survey baduy

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio- budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Keberadaan orang Baduy tidak lepas dari tradisi sebagai pikukuhnya. Untuk menjaga pikukuh tersebut dan pengendalian agar tetap terpelihara, maka dilaksanakan aturan untuk mempertahankannya yang disebut Buyut (dalam 1

Upload: evan-ardyan

Post on 04-Jul-2015

287 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Survey Baduy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh

sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari

banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,

perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,

merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung

menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi

dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,

membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,

dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur

sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Keberadaan orang Baduy tidak lepas dari tradisi sebagai pikukuhnya. Untuk

menjaga pikukuh tersebut dan pengendalian agar tetap terpelihara, maka dilaksanakan

aturan untuk mempertahankannya yang disebut Buyut (dalam Bahasa Indonesia disebut

Tabu, dalam Bahasa Sunda disebut Pamali ). Buyut adalah larangan bagi warga Baduy.

Inti dari pikukuh Baduy itu adalah Lojor teu menang dipotong, pondok teu meunang

disambung, artinya segala sesuatu yang ada dalam kehidupan, tidak boleh dikurangi

maupun ditambah, harus tetap utuh.

1.2    Suku Baduy

 Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh

adat tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar

Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya terletak pada

daerah

1

Page 2: Survey Baduy

Baduy atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama sebuah

kelompok masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa

Barat, desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah DESA Ciboleger (jawa

barat). Dari desa ini kita baru bisa memasuki wilayah suku baduy luar. Tetapi sebelum

kita masuk kewilayah suku baduy kita harus melapor dulu dengan pimpinan adatnya

yang di sebut Jaro.

1.3  Pembagian Kelompok

Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu,

panamping, dan dangka.

1.3.1 Kelompok tangtu (baduy dalam).

Suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum

masuk kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam merupakan yang paling patuh

kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un

(Kepala Adat). Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan

Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan

biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok. Pakaian mereka tidak berkerah dan

berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan

kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang. mereka tidak mengenal sekolah, huruf

yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda. Mereka tidak boleh

mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup

tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu

contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan

Bambu. Mereka membuat sebuah Jembatan tanpa menggunakan paku, untuk mengikat

batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan

digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.

1.3.2  Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar)

Mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang

mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan

2

Page 3: Survey Baduy

pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak

berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal

kebudayaan luar, seperti bersekolah.

1.3.3 Kelompok Baduy Dangka,

Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung

yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung

Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.

3

Page 4: Survey Baduy

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lokasi dan Tempat Demografi

Baduy yang berlokasi di desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten

Rangkasbitung Banten terdiri dari kampung Gajebo, Cikeusik, Cibeo,dan

Cikertawana.dan terbagi atas abaduy luar dan baduy dalam.Daerah yang berluas 138 ha,

terdiri atas 117 kk yang menempati 99 rumah yang dinamakan Culah Nyanda atau

rumah panggung, sedangkan rumah kokolot atau duku dinamakan Dangka, yang

menghadap keselatan.Masyarakat suku baduy yang berpenduduk kurang lebih 10 ribu

jiwa ini tinggal di wilayah yang berbukit-bukit, dan berhutan-hutan, dengan memilki

lembah yang curam sedang, sampai curam sekali. Berdasarkan hasil pengukuran

langsung di lapangan wilayah-wilayah pemukiman baduy rata-rata terletak pada

ketinggian 250 m diatas permukaan laut, dengan wilayah pemukiman di daerah yang

cukup rendah 150 m diatas permukaan air laut dan pemukiman yang cukuop tinggi pada

ketinggian 400 m diatas permukaaan laut.

Wilayah Baduy itu berdasarkan lokasi geografinya terletak pada 60 27’ 27” – 60

30’ LU dan 1080 3’ 9” – 1060 4’ 55” BT. wilayahnya berbukit – bukit dengan rata –rata

terlelak pada ketinggian 250m diatas permukaan laut.

2.2 Asal Muasal Sejarah Tempat 

Mengenai asal usul orang Baduy, jawaban yang akan diperoleh adalah mereka

keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi.

Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang

pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga

Baduy mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.

Mereka juga beranggapan bahwa suku Baduy merupakan peradaban masyarakat yang

pertama kali ada di dunia.

4

Page 5: Survey Baduy

Pendapat lainnya yang membuktikan orang Baduy manusia tertua setidaknya di

Pulau Jawa , berdasarkan bukti-bukti prasejarah dan sejarah, punden berundak Lebak

Sibedug di Gunung Halimun 3 km lebih dari Cibeo berusia 2500 SM masa neolitik,

memiliki kesamaan simetris dengan peninggalan yang sama dengan piramida di Mesir

dan Kuil Mancu Pichu di Peru ribuan tahun silam. 

Sedangkan Arca Domas hingga kini masih misterius, terletak disebelah selatan

Cikeusik dihulu sungai Ciujung, pegunungan Kendeng. bagian selatan dan

dipublikasikan pertamakali oleh Koorders yang datang pada tanggal 5 Juli 1864

(Djoewisno, 1987). Arca domas adalah menhir berukuran besar diatas punden berundak

paling atas. Bangunan punden berundak ini juga dilengkapi menhir lainnya. Mereka

percaya arca domas adalah lambang Batara Tunggal tempat dimana roh diciptakan dan

berkumpul. Selain itu arca domas merupakan pusat bumi dan asal muasal manusia

diturunkan ke bumi dan menjadi nenek moyang orang Baduy. Karena itu arca domas

merupakan daerah larangan yang tidak boleh dimasuki orang luar (purwitasari, 2000).

Asal-usul orang Baduy tersebut berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang

mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa

prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Cina, dan ceritera rakyat mengenai Tatar

Sunda yang cukup minimal keberadaannya. Masyarakat Baduy dikaitkan dengan

Kerajaan Sunda atau yang lazim disebut sebagai Kerajaan Pajajaran pada abad 15 dan

16, atau kurang lebih enam ratus tahun yang lalu. Wilayah Banten pada waktu itu

merupakan bagian penting dari Kerajaan Pajajaran, yang berpusat di Pakuan (wilayah

Bogor sekarang). Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai

Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan

hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang

disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu

dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat

terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah

Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut

5

Page 6: Survey Baduy

tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih

mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja,

2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang

lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk

melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.

2.3 Sosial dan Budaya di Masyarakat Baduy

2.3.1 Unsur-unsur Budaya

Ada beberapa unsur kebudayaan yang universal berikut ini :

a. Peralatan dan perlengkapan hidup. Peralatan pertanian yang digunakan orang

baduy mendapat tambahan yaitu alat penyemprot yang digunakan untuk

memberantas rumput atau tumbuhan liar (herbisida), serta hama tanaman

(pestisida), penggunaan alat dan obat pertanian ini dilakukan secara sembunyi. Alat-

alat pertukangan untuk kayu sebagai pendukung membuat rumah di kampung

panamping telah menggunakan gergaji pembelah, gergaji pemotong, paku, pahat,

bor kayu, serutan atau ketam ( Bah. Sunda=sugu) dan alat ukur(meteran). Alat-

alattersebut sebelumnya tidak dikenal dalam kehidupan orang baduy. Alat

pertukangan yang dikenal dalam kehidupan mereka yaitu baliung, golok dan kapak.

Peralatan hidup yang digunakan sehari-hari untuk minum yang terbuat dari pecah

belah telah diadopsi. Selain pecah belah, diadopsi pula penggunaan lampu senter,

Thermos, sendok-garpu, rantang, kastrol nasi,Pakaian, dan lain-lain.

b. Mata pencaharian orang baduy adalah bertani dengan padi sebagai tanaman

utamanya, tetapi mereka telah menambah jenis tanaman lain yaitu cengkeh dan kop.

Mata pencaharian tambahan ialah adalah berdagang atau menjadi buruh di luar Desa

Kanekes.

c. Pemuka adat dalam organisasi sosial masyarakat baduy yang dipegang jaro dangka,

Jaro Pamarentah, Tanggungan Jaro duabelas dan jaro tangtu, sebagai pemegang dan

6

Page 7: Survey Baduy

pemelihara pikukuh baduy, senantiasa berusaha untuk mempertahankan pikukuh

dari perubahan yang terjadi dalam kehidupan warga masyarakatnya. d.

Bahasa yang digunakan orang baduy adalah bahasa sunda dialek Kanekes, tetapi

sekarang ini orang baduy sudah banyak yang dapat berbicara bahasa Indonesia,

karena seringnya berinteraksi dengan masyarakat luar. Diantara mereka banyak

yang sudah dapat membaca dan menulis.

e. Kesenian yang terdapat di desa Kanekes terbatas pada angklung dan pantun( dongeng

dengan diiringi oleh kecapi) sedangkan di beberapa kampung panamping dikenal

adanya Gamelan (Kliningan tanpa menggunakan gendang). Kesenian tersebut

mendapat pengaruh, karena adanya tontonan Wayang Golek dan Dongeng di Sekitar

desa Kanekes.

f. Pengetahuan yang dimiliki mereka tidak hanya warisan Karuhun (Leluhur) saja,

mereka juga memperoleh informasi dari bacaaan, televisi, maupun dari orang lain

yang sengaja berkunjungke desa Knekes. Pengetahuan mengenai pengobatan juga

tidak terbatas pada pengobatan tradisional yang biasa dilakuakn dukun.

g. Kepercayaan yang diyakini orang baduy adalah Sunda Wiwiwtan tidak mengalami

perubahan, tetapi orang baduy yang meninggalkan pikukuhnya, menjadi migran di

tempat lain, mereka ini beralih memeluk Agama Islam.

Kepatuhan terhadap lembaga sosial.

Kehidupan warga masyarakat baduy tidak terlepas dari pikukuh yang mengatur

perilaku mereka, tetapi pikukuh ini oleh beberapa orang Baduy panamping tidak

sepenuhnya dilakukan, akibat kurangnya pengawasan pemuka adat.

Jaro dangka yang bertanggung jawab memegang dan memelihara pikukuh, sudah

mulai kurang menegakkan pikukuh. Sekalipun demikian harus menjalankanfungsinya,

karena Jaro Dangka diangkat berdasarkan hasil nujum dari tangkesan yang menjadi

wakil puun di panamping, sehingga jabatan jaro Dangka berlaku seumur hidup.

7

Page 8: Survey Baduy

Sedangkan penganakatan dan penggantian Jaro Pamarentah selain berdasarkan hasil

nujum, juga persetujuan pimpinan Jaro Tujuh (Jaro warega), jabatan tersebut dapat

berhenti jika mengundurkan diri atau diberhentikan karena tidak dapat melaksanakan

tugas.

Jaro pamarentah, jaro Damgka, Tanggungan Jaro Duabelas Dan Jaro Tangtu

setiap tahun mengadakan operasi pembersihan terhadap perlengkapan hidup yang

dilarang pikukuh. Tetapi operasi ini sudah dua tahun terakhir tidak dilakuakan, karena

dua hal, Pertama, tahun 1991 Asrap diangkat menjadi jaro Pamarentah adalah awal

melaksanakan tugas di desa Kanekes. Di tahu 1992 saat akan melaksanakan operasi

pembersihan, jaro pamarentah pada rapat dihadapan pemuka adat di kampung tangtu

cikeusik menyatakan bertanggung jawab terhadap pelangggaran pikukuh yang dilakukan

masyarakatnya, sehingga operasi pembersihan tahun 1992 tidak dilaksanakan. Kedua,

pada tahun 1993 setelah pemuka adat mengadakan rapat di cikeusik untuk melaksanakan

operasi, kampung cikeusik mengalami kebakaran, sehingga operasi pembersihan tidak

sempat dilaksanakan.

2.3.2 Mata Penceharian

Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam

padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu,

mengolah gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang.

Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam

baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid,

Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua

ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali

adalah suku Baduy sendiri.

Inti dari kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau

ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. Isi

terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan

apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin:

8

Page 9: Survey Baduy

“Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung”

(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)

suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai

pemimpinnya yang disebut Puun berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat

kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro

memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro

tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan

hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka

bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam

dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3

orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut

sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai

penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam

tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong

2.3.3 Hukum di didalam Masyarakat Baduy

Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas

pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk

pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Yang termasuk

ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau

lebih warga Baduy.

Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat.

Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan

diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan dimasukan ke

dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu,

jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy

Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro.

Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan

Baduy.

9

Page 10: Survey Baduy

Menariknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang

warga yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan

berpakaian ala orang kota.

Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya tidak boleh

bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan bepergian dengan

naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga mewah dan

beristri lebih dari satu.

2.3.4 Segi Berpakaian

Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam berbusana

yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy

Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang

yang disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing

dan tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah serba putih.

Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman,

yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian kepala suku baduy

menggunakan ikat kepala berwarna putih. bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka

pakai adalah baju kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua

dengan corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar,

menunjukan bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan,

untuk busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar tidak

terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka mengenakan busana semacam

sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Bagi wanita yang sudah

menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan bagi para

gadis buah dadanya harus tertutup.

10

Page 11: Survey Baduy

2.3.5 Proses Pernikahan

Di dalam proses pernikahan pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan

tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang

tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.

Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali

pelamaran. Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala

Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap

kedua, selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan

cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan

alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak

perempuan. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan

perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari

mereka telah meninggal

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi

Suku Baduy yang merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir mayoritasnya

mengakui kepercayaan sunda wiwitan.

Yang mana kepercayaan ini meyakini akan danya Allah sebagai “Guriang

Mangtua” atau disebut pencipta alam semesta dan melaksanakan kehidupan sesuai

ajaran Nabi Adam sebagai leluhur yang mewarisi kepercayaan turunan ini. Kepercayaan

sunda wiwitan berorientasi pada bagaimana menjalani kehidupan yang mengandung

ibadah dalam berperilaku, pola kehidupan sehari-hari,langkah dan ucapan, dengan

melalui hidup yang mengagungkan kesederhanaan (tidak bermewah-mewah) seperti

tidak mengunakan listrik,tembok, mobil dll.

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menurut kepercayaan

sunda wiwitan:

11

Page 12: Survey Baduy

1. Upacara Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan

kawalu yang dianggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat baduy melaksanakan

ibadah puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa,Karo, dan Katiga.

2. Upacara ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagain uacapan syukur atas

terlewatinya bulan-bulan kawalu, setelah melaksanakan puasa selama 3 bulan. Ngalaksa

atau yang bsering disebut lebaran.

3. Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang bertujuan merapatkan

tali silaturahmi antara masyarakat baduy dengan pemerintah, dan merupakan bentuk

penghargaan dari masyarakat baduy.

4. Upacara menanam padi dilakukan dengan diiringi angklung buhun sebagai

penghormatan kepada dewi sri lambing kemakmuran.

5. Kelahiran yang dilakukan melalui urutan kegiatan yaitu:

1. Kendit yaitu upacara 7 bulanan ibu yang sedang hamil.

2. Saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji untiuk dijampi-jampi.

3. Setelah 7 hari setelah kelahiran maka akan diadakan acara perehan atau

selametan.

4. Upacara Angiran yang dilakukan pada hari ke 40 setelah kelahiran.

5. Akikah yaiotu dilakukannya cukuran, khitanan dan pemberian nama oleh dukun 

(kokolot) yuang didapat dari bermimpi dengan mengorbankan ayam.

Perkawinan, dilakukan berdasarkan perjodohan dan dilakukan oleh dukun atau kokolot

menurut lembaga adat (Tangkesan) sedangkan Naib sebagai penghulunya. Adapun

mengenai mahar atau seserahan yakni sirih, uang semampunya, dan kain poleng.

Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari tentunya masyarakat baduy disesuaikan

dengan penanggalan:

1. Bulan Kasa

2. Bulan Karo

3. Bulan Katilu

12

Page 13: Survey Baduy

4. Bulan Sapar

5. Bulan Kalima

6. Bulan Kaanem

7. Bulan Kapitu

8. Bulan Kadalapan

9. Bulan Kasalapan

10. bulan Kasapuluh

11. Bulan Hapid Lemah

12. Bulan Hapid Kayu

Seperti yang telah diuraikan diatas, apabila ada masyarakat baduy yang melanggar

asalah satu pantangan maka akan dikenai hukuman berupa diasingkan ke hulu atau

dipenjara oleh pihak polisi byang berwajib.

2.4.1 Bahasa

Mayoritas masyarakat Baduy Sunda namun mereka tak menutup diri untuk terus

mempelajari Bahasa nasional yakni bahasa Indonesia. Terbukti, tidak sedikit masyarakat

Baduy yang dapat berbahasa Inbdonesia.

2.4.2 Sistem Pemerintahan 

Orang Baduy mengnggap dirinya sebagai keturunan jauh dari 7 Batara atau

Dewa, yang dikierim ke dunia di Sasaka Pusaka Buana oleh Batara Batara tunggal.

Mereka membagikan diri kedalam beberapa kelompok berdasarkan keturunan mereka.

Karena itu mereka hidup dalam pemukiman yang berbeda. Ada 3 pemukiman di Tangtu

( daerah bagian dalam ), yaitu Cibeo,Cikeusek, dan Cikartawana.Setiap daerah

pemuk,iman memiliki puun sendiri yang secara adapt memiliki tugas khusus dan

mengadakan hubungan dengan sejumlah pemukiman di Dangka (daerah bagian luar

Baduy).Setiap pemukiman luar memiliki pemimpin sendiri yang disebut Jaro. Seluruh

organisasi ini disebut “Masyarakat tiga Tangtu dan tujuh Jaro”. Dengan semakin banyak

13

Page 14: Survey Baduy

penduduk ada juga orang Baduy yang kini tinggal diluar tata susun resmi, yaitu di

pemukiman tambahan yang disebut penamping atau pajaroan. 

Masyarakat Baduy mengenal dua sistem pemerintahan yaitu sistem nasional dan

sistem adat. dalam sistem nasional, masyarakat baduy termasuk ke dalam wilayah Desa

Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. di daerah baduy

terdapat sejumlah kampung yang terbagi menjadi kampung tangtu, kampung panamping

dan kampung dangka. selain kampung tangtu juga terdapat rukun kampung yang disebut

kokolotan lembur.

Desa Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut jaro pamarentah yang

berada di bawah camat, kecuali untuk urusan adat yang tunduk kepada kepala

pemerintahan tradisional (adat) yang disebut puun. yang membedakan dengan kepala

desa lainnya adalah kepala desa Kanekes tidak dipilih oleh warga, tetapi ditunjuk oleh

puun, baru kemudian diajukan kepada bupati (melalui camat) untuk dikukuhkan sebagai

kepala desa. untuk saat ini yang menjabat sebagai jaro pamarentah adalah Jaro Dainah.

Secara tradisional pemerintahan pada masyarakat baduy bersorak kesukuan dan

disebut kapuunan, karena puun menjadi pimpinan tertinggi. Ada tiga orang puun di

wilayah baduy yaitu puun Cikeusik, puun Cibeo dan puun Cikertawana. puun-puun

tersebut merupakan “tri tunggal”. selain berkuasa di wilayah masing-masing, mereka

secara bersama-sama juga memegang kekuasaan pemerintahan tradisional masyarakat

baduy. walaupun merupakan satu kesatuan, ketiga puun tersebut mempunyai wewenang

tugas yang berlainan. wewenang puun Cikeusik adalah menyangkut urusan keagamaan

dan ketua pengadilan adat yang menentukan pelaksanaan upacara-upacara adat (seren

taun, kawalu dan seba). dan memutuskan hukuman bagi pelanggar adat.

Wewenang kapuunan Cibeo menyangkut pelayanan kepada warga dan tamu di

kawasan baduy, termasuk pada urusan administrator tertib wilayah, pelintas batas dan

berhubungan dengan daerah luar. sedangkan wewenang kapuunan Cikertawana

menyangkut urusan pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan atau sebagai badan

14

Page 15: Survey Baduy

pelaksana langsung di lapangan yang memonitor permasalahan yang berhubungan

dengan kawasan baduy.Dalam lembaga kapuunan terdapat beberapa jabatan yang

masing-masing jabatan memegang dan bertanggung jawab pada urusan khas. berikut ini

akan diuraikan masing-masing jabatan dalam lembaga kapuunan tersebut :

Puun

Puun merupakan jabatan tertinggi dalam wilayah tangtu. menurut pikukuh “peraturan

adat” jabatan puun berlangsung turun temurun, kecuali bila ada hal yang tidak

memungkinkan. sehubungan dengan hal tersebut jabatan puun bisa diwariskan kepada

keturunannya atau kerabat dekatnya. lama jabatan puun tidak ditentukan. jangka waktu

jabatan pada dasarnya ditentukan oleh kemampuan seseorang memegang jabatan puun.

ada yang menjabat sampai tutup usia, namun kebanyakan akan mengundurkan diri

karena usia tua.

Girang Seurat

Girang seurat atau kadang disebut seurat merupakan jabatan tertinggi kedua setelah puun

yang melaksanakan tugas sebagai “sekertaris” puun atau pemangku adat, juga bertugas

mengurus huma serang “ladang bersama” dan menjadi penghubung dan pembantu utama

puun. setiap orang yang ingin menghadap atau bertemu puun harus melalui girang

seurat. tamu dari luar lebih dihadapi oleh girang seurat yang mewakili puun. sebagai

pembantu puun, girang seurat hanya ada di tangtu Cikeusik dan Cibeo, sedangkan di

Cikertawana tugas yang sama dipegang oleh kokolot “tetua kampung”.

Baresan

Baresan adalah semacam petugas keamanan kampung yang bertugas dan

bertanggungjawab dalam bidang keamanan dan ketertiban. mereka termasuk dalam

anggota sidang kapuunan atau semacam majelis yang beranggotakan sebelas orang di

Cikeusik, sembilan orang di Cibeo dan lima orang di Cikertawana. mereka juga dapat

menggantikan puun menerima tamu yang akan menginap dan dalam berbagai upacara

adat.

15

Page 16: Survey Baduy

Jaro

Jaro merupakan pelaksana harian urusan pemerintahan kapuunan. tugas jaro sangat berat

karena meliputi segala macam urusan. di baduy dikenal empat jabatan jaro yaitu jaro

tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertugas sebagai

pengawas dalam pelaksanaa hukum adat warga tangtu. Ia bekerja sama dengan girang

seurat mendampingi puun dalam pelaksanaan upacara adat atau menjadi utusan kepala

desa ke luar desa Kanekes. Jaro Dangka bertugas menjaga, mengurus dan memelihara

tanah titipan leluhur yang berada di dalam dan di luar Desa Kanekes. Ia juga bertugas

menyadarkan kembali warga tangtu yang dibuang karena melanggar adat. jaro dangka

berjumlah sembilan orang, tujuh orang berada di luar desa Kanekes dan dua lainnya

berada di dalam desa. Kesembilan jaro ditambah dengan tiga orang jaro tangtu disebut

dengan jaro duabelas yang dikepalai oleh salah seorang diantara mereka. pemimpin jaro

duabelas ini disebut jaro tanggungan duabelas.

Jaro pamarentah bertugas sebagai penghubung pemerintahan adat dan masyarakat baduy

dengan pemerintah dan bertindak sebagai kepala desa Kanekes yang berkedudukan di

Kaduketug. Dalam tugas jaro pamarentah dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot

lembur.

Palawari

Palawari merupakan kelompok khusus - semacam panitia tetap - yang bertugas sebagai

pembantu, pesuruh dan perantara dalam berbagai kegiatan upacara adat. mereka

mendapat tugas dari tangkesan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan persiapan dan

pelaksanaan suatu upacara adat, yakni menyediakan makanan untuk semua petugas dan

warga yang terlibat dalam upacara tersebut.

Tangkesan

Tangkesan merupakan ”menteri kesehatan” atau dukun kepala dan sebagai atasan dari

semua dukun yang ada di baduy. Ia juga merupakan juru ramal bagi segala aspek

16

Page 17: Survey Baduy

kehidupan orang baduy. Ia terlibat dalam penentuan orang yang pantas menjadi puun. ia

juga orang yang memberi restu pada orang yang ingin menjadi dukun. oleh karena itu,

orang yang menjabat sebagai tangkesan harus cendikia dan menguasai ilmu obat-obatan

dan mantera-mantera. sekalipun tangkesan dapat memberikan nasihat dan menjadi

tempat bertanya bagi puun, jabatan ini dapat dipegang oleh orang baduy luar. dalam hal

ini, biasanya ia merupakan keturunan dari tangkesan sebelumnya.

Ada beberapa sebutan dukun pada masyarakat baduy, yakni paraji (dukun beranak),

panghulu (dukun khusus mengurus orang yang meninggal), bengkong julu (dukun sunat

untuk pria) dan bengkong bikang (dukun sunat untuk wanita).

2.4.3 Kesenian 

Dalam melaksanakan upacara tertentu, masyarakat Baduy menggunakan

kesenian untuk memeriahkannya. Adapun keseniannya yaitu:

1. Seni Musi (Lagu daerah yaitu Cikarileu dan Kidung ( pantun) yang digunakan dalam

acara pernikahan).

2. Alat musik (Angklung Buhun dalam acara menanan padi dan alat musik kecapi)

3. Seni Ukir Batik.

2.4.4 Peralatan dan Teknologi 

Kehidupan orang Baduy berpusat pada daur pertanian yang diolah dengan

menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana. Dalam adapt Baduy terutama

Baduy Dalam, masyarakat tidak boleh menggunakan peralatan yang sudah modern.

Mereka mengandalkan peralatan yang masih sangat primitive seperti bedog, kampak,

cangkul, dll.

17

Page 18: Survey Baduy

2.4.5 Sistem Pengetahuan 

Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu memegang teguh segala

perangkat peraturan yang diturunkan oleh leluhurnya. Dalam hal pengetahuan ini, orang

Baduy memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa social, dan teknik bertani yang

diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern orang Baduy masih tertinggal

jauh namun mereka belajar secara otodidak. Jadi sebetulnya orang Baduy sangat

informasional sekali sebetulnya, tahu banyak informasi. Hal ini ditunjang karena

kegemaran sebagai orang rawayan (pengembara).

Sebagai penutup dan catatan penulis, kemungkinan bahwa budaya lama telah

banyak digantikan dengan budaya baru menandakan sebetulnya budaya sangat relatif

dan adaptif di lingkungan Suku Baduy, terutama Baduy luar. Namun, sebagai pelengkap

yang lebih akurat dibandingkan foklore (cerita rakyat) dan narasumber lainnya, adalah

peninggalan sejarah dan prasejarah yang tertinggal sebagai bukti terkuat, bahwa mereka

termasuk komunitas masyarakat yang tertua di Banten.

2.5 Pola Pertanian Tradisional Masyarakat Baduy

Sistem perladangan berpindah atau perladangan daur ulang telah dipraktekkan

selama berabad-abad dan merupakan bentuk pertanian yang paling awal di wilayah

tropika dan subtropika. Sistem pertanian dilakukan adalah tanaman pangan dalam waktu

dekat (pada umumnya 2 – 3 tahun), dan kemudian diikuti dengan fase regenerasi atau

masa bera yang lebih lama (pada umumnya 10 – 20 tahun). Pembukaan hutan biasanya

menggunakan alat sederhana, dilakukan secara tradisional, dan menggunakan cara

tebang bakar (Nair, 1993).

Pada waktu hutan dibuka maka tumbuhan alam yang berguna biasanya dibiarkan

atau sedikit disiangi dan dimanfaatkan hasilnya. Lama waktu perladangan dan masa bera

atau masa lahan diistirahatkan adalah sangat bervariasi, dan lama masa bera merupakan

faktor kritis bagi regenerasi kesuburan tanah, keberlanjutan, dan hasil pertanian yang

18

Page 19: Survey Baduy

didapatkan. Regenerasi kesuburan tersebut melibatkan tumbuh kembalinya tanaman

tahunan atau tumbuhan asli (Nair, 1993).

Masyarakat Baduy yang masih mengikuti pola pertanian tradisional zaman

Kerajaan Sunda (Pajajaran), telah mempraktekkan sistem perladangan berpindah

tersebut sejak kurang lebih 600 tahun yang lampau. Mereka membuka huma untuk

ditanami padi selama 1 sampai 2 tahun, dan kemudian ketika hasil panen telah menurun

akan meninggalkan huma tersebut dan membuka kembali huma baru dari bagian hutan

alam yang mereka peruntukkan bagi kepentingan tersebut. Huma yang ditinggalkan pada

suatu saat akan diolah kembali dan periode masa bera tersebut pada awalnya 7 sampai

10 tahun.

Namun demikian, karena wilayah Baduy yang semakin sempit ditambah dengan

pertambahan penduduk, maka lahan huma yang tersedia juga semakin sempit sehingga

dari tahun ke tahun masa bera ladang menjadi semakin pendek, yaitu 3 sampai 5 tahun.

Hal tersebut merupakan indikator terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan daya

dukung secara ekologis. Pada saat penelitian dilakukan, wilayah Baduy yang tersisa

adalah 5.101 hektar, dengan pembagian peruntukan tanah pertanian 2.585 ha atau 51%

(709 ha atau 14% ditanami dan sisanya bera yaitu 1.876,25 ha atau 37%); lahan

pemukiman 24,5 ha atau 0,48%; hutan tetap atau hutan lindung yang tak boleh digarap

2.492 ha atau 49% (Purnomohadi, dalam Permana, 2001). Luas tanah yang digunakan

untuk bertani dan luas tanah bera bervariasi dari tahun ke tahun.

Secara tradisional masyarakat Baduy membedakan enam jenis perladangan atau huma

berdasarkan fungsi, pemilikan, dan proses mengerjakannya (Garna, 1993). Keenam

huma tersebut adalah:

1) Huma serang, yaitu ladang yang dianggap suci yang ada di wilayah Baduy dalam,

yang hasilnya digunakan untuk kepentingan upacara adat.

2) Huma puun, yaitu ladang khusus milik puun di Baduy dalam.

3) Huma tangtu, ladang yang digarap warga Baduy dalam.

19

Page 20: Survey Baduy

4) Huma tuladan, ladang komunal di Baduy luar yang hasilnya untuk keperluan desa.

5) Huma panamping, ladang warga masyarakat Baduy luar.

6) Huma urang baduy, yaitu ladang di luar wilayah baduy yang dikerjakan orang Baduy

luar dan hasilnya diambil untuk kepentingan keluarga masing-masing.

Kepemilikan lahan pertanian adalah komunal, terutama untuk wilayah Baduy

Dalam, artinya setiap warga dapat menggarap tanah di wilayah ladang yang manapun

dalam luasan yang tak dibatasi, namun hanya sesuai kekuatan tenaga yang

mengerjakannya. Sedangkan bagi warga Baduy Luar, selain mengerjakan huma

panamping, mereka juga dapat menyewa lahan pertanian milik penduduk non Baduy

untuk digarap sesuai adat Baduy. Apabila lahan garapan tersebut kemudian dibeli, maka

akan menjadi Huma urang Baduy, yang sepenuhnya menjadi hak milik orang tersebut.

Pekerjaan di huma serang yang hanya terdapat di wilayah Baduy Dalam, yang

merupakan huma adat milik bersama dikerjakan secara bersama-sama pula, baik oleh

masyarakat Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Pekerjaan di huma serang dilakukan

dalam satu hari karena dikerjakan oleh banyak orang dan sarat dengan berbagai upacara

adat. Menurut Anas, salah seorang penduduk Cibeo, pekerjaan di huma serang tersebut

mengawali pekerjaan di huma lainnya.

2.5.1 Kalender Pertanian

Sebagaimana masyarakat agraris lainnya di Indonesia, masyarakat Baduy

mempunyai jadwal pertanian yang tertentu setiap tahunnya dan didasarkan kepada letak

benda astronomi tertentu, seperti kemunculan bintang tertentu dan letak matahari.

Adapun patokan bintang yang digunakan adalah bintang kidang (Waluku atau rasi

Orion) dan bintang Kartika atau bintang Gumarang. Dalam prakteknya bintang kidang

lebih banyak dipakai karena lebih jelas terlihat (Permana, 2001). Kemunculan bintang

kidang tersebut menandai dimulainya proses berladang karena masyarakat mulai

bersiap-siap turun ke ladang dan mulai mengolah lahan pertanian. Dalam ungkapan

mereka disebutkan: “Mun matapoe geus dengek ngaler, lantaran jagad urang geus

mimiti tiis, tah dimimitian ti wayah eta kakara urang nanggalkeun kidang, tanggal

20

Page 21: Survey Baduy

kidang mah laju turun kujang”. (Terjemahan: “Jika matahari telah condong ke utara,

ketika bumi kita telah mulai dingin, mulai saat itu baru kita mengamati penanggalan

dengan munculnya bintang kidang, waktu muncul bintang kidang kita mulai

menggunakan alat pertanian (kujang)” (Permana, 2001)

Adapun alat pertanian yang mereka gunakan adalah terbatas sekali, dan prinsip

pengolahan lahan mereka adalah sesedikit mungkin mengganggu tanah. Mereka

membuka huma dengan bedog atau parang panjang dan kujang (parang pendek atau

pisau), dan menanam benih padi dengan cara menugal atau melubangi tanah dengan

sepotong kayu. Pengolahan lahan dengan cara mencangkul atau membajak adalah

terlarang.

Kalender sebagai penanda waktu pada masyarakat Baduy adalah kalender yang

berpatokan pada perputaran bulan (komariah). Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan.

Menurut Narja, seorang penduduk kampung Cibeo, urutan bulan-bulan tersebut adalah

sebagai berikut: Kapat, Kalima, Kanem, Katujuh, Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh,

Hapit Lemah, Hapit Kayu, Kasa, Karo, Katiga. Urutan bulan tersebut juga mengikuti

tahapan dalam proses perladangan. Bulan Kasa, Karo, dan Katiga, yang merupakan

bulan-bulan akhir masa berladang dan masa panen disebut pula masa Kawalu yang

dipenuhi dengan berbagai upacara adat dan berbagai bentuk larangan. Pada masa

tersebut tamu atau pengunjung dari luar biasanya tidak diterima.

2.5.2 Tahap Pengolahan Ladang

Pengolahan ladang di Baduy dapat dibagi menjadi beberapa tahap. Kegiatan pertanian

padi tersebut merupakan bagian sakral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Baduy,

sehingga setiap kegiatan pada masing-masing tahapan dilakukan dengan upacara adat

(Permana, 2001). Tahapan pengolahan ladang tersebut adalah sebagai berikut.

21

Page 22: Survey Baduy

1) Narawas

Narawas adalah merintis, memilih lahan untuk dikerjakan menjadi huma pada

tahun tersebut, oleh setiap kepala keluarga. Lahan yang dipilih untuk dijadikan huma

biasanya berupa reuma (bekas huma yang diberakan cukup lama) ataupun hutan

sekunder. Lahan yang dipilih oleh sebuah keluarga biasanya ditandai dengan cara

meletakkan batu, batu asahan, ataupun menanam koneng (kunyit). Selama proses

memilih lahan maka mereka mengikuti pantangan untuk tidak berbicara kasar, kentut,

memakai baju yang bersih dan memakai ikat kepala.

2) Nyacar

Nyacar berarti menebas rumput, semak belukar, dan pepohonan kecil yang

tumbuh tanpa ditanam, serta memotong beberapa dahan pohon besar agar lahan

mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh anggota

keluarga dan biasanya dilakukan pada bulan Kalima (bulan urutan kedua pada kalender

Baduy).

3) Nukuh

Nukuh berarti mengeringkan rerumputan atau dedaunan hasil tebangan pada

proses sebelumnya (nyacar). Pada proses ini hasil tebangan dikeringkan secara alami

dengan sinar matahari, dan setelah kering kemudian dikumpulkan menjadi onggokan

untuk kemudian dibakar pada proses berikutnya Apabila pada lahan yang dijadikan

huma terdapat pohon yang besar (tua usianya), maka penebangan tidak boleh dilakukan

sembarangan, dan biasanya tidak dilakukan pada saat nyacar, melainkan menunggu

sampai proses nukuh. Penebangan diawali dengan upacara adat (pembacaan mantera dan

pemberian sesaji) yang dilakukan oleh puun dengan maksud agar makhluk halus

penghuni pohon tersebut tidak marah karena tempatnya diganggu manusia.

22

Page 23: Survey Baduy

4) Ngaduruk

Ngaduruk atau ngahuru adalah proses membakar sisa daun dan ranting

pepohonan yang dibersihkan pada saat nyacar dan dikumpulkan pada saat nukuh. Saat

ngaduruk juga berpatokan dengan kehadiran bintang kidang. Dalam istilah mereka :

“kidang ngarangsang kudu ngahuru”, yaitu pada saat bintang kidang bercahaya terang

waktu subuh, yang umumnya terjadi pada tanggal ke 18 bulan katujuh, adalah waktu

yang tepat untuk membakar. Selama pembakaran yang dilakukan untuk setiap

onggokan, api selalu dijaga agar tak merambat dan menimbulkan kebakaran hutan.

Setelah selesai membakar, maka mereka akan selalu memastikan bahwa api telah benar-

benar mati sebelum meninggalkan huma. Abu bekas pembakaran dibiarkan di ladang

sebagai pupuk sambil menunggu hujan tiba.

5) Nyoo Binih

Tahap penanaman dan pemeliharaan huma diawali dengan kegiatan nyoo binih,

ngaseuk, ngirab sawan, dan ngored. Awal penanaman sesuai dengan datangnya musim

hujan dan berpatokan pada posisi bintang kidang. Pertanda awal mulai penanaman

adalah apabila bintang kidang mencapai titik zenith atau titik puncak pada waktu subuh,

yang diistilahkan sebagai kidang muhunan.

Nyoo binih adalah kegiatan mempersiapkan benih yang dilakukan 1 hari sebelum

penanaman atau ngaseuk. Kegiatan tersebut dimulai dengan menurunkan benih padi dari

lumbung, yang dilakukan oleh para wanita. Pelaku harus mengenakan selendang putih,

sabuk putih, dan rambutnya disanggul, dan melakukan kegiatan tersebut dengan suasana

hening dan khidmad, tanpa bercakap-cakap, dan dengan mengucapkan mantra tertentu.

Kegiatan menurunkan benih dari lumbung, yang dipimpin oleh istri girang seurat,

dimaknai sebagai membangunkan Nyi Pohaci, yaitu dewi pelindung pertanian dari

tidurnya.

23

Page 24: Survey Baduy

Setelah menurunkan padi maka padi tersebut diletakkan di tempat yang lapang untuk

diinjak-injak dengan telapak kaki di atas tampah agar butir-butirnya terlepas dari tangkai

padi, kemudian benih tersebut disimpan di dalam bakul. Pada malam hari salah satu dari

bakul tersebut, yang secara simbolis mewakili bakul-bakul lainnya dibawa ke tengah

lapangan untuk diberi mantra oleh para tetua kampung (baris kolot) diiringi

serombongan pemain angklung yang semuanya pria dan disaksikan oleh seluruh warga.

Benih pada bakul tersebut biasanya kemudian ditaman di huma serang yang merupakan

huma komunal masyarakat Baduy.

6) Ngaseuk

Kata ngaseuk berarti menugal atau menanam dengan tugal, yaitu dengan cara

membuat lubang kecil dengan sepotong kayu atau bambu yang diruncingkan ujungnya,

dan menanam benih padi ke dalamnya. Kegiatan penugalan tersebut dilakukan para pria

dewasa, dan penanamannya dibantu oleh anggota keluarga lainnya.

7) Ngirab Sawan

Arti ngirab sawan secara harafiah adalah membuang sampah atau penyakit.

Dalam kegiatan tersebut dilakukan pembersihan ranting dan daun atau tanaman lain

(gulma) yang mengganggu pertumbuhan padi. Kegiatan lain yang berhubungan dengan

ngirab sawan adalah ‘pengobatan’ padi, yang dilakukan dengan cara berpantun atau

membacakan pantun, dan menebarkan ramuan ‘obat padi’. Ramuan tersebut terdiri dari

campuran daun mengkudu (Morinda citrifolia), jeruk nipis, beuti lajo, karuhang, gembol,

areuy beureum, hanjuang, dan kelapa muda. Semua bahan tersebut ditumbuk halus,

dicampurkan dengan abu dapur, dan disebarkan ke seluruh lahan. Pengobatan tersebut

adalah tindakan pemupukan tanaman, dan dilakukan sebanyak 10 kali selama

pertumbuhan padi.

24

Page 25: Survey Baduy

8) Ngored dan Meuting

Ngored adalah membersihkan atau menyiangi rumput dan gulma lain yang

timbuh di antara tanaman padi, 2 sampai 4 kali setiap bulan selama pertumbuhan padi.

Adapun meuting adalah kegiatan menginap di saung huma atau gubug yang dibangun di

huma dengan jangka waktu tertentu dalam rangka mengurus dan memelihara tanaman.

9) Mipit

Mipit adalah kegiatan panen padi yang pertama kali dalam suatu musim, dan

dilakukan di huma serang. Pemetikan padi secara simbolis yang pertama tersebut

dilakukan oleh istri dari girang seurat. Padi kemudian diikat dengan tali kulit pohon

teureup pada bagian tangkainya menjadi satu ikatan. Ikatan padi kemudian dikumpulkan

di saung huma serang, dan setelah kering kemudian dibawa ke kampung untuk disimpan

di leuit atau lumbung padi huma serang. Setelah panen di huma serang selesai, kemudian

dilanjutkan dengan panen di huma puun, kemudian dilanjutkan dengan panen di huma

tangtu, dan akhirnya di huma tuladan dan huma panamping.

10) Dibuat

Istilah dibuat dalam pertanian Baduy adalah memotong atau memanen padi

dengan mempergunakan etem atau ani-ani, yang biasanya dilakukan oleh kaum wanita.

Pelaksanaannya adalah setelah upacara mipit dan harus dilakukan segera. Apabila

terlambat maka hama walang sangit (kungkang) akan muncul. Kegiatan tersebut

dilakukan oleh seluruh keluarga, dan selama kegiatan tersebut sampai dengan padi

menjadi kering dijemur, seluruh anggota keluarga menginap di huma.

25

Page 26: Survey Baduy

11) Ngunjal

Ngunjal adalah mengangkut hasil panen padi dari huma ke kampung untuk

kemudian disimpan dalam leuit atau lumbung. Padi yang telah beberapa hari

dikeringkan atau dilantay, disimpan dengan cara menumpuk secara teratur (dielep).

Sebelum diangkut ke kampung, tali pengikat padi diganti dengan tali baru.

Pengangkutan hasil padi dilakukan secara bertahap oleh seluruh keluarga. Para pria

mengangkutnya dengan cara mengikat padi menjadi dua ikatan besar dan kemudian

dipikul dengan menggunakan bambu, sedangkan para wanita membawa padi dengan

cara menggendong dengan menggunakan kain.

12) Nganyaran

Nganyaran adalah kegiatan upacara memakan atau mencicipi nasi baru, atau nasi

pertama kali hasil dibuat di huma serang. Upacara nganyaran dimulai dengan

mengambil 5 ikat padi dari leuit huma serang. Padi tersebut kemudian dibawa ke saung

lisung, yaitu tempat menumbuk padi yang digunakan secara komunal, untuk ditumbuk

oleh 5 orang wanita, yaitu para istri dari puun, girang seurat, jaro tangtu, baresan, dan

bekas puun. Alu penumbuk padi sebelumnya diusap dengan ludah masing-masing

penumbuknya. Beras hasil tumbukan disimpan dalam bakul tempat nasi dan ditutup

dengan kain putih yang diberi wewangian, dibawa ke rumah girang seurat untuk dibuat

nasi tumpeng. Keesokan harinya, nasi tumpeng yang telah siap dibawa ke rumah puun

untuk diberi mantra dan doa, kemudian di alun-alun nasi tumpeng tersebut dibagi-

bagikan kepada seluruh warga yang hadir. Sebelum pulang ke rumah masing-masing,

warga mengambil beberapa bulir padi hasil panen dari huma serang yang disediakan di

depan golodog bale. Jika padi masih banyak tersisa setelah diambil para warga, maka hal

tersebut merupakan suatu pertanda bahwa hasil panen di seluruh wilayah Baduy akan

berlimpah. Selanjutnya padi hasil pertanian mereka adalah terlarang untuk dijual atau

diperdagangkan. 

26

Page 27: Survey Baduy

2.6 Pola Konservasi Hutan Tradisional Masyarakat Baduy

Masyarakat Baduy menerapkan cara pertanian ladang berpindah yang merupakan

cara bercocok tanam tahap awal evolusi cara bertani. Sistem perladangan berpindah

tersebut sangat tergantung pada keberadaan dan kelestarian hutan di wilayah tersebut.

Dengan demikian hutan memegang peran penting dalam hubungan antara masyarakat

Baduy dengan lingkungan alamnya. Keberadaan mereka menurut sejarah dan

kepercayaan adalah dalam rangka menjaga hutan dan mata air Sungai Ciujung yang

menjadi sungai utama pada jaman Kerajaan Sunda/Pajajaran. Masyarakat Baduy

diperintahkan untuk mengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung yang berperan

sangat penting dalam bidang transportasi dan pertanian, beserta hutan yang melindungi

mata airnya, yang mereka sebut sebagai Sirah Cai atau kepala air (Adimihardja, 2000).

Untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan dan DAS tersebut, maka

masyarakat Baduy yang bermukim di wilayah tersebut ditabukan untuk bercocok tanam

dengan cara mengolah lahan seperti membuat petak sawah, mencangkul, atau menanami

dengan tanaman untuk perdagangan. Cara pengolahan lahan yang berlebihan dan

pengusahaan lahan pertanian untuk diperdagangkan diyakini akan menimbulkan

kerusakan ekosistem. Dengan demikian pertanian yang mereka praktekkan adalah

pertanian sederhana, sesedikit mungkin mengolah tanah dan hanya untuk kebutuhan

bertahan hidup secara subsisten saja. Bekas ladang akan diliarkan kembali dan menjadi

hutan belukar, dan seterusnya menjadi hutan sekunder. Selain itu hewan ternak yang

berkaki empat juga ditabukan mengingat injakan kaki serta kebutuhan makanan ternak

akan daun-daunan dalam jumlah banyak diyakini pula dapat mengganggu kelestarian

hutan.

Secara adat istiadat Baduy, hutan dibeda-bedakan berdasarkan peran dan

fungsinya sebagai: hutan tua (leuweung kolot ); hutan muda ( leuweung ngora ); semak

belukar lebat bekas huma (leuweung reuma ), dan semak belukar ( jami ). Hutan tua ada

di wilayah Baduy Dalam dan jauh dari permukiman, sedangkan ketiga jenis hutan

lainnya ada di sekitar perkampungan (Garna, 1993). Hutan tua di wilayah Baduy, secara

27

Page 28: Survey Baduy

adat dianggap suci dan tabu untuk dieksploitasi oleh manusia, sehingga pengawasannya

ditangani oleh puun sebagai ketua adat.

Strategi konservasi hutan secara tradisional pada masyarakat Baduy tersebut juga

tercermin dalam penyusunan tata ruang, dalam hal ini susunan perkampungan

penduduknya. Perkampungan Baduy dibedakan menjadi kampung Tangtu (Baduy

Dalam), Panamping (Baduy Luar), dan Dangka yang terletak diluar wilayah Kanekes.

Kampung dangka adalah kampung kecil yang merupakan kantong-kantong penyangga,

atau semacam buffer zone pada lapisan terluar, berfungsi sebagai kampung penangkal

bagi masuknya pengaruh luar ke wilayah Baduy. Selain itu penduduk kampung dangka

juga bertugas menjaga dan memelihara hutan larangan yang terletak di luar wilayah

Baduy, sebagai hutan cadangan untuk kepentingan perluasan perladangan orang Baduy

(Adimihardja, 2000).

Namun demikian, keberadaan hutan larangan di wilayah dangka tersebut

semakin lama semakin sempit, karena berbagai penyerobotan, penjarahan, dan

penggundulan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat di sekitar. Bahkan

sejak jaman Belanda, banyak bagian dari hutan larangan di wilayah dangka tersebut

yang diubah menjadi perkebunan karet. Dengan demikian fungsi kampung dangka

sebagai buffer zone tersebut semakin lama semakin tidak berarti.

Menurunnya fungsi dan peranan kampung dangka tersebut tercermin pula dari

penurunan jumlah kampung yang ada. Pada awalnya terdapat 9 kampung dangka

(Adimihardja, 2000). Pada 1929 jumlah kampung dangka telah menyusut menjadi 7

kampung, dan selanjutnya pada 1975 sampai dengan tahun 2000 hanya tinggal 3

kampung dangka lagi (Makmur, 2001). Sedangkan pada saat penelitian ini dilakukan

pada tahun 2003, hanya tersisa 2 kampung dangka saja. Dengan menyusutnya jumlah

kampung dangka maka warga Baduy yang tinggal di kampung dangka kemudian ditarik

ke wilayah Kanekes.

28

Page 29: Survey Baduy

2.7 Keberlanjutan Ekosistem Baduy

Keberlanjutan ekosistem Baduy yang terdiri dari ekosistem alam dan sistem

sosial budaya tergantung dari beberapa faktor. Faktor tersebut bersifat eksternal, apabila

datang dari luar komunitas, dan internal apabila berasal dari dalam komunitas. Pada

kasus Baduy, gangguan yang merupakan faktor eksternal antara lain adalah ancaman

terhadap kelestarian hutan. Luas hutan alam yang merupakan leuweng kolot terus

berkurang. Ancaman tersebut dilakukan oleh penduduk luar Baduy. Menurut Jaro

Dainah, seorang jaro pamarentah yang tinggal di Kampung Kadu Ketuk, gangguan dari

penduduk luar berupa penebangan hutan, penyerobotan tanah, dan pengambilan ikan di

sungai dengan mempergunakan racun.

Dengan pola yang ada maka ekosistem Baduy tidak bersifat berkelanjutan

kecuali terjadi perubahan dan adaptasi dari sistem sosial mereka. Mengingat adat istiadat

yang bersifat ‘bertahan dari segala perubahan’ atau sedapat mungkin menolak perubahan

maka keadaan tersebut menjadi kritis bagi eksistensi Baduy.

Namun demikian secara alami segala sesuatu, termasuk kebudayaan masyarakat

Baduy tentu akan mengalami perubahan. Terdapat pula berbagai bukti mengenai

terjadinya perubahan tersebut. Menurut penuturan Jasrip, yang adalah adik kandung dari

jaro maka pada jaman dahulu orang luar dilarang masuk ke wilayah Baduy Dalam,

namun pada saat sekarang ini Kampung Cibeo yang berada di wilayah Baduy Dalam

telah terbiasa menerima kunjungan tamu dari luar Baduy dalam jumlah ratusan orang.

Contoh lain adalah penggunaan barang plastik yang dahulunya terlarang sama sekali

bagi orang Baduy Dalam, pada saat ini ditolerir penggunaannya bagi orang Baduy

Dalam apabila sedang bepergian ke luar wilayah Baduy. Dalam perjalanan mereka ke

kota maka sangat umum bagi warga Cibeo untuk menggunakan botol plastik bekas air

minum kemasan untuk botol air minum mereka, dan lembaran plastik lebar juga mereka

gunakan sebagai ‘jas hujan’ apabila hari hujan.

29

Page 30: Survey Baduy

Terjadinya perubahan secara alami terhadap adat tersebut memberi harapan

positif atas bertahannya kebudayaan Baduy. Perubahan dalam adat dan tabu tersebut

yang adalah melalui musyawarah para pimpinan adat Baduy dilaksanakan dengan sangat

selektif. Kemungkinan tersebut membawa kepada harapan bahwa cara pertanianpun

dapat mengalami perubahan. Perubahan praktek pertanian yang sebaiknya ‘ramah

lingkungan’ antara lain dapat berupa pemberian pupuk organik atau pupuk alami pada

lahan pertanian, dan penerapan sistem agroforestry atau pertanian campuran antara

tanaman pangan dan tanaman tahunan secara sinergis, yang bersifat mengkonservasi

lahan.

2.8 Kearifan Arsitektur Rumah Baduy Dalam

Sekelompok orang berpakaian putih kusam tampak berjaga-jaga di gerbang

masuk kampung. Semuanya lelaki. Mereka mengenakan semacam sarung pendek selutut

warna hitam kusam bermotif garis abu-abu tua. Tak ketinggalan ikat kepala putih

membelit kepala dan sebilah golok terselip di pinggang.

Semua orang yang ingin masuk kampung harus seizin mereka. Maklum, mereka

yang bertanggung jawab menjaga keamanan kampung, petugas ronda. Itulah gambaran

suasana kampung Baduy Dalam, Cibeo, yang terletak di Desa Kanekes, Kecamatan

Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Semua tamu--pendatang--yang ingin melihat kampung Baduy Dalam itu tidak

serta-merta diizinkan. Biasanya, para peronda menahan pendatang sebelum para

penghuni kampung kembali ke rumah masing-masing. Ini salah satu aturan main adat

Baduy Dalam. Sehari-hari, semua penghuni kecuali peronda bekerja di huma.

Memasuki kawasan perkampungan Baduy Dalam di Cibeo ini, pertama yang

terlihat adalah rumah-rumah panggung dari bambu dan beratapkan daun rumbia atau

kirai. Semua bahan bangunan diambil dari alam. Jangan harap Anda menemukan paku,

semen, atau bata. Soalnya, ini terkait kepercayaan masyarakat Baduy, Sunda Wiwitan.

30

Page 31: Survey Baduy

Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan didasari penghormatan pada roh

nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa yang dinamakan Nu Kawasa atau Nu

Ngersakeun atau Batara Tunggal. Orientasi, konsep, dan kegiatan keagamaan ditujukan

kepada pikukuh--aturan adat mutlak--agar teratur dan sejahtera.

Konsep keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh Baduy adalah

"tanpa perubahan apa pun", seperti tertuang dalam buyut-larangan--dari nenek moyang.

Seperti: gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang dirusak, larangan teu meunang

dirempak, lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung.

Artinya: gunung tak boleh dihancurkan, lembah tak boleh dirusak, larangan tak boleh

dilanggar, panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung.

Aturan adat ini terus dipegang dan dijaga turun-temurun. Jadi melihat seluruh napas

kegiatan di perkampungan Baduy adalah gambaran ketaatan pada adat.

Seluruh pembangunan rumah dikerjakan gotong-royong. Kerangkanya menggunakan

kayu terep--kayu jenis albasia--sedangkan dinding dan lantai rumah terbuat dari bahan

bambu berjenis apus yang tahan rayap.

Untuk menyambung satu kayu dengan lainnya digunakan teknik ikatan kayu yang

diperkuat balutan tali dari kulit kayu. Tidak ada gergaji, semua pengerjaan pemotongan

kayu menggunakan golok.

Dari luar, bentuk rumah-rumah relatif sama, dari model hingga ukuran. Seluruh rumah

berbentuk rumah panggung tinggi satu meteran, tidak berpagar, dan luasnya sekitar 10 x

15 meter. Pembagian ruang dalam rumah hanya dipisah menjadi dua. Ruang utama dan

dapur.

Ruang utama ini biasanya digunakan untuk berbagai aktivitas, misalnya untuk

menenun--sebagian besar para wanita Baduy pandai membuat kain. Sedangkan seluruh

31

Page 32: Survey Baduy

aktivitas masak-memasak dilakukan di dapur yang ditandai dengan semacam tungku

besar di tengah ruang.

Di dapur pulalah kita menemukan perlengkapan makan yang sebagian besar terbuat dari

bambu dan kayu. Yang membedakan rumah satu dengan lainnya adalah jumlah tungku.

Hal ini berhubungan dengan jumlah keluarga penghuni. Di beberapa rumah Baduy

Dalam masih ditemukan rumah dengan dua tungku karena dihuni dua keluarga.

Arsitektur tradisional Indonesia, khususnya arsitektur Baduy, menurut Ir Eko Budihardjo

dalam bukunya Arsitektur Sebagai Warisan Budaya memiliki keunikan. Ruang dalam

dan luar bangunan saling mengimbas, tanpa ada batas yang kaku atau tegar.

Kondisi ini cocok dengan iklim Indonesia yang tropis dan lembap. "Sekaligus pas untuk

mewadahi perilaku masyarakatnya yang senang bercengkerama dengan alam dan

tetangga sekitar secara akrab," kata Budihardjo dalam bukunya itu.

Hampir setiap perkampungan di Baduy Dalam dihuni sekitar 50 rumah. Jarak di antara

rumah-rumah itu tidak berjauhan, tapi juga tidak berimpit-impitan. Antara rumah yang

satu dan lainnya kira-kira berjarak tiga hingga lima meter.

Penghitungan jarak antarrumah ini biasanya menggunakan batas jatuh bayangan rumah

pada pagi hari. "Hal ini yang membuat sirkulasi udara di perkampungan Baduy tetap

segar," kata Sarpin, salah satu penduduk Baduy.

Selain rumah, setiap keluarga Baduy juga memiliki leuit (lumbung padi) yang terletak di

utara kampung. Leuit merupakan simbol ketahanan pangan bagi orang Baduy.

Ketahanan pangan sangat penting mengingat hubungan dengan dunia luar sangat

dibatasi.

Lumbung padi berbentuk panggung yang ditopang oleh empat kayu penyangga atau

tiang. Tingginya sekitar satu meter dari atas tanah. Pintu lumbung ada di atas bilik dekat

dengan atap. Pintu berukuran kecil sekitar 40 x 50 cm. Atap lumbung terbuat dari daun

32

Page 33: Survey Baduy

sago kirai (sejenis palem) yang dianyam. Supaya kuat, atap ditahan dengan gapit yang

terbuat dari belahan bambu.

Ukuran leuit bervariasi tergantung pada luas huma yang dikelola. Masyarakat Baduy

biasanya membangun leuit dengan kapasitas 500-1.000 ikat padi. Umumnya bilik

lumbung berukuran panjang 1,5 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi empat meter. Leuit

dengan ukuran seperti itu bisa menampung padi sekitar 500-600 ikat. Seikat padi setara

tiga kilogram beras.

Lumbung didesain khusus supaya mampu menyimpan padi dalam jangka waktu lama

serta bebas gangguan tikus. Supaya padi bisa bertahan, lumbung selalu dirawat secara

rutin. Atap merupakan bagian lumbung yang paling sering diganti supaya tidak bocor.

Sebagai penangkal, digunakan gelebek--papan kayu berbentuk bundar dengan diameter

sekitar 50 cm--dipasang di keempat tiang penyangga tepat di bawah lantai lumbung.

Bentuk gelebek yang bulat dengan diameter yang cukup besar menyebabkan tikus tidak

bisa naik ke lumbung padi.

Tata ruang kampung Baduy Dalam selalu memiliki orientasi selatan-utara. Arah selatan

menjadi semacam "kiblat" buat masyarakat Baduy. Sebab, di selatanlah terdapat obyek

utama pemujaan masyarakat Baduy, yaitu Arca Domas yang terletak di Gunung

Pauntuan di lereng Gunung Kendeng.

Keberadaan Arca Domas yang paling sakral di sebelah selatan itu menyebabkan arah

tempat terdapatnya arca dianggap orientasi paling baik atau paling suci dibanding arah-

arah lain. Karena dasar ini pula, semua rumah di perkampungan Baduy Dalam

berorientasi selatan-utara. Kecuali bangunan bale atau balai kampung--tempat

musyawarah warga desa--dan saung lisung (bangunan tempat menumbuk padi) yang

berorientasi timur-barat.

Secara kontur tanah, daerah yang paling tinggi berada di sebelah selatan kampung, dan

di sinilah dibangun rumah puun (ketua adat) kampung. Di sebelah utara rumah puun

33

Page 34: Survey Baduy

terdapat rumah penduduk kampung, sebuah alun-alun desa, bale, dan saung lisung. Pola

ini dijumpai di seluruh perkampungan Baduy Dalam. Pintu masuk kampung berada di

sisi utara sehingga secara adat para tamu yang berkunjung harus masuk dari utara.

Untuk membuka sebuah perkampungan, itu biasanya hasil musyawarah para tetua adat,

puun. Salah satu kriteria kawasan yang dapat dibangun menjadi kampung adalah

kawasan itu relatif rata dan dekat aliran Sungai Ciujung, satu-satunya sungai yang

melewati kawasan Baduy. Memang tidak semua bangunan rumah berada di atas kontur

tanah yang rata.

Untuk menyiasati perbedaan kontur tanah, mereka membangun rumah panggung. Tidak

ada satu alasan pun bagi masyarakat Baduy meratakan tanah yang bergelombang baik

untuk membangun rumah atau membuka ladang. Hal ini dipegang teguh karena dilarang

adat.

Orang Baduy memang hidup menyatu dengan alam tanpa banyak mengusiknya. Mereka

sadar bahwa hidup mereka bergantung pada alam. "Gunung tak boleh dihancurkan,

lembah tak boleh dirusak, larangan tak boleh dilanggar, panjang tak boleh dipotong,

pendek tak boleh disambung...." cahyo junaedy

34

Page 35: Survey Baduy

PENUTUP

Baduy sebagai masyarakat yang bersahaja dan masih teguh mempertahankan

adatnya, merupakan gambaran masyarakat yang menjalankan tradisi asli mereka dan

nenek moyang nya. Dalam kegiatan Survey in diharapkan kita sebagai pengunjung dapat

memehami dan mengetahui seperti apa kebudayaan mereka.

Dan selayaknya apa yang telah menjadi kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat baduy, kita sebagai mahasiswa dan masyarakat lain harus tetap menjaga

keberadaan masyarakat baduy beserta kebudayaan-kebudayaan yang terdapat

didalamnya.

35