wilayah kesesuaian budidaya tanaman jambu mete di gunungkidul
Embed Size (px)
DESCRIPTION
File ini merupakan hasil tugas akhir mata kuliah Sistem Informasi Geografi. Menjelaskan bagaimana kesesuaian wilayah budi daya tanaman jambu mete di GunungkidulTRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA
WILAYAH KESESUAIAN BUDIDAYA TANAMAN JAMBU METE
DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TUGAS
PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
TRIFANI TAURUSIANA PRIHANTINI
1306363651
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ………………………………………………………...………………………........ i
BAB I ............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................……………………………………...………...……. 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ...................................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA………………….………………………………….…………............... 3
2.1 Sistem Informasi Geografis...............................…………………….……….……………….. 3
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Mete..................................................................................... 3
2.3 Ketinggian dan Suhu ................................................................................................................. 4
2.4 Curah Hujan .............................................................................................................................. 5
2.5 Kemiringan Lereng ................................................................................................................... 5
BAB III…………………………………………………………………………………………... 6
METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………...............………………..... 6
3.1 Kajian Literatur ………………………………………………….………………………........ 6
3.2 Wilayah Penelitian ……………………………………………….…………………………... 6
3.3 Variabel Penelitian ………………………………………………………….……………….. 6
3.4 Pengumpulan Data …………………………………………………………………………... 6
3.5 Pengolahan Data dan Peta……………………………………...............………………......... 7

ii
3.6 Analisis Data ………………………..…………………………………………………..…… 8
3.7 Matriks Penelitian ……………………………………………………………………...…… 9
3.8 Query ……………………………………………………………………………………….. 10
BAB IV ........................................................................................................................................ 11
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .......................................................................... 11
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………..…..……………………..………………. 11
4.2 Topografi ……………..……………….……………………………………………………. 11
4.3 Cuaca dan Iklim ….……………………………………………………………….………… 12
4.4 Potensi Wilayah ……….……………………………………………………………………. 13
BAB V........................................................................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ….....…………………………………………......…................. 14
BAB VI......................................................................................................................................... 16
KESIMPULAN..........…………………………………………………………........................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 17
LAMPIRAN PETA ……………………………………………………..……………………… 18

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jambu mete merupakan tanaman buah yang berasal dari Brasil yang dapat
ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia. Jambu mete sudah tidak asing di Indonesia
terutama kacang mete yang sangat popular untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Menurut Fahmi (2015) pengembangan jambu mete di Indonesia berlangsung sangat
cepat. Pada periode 1990-1994, laju pertumbuhannya menduduki urutan ketiga setelah
kakao dan kelapa sawit (Nogoseno, 1996). Pada tahun 2003, luas areal jambu mete telah
mencapai 581.641 ha dengan produksi 112.509 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2004). Meskipun luas areal terus meningkat, produktivitas jambu mete Indonesia masih
rendah (200-350 kg/ha), jauh di bawah India atau Vietnam yang masing-masing mencapai
1.000 dan 800 kg/ha (Chau, 1998; Rao, 1998).
Jambu mete merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai strategis dalam
pembangunan agribisnis perkebunan, karena sangat terkait dengan sektor industri otomatif
makanan / minuman, kosmetik, pestisida nabati dan pakan ternak. Kacang mete di pasar
dunia termasuk salah satu produk yang mewah (luxury) dan lebih disukai dibandingkan
kacang tanah atau almond (Rao, 1998; Mandall, 2000 dalam Fahmi 2015).
Seluruh bagian tanaman jambu mete ini dapat dimanfaatkan. Akar pohon jambu
mete bermanfaat sebagai pencuci perut. Daunnya yang masih muda apan dimakan sebagai
lalapan, sedangkan yang tua digunakan untuk mengobati luka bakar. Kulit batang pohon
jambu mete mengandung cairan yang berkhasiat sebagai obat kumur untuk sariawan, serta
digunakan untuk bahan tinta atau bahan pewarna. Batang pohonnya juga menghasilkan
gum atau blendok untuk bahan perekat kuku dan juga sebagai anti ngengat. Buah jambu
mete dapat diolah menjadi sari buah mete, anggur mete, manisan, selai, buah kalengan, dan
jem jambu mete. Biji jambu mete (kacang mete) biasa dinikmati oleh masyakarakat dengan
cara digoreng atau dicampur untuk membuat kue atau coklat. Kulit biji jambu
metemengandung cashew nut shell liquid (CNSL) yang dapat digunakan untuk bahan

2
pelumas, insektida, pernis, plastik, dan lain-lain. Selain itu jambu mete juga berkhasiat
sebagai obat untuk berbagai macam penyakit.
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi lahan yang sesuai untuk budidaya
tanaman jambu mete, namun masih sedikit lahan yang dimanfaatkan oleh petani untuk
budidaya tanaman jambu mete. Komoditi utama pertanian dan perkebunan di Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah padi, palawija, kopi, serta kelapa. Oleh karena itu penting
untuk mengetahui kesesuaian lahan yang potensial untuk tanaman jambu mete agar dapat
dimanfaatkan dengan baik dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam hal ini penulis ingin meneliti bagaimana pola wilayah kesesuian lahan
tanaman jambu mete di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.3 Tujuan Penulisan
Penelitian yang berjudul “Wilayah Kesesuaian Budidaya Tanaman Jambu Mete di
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta” bertujuan untuk menentukan
kesesuian lahan potensial tanaman jambu mete di Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).
1.4 Batasan Masalah
Geomer untuk analisis adalah Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan
Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman di sebelah Barat, Kabupaten Klaten dan
Kabupaten Sukoharjo di sebelah Utara, Kabupaten Wonogiri di sebelah Timur, serta
Samudera Hindia di sebelah Selatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Informasi Geografis
Menurut Burrough (Dalam Koestoer, R. 2004) Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan koleksi informasi yang terorganisir dalam suatu perangkat computer, baik
perangkat keras maupun lunak, dan didesain secara efisien, sehingga informasinya dapat
di’retrieve’, dikompilasi, diperbaharui, dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk informasi
geografis sebagai referensi.
Dalam penerapannya Gunn (Dalam Koestoer, R. 2004) menyatakan bahwa
penerapan SIG telah banyak dimanfaatkan untuk pemetaan bentang alam, sehingga mudah
untuk dianalisis dan hasilnya digunakan untuk perencanaan wilayah.
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Mete
Tanaman jambu mete dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1 – 1200 m dpl,
tetapi batas optimum tumbuhnya tanaman jambu mete hanya sampai ketinggian 700 m dpl.
Suhu harian minimum yang sesuai bagi tanaman jambu mete antara 15 – 25 ˚C dan
maksimun antara 25 – 35 ˚C. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila ditanam
pada suhu harian rata-rata 27 ̊ C. Jambu mete paling cocok dibudidayakan di daerah-daerah
dengan kelembaban nisbi antara 70-80%, tetapi tanaman jambu mete masih dapat tumbuh
pada tingkat kelembaban 60-70%. Daerah yang paling sesuai untuk budidaya jambu mete
ialah di daerah yang mempunyai jumlah curah hujan antara 1.000 – 2.000 mm/tahun
dengan 4-6 bulan kering (<60 mm).
Tanaman jambu mete sangat menyukai sinar matahari. Apabila tanaman jambu
mete kekurangan sinar matahari, maka produktivitasnya akan menurun atau tidak akan
berbuah. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman jambu mete adalah tanah berpasir, tanah
lempung berpasir, atau tanah ringan berpasir dengan pH antara 6,3 – 7,3, namun masih
dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5,5 – 6,3 (Warintek, 2000).

4
2.3 Ketinggian dan Suhu
Ketinggian tempat merupakan salah satu faktor pengendali iklim yang berpengaruh
kuat terhadap suhu udara. Suhu udara berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme
terutama fotosintesis dan respirasi tanaman. Pada suhu lingkungan lebih rendah daripada
suhu dasar maka pertumbuhan tanaman berhenti (dorman), sedangkan apabila suhu
lingkungan lebih tinggi dari pada suhu maksimum maka tanaman akan mati (letal). Dari
aspek hubungan iklim-tanaman dikenal suhu kardinal meliputi kisaran kesesuaian suhu
minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tiap kultivar menyebabkan kisaran toleransi
terhadap ketinggian tempat yang berbeda-beda pula untuk tiap jenis kultivar (Nasir dalam
Adie, 2008).
2.4 Curah Hujan
Curah hujan sering disebut juga presipitasi, yaitu air dalam bentuk cair atau padat
yang mengendap ke bumi yang selalu didahului oleh proses kondensasi atau sublimasi atau
kombinasi keduanya dan dilanjutkan dengan kenaikan udara. Salah satu bentuk presipitasi
curah hujan adalah hujan dan salju (Damayanti, 1996).
Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujam
mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdiri dari beberapa macam, yaitu huja halus,
hujan rintik-rintik, dan hujan lebat yang membedakan adalah besar garis tengah butir-
butirnya. Selain hujan salju juga merupakan presipitasi dari curah hujan. Salju terjadi karena
sublimasi uap air pada suhu dibawah titik beku. Bentuk dasar dari salju adalah hexagonal.
Lalu yang terakhir adalah hujan es. Hujan es jatuh pada waktu hujan guntur dari awan
cumunimbus. Didalam awan terdapat konveksi dari udara panas dan lembab yang naik
secara konvektif, dan terjadilah sublimasi. Saat aliran menjadi lemah, maka butir-butir air
akan turun sehingga sampai pada bagian bawah, disini akan terjadi peristiwa penghisapan
air sehingga sebagian membeku oleh inti yang sangat dingin (Handoko, 1986).
Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan oomatis yang diletakkan
pada daerah yang alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang
luas (Muhammad Udai, 2010).

5
2.5 Kemiringan Lereng
Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi
apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar
sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan. Bentuk lereng bergantung pada proses erosi
juga gerakan tanah dan pelapukan. Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga
gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam
dua bagian yaitu kemiringan dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut besar
pengaruhnya terhadap penilaian suatu bahan kritis (Yusuf, 2012).

6
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kajian Literatur
Untuk mengetahui lahan yang sesuai untuk dilakukan budidaya tanaman jambu
mete adalah dengan melakukan identifikasi variabel untuk kajian kesesuaian lahan
tanaman jambu mete. Peta diolah dengan menggunakan teknik overlay peta yang kemudian
menghasilkan peta kesesuaian lahan tanaman jambu mete di Kabupaten Gunungkidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
3.2 Wilayah Penelitian
Wilayah yang akan diteliti mengenai kesesuaian lahan untuk tanaman jambu mete
adalah Kabupaten Gudungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Suhu / Temperature
2. Curah Hujan
3. Kemiringan Lereng
3.4 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder, yaitu data yang di dapat dari
instansi terkait dengan data yang diperlukan. Data yang termasuk dalam kategori tersebut
adalah:
1. Syarat tumbuh dan berkembang tanaman jambu mete
2. Peta Administrasi Kabupaten Gunungkidul
3. Peta Suhu Kabupaten Gunungkidul
4. Peta Curah Hujan Tahunan Kabupaten Gunungkidul
5. Peta Kelerengan Kabupaten Gunungkidul

7
3.5 Pengolahan Data dan Peta
Semua data yang diperoleh akan disusun dan diolah dalam sistem data yang
berbasis GIS dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.1, dimana semua data
tersebut akan diinformasikan melalui visualisasi peta yang mengandung informasi
database spatial.
a. Pembuatan Peta Tematik
Peta yang dibutuhkan untuk analisis adalah Peta Suhu Wilayah, Peta Curah Hujan
Tahunan, dan Peta Kelerengan.
b. Klasifikasi Kesesuaian
Setelah mendapatkan data-data atau peta-peta tematik yang diperlukan, langkah
selanjutnya adalah membuat klasifikasi penentuan kesesuaian lahan yang akan
digunakan untuk menentukan lahan yang sesuai untuk tanaman jambu mete di
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Suhu / Temperature
Suhu mempengaruhi produktivitas tanaman. Walaupun suhu di Indonesia relatif
sama, namun pada ketinggian yang berbeda, suatu wilayah memiliki suhu yang
berbeda. Sehingga perlu diketahui kesesuaian wilayah bagi tanaman jambu mete
dilihat dari faktor suhu. Suhu yang sesuai bagi tanaman jambu mete, yaitu 25˚C –
30˚C. Suhu di Kabupaten Gunungkidul berkisar antara 23,7˚C hingga 28,5˚C,
klasifikasi yang digunakan adalah :
1. 23,7˚C – 25˚C
2. 25˚C – 28,5˚C
Curah Hujan
Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi tanaman. Kebutuhan air bagi
tanaman harus tercukupi agar optimal pertumbuhannya. Jika kurang ataupun lebih
pertumbuhan tanaman tidak akan optimal, bahkan tanaman dapat mati. Curah hujan
yang berbeda di setiap wilayah mempengaruhi banyaknya ketersediaan air bagi
tanaman. Curah hujan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman jambu mete adalah
antara 500 mm.tahun hingga 2500 mm/tahun. Curah hujan di Kabupaten

8
Gunungkidul berkisar antara 1911 mm – 3119 mm, sehingga klasifikasi curah hujan
yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. 1911 - 2500 mm/tahun
2. 2500 - 3119 mm/tahun
Kemiringan Lereng
Dengan menggunakan peta lereng dapat diindentifikasi wilayah yang sesuai bagi
pertumbuhan tanaman jambu mete. Jambu mete dapat tumbuh dengan baik pada
kemiringan lereng 0% - 30%. Klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. 0% – 15%
2. 15% – 30%
3. > 30%
3.6 Analisis Data
Analisis yang digunakan untuk menentukan wilayah kesesuain lahan untuk
tanaman jambu mete adalah dengan menggunakan metode analisis overlay yang
digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1. Alur Pikir Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jambu Mete

9
Bagan 2. Model Builder Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Mete
Bagan 3. Modelling GIS Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Mete Kabupaten Gunungkidul
3.7 Matriks Penelitian
Klasifikasi tingkat kesesuaian tersebut dapat dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu, sesuai, dan
tidak sesuai. Klasifikasi ini didapatkan dari sebuah blog survei pemetaan yang bersumber dari
Badan Litbang Pertanian – Kementerian Pertanian.

10
Variabel
Kelas Kesesuaian Lahan
Sesuai Tidak Sesuai (untuk Reboisasi)
Ketinggian (mdpl) 0 – 1000 > 1000
Temperatur / Suhu (˚C) 25-35 <25 atau >35
Curah Hujan (mm) 500 - 2500 < 500 atau > 2500
Kemiringan Lereng (%) 0 – 30 > 30
3.8 Query
1. SESUAI: “SUHU” = 25˚C – 28,5˚C AND “CH” = 1911 - 2500 mm/tahun AND (“LERENG”
= 0% – 15% OR “LERENG” = 15% – 30%)
2. TIDAK SESUAI: “SUHU” = 23,7˚C – 25˚C OR “CH” = 2500 - 3119 mm/tahun OR
“LERENG” = >30%

11
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di 110°21' -
110°50' BT dan 7°46' - 8°09' LS. Ibukota Kabupaten Gunungkidul adalah Wonosari dan terdiri
dari 18 kecamatan serta 144 desa (Permendagri No.66 Tahun 2011). Kabupaten ini memiliki luas
wilayah 1.431,42 km². Secara administratif kabupaten ini berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Klaten dan Sukoharjo (Provinsi Jawa Tengah)
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman (Provinsi DIY)
Sebelah Timur : Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah)
4.1 Topografi
Berdasarkan kondisi topografi Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 3 (tiga) zona
pengembangan, yaitu :
1. Zona Utara
Disebut sebagai wilayah Batur Agung dengan ketinggian 200 - 700 meter di atas
permukaan laut. Keadaannya berbukit-bukit, terdapat sumber-sumber air tanah
kedalaman 6 – 12 meter dari permukaan tanah. Jenis tanah didominasi latosol
dengan bataun induk vulkanik dan sedimen taufan. Wilayah ini meliputi Kecamatan
Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Kecamatan Ponjong bagian Utara.
2. Zona Tengah
Merupakan wilayah pengembangan Ledok Wonosari, dengan ketinggian 150 m dpl
- 200 m dpl. Jenis tanah didominasi oleh asosiasi mediteran merah dan grumosol
hitam dengan bahan induk batu kapur. Sehingga meskipun musim kemarau panjang,
partikel-partikel air masih mampu bertahan. Terdapat sungai di atas tanah, tetapi
dimusim kemarau kering. Kedalaman air tanah berkisar antara 60 m - 120 m di
bawah permukaan tanah. Wilayah ini meliputi Kecamatan Playen, Wonosari,
Karangmojo, Ponjong bagian tengah dan Kecamatan Semanu bagian Utara.

12
3. Zona Selatan
Disebut juga wilayah pengembangan Gunung Seribu (Duizon gebergton atau Zuider
gebergton). Wilayah ini memiliki ketinggian 0 m dpl - 300 m dpl. Batuan dasar
pembentuknya adalah batu kapur dengan ciri khas bukit-bukit kerucut (Conical
limestone) dan merupakan kawasan karst. Pada wilayah ini banyak dijumpai sungai
bawah tanah. Zona Selatan ini meliputi Kecamatan Saptosari, Paliyan, Girisubo,
Tanjungsari, Tepus, Rongkop, Purwosari, Panggang, Ponjong bagian Selatan, dan
Kecamatan Semanu bagian Selatan.
4.2 Cuaca dan Iklim
Wilayah Kabupaten Gunungkidul termasuk daerah beriklim tropis, dengan
topografi wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan perbukitan karst. Wilayah
Selatan didominasi oleh kawasan perbukitan karst yang banyak terdapat goa-goa alam dan
juga sungai bawah tanah yang mengalir. Dengan kondisi tersebut menyebabkan kondisi
lahan di kawasan Selatan kurang subur yang berakibat budidaya pertanian di kawasan ini
kurang optimal.
Kondisi klimatologi Kabupaten Gunungkidul secara umum menunjukkan kondisi
sebagai berikut:
1. Curah hujan rata-rata pada Tahun 2010 sebesar 1.954,43 mm/tahun dengan jumlah
hari hujan rata-rata 103 hari/ tahun. Bulan basah 7 bulan, sedangkan bulan kering
berkisar 5 bulan. Wilayah Kabupaten Gunungkidul sebelah utara merupakan
wilayah yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan
selatan. Wilayah Gunungkidul wilayah selatan mempunyai awal hujan paling akhir.
2. Suhu udara rata-rata harian 27,7° C, suhu minimum 23,2°C dan suhu maksimum
32,4°C.
3. Kelembaban nisbi berkisar antara 80 % - 85 %, tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi
tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim.

13
4.3 Potensi Wilayah
Kabupaten Gunungkidul mempunyai beragam potensi perekonomian mulai dari
pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora dan fauna, industri, tambang serta potensi
pariwisata. Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan
kering tadah hujan (± 90 %) yang tergantung pada daur iklim khususnya curah hujan.
Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan sebagian besar sawah tadah hujan. Sumberdaya
alam tambang yang termasuk golongan C berupa batu kapur, batu apung, kalsit, zeolit,
bentonit, tras, kaolin dan pasir kuarsa. Kabupaten Gunungkidul juga mempunyai panjang
pantai yang cukup luas terletak di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia,
membentang sepanjang sekitar 65 Km dari Kecamatan Purwosari sampai Kecamatan
Girisubo. Potensi hasil laut dan wisata sangat besar dan terbuka untuk
dikembangkan.Potensi lainnya adalah industri kerajinan, makanan, pengolahan hasil
pertanian yang semuanya sangat potensial untuk dikembangkan.

14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam proses untuk menentukan wilayah kesesuaian lahan tanaman jambu mete, terdapat
beberapa variabel yang berpengaruh, diantaranya adalah suhu, curah hujan, dan kemiringan lereng.
Setelah variabel-variabel diinput dan diklasifikasikan dengan menggunakan software ArcMap
10.1 maka didapatkan wilayah-wilayah kesesuaian berdasarkan kelas kriteria kesesuaian yang
telah ditentukan.
Gambar 1. Peta Kesesuaian Wilayah Tanaman Jambu Mete di Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta
Hampir seluruh wilayah Kabupaten Gunungkidul sesuai bagi tanaman jambu mete. Dari
hasil penelitian diperoleh matriks dan luasan kesesuaian wilayah tanaman jambu mete sebagai
berikut:

15
Tabel 2. Luas Kesesuaian Wilayah Tanaman Jambu Mete di Kabupaten Gunungkidul
Kesesuaian Wilayah Luasan (km2) Presentase (%)
Sesuai 1406 94,87
Tidak sesuai 76 5,13
Dari luas keseluruhan, hanya 5,13% luas Kabupaten Gunungkidul yang tidak sesuai
untuk tanaman jambu mete, sebagian besar terletak di bagian utara Kabupaten Gunungkidul,
yaitu Kecamatan Patuk, Gedang Sari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Ponjong. Sisanya, yaitu
sebesar 94,87% wilayah Kabupupaten Gunungkidul sesuai untuk tanaman jambu mete.

16
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil analisis dengan menggunakan software ArcGIS melalui metode
overlay (union) menyatakan bahwa sebagian besar wilayah di Kabupaten Gunungkidul sesuai
untuk tanaman jambu mete. Sedangkan wilayah yang tidak sesuai sangat kecil presentasenya.
Wilayah tidak sesuai berada di bagian utara Kabupaten Gunungkidul.

17
DAFTAR PUSTAKA
Adie, Yasa. 2008. Produksi dan Produktivitas Tanaman Pertanian Utama di Kabupaten Cianjur
Berdasarkan Profil Ketinggian Tempat (Tinjauan Pada Empat Ketinggian Tempat).
Skripsi Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Teknologi Unggulan Jambu Mete.
Perbenihan dan Budidaya Pendukung Varietas Unggul. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Agro Inovasi.
Fahmi, Hamzah. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jambu Mete dengan Metode
Weight Factor Matching di Kabupaten Bantul. Tugas Akhir D3, Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Koestoer, Raldi. 2004. Terobosan Pendekatan Spatial: Konflik dan Resolusi Masalah Investasi
Usaha Tambang di Hutan Lindung Indonesia. Majalah Geospasial Edisi 2/Agustus
2004, halaman 6-9, Depok.
Oriska, Rekhina. 2012. Pengaruh Pemberian Vermikompos dan Kompos Daun Serta
Kombinasinya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica Juncea
“Toksakan”). S1 Thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.
Vikanaswari, Maria Putu Ayu Rossa (2014). Landasan Konseptual Perencanaan Dan
Perancangan Hotel Resor Di Pantai Sepanjang, Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. S1 Thesis, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta.
Warintek, 2000. JAMBU METE (Anacardium occidentale L.). Warung Informasi Teknologi.
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, Jakarta.
Website Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. http://gunungkidulkab.go.id/

18
LAMPIRAN

19
Peta 1 : Peta Administrasi Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

20
Peta 2 : Peta Suhu Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

21
Peta 3 : Peta Curah Hujan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

22
Peta 4 : Peta Kelerengan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

23
Peta 5 : Peta Wilayah Kesesuaian Tanaman Jambu Mete Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta