun dikarenakan tidak cukup uang serta ibu mertuanya yang tinggal sendiri dan menginginkan Ny. Y tinggal bersamanya.Saat ditanya kepada ibu mertua, dia mengatakan sangat menyayangi anak dan menantunya. Dia sangat khawatir dengan keadaan rumah tangga anaknya. Ibu mertua mengatakan Ny. Y itu sangat manja dengannya sejak dia masih kecil. Dia selalu berusaha membantu agar rumah tangga anaknya baik-baik saja, Ny. S tidak ingin Ny. Y pindah ke rumah lain karena nanti dia akan tinggal sendiri, anak pertamanya sudah tinggal di Jakarta ikut suaminya bekerja dan suaminya sudah lama meninggal.

B. Pengakajian 1. Mengidentifikasi dataa. Nama Keluarga: Tn. V, Ny. Y dan Ny. Sb. Alamat: Desa Seol, RT 3 RW 2c. SKomposisi Keluarga :

VYSedang hamild. Tipe bentuk Keluarga: Extended Familye. Latar belakang kebudayaan: keluarga Tn. V dan Ny. Y sama berasal dari Aceh. Sesuai dan adat Aceh di dalam sebuah keluarga struktur peran dan kekuasaan berada pada Tn. V namun saat ini hal itu susah dilaksanankan karena Ny. Y lebih berperan sebab Tn. V yang memilih diam saja ketika memberikan pendapat sering di bantah oleh istrinya dan ibu mertua juga sering ikut campur dalam masalah keluarga Tn. V. Akan tetapi Ny. Y juga menjalankan tugasnya sebagai istri pada umumnya menyiapkan makanan untuk suaminya dan dibantu oleh ibunya. Selain ibunya Ny. Y memiliki tetangga yang bisa membantu bila diperlukan, dan Tn. V sering mengunjungi temannya (akan tetapi tingkat dukungannya tidak jelas diketahui)f. Agama: Islam. Keluarga dengan aktif terlibat di dalam kegiatan pengajian, namun sejak Ny. Y hamil sudah tidak mengikutinya lagi, akan tetapi ibu Ny. Y masi selalu mengikuti pengajian dan Tn. V juga selalu ke masjid bila pulang ke rumah.g. Status Kelas Sosial: Tn. V bekerja sebagai Satpam, Ny. Y bekerja sebagai karyawan dan Ny. S mendapatkan gaji dari pensiunan suaminya. Untuk saat ini kebutuhan mereka berada pada kategori cukup. 2. Tahap Perkembangan keluarga: a. Keluarga dengan pasangan baru dan sedang mempersiapkan untuk kelahiran anak pertamanyab. Sejauh mana keluarga memenuhi tugas perkembangan: Keluarga tampak memenuhi kebutuhannya. Namun komunikasi antar Tn. V dan Ny. Y tidak berjalan dengan baik serta struktur keluarga juga tidak efektif, pengambilan keputusan sering diambil oleh istri Tn. V dan ibu mertua yang selalu ikut campur dalam masalah rumah tangga Tn. V. memelihara kepuasan istri dan ibu mertuanya namun menurun dalam kepuasan hubungan pernikahannya sendiri.

c. Riwayat keluarga : Tn. V tinggal di rumah orang tua istrinya. Mereka berkenalan sejak mereka kuliah dan memutuskan menikah setelah saling mengenal 2 tahun. Awal pernikahan rumah tangga Tn. V sangan harmonis, namun ketika istrinya hamil, sejak itulah sering terjadi konflik yang membuat keluarga Tn. V tidak harmonis3. Data Lingkungan:Karakteristik rumah luas rumah lebar 4 M , panjang 12 M , terdiri 3 kamar tidur, 1 km mandi dan wc , ruang tamu, dan dapurnya.Type bangunan lantai dari keramik. Kebersihan ruang bersih dan barang tampak teratur , memasak dengan kompor gas, sumber air dari PAM.a. Karakteristik lingkungan sekitar: Lingkungan desan S adalah permukiman yang terdiri dari keluarga kelas pekerja. Dan letak rumah Tn. V tidak jauh dari jalan yang ada kendaraan umum. Serta letak Puskesmas juga tidak terlalu jauh jika keluarga memerlukan bantuan kesehatan. Masjid berada sekitar 1 meter dari rumah.b. Mobilitas geografis:Keluarga telah tinggal di komunitas dan lingkungan yang sama selama hidup mereka.

c. Asosiasi transaksi dengan KomunitasKeluarga di kenal ramah oleh masyarakat setempat, Ny. Y bertindak sebagai komunikator dengan tetangga. Ny. Y juga ramah menerima setiap tamu yang datang ke rumahnya. Dan setiap ada info kesehatan dan Puskesmas datau program yang diadakan keluarga Tn. A selalu mengikutinya apabila sedang tidak bekerja.4. Struktur Keluargaa. Pola komunikasi Ny. Y sering marah ketika meminta atau memberitahukan sesuatu kepada suaminya Ny. Y merasa suaminya sering mengabaikannya Tn. V merasa sering tidak dihargai oleh istrinya oleh karena itu hanya diam saja dan sering memilih untuk meninggalkan istrinya ketika sedang berbicara Kedua suami istri tersebut tidak menyatakan kebutuhan dan perasaannya secara jelas atau terbuka, Ny. Y sering meminta tolong ibunya untuk menyampaikan kebutuhannya kepada Tn. Vb. Struktur kekuasaan Suami memiliki kekuasaan membuat keputusan, namun hal itu sering dijalankan oleh Ny. Y

c. Struktur peranSuami bertindak sebagai pencari nafkah bagi keluarga dan sebagai pemimpim keluarga, akan tetapi hal itu tidak terlihat dikarenak Ny. Y juga bekerja mencari nafkah. d. Nilai keluargaKeluarga menganut norma-norma masyarakat pada umumnya, dan agama mereka pun memiliki aturan-aturan dalam rumah tangga. Namun nilai itu sering dilanggar meskipun mereka tau. Hal inilah yang mempengaruhi secara langsung ketegangan dan disfungsi keluarga5. Fungsi Keluargaa. Fungsi afektifTidak adekuat, dikarenakan miskomunikasi. Ny. Y sering marah-marah, dan Tn. V sudah jarang-jarang memberikan perhatian kepada Ny. Y. namun mereka masi saling mencintai dan saling melindungi.b. Fungsi sosialisasiKeluarga Tn. V bersoialisasi dengan baik antar tetangga, c. Fungsi perawatan kesehatanFungsi perawatan kesehatan berjalan dengan baik, ibu menerima pemeriksaan kesehatan ANC, serta di Ny. Y juga sering memasak makanan yang bergizi di rumah. Tn. V mengalami gangguan tidur di malam hari karena merasa tidak nyaman dengan hubungan pernikahannya. Dan Ny. S menginap hipertensi dan gastritis tetapi masih ditangani dengan baik. 6. Stres, Koping dan Adaptasi Keluargaa. Stressor, kekuatan, dan persepsi keluargaKelebihan dan ketegangan peran yang dialami keluarga Tn. V, komunikasi yang tidak baik, serta struktur keluarga yang kurang baik, Ny. Y takut jika komunikasinya terus memburuk sampai mereka melahirkan anak pertamanya. Ibu mertua selalu membantu, akan tetapi menurut Tn. V itu tidak dapat menyelesaikan masalah keluarganyab. Strategi koping keluargaStrategi koping keluarga disfungsional, yaitu tidak ada kerja sama untuk ingin menyelesaikan, tidak saling terbuka dan komunikasi yang salah, akan tetapi keluarga mengetahui permasalahan yang sedang dihadapinya saat ini dan Tn. V dan Ny. Y masih saling mencintai dan sangat mengharapkan kelahiran anak pertamanyaC. Diagnosa Keperawatan1. Disfungsi proses keluarga: ketidakefektifan komunikasi dan gangguan struktur pola di keluarga Tn. V

Skema 1: Kerangka Konsep Penerapan Teori Terapi Keluarga Dalam ASKEP

Fase periode kesepakatan oleh perawat keluarga

Pengkajian(Model pengkajian keluarga Friedman)

IntervensiTerapi keluargaT. terapi keluarga komunikasi/interaksiT. terapi keluarga strukturalT. terapi keluarga sistem keluargaT. terapi keluarga lainnyaDiagnosaDisfungsi Proses keluarga: Gangguan komunikasi dan struktural keuarga

Fase Kerja

ImplementasiT. terapi komuniasi/ interaksiT. terapi struktural SintatikSematikPragmatik(Watzlawick dkk di dalam Friedman,dkk, 2010)

Pola transaksiAdaptasiSubsistemBatasan(Minuchin dkk, didalam Friedman dkk, 2010)

Faktor yang memperngaruhi:1. Emosional2. Pengalaman sebelumya3. Kesehatan fisik dan jiwa4. Otonomi5. Budaya

Fase Terminasi

EvaluasiFungsi proses keluarga meningkat ditandai dengan komunikasi dan struktural keluarga yang baik

BAB IVPEMBAHASAN

A. Uraian KasusSebuah keluarga adalah sebuah sistem sosial yang alami, di mana seseorang menyusun aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, cara mendiskusikan pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan lebih efektif. Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simptom dan cara pemecahannya. Model terapi yang diterapkan dalam keluarga antara lain komunikasi/interaksi, struktural, sistem keluarga dan terapi keluarga lainnya (Friedman, MM., Bowden,VR., Jones, EG, 2010).Keluarga berperan sangat menentukan mengenai bagaimana keluarga menghadapi krisis, dan ini akan berbeda-beda dalam tahap-tahap yang berbeda dalam kehidupan keluarga. Suatu krisis dapat mengganggu keseimbangan peran dan seberapa besar gangguan itu tergantung pada tahap kehidupan keluarga. Oleh karena itu perawat dalam mengintervensi harus memperhatikan perkembangan keluarga. Therapy umumnya mulai dengan usaha untuk menemukan apa yang sedang mengganggu keluarga dan apa yang mereka harapkan melalui terapi ini. Menurut ahli teori keluarga, gejala pada setiap anggota keluarga merupakan cerminan dari perilaku dan hubungan disfungsional serta pola komunikasi yang tidak sehat (Setyohadi dan Kushariyadi, 2011).Therapy umumnya mulai dengan usaha untuk menemukan apa yang sedang mengganggu keluarga dan apa yang mereka harapkan melalui terapi. Pada kasus Tn. V didapatkan disfungsi proses keluarga yang dikarenakan komunikasi yang tidak baik serta struktur keluarga yang tidak terlihat. Dimana Ny. Y yang selalu marah ketika berkomunikasi dan Tn. V yang tidak memberikan feedback yang baik kepada Ny. Y yang menyebabkan komunikasi semakin tidak baik. Kerusakan fungsi keluarga terjadi jika terjadi komunikasi keluarga yang ambigu.Pada kasus ini perawat keluarga harus menjelaskan kepada keluarga Tn. V 3 aspek komunikasi yang baik yaitu sintatik, sematik dan pragmatik. Perawat yang menggunakan 3 aspek tersebut berfokus bagaimana membantu anggota keluarga saling berkomunikasi dengan jelas sehingga pesan yang disampaikan adalah pesan yang diterima. Ini artinya Ny. Y harus berkomunikasi dengan pesan dan memperhatikan makna yang jelas sehingga mengahasilkan dampak komunikasi yang baik. Begitu pula dengan Tn. V juga harus menjaga komunikasi dengan istrinya, perawat keluarga harus menjelaskan perubahan fisiologis yang dialami oleh Ny. Y yang sedang hamil akan meningkatkan hormon progesteron yang menyebabkan Ny. Y lebih sensitif dan cepat marah. Tujuan primer terapi keluarga adalah memahami peraturan serta proses komunikasi yang fungsional keluarga. Komunikasi merupakan sebuah proses saling mendengarkan antara patner atau pasangan misalkan saja seorang istri mendengarkan suaminya bicara dan sebaliknya seorang suami mendengarkan istrinya berbicara tatkala dalam mengeluarkan sebuah pendapat (David H.Olson & Amy K.O:2000). Kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan mulus sesekali pasti ada saja gelombang yang menerpa. Seberapa besar masalah yang datang, semua tergantung bagaimana istri dan suami menyikapinya. Komunikasi yang kurang bagus sering menjadi pangkal utama masalah muncul antara pasangan suami istri. Kehadiran mertua yang terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga anak dan menantunya seringkali menjadi sumber konflik.Pada kasus keluarga Tn. V ibu mertuanya yang sering ikut campur justru yang membuat Tn. V menghindari komunikasi, akan tetapi itu tidak dapat menyelesaikan masalah. Sebagai mitra untuk bicara dan mengungkapkan perasaan, perawat berfokus pada proses interaksi mereka. Konsentrasi pada isi dari pembahasan adalah tanda bahwa perawat secara /emosional masuk dalam masalah pasangan. Pekerjaan perawat bukanlah untuk menyelesaikan konflik, tetapi membantu pasangan untuk melakukannya. Tujuannya adalah agar klien dapat mengekspresikan ide-ide, pikiran, dan pendapat kepada para perawat di depan pasangan mereka. Jika pasangan mulai berdebat, terapis menjadi lebih aktif dengan pertanyaan yang tenang, kemudian yang lain, dengan fokus pada pikiran mereka (Dorothy S. 1976 dalam Susanto 2010).Dalam banyak kasus, cara paling paling tepat dalam mengatasi masalah-masalah keluarga adalah memberikan setiap orang bersama-sama dalam rumah tangga yang sama dan memberanikan mereka untuk berhadapan satu sama lain dan membicarakan tentang konflik/ permasalahan mereka. Diskusi ini bisa menjadi ricuh dan tidak produktif, tapi perawat yang handal dapat membantu anggota keluarga untuk menyadari apa yang sedang mereka lakukan dan memandu mereka dalam memahaminya, ini artinya perawat harus mengumpulkan semua anggota keluarga Tn. V yaitu Ny. Y dan Ny. S untuk masing-masing-masing mengungkapkan perasaan mereka.Pada kasus ini perawat keluarga juga membantu dalam memfasilitasi perubahan dalam struktur keluarga, yaitu bisa dilakukan ketika perawat menanyakan genogram keluarga. Berupa tanggung jawab dan interaksi masing-masing anggota keluarga Tn. V, ketika perawat menjalankan terapi harus mewaspadai faktor-faktor pengganggu yang mempengaruhi jalannya terapi seperti, Emosional, pengalaman sebelumnya, kesehatan fisik dan jiwa, otonomi, dan budaya. Terapi keluarga ini akan berhasil jika memiliki kesadaran penting menyelesaikan masalah pada keluarga, dan peran perawat keluarga bukanlah menyelesaikan masalah keluarga tetapi membantu keluarga menyelesaikannya sendiri (Howard, A.L, dkk, 2001).B. Kelebihan Dan Kelemahan1. Kelebihan Teori komunikasi/interaksi keluarga merupakan inti untuk membangun keluarga yang harmonis Teori ini memfokuskan pada komunikasi di dalam lingkungan keluarga Teori struktural membantu keluarga mengetahui pola interaksi, batasan, dan adaptasi serta subsistem sehingga memudahkan perawat memfasilitasi perubahan struktur keluarga

2. Kelemahan Teori terapi ini tidak melihat bagaimana budaya dan lingkungan yang lebih luas memberi dampak pada masalah keluarga, tetapi hanya berfokus pada perilaku internal keluarga Teori terapi harus membutuhkan peran perawat yang sangat terarah dan aktif, yang mungkin akan menimbulkan ketidaknyamanan anggota keluarga.

BAB VPENUTUPA. Kesimpulan1. Terapi keluarga merupakan metode yang diperkenalkan oleh para ahli psikoterapi yang bertujuan untuk mengubah serta memodifikasi tingkah laku seseorang agar tercapai kualitas hidup yang lebih baik2. Terapi keluarga mengajarkan penyelesaian tanpa paksaan, mengajarkan orang tua untuk menetapkan kedisiplinan pada anak-anak mereka, mendorong tiap anggota keluarga untuk berkomunikasi secara jelas satu sama lain, mendidikanggota keluarga dalam prinsip perubahan perilaku, tidak menekankan kesalahan pada satu anggota akan tetapi membantu anggota keluarga apakah harapan terhadap anggota yang lain masuk akal.3. Tujuan akhir terapi keluarga adalah untuk mengintegrasikan keluarga ke dalam sistem yang besar di dalam masyarakat, termasuk keluarga besar (extended family), masyarakat (seperti sekolah, fasilitas medis, badan sosial,rekreasional, dan kesejahteraan) sehingga tidak terisolasi B. Saran1. Bagi InstitusiTerapi keluarga hendaknya dijadikan program tetap yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup keluarga.

2. Bagi MasyarakatUntuk menjaga agar sebuah keluarga tetap utuh seutuhnya dibutuhkan sikap saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lain, menjaga komunikasi antar anggota keluarga, saling mendukung antar anggota keluarga dalam hal-hal yang positif.

DAFTAR PUSTAKA

Becvar, Dorothy S. Becvar, Raphael J. (1976).Family Teraphy( AsystematicIntregation). Adivision of Simon & Schester, Inc. Needham Height;Massachusetts.

Dirgagunarsa, S., Yulia.(2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

Friedman, MM., Bowden, VR., & Jones, EG., 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga, Riset, Teori dan Praktik, edisi 5, Penerbit : EGC, Jakarta.

Limansubroto, Cathrine D.M. (1996). Penerapan terapi keluarga struktural dan terapi keluarga strategis di indonesia: suatu pandangan lintas budaya.Jakarta: Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Scher, Stephen., Kasia,K.(2012).Thinking, doing, and the ethnics of family therapy.USA:The American Journal of Family Theraphy:40:97-144.

Semiun, Y.(2006). Kesehatan mental 3.Yogyakarta: Kanisius.

Spradley, B.M. (2005). Community health nursing: concept and practice2nded. Boston: Little, Brown, and Company.

Triyanto, E. (2011). Keperawatan keluarga 1. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

Konradsdottir, Elisabet & Erla, K.S. (2011).How effective is a short-term education and support intervention for families of an adolescent with type 1 diabetes?. Iceland: Journal for specialist in pediatric nursing 16 (2011) 295-304. Diakses pada tanggal 14 Febuari 2014

Robinson, V.M. (2010). The relative roles of family and peer support in metabolic control and quality of life for adolescents with type 1 diabetes. The University of Edinburg: www.mendelev.com/reasearch. Diakses pada tanggal 14 Febuari 2014

Setiawan,N.A. (2010). Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf puri waluyo surakarta.Solo: digilib.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 14 Febuari 2014

Susanto, T. (2010). Pengaruh terapi keperawatan keluarga terhadap tingkat kemndirian keluarga dengan permasalahan kesehatan repsoduksi pada remaja di kelurahan ratujaya kecamatan pancoran mas kota depok. malang: Jurnal Keperawatan ejournal.umm.ac.id. Diakses pada tanggal 14 Febuari 2014

Sudiharto.(2007).Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan transkultural.Jakarta:EGC.

Sjattar, E.L., Elly, N., Burhanudddin, B., & Sitti, W. (2011).Pengaruh penerapan model keluarga untuk keluarga terhadap kemandirian keluarga merawat penderita TB paru peserta DOTS di Makasar (integrasi konsep keperawatan self care dan family-centered nursing.Makassar.www.googlescholar.com. Diakses pada tanggal 14 Febuari 2014

33