pendapatan jambu mete
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
1/116
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE
(Anacardium Occidentale L.)
(Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga,
Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur )
Oleh :
Apollonaris Ratu Daton
A. 14105513
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
2/116
RINGKASAN
APOLLONARIS RATU DATON. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu
Mente ( Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur. Di bawah Bimbingan NETT1TINAPRILLA.
Jambu mente ( Anacardium occidentale L.), merupakan salah satu
komoditas yang mendapat prioritas dalam pembangunan perkebunan dewasa ini,
terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Beberapa daerah di KTI yangmerupakan penghasil utama jambu mente dengan sumbangan terhadap produksi
mente nasional adalah Sulawesi Tenggara (47,5%), Sulawesi Selatan (20,4%),
NTT (5,0%) dan Bali (3,5%). Jambu mente merupakan komoditas unggulan danmenjadi salah satu sumber pendapatan petani. Areal penanaman jambu mente
terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi jambu mente di indonesia padaumumnya untuk diekspor dalam bentuk gelondongan. Volume ekspor jambumente semakin meningkat menunjukan bahwa gelondong mente mempunyai nilai
ekonomis tinggi.
Pengusahaan jambu mente di kabupaten Flores Timur belum dilaksanakan
secara maksimal. Umumnya petani mente di Flores Timur adalah petani swadaya(perkebunan rakyat) dan sistem budidaya yang diterapkan masih sederhana
dengan penggunaan input rendah (Low input). Prospek pengusahaan jambu
mente cukup baik di masa mendatang. Upaya perbaikan teknik budidaya dan penggunaan input produksi yang bermutu merupakan faktor yang penting demi
peningkatan produktivitas tanaman.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penelitian inidilakukan untuk menganalisis pendapatan petani. Penelitian ini menggambarkan
kondisi usahatani jambu mente di Kabupaten Flores Timur saat ini, menganalisis
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jambu mente, dan menganalisis
pendapatan yang diterima petani dari usahatani jambu mente.Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2008 di Kabupaten
Flores Timur. Secara purposive ditentukan Desa Ratulodong, yang merupakan
sentra produksi jambu mente di Kecamatan Tanjung Bunga. Dalam penentuanresponden, Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling dengan
menggunakan sampel petani jambu mente swadaya (perkebunan rakyat)
sebanyak 40 orang dari total keseluruhan populasi sebanyak 322 petaniData yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani, observasi serta pengisian
kuisioner oleh petani sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari DinasPertanian dan Peternakan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Pusat
Statistik, serta instansi lain yang terkait.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode derkriptif
dengan pendekatan studi kasus. Dengan metode ini data diolah dan dianalisis
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
3/116
secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui
kondisi yang dialami petani saat ini dalam melakukan sistem budidaya jambu
mente. Analisis kuantitatif yang dipilih adalah analisis pendapatan usahatani, dananalisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio). Untuk menghitung
pendapatan petani jambu mente secara monokultur, dilakukan tabulasi sederhana
dengan menghitung pendapatan usahatani jambu mente atas biaya tunai dan
pendapatan usahatani jambu mente atas biaya total. Dari hasil analisis pendapatan yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis imbangan penerimaan
dan biaya (R/C Rasio) atas biaya tunai dan atas biaya total untuk melihat tingkat
efisiensi usahatani.Berdasarkan hasil Penelitian, Sistem usahatani jambu mente di Desa
Ratulodong dilakukan secara monokultur. Kondisi tanaman jambu mente yang
menyebar di wilayah Desa Ratulodong sesungguhnya sudah berumur di atas 15tahun dengan jarak tanam yang rapat yaitu mulai dari 2 m x 2 m hingga 4 m x 4
m, sebagai realisasi proyek rehabilitasi lahan kritis di Kabupaten Flores
Timur. Pengembangan usaha jambu mente di lokasi penelitian sampai saat inidilakukan secara sederhana dan pegelolaannya dilakukan secara tradisional
dengan penggunaan input produksi rendah (Low Input).Deskripsi usahatani jambu mente selama tahun 2007 meliputi proses budidaya, penggunaan input produksi serta output usahatani. Harga jual
gelondong mente tergolong rendah karena penentuan harga dilakukan oleh
pedagang ( price maker ). Sejauh ini masalah penentuan harga, petani memiliki
daya tawar (bargaining power ) rendah sehingga terkesan petani selalu dalam posisi sebagai penerima harga ( price taker ).
Rata-rata produksi per hektar adalah sebesar 521,68 kg dalam bentuk mente
gelondong dengan harga jual rata-rata Rp. 5000,00 per kilogram, maka total penerimaan yang diperoleh petani pada musim panen 2007 adalah sebesar Rp.
2.608.400,00 per hektar. Total biaya usahatani yang dikeluarkan petani di Desa
Ratulodong untuk musim panen tahun 2007 adalah sebesar Rp1.948.066,67 perhektar yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp. 289.800,00 per hektar atau
sebesar 14,87 persen dan biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.658.266,67 per
hektar atau sebesar 85,13 persen. Pendapatan atas biaya tunai sebesar
Rp.2.318.600,00 per hektar, pendapatan atas biaya total sebesar Rp.660.333,33. Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 9,00 dan nilai R/C rasio atas biaya total
sebesar 1,34. Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu menunjukan bahwa
usahatani jambu mente di Desa Ratulodong saat ini layak untuk diusahakan.Dari hasil analisis usahatani, terbukti bahwa usahatani jambu mente yang
dijalankan untuk musim panen tahun 2007 masih menguntungkan untuk
dilaksanakan. Usahatani jambu mente untuk musim panen tahun 2007 dapatdikatakan belum baik, hal ini terbukti bahwa sejauh ini petani belum
memanfaatkan input produksi secara maksimal untuk peningkatan produksi.
Penerapan usahatani jambu mente secara baik dan memperhatikan efisiensi penggunaan input produksi pada masa yang akan datang dapat meningkatkan
produksi sekaligus meningkatkan pendapatan petani.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
4/116
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE
(Anacardium Occidentale L.)
(Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga,
Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur )
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :Apollonaris Ratu Daton
A14105513
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
5/116
Nama : Apollonaris Ratu Daton
NRP : A. 14105513
Program Studi : Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul : “Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente (Anacardium
Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Timur)”
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM
NIP. 132 133 965
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan : 19 Mei 2008
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
6/116
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana pada
Program Sarjana Manajemen Agribisnis (Ekstensi) Institut Pertanian Bogor, dengan
judul “Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mete ( Anacardium Occidentale L.) (Kasus
di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Timur)”.
Topik mengenai pendapatan usahatani dipilih terkait dengan permasalahan yang
dihadapi petani jambu mente di Desa Ratulodong saat ini. Diharapkan dengan adanya
penelitian ini petani setempat dapat menjalankan usahatani jambu mente secara lebih baik
sehingga mendapat keuntungan yang layak dengan memahami biaya-biaya usahatani.
Penulis merasa bahwa isi dari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari
pembaca sekalian. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberkati kita semua.
Amin. Akhir kata penulis berharap skripsi ini memberikan informasi pengetahuan bagi
pembacanya.
Bogor, Mei 2008
Penulis
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
7/116
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE
(ANACARDIUM OCCIDENTALE L.) (KASUS DI DESA RATULODONG,
KECAMATAN TANJUNG BUNGA KABUPATEN FLORES TIMUR, PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR)” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA
ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
Apollonaris Ratu Daton
A. 14105513
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
8/116
RIWAYAT HIDUP
Penulis Dilahirkan pada tanggal 01 Mei 1976 di Desa Wailolong, Kabupaten
Flores Timur sebagai anak ke lima dari enam bersaudara dari pasangan Leo Laba
Daton (Almahrum) dan Maria Bota Hurint. Pendidikan formal yang telah ditempuh
adalah pendidikan dasar pada SDK Wailolong tahun 1988. Pada tahun 1991
menamatkan pendidikan pada SMPN 2 Larantuka, dan pada tahun 1994
menyelesaikan pendidikan menengah atas pada SMA PGRI Larantuka. Pada Tahun
1995 penulis melanjutkan kuliah pada D-III Politani Kupang dan menamatkan
pendidikan pada tahun 1998.
Bekerja sebagai PNS tanggal 1 Mei 2003 pada Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Kabupaten Flores Timur. Sebagai Pemimpin Pertanian
Kecamatan Kota Larantuka pada bulan Agustus 2003 hingga tahun 2005. April 2005
penulis diberi ijin belajar oleh Pemerintah Kabupaten Flores Timur untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Manajemen Agribisnis (ekstensi)
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menikah pada tanggal 10 November 2006 dengan Marselina Pai
Hurint, yang lahir di Desa Wailolong tanggal 23 Maret 1984. Dari buah kasih sayang
kami, penulis dikaruniai seorang putra bernama Debrito Christian Leo Laba Daton,
lahir di Larantuka pada tanggal 12 Desember 2007.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
9/116
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.4.
Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
1.5. Ruang Lingkup................................................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 11
2.1. Usahatani Jambu Mente ...................................................................... 11
2.1.1. Tinjauan Umum Jambu Mente................................................ 11
2.1.2. Agribisnis Jambu Mente ......................................................... 12
2.1.3. Syarat Lokasi .......................................................................... 13
2.1.4. Sistem Budidaya Jambu mente ............................................... 16
2.1.5. Pengendalian Hama Penyakit ................................................. 21
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu............................................................... 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 27
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................... 27
3.1.1. Pengertian Usahatani............................................................... 27
3.1.2. Penerimaan Usahatani ............................................................ 29
3.1.3. Konsep Biaya .......................................................................... 30
3.1.4. Pendapatan Usahatani ............................................................. 31
3.1.5. Efisiensi Usahatani ................................................................. 32
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 33
IV. METODE PENELITIAN......................................................................... 36
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
10/116
viii
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian. ............................................................. 36
4.2. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 36
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 37
4.4. Analisis Usahatani............................................................................... 38
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani. .............................................. 38
4.4.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya.............................. 40
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN.................................. 43
5.1. Kondisi Geografis dan Wilayah Administratif ................................... 43
5.2. Topografi............................................................................................. 44
5.2.1. Ketinggian Tempat.................................................................. 45
5.2.2. Tingkat Kemiringan ................................................................ 46
5.3. Iklim dan Curah Hujan........................................................................ 47
5.4. Demografi. .......................................................................................... 49
5.5. Profil Sektor Pertanian ........................................................................ 50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 53
6.1. Gambaran umum Desa Ratulodong .................................................... 53
6.1.1. Wilayah dan Topografi ............................................................ 53
6.1.2. Penduduk dan Mata Pencaharian ............................................. 54
6.2. Karakteristik Responden ..................................................................... 56
6.2.1. Umur Petani. ............................................................................ 56
6.2.2. Tingkat Pendidikan .................................................................. 57
6.2.3. Status Usahatani ....................................................................... 59
6.2.4. Pengalamaan Berusahatani....................................................... 60
6.2.5. Jumlah Tanggungan Keluarga.................................................. 61
6.2.6. Luas Lahan Pengusahaan Jambu Mente .................................. 62
6.2.7. Status Kepemilikan Lahan ...................................................... 63
6.2.8. Kepemilikan Modal.................................................................. 64
6.3. Deskripsi Kondisi Usahatani Jambu Mente ........................................ 65
6.3.1. Penggunaan Input Produksi ..................................................... 66
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
11/116
ix
6.3.1.1. Pupuk ......................................................................... 67
6.3.1.2. Pestisida ..................................................................... 68
6.3.1.3. Tenaga Kerja .............................................................. 68
6.3.2. Proses Budidaya ....................................................................... 72
6.3.1.1. Pemeliharaan Tanaman .............................................. 72
6.3.1.2. Pemangkasan.............................................................. 76
6.3.1.3. Panen.......................................................................... 77
6.3.3. Pemasaran Hasil ....................................................................... 79
6.3.4. Output Usahatani...................................................................... 80
6.3.5. Penyusutan Alat-Alat Pertanian ............................................... 81
6.4. Analisis Usahatani Jambu Mente........................................................ 83
6.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente Per Hektar di
Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten
Flores Timur............................................................................. 83
6.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente Per Luasan
Lahan di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga
Kabupaten Flores Timur .......................................................... 89
6.4.3. Efisiensi Usahatani................................................................... 92
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 94
7.1. Kesimpulan ......................................................................................... 94
7.2. Saran.................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 99
LAMPIRAN.......................................................................................................... 99
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
12/116
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pohon Industri Jambu Mente ……………………………….......... 11
2. Skema Alur Pemikiran Operasional................................................ 35
3. Rantai Tataniaga Gelondong Mente di Desa Ratulodong…........... 80
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
13/116
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di IndonesiaTahun 1996 – 2005 ………………………………………………… 2
2. Perkembangan Ekspor, Impor Jambu Mente Indonesia Tahun
1995 - 2004 ....................................................................................... 3
3. Perkembangan Harga Bulanan Kacang Mente di Pasar Dalam
Negeri Tahun 2000 – 2004 ................................................................ 4
4. Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Kabupaten
Flores Timur Tahun 2002 - 2006 ....................................................... 6
5. Jadwal dan Dosis Pemupukan Dalam Gram ...................................... 20
6. Kebutuhan Data dan Sumbernya ....................................................... 37
7. Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Jambu Mente ............... 42
8. Pembagian wilayah Administratif Kabupaten Flores Timur.............. 44
9. Perincian Luas Wilayah menurut Ketinggian Dari Permukaan
Laut Serta Prosentasinya di Kabupaten Flores Timur........................ 45
10. Perincian Luas menurut Kemiringan Tanah / Lereng di
Kabupaten Flores Timur..................................................................... 46
11. Klasifikasi Iklim di Kabupaten Flores Timur..................................... 47
12. Rata-rata Curah Hujan Bulanan dalam Lima Tahun Terakhir
Di Kabupaten Flores Timur Tahun 2003 - 2007................................ 48
13. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten
Flores Timur Tahun 2007................................................................... 49
14. Luas Areal dan Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan diKabupaten Flores Timur Tahun 2007................................................ 51
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
14/116
v
15. Luas Areal Dan Produksi Jambu Mente dirinci Menurut Kecamatandi Kabupaten Flores Timur Tahun 2007............................................. 52
16. Luas Wilayah Desa Ratulodong Menurut Penggunaannya
tahun 2007.......................................................................................... 54
17. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Menurut Kelompok UmurTahun 2008......................................................................................... 55
18. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2008......................................................................................... 55
19. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Berdasarkan Mata Pencaharian
Tahun 2008......................................................................................... 56
20. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Umur
di Desa Ratulodong Tahun 2008........................................................ 57
21. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di Desa Ratulodong Tahun 2008....................... 58
22. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan
Status Usahatani di Desa Ratulodong Tahun 2008............................ 59
23. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan
Pengalamaan Berusahatani di Desa Ratulodong Tahun 2008............ 60
24.
Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan JumlahTanggungan Dalam Keluarga di Desa Ratulodong Tahun 2008........ 62
25. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente BerdasarkanLuas Lahan di Desa Ratulodong Tahun 2008..................................... 63
26. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan StatusKepemilikan Lahan di Desa Ratulodong Tahun 2008....................... 63
27. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan StatusKepemilikan di Desa Ratulodong Tahun 2008.................................. 65
28. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar Usahatani Jambu
Mente di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007............ 69
29. Rata-rata Produksi Gelondong Per Hektar Usahatani jambu Mente
di Desa Ratulodong Pada Musim Panen 2007.................................... 81
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
15/116
vi
30. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan (Rp/Ha) UsahataniJambu Mente di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007.. 82
31. Nilai Penyusutan Peralatan (Rp/Ha) Usahatani Jambu Mente
di Desa Ratulodong Pada Musim Panen 2007.................................... 83
32. Rata-Rata Pendapatan Petani Responden Per Hektar UsahataniJambu Mente di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga
Kabupaten Flores Timur Musim Panen Tahun 2007........................... 85
33. Rata-Rata Pendapatan Petani Responden Per Luasan LahanUsahatan Jambu Mente di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung
Bunga Kabupaten Flores Timur Musim Panen 2007........................ 90
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
16/116
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pohon Industri Jambu Mente ……………………………….......... 11
2. Skema Alur Pemikiran Operasional................................................ 35
3. Rantai Tataniaga Gelondong Mente di Desa Ratulodong…........... 80
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
17/116 xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuisioner Untuk Petani................................................................. 99
2. Karakteristik Petani Responden di Desa Ratulodong…………… 102
3. Produksi dan Penggunaan Input Produksi Usahatani Jambu Mentedi Desa ratulodong Musim Panen Tahun 2007….......................... 103
4. Perolehan Keuntungan (π) Per Hektar Usahatani Jambu Mentedi Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores
Timur, Musim Panen Tahun 2007………………………………. 104
5. Perolehan Keuntungan (π) Per Hektar Usahatani Jambu Mentedi Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores
Timur, Musim Panen Tahun 2007………………………………. 105
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
18/116
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Sub sektor perkebunan memegang peranan yang sangat penting dalam
pembangunan pertanian terutama sebagai penghasil devisa, penyerapan tenaga kerja
dan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto. Devisa yang dihasilkan dari sektor
pertanian tahun 2004 sebesar 4.895 juta dolar Amerika, dan kontribusi dari sub sektor
perkebunan sebesar 7.784 juta dolar Amerika (160,19%). Sedangkan data
penyerapan tenaga kerja tahun 2004 menunjukan bahwa dari 41,3 juta angkatan kerja
pertanian, sebanyak 18,6 juta (45%) bekerja pada sub sektor perkebunan. Produk
Domestik Bruto (PDB) Sektor Pertanian atas dasar harga berlaku pada tahun 2004
adalah 15,38 %, dan kontribusi sub sektor perkebunan terhadap Produk Domestik
Bruto Nasional sebesar 2,49 % atau sebesar 16,19% terhadap sektor pertanian
(Statistik Perkebunan Indonesia, 2006).
Jambu mente ( Anacardium occidentale L.), merupakan salah satu komoditas
yang mendapat prioritas dalam pembangunan perkebunan dewasa ini, terutama di
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Tujuan pokok usahatani jambu mente saat ini
adalah mendapatkan produksi dan kualitas gelondong setinggi-tingginya agar mampu
memberikan pendapatan pada petani seoptimal mungkin. Di KTI komoditas ini
memberikan peluang yang besar bagi pengentasan kemiskinan, karena pada
umumnya di kawasan ini sebagian besar berlahan kering (Abdullah, 1995) dalam
(Hadad E.A dan Koerniati, 1996).
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
19/116
2
Beberapa daerah di KTI yang merupakan penghasil utama jambu mente dengan
sumbangan terhadap produksi mente nasional adalah Sulawesi Tenggara (47,5%),
Sulawesi Selatan (20,4%), NTT (5,0%) dan Bali (3,5%) (Nogoseno, 1990).
Jambu mente merupakan komoditas unggulan dan menjadi salah satu sumber
pendapatan petani (Zaubin, Daras. 2001). Areal penanaman jambu mente terus
meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1). Pada tahun 1996 tercatat luas areal
tanam 492.950 ha dengan total produksi 67.676 ton. Pada tahun 2005, mencapai
581.271 ha dengan total produksi 130.052 ton. Pada umumnya lahan pengusahaan
jambu mente adalah milik petani (perkebunan rakyat) dengan total areal sebesar
574.891 ha (98,9%), sisanya milik perkebunan swasta dengan total areal sebesar
6.380 ha (1,09%). Berikut disajikan data perkembangan areal dan produksi
komoditas jambu mente di Indonesia.
Tabel 1. Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Indonesia Tahun
1996-2005Luas Areal (ha) Produksi (ton)
TahunPerkebunan
RakyatPerkebunan
Swasta TotalPerkebunan
RakyatPerkebunan
Swasta Total
1996 484.357 8.593 492.950 67.079 597 67.676
1997 490.074 9.205 499.279 73.158 574 73.732
1998 521.695 9.295 530.990 86.924 772 87.696
1999 547.724 9.858 557.582 89.530 774 90.304
2000 551.442 9.868 561.310 69.488 439 69.927
2001 558.784 10.128 569.912 91.220 366 91.586
2002 568.796 10.128 578.924 109.945 287 110.232
2003 565.446 7.835 573.281 106.698 234 106.932
2004 * ) 546.374 7.815 554.189 117.961 268 118.229
2005 **) 574.891 6.380 581.271 129.757 295 130.052Sumber : BPS. Statistik Perkebunan Indonesia, 2006Keterangan : *) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
20/116
3
Produksi jambu mente di Indonesia pada umumnya untuk diekspor dalam
bentuk gelondong. Dalam 10 tahun terakhir tercatat bahwa volume dan nilai ekspor
jambu mente terus meningkat. Pada tahun 1995, tercatat volume ekspor sebesar
28.105 ton dengan total nilai ekspor sebesar 21.308 US.$. Pada tahun 2004 volume
ekspor mencapai 59.372 ton dengan total nilai ekspor sebesar 58.187 US.$. Volume
ekspor jambu mente semakin meningkat menunjukan bahwa gelondong mente
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Gelondong mente yang sudah diolah dalam
bentuk kacang mente banyak dibutuhkan dalam industri pengolahan makanan. Data
tentang volume dan nilai ekspor, impor komoditi jambu mente di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Perkembangan Ekspor dan Impor Jambu Mente Indonesia Tahun
Tahun 1995 - 2004
Ekspor Impor
Volume Nilai Volume NilaiTahun
(Ton) (000US.$) (Ton) (000US.$)
1995 28.105 21.308 162 414
1996 27.886 23.751 197 168
1997 29.666 19.152 5 13
1998 30.287 34.998 16 72
1999 34.520 43.507 669 435
2000 27.619 31.502 212 353
2001 41.313 28.929 50 165
2002 51.717 34.810 - -
2003 60.429 43.534 8 25
2004 59.372 58.187 202 594
Sumber : BPS. Statistik Perkebunan Indonesia, 2006
Dilihat dari perkembangan volume dan nilai ekspor menunjukan bahwa jambu
mente memiliki prospek yang cukup baik saat ini dan di masa yang akan datang.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
21/116
4
Kebutuhan akan gelondong dan hasil olahan kacang mente sebagai makanan sela
terus meningkat baik di pasar domestik maupun ekspor. Sebagai komoditas yang
memiliki nilai ekonomis tinggi, diupayakan agar tanaman jambu mente terus
dikembangkan secara baik di tingkat petani dalam rangka meningkatkan produktivitas
serta kualitas gelondong. Pengembangan komoditi jambu mente dengan prospek baik
akan memberikan pendapatan yang layak bagi petani.
Berdasarkan harga jual di pasaran, harga jual jambu mente gelondongan di
tingkat petani berbeda-beda. Pada umumnya harga jual mente gelondongan
dipengaruhi oleh harga pasar dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Perkembangan harga bulanan komoditi jambu mente hasil olahan berupa kacang
mente dipasar dalam negeri untuk lima tahun terakhir, dapat dilihat pada Tabel 3
berikut ini :
Tabel 3. Perkembangan Harga Bulanan Kacang Mente di Pasar Dalam NegeriTahun 2000 – 2004 (000.Rp/kg)
Tahun
Bulan 2000 2001 2002 2003 2004
Januari 35.237 35.414 33.679 35.185 21.567
Februari 36.570 33.787 36.306 34.122 21.567
Maret 36.820 34.600 35.320 33.983 23.224
April 38.070 35.364 35.522 32.450 24.152
Mei 37.612 35.967 35.908 31.735 25.125
Juni 37.445 34.200 35.074 31.857 25.524
Juli 37.320 33.081 35.298 31.107 27.593
Asgustus 35.612 32.560 36.709 31.214 28.024
September 35.360 33.534 36.720 30.714 29.268Oktober 36.406 33.409 37.375 31.604 30.655
Nopember 35.762 33.370 34.590 34.107 31.018
Desember 33.737 36.329 35.630 32.771 26.560
Rata-rata 36.329 34.178 35.630 32.771 32.771
Sumber : BPS. Statistik Perkebunan Indonesia, 2006
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
22/116
5
Dari Tabel 3, terlihat bahwa harga kacang mente dalam negeri cenderung turun
dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 tercatat harga jual kacang mente sebesar
Rp 36.326,-/kg. Pada tahun 2004, turun menjadi Rp.26.560,-/kg. Rata-rata
penurunan harga kacang mente dalam lima tahun terakhir sebesar 26,8 %.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), pengusahaan tanaman jambu mente memiliki
skala yang cukup besar. Hal ini selain didukung oleh sebagian besar penduduk
bermata pencaharian sebagai petani, juga potensi lahan dan iklim yang cocok.
Kabupaten Flores Timur sebagai salah satu kabupaten terluas ke sembilan yang
menjadi obyek penelitian, adalah kabupaten yang memiliki luas areal penanaman
jambu mente terbesar dan merupakan sentra produksi jambu mente di NTT.
Pengusahaan jambu mente di kabupaten Flores Timur belum dilaksanakan
secara maksimal. Umumnya petani mente di Flores Timur adalah petani swadaya
dan sistem budidaya yang diterapkan masih sederhana dengan penggunaan input
rendah (Low input). Prospek pengusahaan jambu mente cukup baik di masa
mendatang. Upaya perbaikan teknik budidaya dan penggunaan input produksi yang
bermutu merupakan faktor yang penting demi peningkatan produktivitas tanaman.
Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) kabupaten Flores
Timur (2007), luas areal tanam jambu mente di kabupaten Flores Timur tahun 2006
bertambah menjadi 28.334,48 ha, dengan perincian tanaman yang belum
menghasilkan sebesar 16.388,9 ha, tanaman yang sudah menghasilkan sebesar
11.945,52 ha, sementara tingkat produksinya mencapai 8.190,46 ton. Untuk jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
23/116
6
Tabel 4. Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Kabupaten
Flores Timur Tahun 2002-2006
Luas Areal (ha) Produksi(ton)
Tahun TBM TM Total
2002 14.044,69 9.015,84 23.060,53 7.239,692003 15.449,16 9.917,42 25.366,58 7.963,62
2004 16.329,76 11.543,90 27.873,66 7.988,38
2005 16.329,77 11.541,49 27.781,26 7.975,94
2006 16.388,96 11.945,52 28.334,48 8.190,46
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores Timur, 2007Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan
TM = Tanaman Menghasilkan
1.2. Perumusan Masalah
Jambu mente ( Anacardium Occidentale L.) merupakan tanaman introduksi
yang pada mulanya ditanam untuk tujuan penghijauan dan konservasi tanah pada
daerah berlahan kritis. Penanamannya dilakukan secara sederhana dengan tidak
menerapkan teknik budidaya yang baik dan tidak memperhatikan mutu input
produksi (Zubin, Daras, 2001). Sebagai salah satu komoditas yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi terutama untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI), pengembangan
selanjutnya meluas dengan cepat namun tanpa didukung dengan teknik budidaya
yang baik dan informasi yang cukup mengenai agribisnis jambu mente.
Lebih lanjut, menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores
Timur, tanaman jambu mente sudah dikenal petani pada era tahun 1970-an. Pada
waktu itu tanaman ini mulai ditanam di kecamatan Tanjung Bunga. Pada awalnya
tujuan penanaman jambu mente adalah untuk konservasi tanah dan rehabilitasi lahan
kritis. Dengan jarak tanam yang sangat rapat serta tidak memperhatikan mutu input
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
24/116
7
produksi mengakibatkan produktivitas tanaman menjadi rendah. Dari beberapa
dekade terakhir tercatat produksi jambu mente meningkat dari tahun ke tahun. Hal
ini sejalan dengan adanya upaya perbaikan sistem budidaya serta penambahan luas
areal penanaman. Walaupun demikian, mutu panen mente gelondong masih
tergolong rendah, sementara produksi tidak ikut naik secara signifikan. Rata-rata
peningkatan produksi sebesar 0,29 ton/ha setiap tahun.
Sebagai tanaman penghijauan dan konservasi tanah, sejak tahun 1980-an tujuan
tersebut mulai bergeser kepada tujuan komersial, karena gelondong dan kacangnya
banyak diminati dan harganya cukup menarik. Sebagian besar petani di kabupaten
Flores Timur mengembangkan usaha ini sebagai komoditas utama dalam
menunjang perekonomian keluarga disamping tanaman pangan dan hortikultura.
Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat menjadikan
tanaman jambu mente sebagai komoditas strategis unggulan daerah. Pengusahaan
jambu mente di Kabupaten Flores Timur saat ini belum berjalan secara maksimal. Di
masa lalu tanaman jambu mente dikembangkan melalui proyek Dinas Kehutanan
(RLKT) kabupaten Flores Timur. Pendekatannya bukan pendekatan produksi
dengan jarak tanam 7m x 7m, tetapi pendekatan konservasi dengan jarak tanam
yang lebih rapat. Kondisi ini menyebabkan produksi dan produktivitas gelondong
tidak mengalami peningkatan yang berarti, sementara luas areal tanam semakin
meningkat.¹
______________________¹ www.satunama.org, Laporan Analisis Sosial Ekonomi Kabupaten Flores Timur. Yayasan kesatuan
pelayanan kerja sama, Yogyakarta, Indonesia. 11 Oktober 2007
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
25/116
8
Meningkatnya luas areal tanam jambu mente belum tentu dapat meningkatkan
pendapatan petani. Hal ini tergantung hasil produksi, produktivitas, mutu gelondong
dan harga yang diterima petani.
Pengembangan komoditas jambu mente terus meluas dengan cepat namun
tidak didukung oleh teknik budidaya yang baik dan petani cenderung tidak
memperhatikan mutu input produksi. Selain itu, harga jual mente gelondong di
tingkat petani cenderung berfluktuatif setiap tahunnya. Faktor lain yang berkaitan
dengan permasalahan ini adalah adanya krisis ekonomi dan inflasi tinggi yang
menyebabkan harga-harga sarana produksi (saprodi) menjadi naik dengan tidak
diikuti oleh kenaikan harga jual produk di tingkat petani.
Dari fenomena yang ada terlihat bahwa petani saat ini memiliki kemampuan
mengelola usahatani serta posisi tawar (bargainning position) yang rendah. Faktor
kunci yang perlu diperhatikan terkait upaya pengembangan usahatani jambu mente
di kabupaten Flores Timur adalah harus adanya kebijakan PEMDA yang lebih
proaktif dan lebih berpihak kepada petani. Upaya perbaikan sistem kelembagaan
di tingkat petani dan mengintensifkan kembali peran penyuluh adalah upaya yang
harus terus dilaksanakan. Usahatani jambu mente di Kabupaten Flores Timur
diharapkan lebih baik di masa mendatang. Penerapan teknik budidaya dengan benar
dan penggunaan input produksi yang bermutu akan meningkatkan produktivitas serta
pendapatan petani.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan utama
adalah apakah usahatani jambu mente yang dikembangkan dengan perluasan areal
tanam dapat meningkatkan pendapatan petani ? Untuk itu perlu diketahui :
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
26/116
9
1. Bagaimana kondisi usahatani jambu mente di kabupaten Flores Timur saat ini ?
2. Bagaimana pendapatan usahatani yang dihasilkan ?
3. Apakah usahatani yang dijalankan tersebut efisien ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Menggambarkan kondisi usahatani jambu mente saat ini.
2. Menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jambu mente.
3. Menganalisis pendapatan yang diterima petani dari usahatani jambu mente.
4. Menganalisis efisiensi usahatani jambu mente.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi petani untuk mengetahui apakah usahatani jambu mente yang dijalankan
dapat meningkatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
2. Bagi Pemda Flores Timur khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk
menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menyusun rencana program
pengembangan jambu mente ke depan.
3. Sebagai wahana latihan bagi penulis dalam menerapkan konsep-konsep manajerial
di dunia kerja, serta bahan informasi bagi pembaca.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
27/116
10
1.5. Ruang lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menggambarkan kondisi usahatani
jambu mente saat ini, menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani
jambu mente, menganalisis pendapatan yang diterima petani dalam usahatani jambu
mente serta menganalisis efisiensi usahatani jambu mente di kabupaten Flores Timur.
Produk akhir ( final Product) dari penelitian ini adalah produksi mente gelondongan.
Penelitian ini hanya difokuskan pada petani swadaya (perkebunan rakyat) di desa
Ratulodong kecamatan Tanjung Bunga, yang merupakan sentra produksi jambu
mente di Kabupaten Flores Timur.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
28/116
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usahatani Jambu Mente
2.1.1. Tinjauan Umum Jambu Mente
Tanaman jambu mente pada umumnya menghasilkan biji mente (cernel ) yang
disebut gelondong dan buah semu yang sering disebut jambu. Gelondong mente
dapat diolah menjadi kacang mente dan kulit mente. Kacang mente memiliki nilai
jual yang tinggi. Sementara itu, kulit mente diolah untuk menghasilkan minyak laka
atau sering disebut Chasew Nut Shell Liquid (CNSL). Buah semu dapat diolah
menjadi sirup, minuman sejenis anggur, alkohol, selai dan campuran abon. Pohon
industri jambu mente dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini :
Gambar 1. Pohon Indsustri Jambu MenteSumber : Alauddin, 1996
JAMBU MENTE
Buah SemuMente Gelondon an
KacangMente
Kulit Ari KulitMente
- Makanan- Ramuan obat
Penyakit kulit
- Bahan minyakrambut/catrambut
- TaninPenyamakanKulit
- Pakan ternak
- Minuman ringan- Rujak/lutes, asinan- Manisan
- Cuka makanan- Bahan baku obat- Selai/jeli- Bubur buah
- Ensim penggemuk daging- Lauk-pauk- Protein sel tunggal- Spritus
- Pakan ternak
- Pupuk pertanian- Lemonade- Anggur
- Minuman beralkohol
- CampuranPembuatan kulit
- Pelat rem
- Hardboard- Karbon aktif- Bahan obat-
obatan- Pupuk organic- CNSL (minyak
Laka)
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
29/116
12
2.1.2. Agribisnis Jambu Mente
Agribisnis adalah penjumlahan total dari seluruh kegiatan yang menyangkut
manufaktur dan distribusi dari sarana produksi pertanian, kegiatan yang dilakukan
usaha tani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari produk pertanian dan
produk-produk lain yang dihasilkan dari produk-produk pertanian. (Krisnamurthi,
2001). Pengembangan agribisnis jambu mente di Indonesia mempunyai prospek
yang menjanjikan. (Sukmadinata, 1996). Kondisi ini didasarkan atas pertimbangan :
(1) Jambu mente sebagai bahan baku industri makanan menempati posisi superioritas
dibandingkan dengan komoditas lainnya yang sejenis; (2) Harga kacang mente baik
di dalam negeri maupun di luar negeri relatif baik; (3) Permintaan ekspor jambu
mente Indonesia menunjukan peningkatan; (4) Masih relatif luasnya lahan potensial
yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan jambu mente; (5) Perhatian
pemerintah dan pihak swasta dalam upaya pengembangan jambu mente ini relatif
baik.
Sejalan dengan penawaran dan permintaan, maka harga kacang mente di masa
mendatang menunjukan prospek yang menjanjikan. Harga kacang mente di luar
negeri terus mengalami peningkatan. Begitu juga dengan pasar dalam negeri, harga
kacang mente mencapai tingkat yang lebih baik yaitu Rp. 10.000 pada tahun 1993,
dan naik sampai Rp 40.000 – Rp.50.000 pada tahun 2007. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah agribisnis jambu mente akan berkembang jika para pelaku
dalam agribisnis jambu mente dapat memperoleh pandapatan yang layak.
Badan Agribisnis dalam Sukmadinata (1996) menyatakan bahwa perkiraan
nilai investasi/ha usaha jambu mente sekitar Rp. 1.425.000,- dengan IRR 13,8 %
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
30/116
13
untuk masa analisa 25 tahun. Keadaan di atas menjadi petunjuk bahwa upaya-upaya
untuk meningkatkan efisiensi jambu mente ini perlu terus dilakukan agar agribisnis
berbasiskan jambu mente dapat terus berkembang. Agribisnis merupakan konsep
dari suatu sistem yang integratif yang mempunyai keterkaitan antara sub-sistem satu
dengan sub-sistem lainnya. Berkaitan dengan itu maka penanganan pembangunan
pertanian tidak dapat lagi hanya dilakukan terhadap aspek-aspek yang berada dalam
sub-sistem on-farm saja tetapi juga harus melalui penanganan aspek-aspek off-farm
secara integratif. (Krisnamurthi, 2001).
2.1.3. Syarat Lokasi
Tanaman jambu mente dapat tumbuh dan berkembang serta berproduksi
sesuai potensinya apabila persyaratan lingkungan tumbuhnya dipenuhi. Pada lahan
yang kurang sesuai tanaman jambu mente dapat hanya sekedar tumbuh dan tidak
berproduksi secara optimal atau bahkan tidak bisa berproduksi (Hermanto dan
Zaubin, 2001).
Pengembangan jambu mente secara komersil, memerlukan keadaan iklim dan
tanah yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Persyaratan ini tentu lebih longgar jika tujuan
penanamannya adalah untuk penghijauan atau merehabilitasi lahan kritis. (Saragih
dan Haryadi, 1994).
1. Iklim
Menurut Nail et al (1979) dalam Rosman dan Lubis (1996) mengatakan
bahwa 5 unsur iklim yang mempengaruhi tanaman jambu mente antara lain : (1)
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
31/116
14
Cuaca kering selama musim bunga dan buah, yang kelak menentukan hasil panen;
(2) Pada musim bunga cuaca berawan, serangan nyamuk teh ( Helopeltis anacardii)
pada bunga meningkat; (3) Apabila musim bunga turun hujan lebat, produksi akan
sangat menurun; (4) Suhu yang terlalu tinggi, (antara 39 – 42ºC) mengakibatkan
kerontokan buah; musim kemarau yang relatif pendek, keragaman tanaman akan
lebih baik.
Tanaman jambu mente sangat menyukai sinar matahari. Selain perlu
mendapat sinar matahari sepanjang tahun, jumlah yang dipancarkan juga harus
memadai. Apabila tanaman jambu mente kekurangan sinar matahari, maka
produktivitasnya akan menurun atau bahkan tidak akan berbuah kalau dinaungi
tanaman lain. Cahaya matahari ini terutama dibutuhkan pada saat tanaman jambu
mente sedang berbunga. (Saragih dan Haryadi,1994).
Jambu mente tergolong tanaman yang mudah beradaptasi dengan
lingkungannya. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila ditanam pada suhu
harian rata-rata 27ºC dan kelembapan nisbih yang cocok antara 70-80%. Akan
tetapi, tanaman jambu mente masih dapat bertoleransi pada tingkat kelembapan 60-
70%. Daerah yang paling sesuai untuk budidaya jambu mente adalah di daerah yang
memiliki jumlah curah hujan antara 1.000 - 2.000 mm per tahun dengan 4 - 6 bulan
kering.
2. Ketinggian tempat
Menurut Saragih dan Haryadi (1994), tanaman jambu mente dapat tumbuh di
dataran rendah dan dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1 - 1.200m di atas
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
32/116
15
permukaan laut (dpl). Hal ini mengisyaratkan bahwa jambu mente dapat beradaptasi
pada kondisi tanah dan iklim yang beragam sifatnya. Jambu mente tidak menuntut
tanah yang subur. Oleh karenanya bila ingin membudidayakan tanaman jambu mente
secara komersial, perlu dipilih daerah-daerah yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.
Di Indonesia tanaman jambu mente dapat tumbuh pada ketinggian tempat 1 - 2000m
dpl. Namun batas optimum ketinggian tempat hanya sampai 700m dpl, kecuali
untuk merehabilitasi lahan kritis.
3.
Tanah
Menurut Hermanto dan Zaubin (2001) selain iklim tanah merupakan faktor
penting dalam persyaratan tumbuh tanaman yang menentukan keberhasilan dalam
usahatani jambu mente. Faktor tanah secara relatif dapat dikendalikan atau
diperbaiki, terutama mengenai tingkat kesuburannya yang dapat ditingkatkan melalui
penambahan hara lewat pemupukan. Faktor tanah yang paling dominan dalam
menentukan tingkat kesesuaian lahan bagi tanaman jambu mente adalah tekstur dan
kedalaman tanah.
Jenis tanah yang paling cocok untuk pertanaman jambu mente adalah tanah
berpasir, tanah lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir dengan PH antara 6,3 -
7,3 serta masih bisa toleril pada tanah dengan PH antara 5,5 - 6,3. Jenis tanah yang
paling disukai tanaman jambu mente adalah tanah yang memungkinkan sistem
perakaran berkembang secara sempurna dan mampu menahan air sehingga tanaman
tetap cukup lembab di musim kemarau. (Saragih, Haryadi, 1994).
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
33/116
16
2.1.4. Sistem Budidaya Jambu Mente
1. Persiapan Lahan
Dalam melakukan kegiatan budidaya, persiapan lahan merupakan faktor yang
sangat penting. Lahan penanaman bibit tentu tidak selamanya telah siap ditanami.
Lahan berupa hamparan ilalang atau semak belukar ditebas, dibakar, dan akar-akar
dicabut hingga tuntas. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau agar
ilalang atau semak belukar tidak cepat tumbuh.
Lahan yang telah dibersihkan segera dibajak atau dicangkul dengan
kedalaman yang cukup. Tujuannya adalah agar tanah menjadi gembur dan terjadi
pertukaran udara di dalam tanah. Apabila lahan penanaman mudah tergenang air,
maka dibuat parit-parit pembuangan air.
Pengolahan tanah kering dan miring harus menurut arah melintang lereng agar
terbentuk teras penahan erosi. Apabila tingkat kemiringan tanah hingga 20%, maka
teras dibuat dengan lebar sekitar 2 m. Lebar teras disesuaikan dengan kedalaman
solum tanah. Semakin dalam solum tanah, maka semakin lebar ukuran teras.
2. Aturan penanaman
Sebelum dilakukan penanaman, aturan penanaman pun perlu dirancang sesuai
kebutuhan lahan. Bentuk lahan dapat bujur sangkar atau segi tiga. Pada budidaya
monokultur, jarak tanam jambu mente dianjurkan 12m x 12m. Dengan jarak
tersebut, maka dalam setiap 1 ha lahan, jumlah total tanaman yang
dibutuhkan sebanyak 69 batang. Namun, jarak tanam dapat dibuat dengan ukuran
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
34/116
17
6m x 6m sehingga jumlah total tanaman yang dibutuhkan adalah 276 batang/ha.
Kerapatan tanaman kemudian dijarangkan pada umur 6 - 10 tahun. Untuk lebih
menghasilkan penggunaan lahan, maka pada areal penanaman jambu mente dapat
diterapkan budidaya polikultur. Beberapa jenis tanaman bernilai ekonomis dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman sela. Kedua sistem penanaman ini dapat diterapkan
pada lahan yang datar. Di lahan miring harus disesuaikan dengan garis kontur.
Pembuatan lubang tanam dilakukan setelah lahan selesai dibajak. Lubang
tanam digali dengan ukuran 30cm x 30cm x 30cm. Bila jenis tanahnya sangat liat,
ukuran lubang tanam dapat dibuat 50cm x 50cm x 50cm. Bila di lubang tanam
terdapat lapisan cadas, lapisan ini harus ditembus. Tujuannya agar akar tanaman
dapat tumbuh sempurna dan terhindar dari genangan air. Lubang tanam dibiarkan
terbuka sekitar 4 minggu baru dilakukan penanaman. Tujuannya adalah untuk
mengurangi keasaman tanah.
3. Penanaman
Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan dilakukan
pada sore hari. Maksudnya untuk mengurangi penyiraman air yang banyak
dibutuhkan tanaman pada masa awal pertumbuhan. Di samping itu, tanah dalam
lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Di sekeliling lubang tanam harus
ditimbun kembali dengan tanah. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya
genangan air bila disiram atau hujan turun.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
35/116
18
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman merupakan pekerjaan yang rutin. Pekerjaan tersebut
meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan, penggemburan, pemupukan,
pemangkasan, serta pemberantasan hama dan penyakit.
1. Penyiraman
Bibit yang baru ditanam tentunya memerlukan banyak air. Oleh karena itu,
tanaman perlu disiram pada pagi atau sore hari. Apabila hujan tidak turun
selama dua hari berturut-turut, penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari dalam dua
minggu pertama. Minggu berikutnya, penyiraman tanaman cukup dilakukan sehari
sekali. Penyiraman dilakukan secukupnya saja dan air siraman jangan sampai
menggenangi tanaman. Bila tanaman tergenang air, maka akarnya akan membusuk
dan pertumbuhannya terhambat.
2. Penyulaman
Bibit yang ditanam tentu tidak semuanya hidup subur. Ada yang tumbuh
kerdil, bahkan ada yang mati. Tanaman yang kerdil dapat disebabkan oleh serangan
hama dan penyakit. Tanaman tersebut dapat menjadi parasit di kebun, 0leh karena itu
harus dicabut dan disulam dengan tanaman yang sehat. Penyulaman dilakukan
setelah tanaman berumur 1 bulan.
3. Penyiangan dan penggemburan
Bibit jambu mente mulai berdaun dan bertunas setelah 2-3 bulan ditanam.
Pada masa pertumbuhannya, banyak gulma yang tumbuh di sekitar tanaman.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
36/116
19
Selain menjadi pesaing dalam memperebutkan zat hara, gulma juga dapat menjadi
sarang hama dan penyakit. Untuk itu gulma harus dibasmi agar tanaman dapat
tumbuh subur dan terhindar dari serangan hama atau penyakit. Pembasmian gulma
sebaiknya dilakukan dalam putaran waktu tertentu, yakni sekali dalam 45 hari.
Tanah yang disiram setiap hari tentu semakin padat dan udara di dalamnya semakin
sedikit. Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap unsur hara. Untuk itu,
tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan hati-hati agar akar tanaman tidak
putus.
4. Pemupukan
Untuk menambah kesuburan pada masa pertumbuhan, maka tanaman jambu
mente dapat dipupuk dengan menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk
buatan. Pemberian pupuk kandang atau kompos sebanyak 20 kg dilakukan dengan
cara menggali parit melingkar agak di luar tajuk. Pupuk tersebut kemudian
dituangkan ke dalam parit dan ditutup dengan tanah. Pemupukan berikutnya
dilakukan dengan pupuk buatan. Pemberian pupuk dilakukan dalam parit melingkar
dan dibuat sedikit di luar parit sebelumnya. Dosis dan macam pupuk buatan yang
digunakan tergantung pada kesuburan tanah. Jadwal dan dosis pemupukan jambu
mente dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
37/116
20
Tabel 5. Jadwal dan Dosis Pemupukan Dalam Gram
Awal
Musim Hujan
Akhir
Musim HujanWaktuPemupukan N
(Urea)
P2O5
(TSP)
K2O
(KCL)
N
(Urea)
P2O5
(TSP)
K2O
(KCL)
Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
50
(111)
100
(222)
200
(444)
250
(556)
40
(87)
40
(87)
60
(130)
65
(141)
-
-
30
(58)
60
(115)
65
(125)
50
(111)
100
(222)
200
(444)
250
(556)
40
(87)
40
(87)
60
(130)
65
(141)
-
-
30
(58)
60
(115)
65
(125)
Sumber : Saragih dan Haryadi, 1994
5. Pemangkasan
Apabila tanaman jambu mente dibiarkan tumbuh liar, maka cabang-
cabangnya cenderung tumbuh bergerombol di dekat permukaan tanah. Agar cabang-
cabang tanaman dapat tumbuh bagus dan tajuknya berbentuk seperti kerucut, maka
harus dilakukan pemangkasan sejak tanaman masih berupa bibit.
6. Penjarangan
Bunga dan buah jambu terdapat di bagian permukaan tajuk daun. Tanaman
ini kemungkinan besar tidak berbuah sama sekali jika sinar matahari terhalang oleh
tanaman lain. Untuk itu, agar seluruh permukaan tajuk pohon mendapat sinar
matahari secara merata dalam jumlah yang cukup, jangan segan-segan melakukan
penjarangan tanaman. Penjarangan dilakukan secara bertahap pada saat tajuk
tanaman saling menutupi.
Apabila jarak tanam 6m x 6m dan ditanam secara monokultur, maka tajuk
tanaman diperkirakan sudah bersentuhan pada umur 6 - 10 tahun. Pada saat itu ,
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
38/116
21
kegiatan penjarangan mulai dilakukan. Penjarangan pertama dilakukan pada
saat tanaman berumur 6 - 7 tahun. Penjarangan berikutnya pada umur 7 - 8 tahun.
Penjarangan terakhir dilakukan saat tanaman berumur 9 - 10 tahun. Pada penjarangan
ini sisa pohon tinggal 69 batang/ha dan jarak tanam tetap 12m x 12m. Sampai
penjarangan terakhir, jumlah pohon seluruhnya berkurang 75%.
5. Panen
Tanaman jambu mente dapat dipanen untuk pertama kali pada umur 3 – 4
tahun. Buah mente biasanya sudah bisa dipetik pada umur 60 – 70 hari sejak
munculnya bunga. Masa panen berlangsung selama 4 bulan, yaitu pada bulan
Agustus hingga bulan Desember. Agar mutu gelondong atau kacang mente menjadi
lebih baik, buah yang dipetik harus telah tua. Siklus hidup jambu mente dalam
berproduksi bisa mencapai 40 – 50 tahun. Produksi jambu mente mulai meningkat
saat berumur 8 – 10 tahun hingga mencapai 20 – 30 tahun. Produksi tanaman akan
berkurang saat berumur diatas 30 tahun. Disaat mencapai umur 50 tahun, tanaman
jambu mente tidak bisa berproduksi atau tidak bisa berbuah lagi.
2.1.5. Pengendalian Hama Penyakit
Tanaman jambu mente merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap
gangguan hama atau penyakit. Gangguan hama atau penyakit pada tanaman jambu
mente mulai pada fase pembibitan, tanaman muda, hingga pada tanaman yang sudah
berbunga dan berbuah. Untuk menghindari terjadinya hal ini, maka perlu pencegahan
sedini mungkin. Cara pencegahannya dapat berupa kebersihan dan sanitasi lahan,
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
39/116
22
pemberian zat hara yang seimbang, serta pemberian pestisida apabila tanaman
disekitarnya terserang hama dan penyakit. Apabila kondisi tanaman telah terserang
hama atau penyakit, maka perlu dicari penyebabnya agar secepat mungkin
diberantas. Pada umumnya pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan
dengan 3 cara , yaitu pemberantasan secara biologis, mekanis dan kimiawi.
Beberapa hama yang sering menyerang tanaman jambu mete diantaranya
adalah ulat kipat (Cricula trifenestrata helf), Serangga pengisap jaringan tunas muda
( Helopeltis sp.), Ulat penggerek batang ( Plocaederus ferrugineus L.), dan
penggerek buah dan biji ( Nephoteryx sp.). Penanggulangan hama ini sebaiknya
dilakukan secara terpadu. Beberapa jenis insektisida yang dipakai untuk
memberantas hama diantaranya adalah Symbush 50 EC, Pumicidin, Agroline,
Thiodan, larutan BMC.
Tanaman jambu mente juga rentan terhadap serangan penyakit. Beberapa
jenis penyakit yang terdapat pada jambu mente adalah penyakit layu, daun layu
dan kering, serta bunga dan buah busuk. Penyebab penyakit ini adalah jamur dan
bakteri. Jamur yang menyerang jambu mete adalah Phytophthora palmifora,
Fusarium sp. dan Phitium sp. Sedangkan jenis bakteri yang menyerang tanaman
jambu mente adalah Phtophthora solanacearum, Colletotrichum sp., Botryodiplodia
sp., dan Pestalotiopsis sp.
Penanggulangan penyakit juga sebaiknya dilakukan secara terpadu. Beberapa
jenis fungisida yang dipakai untuk memberantas penyakit diantaranya adalah
Dithane M-45, Delsene MX 200, Difolatan 4F, Cobox, dan Cuproxy Chloride.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
40/116
23
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Rosmeilisa dan Abdullah (1990) tentang analisis usahatani
jambu mente menunjukan bahwa tanaman ini cocok dikembangkan di Kawasan
Indonesia Timur, terutama NTT dan NTB. Jambu mente memerlukan curah hujan
1000 - 2000 mm/tahun, dengan 4 - 6 bulan kering, suhu rata-rata 27º C, kelembapan
nisbih 70 - 80%, dan dapat tumbuh baik di tanah berpasir di pantai sampai
ketinggian 700 dpl. Dengan menerapkan sistem penanaman secara
monokultur dengan metode penjarangan, menurut hasil perhitungan analisis
finansial layak diusahakan, yang ditunjukan oleh indikator (a) B/C ratio = 2,55; (b)
NPV = Rp 954.432,41; dan IRR = 31,42 %. Pedapatan kotor dari usahatani jambu
mente pada tahun pertama dan kedua belum ada. Pendapatan kotor dapat diperoleh
pada tahun ke tiga dan ke empat saat tanaman diperkirakan mulai berproduksi.
Suatu penelitian tentang rencana pengembangan agribisnis dan agroindustri
jambu mente telah dilakukan oleh Sukartawi pada tahun 1995 dengan mengambil
lokasi penelitian di Jawa Timur. Hasil analisis adalah agribisnis jambu mente
ternyata mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani,
menumbuhkan agroindustri baru dan meningkatkan perolehan devisa melalui
peningkatan ekspor. Dari hasil analisis pendapatan menunjukan bahwa penerimaan
yang diperoleh petani pada usahatani jambu mente per 100 pohon/ha adalah pada
umur 20 tahun yaitu sebesar Rp. 1.087.500,-. Sedangkan biaya yang dikeluarkan
adalah Rp. 33.896,- (karena tanaman sudah relatif tua). Sedangkan pada usahatani
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
41/116
24
jambu mente dengan populasi 200 pohon/ha pada umur 20 tahun diperoleh
penerimaan sebesar Rp. 2.218.500,- dan biaya usahatani sebesar Rp. 154.830 untuk
setiap hektar.
Kajian tentang pola usahatani tanaman jambu mente telah dilakukan oleh
Rosmeilisa (1990) di Daerah Istimewa Jogyakarta yang merupakan salah satu sentra
produksi jambu mente di Indonesia. Selain untuk mengkaji, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui peran produksi jambu mente terhadap pendapatan petani.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani jambu mente di Daerah Istimewa
Jogyakarta terbagi atas dua bentuk yaitu monokultur dengan rata-rata pendapatan
kotor Rp 156.972,72/kk/tahun dan polikultur dengan rata-rata pendapatan Rp
65.462,81/kk/tahun. Proporsi pendapatan usahatani jambu mete di kabupaten
Gunung Kidul 37,69 % dari usahatani lainnya, sedangkan di kabupaten Bantul peran
usahatani jambu mente lebih besar yaitu 87,70 %.
Penelitian mengenai analisis usahatani jambu mente juga kembali dilakukan
oleh Rosmeilisa dan Yuhono (2001). Penelitian ini dilakukan di daerah sentra
produksi dengan mengambil lokasi di Jawa Timur. Populasi 100 tanaman/ha (10m x
10m), usahatani jambu mente layak dilakukan karena Net present value (NPV) positif
(Rp 1.473.100,057), net B/C rasio 11,0, dan IRR 45,34 % lebih tinggi dari bunga.
Menurut hasil penelitian Hutzi (2007) tentang analisis pendapatan usahatani
dan saluran pemasaran teh perkebunan rakyat, pada perkebunan teh rakyat di
kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat, ternyata pendapatan
yang diterima petani pada tahun 2003 sudah tidak layak untuk dilaksanakan.
Pendapatan usahatani yang diterima atas dasar biaya tunai sebesar Rp. 23.162,- per
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
42/116
25
hektar per bulan. Sedangkan pendapatan usahatani atas dasar biaya total sebesar Rp.
26.448,- per hektar per bulan. Demikian analisis R/C Rasio (2003) atas biaya tunai
adalah 1,07 dan atas biaya total sebesar 0,3. Analisis marjin pemasaran menunjukan
bahwa marjin pemasaran yang diterima petani memiliki porsi paling rendah. Marjin
harga jual yang diperoleh sebesar 25,69 % dan marjin keuntungan sebesar 1,49 %.
Farmer share yang diterima petani tertinggi sebesar 41,68 % dan yang terendah
sebesar 25,69 %.
Wuriyanto (2002), meneliti tentang analisis finansial usahatani dan pemasaran
komoditi lada di Desa Giri Mulya, Kecamatan Jabung, Lampung Timur. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa usahatani lada pada desa tersebut dikelola secara
non intensif dan pola tanam tumpang sari dengan tanaman lain, sehingga
produktivitas tanaman menjadi rendah. Selain itu juga rata-rata pohon lada sudah
berumur tua yang seharusnya sudah diremajakan. Berdasarkan analisis kelayakan
finansial, usahatani lada layak untuk diusahakan pada tingkat diskonto 16 persen dan
18 persen. Sedangkan analisis sensitivitas, menunjukan usahatani ini sudah tidak
layak. Dalam analisis keragaan pasar, memperlihatkan pasar lada yang terbentuk
berstruktur oligopsoni dengan tingkat keterpaduan pasar yang tinggi. Tingginya
tingkat keterpaduan pasar ini disebabkan oleh adanya hubungan (kartel) antara
pedagang dengan eksportir.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu, penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah semua penelitian
yang dilakukan menyimpulkan bahwa komoditas yang bersangkutan profitable baik
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
43/116
26
dari tingkat kelayakan usaha maupun tingkat pendapatan. Sedangkan perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek, tujuan dan hasil
yang ingin diperoleh.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
44/116
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Pengertian Usahatani
Usahatani adalah Proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam,
tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau
sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi
kebutuhan keluarga, atau pun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan.
(Soeharjo dan Patong, 1973).
Menurut Mubyarto (1989), usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber
alam yang terdapat di suatu tempat dan diperlukan untuk produksi pertanian seperti
tanah, air, sinar matahari dan bangunan pertanian. Pembagian bidang pertanian
terdiri atas dua bagian yaitu usahatani pertanian rakyat dan perusahaan pertanian.
Ditinjau dari segi ekonomi, pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga (pertanian
subsisten atau setengah subsisten) yang umumnya memiliki luas lahan yang sempit,
sedangkan perusahaan pertanian adalah usahatani yang sepenuhnya dijalankan secara
komersial.
Di indonesia, yang dinamakan petani kecil adalah petani yang memiliki ciri
sebagai berikut : (1) Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240
kg beras per kapita per tahun; (2) Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil
dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani
tersebut mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di
luar Jawa; (3) Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas;
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
45/116
28
(4) Petani yang memiliki perngetahuan terbatas dan kurang dinamik. (Soekartawi.
dkk, 1986). Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting dari petani kecil adalah
terbatasnya sumberdaya dasar tempat berusahatani. Pada umumnya mereka hanya
menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam
pengelolaannya. Lahan yang dimiliki sering tidak subur dan terpencar-pencar. Petani
memiliki tingkat pendidikan, pengetahuan, dan kesehatan sangat rendah, serta akses
terhadap pasar rendah.
Hernanto (1991), menyatakan bahwa usahatani adalah setiap organisasi alam,
tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri dapat dilaksanakan oleh seseorang atau
sekumpulan orang. Dalam hal ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk
sederhana yaitu hanya untuk kebutuhan keluarga sampai kepada bentuk yang paling
modern yaitu mencari keuntungan.
Menurut Wharton dalam Hutzi (2007), perbedaan antara usahatani subsisten
dengan usahatani modern dilihat berdasarkan hasil dan tenaga kerja. Usahatani
subsisten akan mengkonsumsi semua hasil produksi dan tenaga kerja yang dipakai
dalam berusahatani adalah tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang tidak diupah.
Sedangkan usahatani modern akan menjual semua hasil produksinya dan
mengerjakan kegiatan operasionalnya dengan meggunakan tenaga kerja bayaran.
Berdasarkan pengertian di atas, maka usahatani merupakan salah satu sub sistem
agribisnis dan menjadi sentral dalam agribisnis yang di dalamnya mencakup
faktor harga output dan input, faktor efisiensi, faktor pengadaan input, faktor
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
46/116
29
pengadaan modal, faktor teknologi budidaya, serta faktor pola tanam dan
tumpangsari.
3.1.2. Penerimaan Usahatani
Penerimaan tunai usahatani ( farm receipt ) didefenisikan sebagai nilai uang
yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pegeluaran tunai usaha tani ( farm
payment) adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
usahatani. (Soekartawi. dkk, 1986).
Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan
produk usahatani, sedangkan pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang
dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai
usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian juga,
pengeluaran tunai usaha tani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman
pokok.
Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang
berbentuk benda. Dengan demikian, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak
dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan
benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai
usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani, seperti pinjaman tunai,
harus ditambahkan, dan pengeluaran tunai usahatani yang tidak ada kaitannya dengan
pembelian barang dan jasa, seperti bunga pinjaman dan uang pokok, harus
dikurangkan (Soekartawi. dkk.,1986).
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
47/116
30
3.1.3. Konsep Biaya
Biaya (Cost) merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat
menimbulkan pegurangan terhadap manfaat yang kita terima (Suyanto,dkk. 2001).
Pembiayaan merupakan salah satu aspek paling menentukan dalam pengembangan
usaha. Pembiayaan agribisnis dapat diperoleh dari modal sendiri atau meminjam dari
beberapa sumber keuangan, seperti pemodal perorangan, lembaga keuangan dan bank
(Krisnamurthi, 2001). Macam-macam biaya yang biasanya diperlukan dalam suatu
usaha/proyek diantaranya adalah Biaya investasi (tanah, bangunan dan tanaman, );
Biaya Operasional (Bahan baku dan tenaga kerja); dan biaya lainnya (pajak, bunga,
biaya tak terduga, reinvestasi dan biaya pemeliharaan).
Menurut kasmir dan Jakfar (2007), sumber pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan investasi dapat digunakan dari modal sendiri atau modal pinjaman atau
kombinasi dari keduanya. Sumber pembiayaan untuk usahatani jambu mente di
Kabupaten Flores Timur umumnya berasal dari modal sendiri seperti tanah,
bangunan, bahan baku, tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. Sementara modal
tanaman berasal dari sumbangan berupa proyek pemerintah yang bersifat hibah/tidak
ada sistem pengembalian.
(Soekartawi. 1986), mendefinisikan pengeluaran total usahatani sebagai nilai
semua masukan yang dikeluarkan dan habis terpakai di dalam proses produksi,
tetapi tidak termasuk tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani. Pengeluaran
total usaha tani terdiri dari pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap.
Pengeluaran tidak tetap (Variable cost ), adalah pengeluaran yang digunakan untuk
usahatani tertentu yang nilainya berubah-ubah dan sebanding dengan besarnya skala
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
48/116
31
usaha. Pengeluaran tetap ( fixed cost) adalah pengeluaran usahatani yang tidak
bergantung pada besarnya produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran
tunai dan pengeluaran tidak tunai.
Konsep biaya relevan sangat berkaitan dengan konsep produk. Menurut
Lipsey et. all. (1995), Biaya total (total cost=TC) adalah biaya total untuk
menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua bagian, yaitu
biaya tetap total (total fixed costs = TFC) dan biaya variabel total (total variable costs
= TVC). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah;
biaya ini akan sama besarnya kendati output adalah 1 unit atau I juta unit. Biaya
seperti ini sering disebut biaya overhead atau biaya yang tak dapat dihindari
(unavoidable cost ). Biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah. Biaya ini
berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya
produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi. Biaya variabel juga disebut
biaya yang dapat dihindari (avoidable cost)
Biaya marjinal (marjinal cost = MC), adalah kenaikan biaya total yang
disebabkan oleh meningkatnya laju produksi sebesar satu unit. Karena biaya tetap
tidak berubah dengan output, biaya marjinal akan selalu nol. Karena itu, biaya
marjinal jelas merupakan biaya variabel marjinal dan berubahnya biaya tetap tidak
akan mempengaruhi biaya marjinal.
3.1.4. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani setelah
mengurangkan biaya yang diperuntukan selama proses produksi dengan penerimaan
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
49/116
32
usahatani. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan
sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari
perencanaan atau tindakan. (Soeharjo dan Patong, 1973).
Menurut Hernanto (1991), Pendapatan usahatani adalah balas jasa dari
kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan jasa pengolahan.
Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja, tetapi dapat
juga diperoleh dari menjual unsur-unsur produksi, menyewakan lahan dan lain
sebagainya.
Soekartawi, dkk. (1986) mengelompokan Pendapatan usahatani menjadi
pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih
antara penerimaan tunai usahatani dengan biaya tunai usahatani. Penerimaan tunai
usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan
pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahatani. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara
penerimaan total dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,
dimana semua input milik keluarga diperhitungkan sebagai biaya produksi.
3.1.5. Efisiensi Usahatani
Pada umumnya efisiensi diartikan sebagai perbandingan antara hasil yang
diperoleh (output ) terhadap nilai masukan (input ). Menurut Mubyarto (1989), istilah
efisiensi produksi adalah banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari
satu kesatuan faktor produksi (input ).
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
50/116
33
Kegiatan usahatani yang dijalankan harus diukur berdasarkan tingkat
efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi usahatani adalah rasio imbangan antara
penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan (R/C rasio). R/C rasio
menunjukan berapa besar penerimaan yang diperoleh petani untuk setiap biaya yang
dikeluarkan dalam melakukan kegiatan usahatani.
Dalam melakukan kegiatan usahatani diperlukan dua keterangan pokok,
antara lain keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama satu periode
produksi sesuai jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan merupakan total nilai
produk yang dijalankan, yaitu hasil kali dari jumlah fisik output dengan harga yang
terjadi (QxP). Sedangkan pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan
sumberdaya ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam
satu periode produksi. Efisiensi usahatani dapat dilihat dari nilai R/C yang diperoleh.
Suatu kegiatan usahatani dikatakan efisien dan menguntungkan, apabila nilai R/C
yang diperoleh lebih dari satu.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Jambu mente ( Anacardium Occidentale L.) merupakan komoditas unggulan
kabupaten Flores Timur. Tanaman ini sudah dikenal masyarakat pada era tahun 70-
an. Tanaman ini pertama ditanam di kecamatan Tanjung Bunga. Sejak beberapa
tahun lalu hingga saat ini, sebagian besar petani masih mengandalkan usaha ini
sebagai usaha pokok dalam menunjang perekonomian keluarga selain tanaman
pangan dan hortikultura.
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
51/116
34
Seluruh areal penanaman jambu mente di Flores Timur adalah milik petani
(perkebunan rakyat). Dalam melakukan kegiatan budidaya (on farm), biasanya petani
menerapkan sistem budidaya yang sederhana / konvensional dengan input luar rendah
(low input). Di lain pihak harga input produksi di pasar cenderung meningkat,
sementara harga produk cenderung rendah dan berfluktuatif. Hasil panen gelondong
mente pada umumnya tidak berkualitas bahkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini menyebabkan produksi dan produktivitas tanaman relatif rendah. Luas areal
penanaman jambu mente berbeda-beda untuk setiap petani. Pada umumnya luas areal
penanaman jambu mente berkisar antara 0,5 ha – 2,0 ha, dengan status kepemilikan
lahan milik sendiri. Luas areal yang berbeda untuk setiap petani jambu mente
berkonsekuensi pada penerimaan hasil produksi yang berbeda pula.
Usahatani jambu mente di kabupaten Flores Timur layak untuk dilaksanakan
dan diupayakan untuk terus dikembangkan dari kondsi saat ini. Upaya yang perlu
dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan petani adalah penataan sistem
usahatani pada setiap tingkatan usahatani, penguatan kelembagaan pada tingkat
petani, serta membangun kerja sama yang sinergis antar stakeholder. Selain itu,
faktor lain yang perlu diketahui dalam pengusahaan jambu mente adalah efisiensi
dalam penggunaan input produksi agar petani bisa memperoleh keuntungan sesuai
yang diharapkan. Skema pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini :
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
52/116
35
Gambar 2. Skema Alur Pemikiran Operasional
PETANI JAMBU MENTE
FLORES TIMUR
- Penerapan teknik budidaya secara sederhana / konvensioonal- Harga input tinggi
- Harga jual produk rendah dan berfluktuatif- Produktivitas rendah
- Kualitas / mutu rendah
Analisis Penerimaan
Kondisi Usahatani Saat Ini
Analisis Bia a
Analisis Usahatani
Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan
Bia a Total
Penerimaan Tunai Penerimaan Total
Pendapatan Tunai Pendapatan Total
Efisiensi Usahatani
R/C Tunai R/C Total
REKOMENDASI
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
53/116
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada petani jambu mente swadaya (perkebunan
rakyat) di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur,
Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
( purposive), dengan pertimbangan kecamatan tersebut adalah sentra produksi jambu
mente di Kabupaten Flores Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pelaksanaan penelitian
berlangsung pada bulan Maret sampai April 2008.
4.2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu dengan
menggunakan sampel petani jambu mente swadaya di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga sebanyak 40 orang dari total keseluruhan populasi sebanyak 322
petani. Simple Random sampling adalah pemilihan sampel yang dilakukan secara
acak sederhana, dimana untuk mendapat 40 petani responden, keseluruhan populasi
(322 petani) diundi secara acak. Metode simple random sampling dipilih dengan
pertimbangan bahwa kondisi usahatani jambu mente di desa Ratulodong seragam
atau homogen dalam hal teknik budidayanya.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani, observasi serta pengisian
kuisioner oleh petani sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
54/116
37
Pertanian dan Peternakan, Dinas kehutanan dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik,
serta instansi lain yang terkait. Berbagai data dan sumbernya yang diambil dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Kebutuhan Data dan Sumbernya
Jenis Data Sumber Data
Data Kuantitatif
• Total Penerimaan (TR)
• Total Biaya (TC)
• Harga Input Produksi
• Hasil produksi mente gelondongan selama satu tahun
•
Harga jual mente gelondong / kg
• Hasil penjualan selama satu tahun (kg)
Data Kuantitatif
• Karakteristik petani jambu mente
• Tujuan petani dalam berusahatani
• Monografi desa Ratulodong
Petani
Petani
Petani/PedagangPetani
Petani/PedagangPetani
PetaniPetani
Instansi
4.3.
Metode pengolahan dan Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode derkriptif dengan
pendekatan kasus. Dengan metode ini data diolah dan dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui kondisi yang dialami
petani saat ini dalam melakukan sistem budidaya jambu mente.
Analisis kuantitatif yang dipilih adalah analisis pendapatan usahatani, dan
analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) dan analisis efisiensi usahatani.
Untuk menghitung pendapatan petani jambu mente secara monokultur, dilakukan
tabulasi sederhana dengan menghitung pendapatan usahatani jambu mente atas biaya
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
55/116
38
tunai dan pendapatan usahatani jambu mente atas biaya total. Dari hasil analisis
pendapatan yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis imbangan penerimaan dan
biaya (R/C Rasio) atas biaya tunai dan atas biaya total untuk melihat tingkat efisiensi
usahatani.
4.4. Analisis Usahatani
Analisis usahatani pada hakekatnya adalah alat yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan dari suatu usahatani. Tujuan dilakukan analisis usahatani
adalah untuk melihat keragaan suatu kegiatan usahatani. Beberapa alat analisis yang
dapat digunakan untuk melihat keragaan kegiatan usahatani adalah sebagai berikut :
4.4.1. Analisis Pendapatan usahatani
Gittinger (1986), mengatakan bahwa analisis pendapatan usaha pertanian pada
umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam
periode satu tahun. Tujuannya adalah membantu perbaikan pengolahan usaha
pertanian. Yang digunakan adalah harga berlaku, kemudian penyusutan
diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaannya
cukup lama.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu
keadaan penerimaan dan pengeluaran selama usahatani dijalankan dalam waktu yang
ditetapkan. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dijalankan yang
merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik output dengan harga atau nilai uang
yang diterima dari penjualan produk usahatani (Q x P). Penerimaan usahatani ini
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
56/116
39
tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Sedangkan pengeluaran
(biaya) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
kegiatan usahatani. Pengeluaran ini tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah
pokok pinjaman. Penerimaan dan pengeluaran usahatani tidak mencakup yang
berbentuk benda. Jadi nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai
penerimaan dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai
pengeluaran usahatani. (Soekartawi, 1985).
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya
yang dikeluarkan. Untuk menghitung pendapatan usahatani, terlebih dahulu
melakukan pencatatan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran usahatani dalam
satu periode produksi. Data pengeluaran dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu
biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Kemudian dilakukan perhitungan pendapatan
usahatani atas biaya tunai dan perhitungan pendapatan usahatani atas biaya total.
Secara matematis, analisis pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = NP - BT – BD
Dimana :
π = Pendapatan (Rp)
NP = Nilai Produksi (hasil kali produk dengan harga = QxP)
BT = Biaya Tunai Usahatani (Rp)
BD = Biaya yang Diperhitungkan (Rp)
NP – BT = Pendapatan atas biaya tunai (Rp)
NP – (BT + BD) = Pendapatan atas biaya total (Rp)
Sumber : Soekartawi, 1985
-
8/18/2019 Pendapatan Jambu Mete
57/116
40
4.4.2. Analisis Imbangan penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Analisis biaya digunakan untuk menghitung besarnya nominal uang yang
dikeluarkan petani dalam usaha budidaya jambu mente. Biaya diperlukan antara
lain untuk upah tenaga kerja, bibit, pupuk, pestisida, pengadaan sarana produksi
pertanian, dan lain-lain. Semakin besar luas lahan untuk penanaman jambu mente,
semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani.
Rasio Penerimaan atas biaya produksi adalah alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat keuntungan relatif suatu usahatani. Rasio penerimaan atas biaya
menunjukan seberapa besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang
dikeluarkan dalam produksi usahatani. Dari angka rasio penerimaan atas biaya
tersebut dapat diketah