sistem ketatanegaraan indonesia - universitas islam indonesia

20
Kelemahan Fundamental UUD1945: Pra dan Pasca Amandemen Slisi Dm Harijanti The downfall of the New Order government in 1998 marked the 'democratic rebirth', which was conducted through a series of constitutional amendments, starting from 1999 until 2002. The radical changes, indeed, is being made. However, constitutional amendments contain many shortcomings as whole amendments took place in the 'state in transition'. One consequences of this is that amendments seem to be more spontaneously adapting to realities. This in turn creates lack of conceptual basis, ill- cohesiveness and poor drafting. All these fundamental defects undoubtedly will affect democratisation process. This Article aims to examine the fundamental problems of the 1945 Constitution in the period of pre and after the amendments. Sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan mendasar seiring dengan teijadinya perubahan konstelasi politik yang ditandai dengan kejatuhan Soeharto dari tampuk kepreside- nan. Kejatuhan in! sekaligus menandai dimulainya pergerakan reformasi dl seluruh bidang menuju sistem ketatanegaraan yang lebihdemokratis. Pada masa awal reformasi terdapat konsensus yang menyepakati perlunya diadakan amandemen terhadap UUD1945 sebagai prasyarat utama reformasi. Hal ini menyiratkan satu makna bahwa UUD 1945 dipandang sebagai sumber atau paling tidak memberi dorongan menuju pemerintahan otoriter.^ Wacana mengenai perubahan UUD 1945 di awal masa reformasi terpecah menjadi dua kubu utama. Kubu pertama menghendaki disusunnya suatu undang- undang dasarbaru. Sedangkan kubu lainnya berpendapat perubahan dilakukan dalam kerangka UUD 1945 dengan cara UNISIA NO. 49/XXVI/1II/2003 menambah, mengganti atau merumuskan ulang ketentuan-ketentuanyang ada. Prinsip utama dari kubu inlyakni tidak meiakukan perubahan terhadap materi yang dianggap sebagai 'cermin staatsidee Indonesia merdeka, yang antara lain mencakup Pembukaan dan bentuk negara kesatuan'.^ ^ Lihat antara lain, Baglr Manan, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru (Yogyakarta: Penerbit Pusat StudI Hukum Fakultas Hukum UII, 2003). him Iv, Moh. Mahfud MD, "Amandemen UUD 1945 Ditinjau dari Segi Kekuasaan Legislatif", makalah disampaikan Simposium Sehari tentang Perubahan UUD 1945 dengan tema Reformasi Konstitusi Menuju Tatanan Masyarakat Indonesia yang Demokratis, diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partal Golongan Karya (Jakarta, 1999), him 1 <http://www.geocities.com/sekdilu20/ amandemen1.htm> 2 Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru (Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, 2003), him iv-v 247

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD1945:

Pra dan Pasca Amandemen

Slisi Dm Harijanti

The downfall of the New Order government in 1998 marked the 'democratic rebirth',which was conducted through a series of constitutional amendments, starting from1999 until 2002. The radical changes, indeed, is being made. However, constitutionalamendments contain many shortcomings as whole amendments took place in the'state in transition'. One consequences of this is that amendments seem to be morespontaneously adapting to realities. This in turn creates lack of conceptual basis, ill-cohesiveness and poordrafting. All these fundamental defects undoubtedly will affectdemocratisation process. This Article aims to examine the fundamental problemsof the 1945 Constitution in the period of pre and after the amendments.

Sistem ketatanegaraan Indonesiamengalami perubahan mendasarseiring dengan teijadinya perubahan

konstelasi politik yang ditandai dengankejatuhan Soeharto dari tampuk kepreside-nan. Kejatuhan in! sekaligus menandaidimulainya pergerakan reformasi dl seluruhbidang menuju sistem ketatanegaraan yanglebihdemokratis.

Pada masa awal reformasi terdapatkonsensus yang menyepakati perlunyadiadakan amandemen terhadap UUD 1945sebagai prasyarat utama reformasi. Hal inimenyiratkan satu makna bahwa UUD 1945dipandang sebagai sumber atau paling tidakmemberi dorongan menuju pemerintahanotoriter.^

Wacana mengenai perubahan UUD1945 di awal masa reformasi terpecahmenjadi dua kubu utama. Kubu pertamamenghendaki disusunnya suatu undang-undang dasarbaru. Sedangkan kubu lainnyaberpendapat perubahan dilakukan dalamkerangka UUD 1945 dengan cara

UNISIA NO. 49/XXVI/1II/2003

menambah, mengganti atau merumuskanulang ketentuan-ketentuanyang ada. Prinsiputama dari kubu inlyakni tidak meiakukanperubahan terhadap materi yang dianggapsebagai 'cermin staatsidee Indonesiamerdeka, yang antara lain mencakupPembukaan dan bentuk negara kesatuan'.^

^ Lihat antara lain, Baglr Manan, DPR,DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru(Yogyakarta: Penerbit Pusat StudI HukumFakultas Hukum UII, 2003). him Iv, Moh. MahfudMD, "Amandemen UUD 1945 Ditinjau dariSegi Kekuasaan Legislatif", makalahdisampaikan Simposium Sehari tentangPerubahan UUD 1945 dengan temaReformasi Konstitusi Menuju TatananMasyarakat Indonesia yang Demokratis,diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan PusatPartal Golongan Karya (Jakarta, 1999), him 1<http://www.geocities.com/sekdilu20/amandemen1.htm>

2 Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPRdalam UUD 1945 Baru (Yogyakarta: PenerbitPusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, 2003),him iv-v

247

Page 2: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

Gagasan mengenai perlunya peruba-han terhadap UUD 1945 makin menunjuk-kan arah yang lebih nyata ketika Pemerintahdl bawah pimpinan Presiden Habibiemembehtuk suatu panel dl bawah KantorWakil Presiden.^ Saat itu gagasanmengenai Komisi Negara yang bertugasmenyusun rancangan perubahan UUD 1945mengemuka. Bahkan panel telah sampaipada rekomendasi bahwa MPR menu-gaskan Presiden untuk membentuk Komisitersebut. Namun seiring dengan pengun-duran dirlHabibie dari pencalonan presidensebagai akibat penolakan MPR ataspertanggungjawaban yang disampaikannyadaiam Sidang Umum MPR tahun 1999,gagasan mengenai Komisi Negara menjadisurut kemball/

Perubahan politikyang terjadi sebagaihasil pemilihan umum tahun 1999 akhirnyamengukuhkan MPR sebagai pengendalidaiam proses perubahan, meskipun tidakmenafikkan peran serta masyarakat.Beberapa prinsip utama disepakati daiammelakukan perubahan, termasuk prinsipbahwa perubahan diiakukan secarabertahap dan naskah perubahan dilampirkandaiam naskah asll UUD 1945. Artinya, MPRsepakat untuk tidak membuat suatu UUDyang sama sekaii baru. Selain itu,perubahan diiakukan berdasarkan penge-lompokkan dan naskah perubahan diberijudui berdasarkan nomor, yakni PerubahanPertama, Kedua, dan seterusnya. Sistempenomoran ini dipandang mengikuti poiaAmerika Serikat.

Hingga saat ini, MPR teiah melakukanempat kail perubahan, yang dimuiai sejaktahun 1999,2000, 2001, dan 2002. Sesuaidengan jadwal waktu yang telah disepakati,Perubahan Keempatyang teijadi pada bulanAgustus 2002 merupakan perubahanterakhir. Meskipun demikian perubahanmasih mungkin terjadi mengingat banyaknya

248

kritik, balk daiam kaitan dengan prosesmaupun substansi perubahan. Menjawab'gugatan' tersebut MPR mengeiuarkan TAPMPR No. i/MPR/2002 tentang PembentukanKomisi Konstitusi.

Tuiisan ini hendak mengkaji danmenjawab permasalahan sejauhmanaperubahan-perubahan yang telah terjadimampu menutup kelemahan UUD 1945 dansejauhmana UUD 1945 yang barumenyediakan landasan yang kuat menujusistem ketatanegaraan yang demokratisyang tunduk pada prinsip-prlnsip konstitusi.

Meskipun tuiisan ini disiapkan sebelumhasil Komisi Konstitusi diperoieh, secarayuridis formal UUD 1945 serta seluruhamandemennya telah mengubah sistemketatanegaraan Indonesia secara signifikandengan memuat ketentuan-ketentuan yangdapat memperkokoh terseienggaranyapemerintahan yang tunduk pada konstitusi.Akan tetapi, di sis! lain, kelemahan-kelemahan dari sudut aspek konseptuai,keterpaduan antara berbagai pasai, sertateknik perumusan dapat menimbuikan per-soaian-persoalan daiam impiementasinya.

UUD 1945; Pra Amandemen

1. Perjalanan Awai

Ketika para pembentuk UUD 1945meletakkan penanya, nampak merekasepakat bahwa undang-undang dasaryangmereka haslikan adalah undang-undang

2 Panel dibentuk berdasarkan SuratKeputusan Presiden dengan beranggotakan,antara lain, Prof. Dr. BaglrManan, Prof. Dr. SriSoemantri, Prof. Dr. Jimiy Asshiddiqie, Prof.Dr. Ismail Suny, Dr. Adnan Buyung Nasution.Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Prof. Dr. HarunAlrasyld, Abdulkadir Besar, S.H., dan lain-ialn.Ibid., him vi

•' Ibid., him vi-vii

UNISIA NO. 49/XXVI/II1/2003

Page 3: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

dasar yang bersifat sementara, yang jauhdari kesempurnaan karena disusun dalamwaktu yang sangat singkat. Kearifan initercermin dalam kalimat-kalimat yangdiucapkan oleh Soekarno sebagai KetuaPanitia Perancang UUD pada tanggal 18Agustus 1945, yang mengatakan:®

"UUO yang dibuat sekarang ini adalahUUD sementara. Kalau boleh saysmemakal perkataan: in! adalah UUDkllat. Nanti kalau kita telah bernegaradidalam suasana lebih tenteram, kitatentu akan mengumpulkan kembaliMPR yang dapat membuat UUD yanglebih lengkap dan lebih sempurna".

Berangkat dari keyakinan atasketidaksempurnaan atas basil kerjanya,para pembentuk UUD 1945, berdasarkanusulan Iwa Koesoemasoemantrl, mema-sukkan aturan mengenai tata caraperubahan, yang kemudian diakomodasidalam Pasal 37 UUD 1945.

Meskipun berbagai kelemahan dankekurangan yang ada disadari, namunselama lebih dari 30 tahun berlaku,® UUD1945 tidak pernah mengaiami perubahansecara formal melaiui Pasal 37. Akan tetapikeluarnya Maklumat Wakil Presiden No. Xtanggal 16 Oktober 1945^ serta MaklumatPemerintah tanggal 4 November 1945®dipandang telah mengubah UUD 1945.

Khusus berkaitan dengan perubahansistem pertanggungjawaban menterl,Penjelasan mengenai Tanggung JawabMenterl yang dimuat dalam Berita RepublikIndonesia Tahun I No. 2 halaman 11 kolom

3, nyata-nyata disebutkan bahwapertanggungjawaban menterl tidak dianutoleh UUD 1945, yang lengkapnya berbunyl:

"Jadi menurut hukum yang sebenarnyapertanggungjawaban Menteri Negarayang demikian itu belum dapatdiwujudkan sebelum Undang-Undang

UNISIA NO. 49/XXVI/1I1/2003

Dasar kita diubah".

Namun dl baglan lain juga diakul bahwaperubahan dengan menggunakan Pasal 37tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu,Pemerintah berpendapat bahwa cara yangdapat ditempuh untuk melakukan perubahanyaknl dengan menggunakan "convention"®atau kebiasaan.'®

Praktik penyelenggaraan negarasebagalmana terjadl dl negara-negara lain,umumnya juga ditopang oleh kehadirankebiasaan, atau lebih tepatnya keblasaanketatanegaraan. Sekallpun keblasaanketatanegaraan dapat mengubah suatuundang-undang dasar, namun penggu-

' Sekretarlat Negara Rl, Risalah SidangBadan Penyelidik Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan Indonesia (BPUPKI) danPanitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) (Jakarta: Sekretariat Negara, 1999), him311-312

® Setelah dikiirangi dengan masaberlakunya Konstitusi RIS 1949 dan UUDS1950.

^ Berdasarkan Pasal IV Aturan PerallhanUUD 1945 Presiden dengan bantuan KNIPmenjalankan kekuasaan MPR, DPR dan DPAselama ketlga lembaga negara tersebutbelum dibentuk. Namun berdasarkanMaklumat tersebut, KNIP beralih fungsi darisekedar badan yang membantu menjadibadan yang menjalankan kekuasaan leglslatifdan Ikut menetapkan garls-garis besardaripada haluan negara.

® Maklumat ini mengubah sistempemerintahan presldenslll menjadi sistemparlementer.

® Wheare mendeflnisikan "convention"sebagai "a binding rule, a rule of behaviouraccepted as obligatory by those concerned inthe working of the Constitution". K.G. Wheare,Modem Constitutions (London: Oxford University Press, 1960), him 179.

LIhat Penjelasan Tanggung JawabMenterl yang dimuat dalam Berita RepublikIndonesia Tahun I No. 2 halaman 11 kolom 3.

249

Page 4: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

naannya justru harus dilakukan dalamrangka memperkuat sendi-sendi yangtermuat dalam undang-undang dasar itusendiri, dan bukannya melemahkan ataumalah bertentangan.

Masa beriaku UUD 1945 terhentisementara dari kurun waktu 1949-1950 serta1950-1959. Beriarut-iarutnya pembahasanmengenai Rancangan UUD yang tetapsebagaimana diamanatkan oleh UUDS1950dipandang dapat membahayakan penye-lenggaraan negara. Hal in! mendorongSoekarno yang ditopang oleh berbagaikekuatan politik yang ada saat itu untukmemberlakukan kembali UUD 1945 melaluiDekrit 5 Juli 1959. Pemberlakukan Inisekallgus bermakna kemballnya suatuaturan dasar penyelenggaraan negara yangmemlllki berbagai kelemahan mendasar.

2, Kelemahan-kelemahan utama

Secara universal, tidak ada suatupatokan yang harus diikuti untukmenentukan materi apakah yang harusdiatur dalam suatu undang-undang dasar.Wheare menyatakan "itis true that there isno one form of Constitution which is practicable or suitable or eligible for all communities." '̂̂ Dalam tradisi ketatanegaraanBarat, paling tidak. konstitusi menetapkanlembaga-lembaga serta aturan-aturan yangdipandang paiing penting bagi negara yangbersangkutan serta menentukan batas-batas terhadap kekuasaan negara yangbersifat substantlf dan prosedural.''^Meminjam pendapatSri Soemantri, terdapattiga materi muatan pokok konstitusi, yakniperlindungan HAM, tugas dan wevi/enanglembaga-lembaga negara, serta hubunganantara lembaga-lembaga negara.

Dipandang dari hal diatas, UUD 1945secara minimal telah mengatur hal-halpokok yang seharusnya dimuat dalam suatu

250

konstitusi. Pengakuan dan perlindunganHAM sipil dan politik yang seringkaiidikatakan sebagai HAM generasi pertamadan HAM genarasi kedua yaitu ekonomi,soslal dan budaya tercermin daiam Pasal27 hingga Pasal 34.^^ Sedangkan ketentuanmengenai lembaga-lembaga yangmencakup tugas, wewenang dan hubunganantar lembaga-lembaga tersebut, tersebardalam berbagai ketentuan mengenai MPR,DPR, Presiden, MA. BPK, dan DPA.

Dalam prakteknya, ketentuan yangminimal Itu - meskipun antara lain akanditutupl dengan semangat penyelenggaranegara - ternyata tidak mampu menjawabkebutuhan yang lebih kompleks akibatperkembangan yang terjadi. Bahkan dalamperjalanannya UUD 1945dijadikan sebagai'sacred document, dan plhak-plhak yangmenentang perubahan menciptakan apayang dikatakan sebagai 'the myth of theconstitution'.

Kelemahan UUD 1945, misainya,yaknikurang memuat ketentuan rinci yang justrudiperlukan untuk menjamin konstl-

" K.C Wheare, op. cit., him 49." Graham Hassall dan Cheryl Saunders,

Asia-Pacific Constitutional System (Cambridge: Cambridge University Press, 2002),him 2.

Dari kajlan sejarah terhadap masalahkesejahteraan soslal sebagaimana terungkapdari pikiran-pikiran Soekarno dan Moh. Malta,Bagir Manan berpendapat bahwakesejahteraan soslal ekonomi didekati dariajaran demokrasi. dan bukan dari ajaran hakasasi ekonomi dan sosial. Menurutnya, hal itudapat dipahami karena hak asasi soslalbelum mendapat perhatian. Selanjutnya iamenyatakan bahwa kesejahteraan sosialekonomi dipandang sebagai suatu corakdemokrasi yang dikaltkan dengan prinsippersamaan yang disebut sebagai aspekmateril dari demokrasi. Bagir Manan, Teoridan Politik Konstitusi (1999), him 107.

UNISIA NO. 49/XXVI/IJI/2003

Page 5: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

tusionalisme. Terdapat tiga cara untukmelindungi konstitusionalisme, yakni:^"*

Pertama, melalui ajaran separation ofpoweratau pemisahan kekuasaan.^® Dalampraktek ajaran pemisahan kekuasaan in!tidak mungkin dllaksanakan secara murni.Oleh karena itu la berkembang dalambeberapa bentuk:

(1) Pemisahan cabang-cabang ataudepartemen-departemen.

(2) Pemisahan fungsi pemerintahan.(3) Pemisahan orang.

Namun demikian pemisahan fungsimenjadi tidak berarti apabila tidak diikutiataudilengkapi dengan 'checks and balances'.Karena ajaran 'checks and balances' akanmenutupi kelemahan dalam melakukankontrol antar cabang-cabang pemerintahanberdasarkan ajaran pemisahan kekuasaan.

Kedua, melalui ajaran 'checks and balances'.'^^ Doktrin ini berdasarkan padapandangan bahwa fungsi-fungsi cabangpemerintahan dalam hal-hal tertentu akanbercampur dan overlapping satu sama lain.Seperti halnya teori 'mixed government,doktrin 'checks and balances' berlandaskan

pada dua asumsi, yakni (1) setiap bagiandari pemerintahan mempunyai kecende-rungan untuk menyalahgunakan posisinyaapabila urusan pemerintahan semata-matadiserahkan pada bagian itu; (2) satu-satunyacara yang paling efektif untuk mengontrolpenggunaan kekuasaan oleh bagianpemerintahan tertentu hanyalah melalui'countervailing' dari bagian lain.

Ajarari 'checks and balances' inidimulai oleh Charles I pada tahun 1642.''^Saat itu terdapat tiga cabang utamapenyelenggara pemerintahan, yaitu King,Lords dan Common dimana ketiga badantersebut memiliki sharing povirer 6\ bidanglegislatif. Namun demikian masing-masingbadan itu memiliki kebebasan untuk saling

UNISIA NO. 49/XXVI/1IJ/2003

mengawasi. King mempunyai kekuasaanmembuat treaties serta memilih para pejabatpenyelenggara negara, the House ofLordsadalah pelaksana kekuasaan yudisial,sementara the Commons mempunyaikewenangan memungut pajak danmelakukan impeachment. Melaluiperimbangan dan pengawasan oleh satucabang kekuasaan terhadap cabangkekuasaan lainnya, masing-masing cabangdapat menjamin atau memastikan bahwatidak akan terjadi perusakan terhadap thebalance of the constitution. Setelah tahun

1689, praktek semacam ini menjadi suatuajaran yang tidak dapat dipungkiri lagi, dandielaborasi lebih lanjut oleh Bolingbroke,Montesquieu serta Blackstone.

Ajaran 'separation ofpower' yang diiringidengan teorl 'checks and balances'dipandang mampu untuk melindungi nilai-nilai konstitusi dengan hadirnya cabang-cabang pemerintahan yang berbeda - namunsaling menguatkan - dalam melaksanakanfungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif.Akantetapi doktrin 'separation of power' dan'checks and balances' tidak secara spesifikmenyediakan mekanisme yang harusdilakukan apabila cabang-cabangpemerintahan itu melakukan suatu tindakanyang bertentangan dengan konstitusi.Doktrin 'judicialreviev/ mengisi kekosongantersebut.^®

Ketiga, melalui ajaran 'Judicial reviev/atau hak uji materiil.^® Doktrin ini dikenalluas sebagai salah satu sumbangan terbesar

Mark Brzezinski, The Struggle for Constitutionalism in Poland (London: MacmilianPress Ltd,1998), him 12-26.

Ibid., him 13-14Ibid., him 14-16.

" Ibid., hlm15" Ibid., him 16.

Ibid., him 16-25.

251

Page 6: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

Amerika Serikat bagi dunia ilmu HukumTatanegara. Namun dilihatdari sejarahnya,sesungguhnya Inggeris telah mengenalajaran hak ujl sebelum Amerika Serikatmemulainya, yaitu melalui kasus Dr.Bonham. Dalam perjaianannya, hak ujiterhadap UU tidak berkembang terutamadisebabkan adanya doktrin parliamentarysovereignty.

Di Amerika doktrin hak ujl tidakdijumpai dalam Konstitusl, melainkan darlpraktik pengadilan melalui Marbury v Madi-son tahun 1803. Namun, Alexander Hamiltondalam tulisannya dl Federalist Papers No.78 telah menekankan perlunya hak uji ini.^®Hamilton menyatakan bahwa yudlslal hampirselalu merupakan lembaga yang palinglemah diantara cabang-cabang kekuasaanlain, karena la tidak memiliki kekuatanmaupun kehendak. la hanya mempunyaiputusan. Selanjutnya Hamilton menjelaskanbahwa putusan harus diterapkan untukmembatalkan suatu undang-undang yangbertentangan dengan konstitusi.Penyangkalan terhadap hal ini sekaligusbermakna bahwa negara berada di atasrakyat atau orang-orang yang diwakilinya.

Apakah UUD 1945 mengatur ketigahal di atas?

Sebagalmana acapkali dikemukakanoleh para ahli hukum konstitusi, UUD 1945nyata-nyata tidak menganut ajaranpemisahan kekuasaan karena dalam sistemketatanegaraan Indonesia terdapat leblh daritiga cabang kekuasaan yang disebutsebagai lembaga negara. Sistem yangdigunakan lebih menekankan kepadapemisahan fungsi. Hal ini terlihat dariketentuan dalam UUD 1945 yangmemberikan wewenang kepada Presidenuntuk melakukan fungsi pembentukan UU(yang dilakukan bersama-sama denganDPR), fungsi penyelenggaraan peme-

252

rintahan, fungsi yustlsial, dan fungsipelaksanaan hubungan luar negeri(pelaksanaan fungsi ini juga mellbatkan DPRterutama dalam hal-hal yang berkaitandengan ketatanegaraan, misalnyaperjanjianinternasional yang akan berakibat terhadaphak dan kewajibanwarganegara).

Pemisahan fungsi yang dikenal dalamUUD 1945 ternyata dalam prakteknya tidakdiikuti dengan pemisahan orang. Sejarahmembuktikan hal Ini dengan diperboleh-kannya gubernur dan menteri, misalnya.untuk menjadi anggota MPR.

Dalam kaltan dengan 'checks and balances', UUD 1945 kurang menyediakanketentuan yang mengatur kekuasaan salingmengawasi dan mengendalikan antarcabang-cabang pemerintahan.^^ Akibatnya,kekuasaan Presiden yang besar makinmenguat karena tidak cukup terdapatmekanisme pengendail dan penyeimbang.Contoh yang paling nyata adalah ketikaSoeharto mengembalikan RUU Penyiaranyang telah disetujui oleh DPR pada tahun1997. Selama 1 bulan Presiden berdiamdirl

dan tidak melakukan tindakan apapun.

Selain itu kelemahan UUD 1945

terdapat pada tidak adanya ketentuan yangmengatur 'judicialrevievi/. Ketika dilakukanpembahasan mengenal Rancangan UUD,Yamin telah mengajukan usulan perlunyahak ujl. Namun usulan itu ditolak olehSoepomo.

Selain hal-hal di atas beberapakelemahan UUD 1945 adalah:^

Pertama, terdapat berbagai ketentuanyang tidak jelas (vague), yang membuka

20 ibid., him 162^ Bagir Manan, Teori dan Politik

Konstitusi, op. cit., him 10. Lihat juga Moh.Mahfud MD, op. cit., him 2.

22 Ibid., him 9-21.

UNISIA NO. 49/XXVI/I1I/2002

Page 7: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., SusiDwiHarijanti

peluang penafsiran yang bertentangandengan prinsip konstitusionalisme.^^ Ataudengan kata lain membuka multi tafsir.Contohnya Pasal 1 ayat (2) yang menyata-kan "Kedaulatan ada di tangan rakyat dandllakukan sepenuhnya oleh MajellsPermusyawaratan Rakyat". Frasa "dllakukan sepenuhnya oleh Majells Permusyawaratan Rakyat" ditafsirkan bahwa MPRmerupakan satu-satunya lembaga yangmelaksanakan kedaulatan rakyat. Ketidak-jelasan lain dapat dijumpai dalam kaitandengan pemilihan kemballjabatan preslden.

Kedua, banyaknya ketentuan yangdiaturieblh lanjut dengan UUcrganik, yangironisnya tidak disertai dengan arahantertentu.2'' Akibatnya, perbedaan timbulmeskipun objekyang diatursama. Misainyatentang pemerintah daerah. Berbagai UUorganik yang lahir atas perintah Pasal 18berbeda satu sama lain. UU No. 5 Tahun

1974 berbeda secara signifikan dengan UUNo. 22 Tahun 1999. UU terdahulu

memberikan penekanan pada peran Pusatyang mengaklbatkan terjadinya sentralisasi,sedangkan UU yang baru sangatmemberikan kelonggaran kepada Daerahdalam mengatur urusan rumah tangganya.

Ketiga, terdapatnya kekosongan dalambeberapa materi muatan.^® Hal Ini dapatditemukan dalam materi mengenai HAM,masajabatan Presiden dan Wakil Presiden,alat-alat kelengkapan negara, accountability, dan Iain-Iain.

Keempat, berkaltan dengan Penje-lasan.2® Dibandlngkan dengan UUD negaralain, UUD 1945 memillkl keunikan tersendiridengan menempatkan Penjelasan sebagalbagian darl strukturnya. Namun, keunikanini justru menghasilkan masalah akibatinkonsistensi antara ketentuan yangterdapat dalam Batang Tubuh denganPenjelasan. Benturan ini dapat ditemukan,antara lain, dalam hal:

UNISIANO. 49/XXJmil/2003

1. Presiden diangkat olehMajelis^^

Pasal 6 ayat (2) menyatakan "Presidendan Wakil Presiden dipilih oleh MajelisPermusyawaratan Rakyat dengan suaraterbanyak". Sementara dalam Penjelasandisebutkan "Presiden diangkato\eh Majelis,bertundukdan bertanggungjawab kepadaMajelis".

Pengisian suatu jabatan melaluipemilihan tentu berbeda denganpengangkatan menurut kajian HukumTatanegara dan Hukum Administrasi Negara.Lazimnya suatu jabatan publik yangmenghendaki pertanggungjawaban polltikakan diisi melalui pemilihan (langsung atautidak langsung). Sebaliknya jabatan yangmasuk dalam lingkup administrasi negaradapat diisI dengan pengangkatan. Dalampraktek Penjelasan In! kemudian membuatMPR mengeluarkan Ketetapan mengenaiPengangkatan Presiden dan WakilPresiden. Semestlnya Presiden dan WakilPresiden terhitung menduduki jabatansetelah mengucapkan sumpah atau janji.Jadi, dalam hal ini yangdiperlukan hanyalahberita acara pemilihan dan pengucapansumpah atau janji jabatan.

2. Hubungan MPR dankedaulatanJ^

Pasal 1 ayat (2) menegaskan"Kedaulatan adalah di tangan rakyat dandilakukan sepenuhnya oleh MajelisPermusyawaratan Rakyat". Namun,

" Ibid., him 11.Ibid., him 12,

" Ibid., him 19-20.Ibid., him 12-19.

" Ibid., him 14-15.2® Ibid., him 17.

253

Page 8: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

Penjelasan Pasal 3 menyatakan "Olehkarena Majelis Permusyawaratan Rakyatmemegang kedaulatan negara, makakekuasaannya tidak terbatas.:".

Tidak dapat diketahui secara mendalammengapa terjadi perbedaan yang sangat fun-damental mengenai jenis kedaulatan.Apakah Soepomo dipengaruhi olehpendiriannya mengenai negaraintegralistlkketika menyusun Naskah Penjelasansehingga la menempatkan paham kedaulatan negara di baglan Penjelasan yang secarateori sangat berbeda dengan pahamkedaulatan rakyat sebagaimana diaturdaiam Batang Tubuh.

Penjelasan Juga menyatakan bahwakekuasaan MPR tidak terbatas karena lamemegang kedaulatan negara. Suatu pikiranyang tidak dapat diterima, karena justrudalam baglan lain Penjelasan dinyatakan"Pemerintahan berdasarkan atas sistem

konstitusi (hukum dasar), tidak bersifatabsolutisms (kekuasaan yang tidakterbatas)".

Selain itu, Penjelasan juga memuat hal-hal yang bersifat normatif yang justruseharusnya dimuat dalam Batang Tubuh,misalnya prinsip Indonesia adalah negaraberdasarkan hukum, prinsip dan sistempertanggungjawaban Presiden, serta prinsipBPK dan kekuasaan kehakiman yangmerdeka.2®

3. Pranata Mandatans^^

Tidak ada satu ketentuan dalam BatangTubuh yang mengatur mengenai mandataris.Dalam praktik justru jabatan Presidendibedakan menjadi Kepala Negara, KepalaPemerintahan dan Mandataris. Pelem-

bagaan mandataris sebagai suatu jabatanketatanegaraan tersendiri menimbulkanakibat yang dipandang sebagai berten-tangan dengan prinsip-prinsip konstitusi.

254

Misalnya, Ketetapan yang memberikanwewenang khusus kepada Presiden dalamrangka penyelesaian dan pengamananpembangunan nasional.^^

Berbagai kekurangan itu seakandilengkapi pula oleh berbagai faktor yangmempengaruhi bekerjanya konstitusi dalamsuatu negara. Faktor-faktor itu, antara lain,partai, sistem pemilihan umum, sertapersepsi masyarakatterhadap konstitusi.^^Dalam bukunya, Wheare memberikanperumpamaan dengan mengatakan bahwakonstitusi diibaratkan sebagai kerangkamanusia, sedangkan partai adalah dagingdan darah yang membungkus rangkatersebut. Meskipun penting bagi bekerjanyakonstitusi, umumnya para pembentukkonstitusi berpendapat lain sehingga tidakperlu dimuat dalam konstitusi.^^

Faktor kedua adalah sistem pemilihanumum.^Di beberapa negara, prinsip-prinsiputama pemilihan umum ditetapkan olehkonstitusi sedangkan ketentuan lebih rinddiatur dalam UU. Pasal 15 Konstitusi

Jepang, misalnya, menetapkan prinsip universal adult suffrage.

Persepsi masyarakat terhadapkonstitusi merupakan faktor yang tidakkalah penting bagi bekerjanya konstitusi.^®Jika sebuah UUD dipandang dengan pujaanberlebihan atau dianggap sebagai prima facie benardan baik, maka perubahan akansangat sulit dilakukan. Meskipun prosesperubahan secara formal tersedia, ketentuantersebut tidak akan digunakan.

" ibid., him 19.Ibid., him 15-16.

Ketetapan MPR No. V/MPR/1998." K. C Wheare, op. cit., him 110-114." Ibid., him 110.

Ibid., him 112." Ibid., him 112-113.

UNISIA NO. 49/XXV1/I11/2003

Page 9: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

Dalam konteks Indonesia, sejarahketatanegaraan membuktikan bahwa ketlgafaktor tersebut memberikan sumbanganbesar terhadap kegagalan melakukanpembaharuan UUD. Meskipun Indonesiatidak pernah secara resmi menganut one-party system, kenyataan menunjukkanadanya dominasi dari satu partai tertentu.Hal in! terjadi di masa Orde Baru. Sistemkepartaian yang dilkuti dengan sistempemilihan umum yang tidak menghasilkanwakil-wakil yang sesuai dengan kehendakmasyarakat - karena kehadirannya lebihdibutuhkan untuk memberikan pembenarbagi penguasa-membuatdaya berlaku UUD1945 semakin lemah. KomposisI keang-gotaan DPR yang didominasi oleh Golkarmenyebabkan lembaga in! kurang mampumemainkan peran sebagai lembagapengimbang bag! Presiden. Presidenmenjadi makin besar pengaruhnya di segalabidang, termasuk dalam usaha untuk'mengamankan' UUD 1945 dari kemung-kinan perubahan. Persepsi masyarakatterhadap UUD1945 dibentuk melaluijargon-jargon politik Pemerintah yang padaakhirnya mengarah pada sakralisasi ataupemujaan terhadap UUD 1945. Untukmemberikan dasar hukum Presiden

'meminta' MPR mengeluarkan TAP MPRtentang Referendum. Dengan adanya TAPini, peluang untuk melakukan pembaharuanterhadap UUD 1945 menjadi semakin sulit.

Ketika reformasi melanda Indonesia

kehendak untuk melakukan pembaharuanterhadap UUD 1945 tidak dapatdibendunglagi yang akhirnya membawa MPR untukpertama kali dalam sejarah ketatanegaraanIndonesia menggunakan wewenangnyamengubah UUD 1945 secara formalberdasarkan Pasal 37.

UNISIA NO. 49/XXVI/in/2003

UUD 1945: Pasca Amandemen

1. Perubahan UUD: Ancaman

atau Pembuka ke Arab

Demokrasi?

Saat pembahasan mengenai pembaharuan UUD 1945 mengemuka tidak adasatu pun yang menyatakan bahwapembaharuan ini merupakan ancamanterhadap kehldupan demokrasi di Indonesia.Bahkan dapat dikatakan bahwa pembaharuan ini merupakan 'fresh start bagibangsa Indonesia untuk menata kembalikehldupan ketatanegaraan yang demokratisberdasarkan prinsip konstitusionalisme.

Sesungguhnya terdapat semacam'gap' dalam proses pembaharuan.Sebagaimana diutarakan pada awal tulisanini bahwa, hal-hal yang berkaitan denganperubahan UUD 1945telahdidiskusikan olehsebuah Panel dalam lingkungan KantorWakil Presiden. Namun rekomendasi yangdihasilkan oleh Panel seakan 'tenggelam'ketika MPR mulai melakukan serangkaiantahap perumusan dan pembahasan. Meskiprinsip-prinsip pembahan tidak jauh berbeda,misalnya mempertahankan Pembukaan,bentuk negara kesatuan serta sistempresidensial,^® namun proses perumusandan penulisan seakan lebih kental dengannuansa politik.

Menjadi menarik dalam kaitan ini untukmelihat perubahan konstitusi di AmerikaSerikat. Sejak Partai Republik menguasaikembali Kongres pada tahun 1994, isu

Jakob Tobing, "Constitutional Amendments: A Brief Note on Indonesia's Case",makalah pada Simposium Internasional Constitutions and Human Rights in a Global Age:An Asia-Pacific Perspective (Canberra: theAustralian National University, 2001), him 2.

255

Page 10: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

mengenai amandemen Konstitusi meraihperhatian masyarakatdibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Usulan berkenaandengan 'Balanced BudgetAmendment dan'Flag Protection Amendment' telahmenyebabkan masyarakat, dan terutama

. wakil-wakilnya di Kongres mempertimbang-kan secara hati-hati bukan saja 'wisdom ofconstitutional amendments, but also theappropriate time andplace for such amendments'.^^

Menanggapi usulan perubahankonstitusi, suatu kelompokyang menama-kan dirinya Citizens for the Constitutionmengeluarkan usulan tentang petunjukdalam meiakukan perubahandengan tajuk"Great and Extraordinary Occasions": Developing Guidelines for ConstitutionalChange.^^ Dalam Petunjuk itu dikatakanbahwa perubahan konstitusi adalah tepatketikajawaban atas pertanyaan-pertanyaanberikut ini mengatakan "ya". Rangkaianpertanyaan ituselengkapnya:®®

1. "Does the proposed amendment address matters that are of more thanimmediate concern and that are likelyto be recognised as of abiding importance by subsequent generations?

2. Does.the proposed amendment makeour system more politically responsive or protect individual rights?

3. Are there significant practical or legal obstacles to the achievement ofthe objectives of the proposed amendment by other means?

4. Is the proposed amendment consistent wirh related constitutional doctrine

that the amendment leaves intact?

5. Does the proposed amendment embody enforceable, and not purelyaspirational, standards?

6. Have proponents of the proposedamendment attempted to thinkthrough and articulate the conse

256

quences of their proposal, Includingthe ways in which the amendmentwould interact with other constitutional provisions and principles?

7. Has there been full and fair debate onthe merits of the proposedamendment?

8. Has Congress provided for anonextendable deadline for ratification by the states so as to ensurethat there is contemporaneous consensus by Congress and the statesthat the proposed amendment is desirable?"

Sungguhpun usulan Petunjukmengenai Perubahan Konstitusi inimenerima kritikan tajam,"® namun dl sisl IainPetunjuk ini memberikan makna betapaperubahan konstitusi harus dilakukan secaraberhati-hati. Makna ini dapat ditangkapmelalui pertanyaan-pertanyaan yangsecaralugas hendak membuka motif perubahan(lihat pertanyaan no. 1, apakah usulperubahanitu merupakansesuatu yanglebihdari sekedar perhatian yang serta merta);implementasi perubahan (lihat pertanyaanno. 3, apakah terdapat hambatan praktekatau hambatan hukum oleh alat-alatkelengkapan lain daiam mencapai tujuanperubahan, lihat juga pertanyaan no. 4,apakah usulan perubahan memasukkanstandar-standar yang dapat diberiakukan);konsistensi antara pasal perubahan dengan

" Stephen B. Presser, "ConstitutionalAmendments: Dangerous Threat or Democracy in Action?", artikel dalam Texas Review ofLaw & Politics. No. 5. Tahun 2000, him 210.<http://www.lexis.com>

Ibid., him 225.Ibid.

Salah satu kritik yaitu apabila diikutimaka perubahan konstitusi akan sangat jarangterjadi, dan akibatnya evolusi KonstitusiAmerika Serikat akan berlangsung melaluiextra-constitutional means. Ibid., him 217.

UNISIANO. 49/XXVI/ni/2002

Page 11: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan laindalam Konstitusi (iihat pertanyaan no. 6);serta partisipasi masyarakat (Iihatpertanyaan no. 7 mengenai debat yangcukup dan wajar, dan pertanyaan no. 8).

Memakal pendapat Saundersmengenai pembuatan suatu konstitusi yangterbagi dalam tiga tahap utama, yakniagenda setting, development and design,serta approvaf^, penulis berpendapat bahwaPetunjuk mengenai Perubahan Konstitusi diatas dapat dikategorikan ke daiam agendasetting. Bentuk-bentuk lain dari agenda setting meliputi TOR mengenai KomisiKonstitusi, Draf awal berisi prinsip-prinsipyang akan menjadi landasan perubahan,dan Iain-Iain."^ Bentuk apapun yang akandigunakan, tahap awal inlmemegang peranyang sangat penting mengingat berbagai halfundamental dibahas dan diputuskansebagai platform dalam melakukanperubahan. Tentunya, tidak kemudian berartibahwa tahapan development and designserta approval menjadi tidak penting.

Agenda setting paling tidakmemberikan tiga manfaat utama yangsangat penting dalam proses amandemenkonstitusi. Pertama, yakni menjamin bahwacakupan partisipasi dan ketentuan untukpengambilan putusan merupakan wahanayang tepat untuk mengamankan persetujuan[pengambilan putusan dalam amandemen]."^ Kedua, adalah penting untukmencari 'a careful balance' diantara prinsip-prinsip konstitusi yang ditetapkansebelumnya yang memberikan kepercayaankepada semua pihak bahwa mereka dapathidup dengan hasil [yang telah disepakati],tanpa merintangi adanya pilihan-pilihan yangada untuk pembuatan konstitusi yang lebihterbuka dan melibatkan peran sertamasyarakat."" Ketiga, tahap awal inidapatdigunakan bukan saja untuk menyetujuiaspek-aspek materi muatan UUD, tapi juga

UNISIANO. 49/XXVI/1II/2003

untuk menentukan proses bagaimana UUDdibentukdan diimplementasikan."®

Dalam konteks Indonesia, agenda setting inilah yang menjadi gap dalammelakukan amandemen UUD 1945.

Memang terdapat prinsip yang disepakatisebagaimana diutarakan di paragrafterdahulu, namun prinsip-prinsip itu tidakcukup memberikan platform yang kokoh dankuat karena konsensusnya bersifatminimaiis bagi suatu perubahan. Ketiadaanagenda setting yang bersifat komprehensifinilah yang kemungkinan menlmbulkanmasalah dalam implementasi ketentuan-ketentuan baru. Jika masalah yang timbulsebagai akibat amandemen tidak dapatdiselesaikan, misalnya melalui pembentuk-an UU organik, perjalanan menuju negarademokratis berdasarkan prinsip konstitusiberada di persimpangan. Terlepas dariberbagai kelemahan yang ada harus diakuibahwa rangkaian perubahan konstitusibukanlah suatu bahaya yang harus ditakuti,melainkan harus dipandang sebagai "a toolofdemocratic action".

2. Substansi perubahan

Materi muatan konstitusi akan sangattergantung kepada konteks dimanakonstitusi itu akan berlaku dan kondisi-

kondisi dimana konstitusi harus

merespon."® Saat materi muatan amandemen UUD 1945 diformulasikan isu-isu

"'Cheryl Saunders, "Women and Constitution Making" makalah pada KonferensiInternasional Women, peace building andConstitution Making (Sri Lanka, 2002), him 5-12. <http://www.law.unimelb.edu.au/icil/topics/linkstopapers/womenconstitution.html>

"2 Ibid., him 5.

Ibid., him 6.

Ibid.

Ibid.

257

Page 12: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

yang mendominasi wacana publik yangterkenal dengan slogan 'AntI KKN' antaralain meliputi "good governance", HAM,kekuasaan kehakiman yang mandiri, "judicialreview", otonomi, penguatan masyara-kat sipl! {civil society) yang rhenghendakimundurnya militer dari panggung politik,redefinisi peran lembaga-iembaganegara,dan Iain-Iain. Di sisi lain proses amandemenjuga dibayangi oleh maraknya demonstrasiserta terjadinya konflik di berbagai daerah.

UUD 1945 sebagai 'simboi'kemerdekaan dipenuhi oleh gagasan parapembentuknya yang mencerminkan modelkonstitusi abad 18 dan 19. Ketika situasiyang berkembang pada abad 21 seringkalimembutuhkan kreasi dan inovasiketatanegaraan, asumsi-asumsi dasar darimode!konstitusi lama bukan tidakmungkinakan menghambat atau merintangi hasii-hasil yang efektif. RIngkasnya tantanganyang dihadapi dalam proses amandemenUUD 1945 adalah bagaimana meng-kombinasi prinsip-prinsip dasar negara yangmencerminkan "staatsidee" denganperkembangan ataupun perubahan dunia.

Tantangan berat lainnya adalah soalwaktu. Kehilangan momentum akanberaklbat tersendatnya pelaksanaanpembaharuan UUD 1945. Di satu siai,amandemen yang tunduk pada jadwaltertentu serta dilakukan dalam waktu yangtidak terlalu lama segera membuahkan hasil.Negatifnya, kehati-hatian menjadi kurangdiperhatikan. Bagian ini hanya akanmenyoroti beberapa kelemahan mendasaryang berkaitan dengan redesign lembaganegara (DPR. Presiden, dan MPR) ataulahirnya lembaga negara baru (misalnyaDewan Perwakilan Rakyat atau DPD),sistem perwakilan, serta HAM. Selain itu,akan dianalisis pula sampai sejauhmanaamandemen UUD 1945 telah memecahkan

persoalan-persoalan besaryang terjadi saat

258

proses perubahan mulai dilaksanakan.

a. DPR: dari Rubber Stamp ke arahDominant Player?

Salah satu kelemahan utama UUD1945 lama yakni kurang member! porsi yangwajarterhadap lembaga perwakilan rakyatsebagai pengimbang dominasi eksekutlf.Perubahan Pertama yang dilakukan padatahun 1999 ditandai dengan penguatanperan DPR, dan sebaliknya mengurangiperan Presiden. Halini dapat dijumpai dalamPasal-pasal yang mengatur 'berpindahnya'kekuasaan pembentukan UU dari Presidenke DPR. Meskipun Presiden masih memilikihak untuk mengajukan RUU namun DPRmemegang kendali pembentukannya.Selainitu, pengisian berbagai jabatan publik yangtadinya merupakan diskresi Presiden,kemudian menghendaki pendapat DPR(misalnya jabatan duta besar).

Perubahan Keduajuga memperbesarkekuasaan DPR. Hak-hak DPR yangselama ini hanyadiaturdalam UU, misalnyahak Interpelasi, hak angket, dan hakmenyatakan pendapat, melalui PerubahanKedua menjadi hak-hak yang bersifatkonstituslonal."^ Hak-hak mengajukanpertanyaan, menyampaikan usul danpendapat serta imunitasjuga diatur dalamPasal 20A ayat (4).

Selain itu, Perubahan Kedua jugamenegaskan bahwa keanggotaan DPRdilakukan melalui pemilihan umum.""®Dengan kata lain pengangkatan ditiadakan.Pengisian melalui pemilihan umumnampaknya memberikan legitimasi yanglebih besar bagiDPRkarena rakyatlah yangmemilihanggota-anggota DPR.

Ibid., him 13." Pasal 20A ayat (2) UUD 1945.

Pasal 19 ayat (2) UUD 1945.

UNISIA NO. 49/XXVI/II1/2003

Page 13: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

Di satu sisi perubahan-perubahantersebut memberikan kekuatan bagi DPR.Di sisi lain, pendulum yang bergerak terlaluekstrim dari executive heavy ke legislativeheavy membuat DPR seolah-olah menga-lami apa yang dinamakan 'political shock".Hal Itu disebabkan besarnya kekuasaanyang dimiliki dibandingkan dengan DPR pra-reformasi yang disertai dengan kurangnyapengalaman dalam mengelola kekuasaanyang besar itu. Akibatnya, dalammelaksanakan berbagai tugas DPRbersikap 'overacting'. MIsalnya, dalampelaksanaan hak angket DPR, yangacapkall dikatakan sebagai hak penyelidi-kan. Ketika menyelidiki Buloggate, kasusBLBI, dan Iain-Iain, DPR seperti melakukanpenyelidikan sebagaimana dikenal dalamHukum Pidana, yaitu suatu proses awaldalam mengungkapkan dugaan telah terjadiperbuatan pidana.

Contoh lain dapat dijumpai manakalaDPR melakukan wewenangnya untukmelakukan seleksi jabatan publik melaluimekanisme 'fit and proper test'. Seieksijabatan publik yang paling banyakmendapatkan sorotan adalah pemilihandutabesardan hakim-hakim agung. Pelaksanaan'fit dan proper test' bagi duta besardipandang sebagai suatu hal yang kurangsesuai dengan doktrin llmu HukumTatanegara yang memandang bahwawewenang melakukan hubungan luar negerisebagai kekuasaan asli eksekutif {originalpowerofexecutivey^ Dalam perkembangan-nya lembaga perwakilan rakyat acapkaliturut serta di dalamnya, terutama dalam hal-hal yang bersifat ketatanegaraan yaitu yangmempengaruhi hak dan kewajiban negara,menyangkut kepentingan masyarakat, danlain-lain.®° Bagaimanapun pemilihan dutabesar tidak termasuk dalam kategorihubungan luar negeri yang memerlukancampur tangan DPR secara dalam.

UNISIA NO. 49/XXVI/in/2003

Pertimbangan mendaiam seharusnyajustrudilakukan saat DPR membahas ratifikasi

suatu perjanjian internasional.

Guna menghindari ekses ketentuan-ketentuan baru tersebut maka diperlukanmekanisme pengimbang dari lembaga-lembaga negara lain, misalnya DPD, Mah-kamah Konstitusi, dan bahkan Presiden.

b. DPD: Menuju Sistem Perwakilan DuaKamar?

Lahirnya DPD dilatarbelakangi olehbeberapa gagasan. Pertama, gagasanmengubah sistem perwakilan menjadisistem dua kamar {bicameral system).®^Dalam sistem ini DPD akan bertindak

sebagai 'the Upper House' atau MajeiisTinggi, sedangkan DPR sebagai 'the LowerHouse' atau Majeiis Rendah.

Kedua, gagasan untuk meningkatkankeikutsertaan daerah terhadap jalannyapolitikdan pengelolaan negara.®^ LahirnyaDPD dapat pula dipandang sebagai koreksiatau penyempumaan sistem Utusan Daerahdi MPR menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1)UUD 1945 iama.^

Ketentuan-ketentuan tentang DPDdijumpai dalam dua pasal yang masing-masing memiliki empat ayat, yakni Pasal22C dan Pasal 22D. Keanggotaan DPD diisiberdasarkan pemilihan umum di tiap-tiapprovinsi" dan jumlah anggota dari tiap-tiapprovinsi adalah sama.^ Seperti Senat di

" Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan(Yogyakarta; Pusat Studi Hukum Uil, 1999), him167.

50 Ibid.

5' Bagir Manan, DPR..., op. cit, him 36.52 Ibid.

50 Ibid.

^ Pasal 22C ayat (1) UUD 1945.55 Pasal 22C ayat (2) UUD 1945.

259

Page 14: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

Australia dan Amerika Serikat, DPDdapatmenyatakan bahwa la memiiiki legitimasiieblh kuat dari DPR mengingat anggota-anggotanya dipllih oleh orang-orang didaerahdan bertindak sebagai wakil daerah,sementara anggota-anggota DPR dinomina-sikanoleh partai.^

Ketentuan baru tentang DPDmenetapkan bahwa jumlah anggota DPDtidak boleh melebihi sepertiga anggotaDPR Dariketentuan in! dapat dilihat bahwajumlah anggota DPD dapat berubahtergantung pada ketentuan yang mengaturjumlah anggota DPR. Bagir Mananberpendapat bahwa pendekatan yangdilakukan dalam menentukan jumlahanggota adalah pendekatan politik yangpada gilirannya justru akan menimbulkanketidakpastian.58

' DPD memiiiki hak untuk mengajukanRUU kepada DPR serta ikutmembahas RUUyang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusatdan daerah, pembentukandan pemekaran serta penggabungan daerah,pengeloiaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya. serta perlmbangankeuangan pusatdan daerah.®® Selain itu DPDmemberikan pertlmbangan kepada DPR atasRUU mengenai APBN, pajak, pendldlkan,dan agama.®® Berdasarkan Pasal 22D ayat(3) DPD dapat melakukan pengawasan ataspelaksanaan dan menyampaikan hasilpengawasannya kepada DPR.

Meskipun kelihatannyaDPDdilengkapioleh berbagal kekuasaan, namun ha! Itujustru tidak mencerminkan kekuasaansebagai the 'Upper House'. DPD tidakmemiiiki hak otonomi untuk membuat UU,melainkan harus memasukkan RUU keDPR. Secara sistematik ketentuan ini harus

dilihat dalam kaitan dengan Pasal 20 ayat(1) yang menentukan kekuasaan mem-bentuk UU ada pada DPR.®^ Oleh karenaItu sangat masuk akal apablla DPD tidak

260

mempunyal kekuasaan serupa. Disisi inilahdapat dilihat kelemahan konseptualmengenai sistem perwakilan dua kamaryang kemudian dicerminkan dalam pasal-pasal yang rancu satu sama lain.

Tidaksepertl konstitusi negara-negarayang menganut sistem dua kamar, UUD1945 yang baru tidak mengatur secara rincimengenai peran DPD dalam mekanismepembentukan UU. Paling tidak mekanismepembahasan RUU yang berasal dari inisiatifDPD. Ketentuan yang memuat antislpasiterjadinya deadlock6a\am pembahasan UUjuga tidak dijumpai. Tampaknya perumusperubahan menyerahkan mekanisme rIncimengenai hal-hal yang berkaitan denganpembentukan UU dalam Peraturan Tata atauStanding OrderTertib DPR dan DPD.

Kelemahan lain dijumpai dari kenyataantidak adanya ketentuanyang mengaturhak-hak yang dimiliki, termasuk hak Imunitasdari anggota DPD, dalam UUD 1945 baru.Malahan UUD 1945 mendelegaslkanpengaturan mengenai status, kedudukan,dan hal-hallainyang berkaitan dengan DPDkepada UU. Oleh karena itu dapat

®®Tim Lindsey, "Indonesian ConstitutionalReform: Muddling Towards Democracy", artikeldalam Singapore Journal of International Law& Comparative Law. No. 6. Tahun 2002, him268.

" Pasal 220 ayat (2) UUD 1945.Baglr Manan, DPR..., op. cit., him 39.Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD

1945.

Pasal 22D ayat (2) UUD 1945." BIdang pengawasan meliputi otonomi

daerah, pembentukan, pemekaran danpenggabungan daerah, hubungan pusat dandaerah, pengeloiaan sumber daya alam dansumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaananggaran pendapatan dan belanja negara,pajak, pendldlkan, dan agama.

Bagir Manan, DPR..., op. cit., him 41.

UNISIA NO. 49/XXVI/in/2003

Page 15: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

dipastikan bahwa kedudukan DPDmerupakan produk UU, dan bukannyaproduk konstitusi.

Tidak diketahui secara pasti apakahmaksud dari para perumus perubahan untuktidak mensejajarkan kedudukan DPR danDPD. Namun yang pasti bahwa rumusanwewenang DPD mengambil pola wewenangSenatRlS.®^ Namun, perumus nampaknyalupa bahwa Senat RIS terdiri dari wakil-wakildaerah bagian yang dibentuk sebagai baglanrekayasa pemerintahan pendudukanBelanda.®'' Selain Itu, Ri memang tidakmenghendaki Senat sejajardengan DPR.^®

Paparan di atas menunjukkan bahwasesungguhnya sistem perwakilan yangdianut bukanlah sistem dua kamar murni

sebagaimana dikenal. Kalaupun hendakdipertahankan pendapat bahwa Indonesiamenganut bicameral system maka sistemyang dianut adalah sistem dua kamar yanglemah.

c. Presiden

Salah satu perubahan mendasaryangdijumpaidalam rangkaian amandemen UUD1945 adalah mater! mengenai Presiden.Materl inl dibahas disemua tahapanamandemen, mulai dari Perubahan Pertamahingga Perubahan Keempat. PadaPerubahan Pertama, kekuasaan membentukUU sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat(1) lama berubah menjadi kekuasaan untukmengajukan RUU kepada DPR®® -suatukekuasaan yang juga dimiliki oleh seluruhanggota DPR sebagaimana diatur dalamPasal 21 ayat (1). Namun perubahan yangsangat fundamental terjadi dalam halpemilihan dan pemberhentian presiden.Pasal 6A ayat (1) mengatur "Presiden danWakil Presiden dipilih dalam satu pasangansecara langsung oleh rakyat". Ketentuan ininampaknya merupakan reaksi atas praktekpemilihan Presiden oleh MPR selama ini

UNISIANO. 49/XX]miI/2003

yang dipandang kurang mengakomodasiprinsip-prinsip demokrasi. Perubahan Inimembawa konsekuensi lain. Pertama,pemilihan langsung menyebabkan Presiden(dan Wakil Presiden) tidak lagi bertanggungjawab kepada MPR, melainkan bertanggungjawab kepada rakyat. Dengan demikian,MPR tidak lagi berwenang memintapertanggungjawaban dan memberhentikanPresiden atas dasar tidak melaksanakan

putusan MPR.®^ Kedua, harus diciptakansistem 'checks and balances' baru terhadapPresiden, seperti keharusan adanyakonfirmasi untuk jabatan publik tertentu.®®Ketiga, harus diciptakan mekanismepemberhentian baru yang beriandaskan padapertanggungjawaban hukum. Hal inidisebabkan pertanggung-jawaban politikseperti yang dikenal selama ini menjaditidak relevan lagi.®® Keempat, denganpemilihan Presiden (dan Wakil Presiden)sistem ketatanegaraan Indonesia hampirmendekati sistem pemisahan kekuasaan.Dikatakan hamph* mendekati karenaPresiden masih memiliki kekuasaan

mengajukan RUU dan membahasnyabersama DPR. Hubungan antara alat-alatkelengkapan negara semata-matadidasarkan pada sistem 'checks and balances', dan bukan hubungan fungsionalatau organik.^®

Konsekuensi pemilihan langsung dalamkaitan dengan pemberhentian sebagaimanadiutarakan di atas ditemukan dalam Pasal

" Ibid, him 2.

" Ibid.

" Ibid.

Pasal 5 ayat (1) UUD 1945sebagaimana Perubahan Pertama.

Baglr Manan, Teori..., op. cit, him 59." Ibid.

Ibid.

" Ibid, him 59-60.

261

Page 16: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

7A yang menyebutkan alasan-alasanpemberhentian berdasarkan hukum, yakniapabilamelakukanpengkhianatan terhadapnegara, korupsi, penyuapan, tindak pidanaberat lainnya.

Namun, Pasai 7A juga menetapkanalasan pemberhentian yang tidak dapatdiukursecara hukum, misalnyamelakukanperbuatan terceia dan melanggar syarat-syaratsebagai Presiden. Pasal6 UUD 1945sebagalmana diubah oleh Perubahan Ketigahanya menetapkan syarat WNI sejak lahirdan tidak pernah menerima kewarga-negaraan lainnya, tidakpernah mengkhianatinegara, serta mampu secara rohani danjasmani melakukan tugas dan kewajibansebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.Yang menjadi persoaian di sini adaiahsyarat kemampuan rohani. Apakahkemampuan rohani mencakup puiasyaratadil, bijaksana, dan Iain-Iain. Persyaratanyang tentunya sangat sulit diukur.

Kelemahan ketentuan yang berkaitandengan Presiden dan/atau Wakil Presidenditemukan puia daiam Pasai 7B, yangsebenarnya bersumberdari Pasai 7Ayangmenyatakan "Presiden dan/atau WakilPresiden dapat diberhentikan daiam masajabatannya...".^! Pasai 7B ayat (7)memberikan kesempatan kepada Presidendan/atau Wakil Presiden untukmenyampai-kan penjelasan sebelum putusah diambil.Persoaiannya apabila Presiden dan/atauWakil Presiden telah nyata-nyatamelanggarhukum, apakah kesempatan pembelaan dirimasih tetap dimungkinkan? Dengandemikian secara tidak disadari Pasai 7Atelah membedakan antara melanggarhukum, melakukan perbuatan terceia, dantidak memenuhi syarat. Pertanyaannya,terhadap jenis pelanggaran yang manaPresiden dan/atau Wakil Presiden masih

diberikan kesempatan untuk memberikanpenjelasan dan mana yang tidak dapat?

262

Perubahan-perubahan yang mendasaryang terjadi daiam sistem perwakilan dankepresidenan yang telah dipaparkan diatasmembawa akibat terhadap MPR.

d. Redefinisi MPR

Perubahan Ketiga yang terjadi padatanggal 10 November 2001 secara fundamental mengubah peran MPR. Praktekselama masa Orde Baru menempatkanMPR sebagai 'satu-satunya' lembagapelaksana kedaulatan rakyat dikoreksidengan mengamandemenPasai 1ayat (2),menjadi berbunyi "Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut UUD".

Keanggotaan MPR melalui pengang-katanjugaditiadakan. Hal ini ditindaklanjutidengan penghapusan utusan golongandanutusan daerah. Aiasan penghapusan lebihdidasarkan pada alasan pragmatis, yaknimeniadakan kemungkinan kolusi politikantara yang mengangkat dan diangkat."Khusus untuk utusan golongan, penghapusan dilakukan karena daiam praktik tidakmudah menentukan golongan yangdlwakili.^2

Satu-satunya kekuasaan terbesaryangdimiliki oleh MPR berdasarkan PerubahanUUD 1945yakni mengubah dan menetapkanUUD. MPR tidak lagi berwenangmengeiuar-kan garis-garis besar daripada haiuannegara. Mekanisme pengimbang bagipelaksanaan kekuasaan MPR untukmemberhentikan Presiden dan/atau WakilPresiden dilakukan oleh DPR danMahkamah Konstitusi.

Daiamkaitandengan bicameralsystemsecara konseptual seharusnya MPRberubahfungsi darilembagatertinggi negara

" Ibid., him 76.Ibid., him 62.

" Ibid.

UNISIA NO. 49/XXVI/IU/2003

Page 17: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

dengan segala kekuasaan dan wewenangyang dimilikimenjadi sidang gabungan DPRdan DPD, sebagaimana layaknya praktik dinegara-negara yang menganut sistemtersebut. Namun, rea/poW/cs menyatakanlain dengan menempatkan MPR sebagailembaga tersendiri dengan kekuasaanmenurut UUD 1945 baru. Dengan demikiandalam sistem ketatanegaraan Indonesiaterdapat tiga lembaga perwakilan rakyat,yaitu DPR, DPD dan MPR. Kondisisemacam ini seakan mengukuhkanpendapat yang menyatakan bahwa Indonesia tidak menganut bicameral system murnl.

e. HAM

Pengaturan mater! muatan HAM - yangsebagian besarberasal dari UniversalDeclaration ofHuman Rights (UDHR) - dalamPerubahan Kedua menunjukkan komltmenbangsa Indonesia terhadap penghormatandan perlindungan HAM. Sesungguhnyasebelum dimasukkan ke dalam UUD,ketentuan-ketentuan HAMjustru telah diaturdalam Ketetapan MPR dan UU. SehinggaUUD 1945 baru berfungsl sebagai 'pengu-kuhan' sebagai sesuatu yang bersifatkonstitusi.

Salah satu pasal paling kontroversialadalah Pasal 28! yang melarangdiberiakukannya ketentuan yang berlakusurut. Dengan pemberlakuan asas Inidikhawatirkan pelaku pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu tidak dapatdiadlli untuk dimlntai pertanggungjawabanyang pada gillrannya mendorong Impunltas.Kondisi ini melahirkan buildingbloc terhadapproses demokratlsasi serta rekonsiliasinasional. Seiain itu kelemahan ditemukan

dalam perumusan ketentuan sertakategorisasi HAM. '̂'

/. Substansi Lain

Menjawab berbagai tuntutan reformasl,

UNISIA NO. 49/XXVI/JII/2003

MPR dalam proses pembaharuan UUD1945 memasukkan materi lainyang rneliputipenguatan otonomi,''® pembentukanMahkamah Konstitusi,^® pembentukanKomisi Yudisial," penguatan BadanPemeriksa Keuangan,^® dan Iain-Iain. Disisilain, Perubahan UUD 1945 menghiapuskankeberadaan Dewan Pertlmbangan Agung(DPA).^^

Pengaturan lebih rinci dalampemerintahan daerah yang hanya mengakuiasas otonomi dan tugas pembantuandiharapkan memperkuat peran Daerahdalam kerangka negara kesatuan.Dekonsentrasi sebagai asas dalampemerintahan daerah tidak lagi dikenal.Seiain itu, Negara diharuskan menghormatikesatuan-kesatuan masyarakat hukum adatdan hak-haktradisionalnya sepanjang masihada dan tidak bertentangan dengan negarakesatuan Indonesia. Pengenduran peranPusat dapat pula dipandang sebagai salahsatu usaha untuk menyelesalkan masalahkonflik yang bersumber pada ketidak-puasan Daerah terhadap Pusat selama ini.

Pembentukan Mahkamah Konstitusi

dipandang penting dalam rangka penegakanprinsip negara hukum terutama dalammengisi 'kekosongan' hak uji materillterhadap UU. Lembaga Inijuga mendapatmandat untuk menyelesalkan sengketa-sengketa lain yang bersifat ketatanegaraan.

Lihat Bagir Manan. PerkembanganPemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia(Bandung: Alumni, 2002).

" Lihat Pasal-pasal 18.18Adan 18B UUD1945.

Pasal 24C UUD 1945.

Pasal 240 UUD 1945.

Pasal-pasal 23E, 23F, dan 23G UUD1945.

" Pasal 16 UUD 1945.

263

Page 18: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaluasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

misalnya sengketa-sengketa mengenai hasilpemilu, antar lembaga negara, pember-hentian Presiden dan/atau wakil Presiden,serta membubarkan partai politik. Akantetapi, kelemahan mendasardari ketentuanbaru yakni tidak memuat aturan rindbagainiana struktur MK dalam sistemperadilan di Indonesia, dalam arti apakahMK sejajar dengan MA, ataukah la lebihtinggi. Selain itu tidak dijumpai aturan yangmengantisipasi persoalan yang mungkintimbul dalam praktek dalam kaltan denganhak ujl. MK mempunyai wewenang untukmenguji UU, sedangkan MA mengujiketentuan di bawah UU. Bagaimana jika PPdinyatakan tidak bertentangan dengan UUtertentu, sementara setelah MA menyata-kan tidak bertentangan MKjustru menyata-kan UU itu bertentangandengan UUD 1945.Disini tidak ditemukan alasan mengapadilakukan pembedaan objek pengujianantara MK dan MA.

Komisi Yudisial dibentuk gunamengusulkan pengangkatan hakim agungdan 'mengawasi' hakim-hakim. Tampaknya.pembentukan Komisi ini menjawabkeprihatinan masyarakat terhadap perilakuhakim dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengawasan internal sajadipandang tidak cukup, dan oleh karena ituperlu dilakukan pengawasan oleh lembagaeksternal diluarpengadiian yang keberada-annya dijamin oleh UUD 1945.

Dalam kaltan dengan pengawasanpertanyaan muncul berkenaan denganlembaga Ombudsman. Pada tahun 2000,Pemerintah melaluikeputusan Presiden No.44 Tahun 2000 membentuk Komisi Ombudsman Nasional (KON). Salah satu tugasKomisi ini adalah melakukan pengawasan.Berbagai dorongan untukmengakomodasidan mengukuhkan KON sebagai lembagayang berdasarkan konstitusi telah dilakukan.Dalam kenyataannya KON tidak dimasuk-

264

kan kedalam pembaharuan UUD 1945.Negara-negara lain, misalnyaThailanddanFiiipina, justru memasukkan Ombudsmansebagai lembaga negara yang dijaminkeberadaannya oleh konstitusi.

Kesimpulan

Pembaharuan konstitusi sebagaiprasyarat menuju negara demokratisyangtunduk pada prinsip-prinsip konstitu-sionalisme telahdilakukan. Pertanyaan paling mendasarsetelahselesainya rangkaianPerubahan UUD 1945 adalah bagaimanaperubahan-perubahan ini memberikanpengaruh terhadap restrukturisasi sistemketatanegaraan Indonesia.

Berbagai faktor balk hukum maupunnon-hukum perlu diperhatikan dalamrangkamemberikan efek perubahan. Pertama,pengaturan lebih lanjut dalam bentuk UU.Hal ini disebabkan banyaknya klausul yangmenghendaki pembentukan UU, misalnyaDPD, Komisi Yudisial, Pemilihan Umum,Pemilihan Presiden dan/atau wakil Presiden,Tata cara pembentukan UU, dan Iain-Iain.Kedua, infra struktur politik. Keberhasilanataupun kegagalan konstitusi banyakdipengaruhi oleh Infra struktur politik yangmendukung pelaksanaan ketentuankonstitusi. Sepanjang kekuatan politikberkehendak untuk melakukan prosesdemokratisasi maka segala kekuranganyang ada dalam UUD 1945 baru dapatditutupi oleh semangat melakukanpembaharuan dalam kerangka negarahukum yang tunduk pada prinsip-prinsipkonstitusionalisme.

Kegagalan menutupi berbagaikelemahan dapat mendorong terjadinyaamandemen terhadap ketentuan-ketentuanbaru tersebut. Jika hal ini terjadi hendaknyaproses perubahan dilakukan dengan kehati-hatian. Suatu pesan yangjugadisampaikan

UNISIA NO. 49/XXV1/I1I/2003

Page 19: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Kelemahan Fundamental UUD 1945..., Susi Dwi Harijanti

oleh Morris ketika Constitutional Conven

tion diadakan untuk mengubah KonstitusiAmerlka Serikat. Morris menyatakan:®°

"Nothing human can be perfect. Surrounded by difficulties, we did the best wecould; leaving it with those who should comeafter us to take counsel from experience,and exercise prudently the power ofamendment".^

James L. Sundquist, Constitutional Reform and Effective Government (WashingtonDC: The Brooking Institution. 1992), him 1

Daftar Pustaka

Brzezinski, Mark, 1998, The Struggle forConstitutionalism in Poland, London:Macmillan Press Ltd

Hassall, Graham dan Cheryl Saunders,2002, Asia-Pacific ConstitutionalSystem Cambridge: Cambridge University Press

Levinson, Sanford (ed), 1995, Respondingto Imperfection: the Theory and Practice of Constitutional Amendment,

New Jersey: Princenton UniversityPress

Lindsey, Tim, 2002, "Indonesian Constitutional Reform: Muddling Towards Democracy", artikel dalam SingaporeJournal of International Law & Com

parative Law. No. 6

Manan, Bagir, 2003, DPR, DPD dan MPRdalam UUD 1945Baru, Yogyakarta: UN

, 2000, Teorl dan PolitikKonstitusi, Kumpulan Tulisan

UNISIANO. 49/XXVI/}lI/2003

, 1999, LembagaKepresidenan, Yogyakarta: UN

MD, Moh. Mahfud, 1999, "AmandemenUUD 1945 Ditinjau dari SegiKekuasaan Legislatif", makalahdisampaikan Simposlum Seharitentang Peruba-han UUD 1945dengan tema Reformasi KonstitusiMenuju Tatanan Masyarakat Indonesia yang Demo-kratis,diselenggarakan oleh DewanPimpinan Pusat Partai GolonganKarya, Jakarta

Presser, Stephen B., 2000, "ConstitutionalAmendments: Dangerous Threat orDemocracy inAction?", artikel dalamTexas Review ofLaw & Politics. No. 5

Saunders, Cheryl, 2002, "Women and Constitution Making" makalah padaKonferensi Internasional Women,

peace building and Constitution Making, Sri Lanka

Sekretariat Negara Rl, 1999, Risalah SidangBadan Penyelidik Usaha-usahaPersiapan Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI) dan Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI),Jakarta: Sekretariat Negara

Sundquist, James L, 1992, ConstitutionalReform and Effective Government,Washington D.C; The Brookings institution

Tobing, Jakob, 2001 "Cnstitutional Amendments: A Brief Note on Indonesia's

Case", makalah pada SimposlumInternasional Constitutions and Hu

man Rights in a Global Age: An Asia-Pacific Perspective, Canberra: theAustralian National University

265

Page 20: Sistem ketatanegaraan Indonesia - Universitas Islam Indonesia

Topik: Evaiuasi Kritis Atas Amandemen UUD 1945

Vile, John R. 1994. Constitutional Change Actions, Westport: Praeger Pub-in the UnitedStates: A Comparative lisherStudy of the Role of ConstitutionalAmendments. Judicial Interpreta- Wheare, K.C, 1960, Modern Constitutionstions, and Legislative and Executive London: Oxford University Press

nan

UNISIAN0.49/XXVI/II1/2003