pembuatan ekstrak kering daun jambu biji

Upload: harrizul-rivai

Post on 15-Jul-2015

3.947 views

Category:

Documents


85 download

TRANSCRIPT

PEMBUATAN EKSTRAK KERING DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.)*)

NAMA NIM

: MUTHIA WAHYUNI : 2008014 BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Tanaman obat memiliki khasiat dan kegunaan masing-masing, salah satu diantaranya Jambu Biji (Psidium guajava L.) yang berkhasiat sebagai Anti Diare. Pada daun jambu biji mengandung minyak lemak, damar, tanin, dimana tanin mengandung sifat adstringen sehingga dapat mengobati penyakit diare. Disamping itu, quersetin berkhasiat sebagai anti virus dengue, minyak atsiri dapat digunakan sebagai anti bakteri, menghentikan pendarahan, dan menurunkan kadar kolestrol darah. Sehingga pada saat ini banyak sediaan fitofarmaka yang menggunakan Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai bahan obat (BPOM, 2004).

*) Proposal hasil penelitian ini diseminarkan di Akademi Farmasi Ranah Minang Padang pada : Hari / Tanggal Jam Tempat Pembimbing : Senin / 18 juli - 2011 : 09.30 11.00 wib : Ruangan Seminar Akademi Farmasi : 1. Drs. Harrizul Rivai, MS 2. Rahmadevi, S.Si, Apt

1

Bahan obat sediaan fitofarmaka umumnya menggunakan ekstrak cair, ekstrak kental, dan tingtur. Sediaan fitofarmaka yang dibuat dari bahan ekstrak cair jika disimpan dalam jangka waktu yang lama akan lebih cepat mengalami kerusakan dalam penyimpanan, baik secara fisika, kimia, dan mikrobiologi. Berdasarkan hal tersebut, ekstrak kering perlu dikembangkan dalam penggunaan bahan obat pada sediaan fitofarmaka (BPOM, 2004). Ekstrak kering adalah sediaan tanaman yang diperoleh dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut cara-cara yang memenuhi syarat. Pengaturan biasanya dilakukan berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan bahan tambahan inert (BPOM, 2004). Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengembangkan pembuatan ekstrak kering dari simplisia daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai ekstrak kering memenuhi standar yang tercantum pada Farmakope Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara membuat ekstrak kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) yang bermutu baik. 2. Bagaimana karakteristik ekstrak kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.). 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah membuat ekstrak kering dari daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan menentukan karakteristiknya.

2

1.3.2

Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk : 1. Menambah pengetahuan tentang cara pembuatan ekstrak kering dari daun jambu biji (Psidium guajava L.) 2. Mengetahui karakteristik ekstrak kering daun jambu biji (Psidium guajava L.) sehingga dapat dipakai untuk standarisasi.

1.4 Hipotesis Daun jambu biji (Psidium guajava L.) dapat dibuat menjadi ekstrak kering dan memiliki karakterisasi yang sesuai dengan standar mutu ekstrak kering Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan obat tradisional menjadi sediaan fitofarmaka. Obat tradisional yang diteliti ini adalah dari daun Jambu Biji (Psidium gajava L.). Penelitian yang dilakukan adalah penelitian untuk pembuatan ekstrak kering dan penentuan karakteristik dari daun jambu biji (Psidium guajava L.).

3

1.6 Kerangka Konsep

Daun Jambu biji (Psidium guajava L.) y y y y Daun Kering y y y y Simplisia Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Identifikasi di Herbarium Pemanenan Sortasi Basah Pencucian Pengeringan

Penetapan susut pengeringan Penetapan kadar abu Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Penetapan kadar abu yang larut air

Ekstraksi dengan maserasi Ekstrak Kental Pengeringan Ekstrak Kering Karakterisasi Ekstrak Terkarakterisasi

Spesifik Identitas Organoleptis Kadar senyawa larut air Kadar senyawa larut etanol

Non Spesifik Susut pengeringan Bj Nyata dan Bj Mampat Kadar abu total Kadar abu tak larut asam

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Daun Jambu Biji Tanaman jambu biji berasal dari benua Amerika yang beriklim Tropis, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Jambu biji salah satu jenis tanaman perdu, umumnya ditanam di pekarangan dan di ladangladang. Nama lokal dari daun jambu biji adalah Breueh (Aceh), Masiambu (Nias), Paraweh (Sumbar), Jambu klutuk (Sunda), Gayawas (Manado), Jambu Bhender (Madura), Jambu Paratulaka (Makasar), Sotong Guawa (Nusa tenggara), Lutu Hatu (Ambon), Sotong (Bali), Glimeu beru (Gayo), Galiman (Batak karo), Jambu Batu (Melayu), Jambu Krikil (Jawa), Jambu paratugala (Makasar), (Dalimartha, 2000). Klasifikasi Ilmiah Daun Jambu Biji : Kingdom Divisio Sub divisio Klass Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Rosidae : Myrtales : Myrtaceae : Psidium L : Psidium guajava L. (Van Steenis, 1947).

5

Jenis jambu biji (varietasnya) adalah jambu sukun, jambu merah, jambu biji buah besar, jambu biji daging buah putih, jambu apel, jambu palembang, jambu merah getas. Jenis jambu biji yang akan dilakukan pengujian disini adalah jambu biji daging buah putih. 2.2 Tinjauan Farmakologi Jambu Biji (Psidium guajava L.) 2.2.1 Penggunaan Secara Tradisional Daun jambu biji dapat mengobati penyakit diare, maagh, ambeien, sariawan, dan kulit. Selain itu daun jambu biji juga dapat sebagai obat untuk menghentikan pendarahan (obat luka baru). Sedangkan buah jambu biji dapat mengobati penyakit diabetes mellitus dan membantu menaikkan trombosit darah pada penderita demam berdarah (Dalimarta, 2007). Buah yang telah masak dimanfaatkan sebagai pencahar, untuk mempermudah persalinan, obat luka, peluruh haid, serta penghenti pendarahan. Akar, kulit batang dan daun digunakan untuk obat disentri, antelmintik (Sudarsono, 2002). 2.2.2 Beberapa Hasil Penelitian Farmakologi Tentang Jambu Biji (Psidium guajava L.) Hasil penelitian Sunagawa dan Mayosari, (2004), ekstrak buah jambu biji sebagai obat diabetes mellitus dan daunnya mengandung polifenol yang bersifat antioksidan. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa konsumsi ekstrak jambu biji tidak menurunkan kadar glukosa darah pada jangka waktu cepat setelah pemberian glukosa. Tetapi kadar glukosa darah menurun dalam jangka waktu lama setelah pemberian ekstrak buah jambu biji. Penurunan kadar glukosa darah disebabkan karena adanya stimulasi sekresi insulin setelah mengkonsumsi ekstrak buah jambu

6

biji dalam jangka waktu lama. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya kadar insulin dalam darah setelah pemberian ekstrak jambu biji. Hasil penelitian Syarif, dkk, (1988) ekstrak daun dan buah jambu biji sudah dilakukan uji klinis pada anak-anak yang menderita diare. Uji klinis ini dilakukan terhadap 62 orang anak-anak yang menderita diare. Setelah tiga hari, uji ini memberikan angka kesembuhan 87,1%. Ini menunjukkan bahwa ekstrak daun dan buah jambu biji dapat mengobati penyakit diare dan mempunyai khasiat yang baik untuk kesembuhan anak-anak yang menderita diare. Hasil penelitian Aisah (2004) menunjukkan bahwa infusa daun jambu biji dosis 5g/kgBB mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karagenin 1% dengan persen daya antiinflamasinya 40,08%. Hasil penelitian Dahliyanti (2007) menunjukkan fraksi etil asetat buah jambu biji memiliki aktivitas antioksidan paling paten dibanding ekstrak metanol, fraksi kloroform, fraksi air dan vitamin E. 57,88% aktivitas antioksidan merupakan kontribusi dari senyawa fenolik, sedang 75,78% merupakan kontribusi dari senyawa flavonoid. Hasil penelitian Natsir (1986) secara in vitro, rebusan daun jambu biji kadar 5%, 10% dan 20% b/v dapat mengurangi konstraksi usus halus terpisah marmot, yang sebanding dengan atropin sulfat 2,5 mcg/ml. Kekuatan relaksasi antara rebusan 5%, 10% dan 20% b/v tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

7

Hasil penelitian Yuniarti (1991) secara in vitro, infus daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan perkiraan kadar terendah sebesar 2% b/v tetapi tidak menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli sampai batas 10%. Hasil penelitian dari BADAN POM RI (2010) antara lain : y Ekstrak etanol / air daun jambu biji kering dosis 200 mg/kgBB dapat menghambat peningkatan kadar glukosa darah pada mencit yang diinduksi aloksan. y Ekstrak air buah segar pada dosis 5 dan 8 mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi sreptozotosin. y Jus buah segar jambu biji dosis 1 g/kgBB yang diberikan secara i.p pada tikus yang diinduksi aloksan, mempunyai efek menurunkan kadar gula darah. y Jus buah segar yang diberikan pada manusia dewasa pada dosis 1 g/kgBB, secara signifikan mempunyai aktivitas penurun kadar gula darah.

2.3 Tinjauan Kimia Daun Jambu Biji Daun jambu biji mengandung senyawa kimia yaitu Tanin, Zat Samak Pirogalol, Minyak Lemak, Minyak Atsiri (euginol), Limomen, Kariofilen, Quersetin, Damar, Triterpenoid, Asam Malat, Asam Ursolat, Asam Guajaverin, Asam Krategolat, Asam Oleonolat, Asam Psidiolat, Leukosianidin, Amritosida, dan Avikularin (Gunawan, 2001).

8

Asam Oleanolat (C29H43 03)

Asam Krategolat (C31H47O4)

( Ester arabinosa asam heksahidroksidifenat (C19H22013) Kuersetin (C15H10 O7)

Avicularin (C20 H12O11)

Asam Guajaverin (C20H12 O11)

Asam elagat (C14H6 O8)

Kariofilen (C15H25)

Asam Galat (C7 H6O5 )

Gambar 1. Struktur Kimia Senyawa Yang Terkandung dalam Daun Jambu Biji (Gunawan, 2001)

9

2.4 Tinjauan Farmakognosi Daun Jambu Biji (Depkes, 1977) 2.4.1 Bentuk Makroskopik

Daun tunggal, bertangkai pendek, dengan ukuran tangkai daun 0,5 - 1 cm, helai daun berbentuk bundar telur atau agak bulat memanjang, dengan ukuran panjang 5 - 13 cm, lebar 3 - 6 cm, pinggir daun rata agak menggulung ke atas, permukaan atas agak licin, warna hijau kelabu, kelenjar minyak tampak sebagai bintik - bintik berwarna gelap dan bila daun direndam tampak sebagai bintik-bintik yang tembus cahaya, tulang daun utama dan cabang menonjol pada permukaan bawah, bertulang menyirip, wana putih kehijauan.

2.4.2 Bentuk Mikroskopik Epidermis atas : Terdiri dari 1 lapis sel, pipih, terentang tangensal, bentuk poligonal, dinding antiklina lurus, tidak terdapat stomata. Epidermis bawah : Sel lebih kecil, pipih, terentang tangensal, bentu poligonal, dinding antiklina lurus, terdapat stomata. Stomata Rambut penutup : Tipe anomositik, banyak terdapat pada permukaan bawah. : Terdapat pada kedua permukaan, lebih banyak pada permukaan bawah, bentuk kerucut ramping yang umumnya agak bengkok, terdiri dari 1 sel, berdinding tebal, jernih, panjang rambut 150 m 300 m, pangkal rambut kadang kadang agak membengkok, lumen kadang kadang mengandung zat berwarna kuning kecoklatan. Jaringan air : Terdapat dibawah epidermis atas, terdiri dari 2 3 lapis sel yang besar, jernih dan tersusun rapat tanpa ruang antar sel. 10

Idiobla

: Terdapat dibeberapa tempat, berisi hablur kalsium oksalat berbentuk roset yang besar dan bentuk prisma.

Kelenjar minyak

: Rongga minyak bentuk lisigen besar, terdapat lebih banyak dibagian bawah dari pada bagian atas.

Jaringan palisade

: Terdiri 5 6 lapis sel, terletak di bawah jaringan air, 2 lapis sel yang pertama lebih besar dan mengandung lebih banyak zat hijau daun, lapisan lapisan berikutnya berongga lebih banyak.

Serbuk daun

: Warna hijau keabu abuan. Fragmen pengenal banyak terdapat rambut penutup yang terlepas, hablur kalsium oksalat, stomata tipe anomositik , mesofil dengan kelenjer lisigen.

2.5 Simplisia Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia di bedakan simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati merupakan simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan, atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani yaitu simplisia berupa hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni dan simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia 11

berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Depkes, 1989). Pengeringan adalah suatu cara pengawetan dan pengelolaan simplisia dengan cara mengurangi kadar air sehingga pembusukan dapat terhambat dalam proses ini. Kadar air dan reaksi reaksi zat aktif dalam simplisia akan berkurang, air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim lain tertentu dalam sel masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif saat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut mengadung air tertentu. Simplisia dinilai cukup aman bila mmempunyai kadar air < 10%. Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung atau banyak air yang terserap zat (Gunawan dan Mulyani, 2004). Teknik pengeringan secara alami tergantung dari zat aktif yang terkandung dalam organ yang dikeringkan, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Dengan panas cahaya matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan simplisia yang relatif keras (kayu, kulit kayu, akar, biji, dsb), dan mengandung zat aktif yang relatif stabil. b. Dengan cara diangin anginkan dan tidak kena cahaya matahari langsung, cara ini untuk pengeringan simplisia lunak (bunga, daun, dsb), dan mengandung zat atau kandungan zat aktif yang mudah menguap dan tidak tahan terhadap panas matahari (Gunawan dan Mulyani, 2004).

12

2.6 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cairan pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk menarik zat aktif yang dikandung simplisia. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000). Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 95% dilakukan dengan cara maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia, dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontiniu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes, 2000). Cairan pelarut dipilih agar dapat melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan antara lain stabil, selektif, ekonomis, dan aman. Namun kebijakan pemerintah dalam hal ini juga membatasi pelarut yang dibolehkan. Pada prinsipnya pelarut yang digunakan memenuhi syarat kefarmasian Pharmaceutical Grade Sampai saat ini pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya (Depkes, 2000).

13

2.7 Standarisasi Ekstrak Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standarisasi ekstrak dilakukan secara parameter non spesifik dan parameter spesifik (Anonim, 1995). Ekstrak kering adalah sediaan yang berasal dari tanaman, diperoleh dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut cara-cara yang memenuhi syarat. Pengaturan biasanya dilakukan berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan bahan tambahan inert (BPOM, 2004).

2.7.1 Parameter Non Spesifik (Depkes, 2000) a) Susut Pengeringan Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105rC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Tujuan penentuan parameter ini adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. a) Bobot Jenis Nyata dan Bobot Jenis Mampat Merupakan massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25rC) yang ditentukan dengan alat khusus tab volumeter.

14

b) Kadar Air Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau garavimetri. Tujuan penentuan parameter ini memberikan batasa minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. c) Kadar Abu Prinsip penentuan parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganiknya saja. Tujuan penentuan parameter ini adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Penentuan kadar abu ada dua macam yaitu : 1) Penetapan kada abu total 2) Penetapan kadar abu tidak larut asam

2.7.2

Parameter Spesifik (Depkes, 2000)

a) Identitas Merupakan parameter tentang deskripsi tata nama : Nama ekstrak Nama latin tumbuhan Bagian tumbuhan yang digunakan Nama Indonesia tumbuhan Senyawa Identitas Bertujuan memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas. 15

b) Organoleptik Merupakan parameter yang ditentukan dengan penggunaan

pancaindera secara kasat mata mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuan penentuan parameter ini adalah pengenalan awal yang sederhana dengan seobyektif mungkin. c) Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu Merupakan parameter yang ditentukan dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan ekstrak secara gravimetri. Sehingga memberikan gambaran awal jumlah kandungan senyawa. Dibedakan atas dua, yaitu : 1) Kadar senyawa yang larut dalam air Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105rC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes, 2000). 2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol 90%, kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105rC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam

16

persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes, 2000). d) Uji Kandungan Kimia Ekstrak 1) Pola Kromatogram Ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian dilakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas (KG). a) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silika gel dengan berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagai sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan dokumentasi foto hasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuai atau dengan melihat kromatogram hasil perekaman menggunakan instrumen

densitometer (TLC-Scaner). Perekaman dapat dilakukan secara absorbsi-refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm dan 415 nm atau pada panjang gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen yang telah diketahui. b) Kromatografi Gas (KG) Sistem kromatografi gas mempunyai resolusi tinggi sehingga optimal untuk pemisahan komponen yang stabil dengan

pemanasan. Umumnya dibuat profil kandungan minyak atsiri atau metabolit sekunder tertentu lainnya seperti jenis fitosterol. Jenis 17

kolom umunya ada 3 jenis sesuai dengan urutan kepolaritasannya, yaitu OV-1, OV-% dan Carbowax 20M. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan program temperatur, dari temperatur rendah sampai temperatur maksimal kolom. Detektor yang digunakan umumnya hanya FID karena metabolit sekunder tumbuhan umunya senyawa organik hidrokarbon. c) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Umunya pola kromatogram kandungan kimia yang termolabil dibuat dengan HPLC. Kemampuannya tergantung pada jenis kolom, fase gerak dan detektor. Kolom umunya digunakan jenis ODS (RP 18). Eluasi dilakukan dengan program gardien linear. Deteksi dengan spektrofotometer monokromatis dilakukan pada panjang gelombang 210 nm, 254 nm, 300 nm dan 365 nm. Deteksi secara spektrofluoresensi digunakan jika dibutuhkan pola

kromatogram yang selektif dan khusus pada golongan kandungan kimia. 2) Kadar Total Golongan Kandungan Kimia Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri, gravimetri atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan kimia. Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas linearitas, ada beberapa golongan kandungan kimia yang dapat dikembangkan dan ditetapkan metodenya, yaitu golongan minyak atsiri, steroid, tanin, flavonoid, triterpenoid (saponin), alkaloid, dan antrakinon.

18

Bertujuan memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter farmakologis. a) Penetapan kadar minyak atsiri Letakkan labu alas bulat 1 liter, berleher pendek dalam mantel pemanas yang dilengkapi dengan pengaduk maknetik. Masukkan batang pengaduk magnetik kedalam labu, hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampung berskala. b) Penetapan kadar steroid Larutan baku : timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkan dalam etanol P secara bertingkat sehingga diperoleh kadar 5 g per ml, 10 g per ml dan 20 g per ml. Larutan uji : timbang seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20 ml etanol dalam labu takar. Ulangi tiga kali dengan cara yang sama. Ke dalam dua labu yang masing-masing berisi larutan uji dan larutan baku dan ke dalam labu tiga berisi 20 ml etanol P sebagai blangko, tambahkan 2 ml larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg biru tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan campur. Kemudian ke dalam tiap labu tambahkan 2 ml campuran etanol P dan tetrametil amonium hidroksida LP (9 : 1), campur dan biarkan dalam gelas selama 90 menit. Ukur segera serapan larutan yang diperoleh dari larutan uji dan larutan baku pada panjang gelombang lebih kurang 525 nm dibandingkan terhadap blangko. mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek

19

c) Penetapan kadar tanin Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang saksam panaskan dengan 50 ml air mendidih di atas tangas air selam 30 menit sambil diaduk. Diamkan selama beberapa menit enap tuangkan melalui segumpal kapas kedalam labu takar 250 ml. Sari sisa dengan air mendidih, saring larutan kedalam labu takar yang sama. Ulangi penyarian beberapa kali hingga larutan bila direaksikan dengan besi (III) amonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin. Dinginkan cairan dan tambahkan air secukupnya hingga 250 ml. Pipet 25 ml larutan kedalam labu 1000 ml tambahkan 750 ml air dan 25 ml asam indigo sulfonat LP, titrasi dengan kalium permanganat 0,1 N hingga larutan berwarna kuning emas. 1 ml kalium permanganat 0,1 N setara dengan 0,004157 g tanin. d) Penetapan kadar flavonoid Flavonoid ditetapkan kadarnya sebagai aglikon dengan terlebih dahulu dilakukan hidrolisis dan selanjutnya dilakukan pengukuran spektrometri dengan mereaksikan AlCl3 yang selektif dengan penambahan Heksametilentetramina pada panjang gelombang maksimum. e) Penetapan kadar saponin Hemolisa. Larutan dapar fosfat pH 7,4. Larutan 16 g natrium fosfat P yang telah dikeringkan pada suhu 130rC hingga bobot tetap dan 4,4 g natrium dihidrogen fosfat P dalam 1000 ml air. Untuk menambah stabilitas tambahkan 0,1 g natrium fluorida P. 20

Cara percobaan : Campur 0,5 g ekstrak yang diperiksa dengan 50 ml larutan dapar fosfat pH 7,4 ,panaskan sebentar, dinginkan, saring. Ambil 1 ml filtrat, campur dengan 1 ml suspensi darah. Untuk ekstrak yang mengandung tanin encerkan 0,2 ml filtrat dengan 0,8 ml larutan dapar fosfat pH 7,4, campur dengan 1 ml suspensi darah. Diamkan selama 30 menit, terjadi haemolisa total, menunjukkan adanya saponin. Kadar saponin dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan melakukan berbagai pengenceran filtrat dan diamati kadar yang masih menghasilkan pembanding. f) Penetapan kadar alkaloid Timbang seksama 1 g ekstrak, masukkan dalam corong pisah 125 ml pertama, kemudian tambahkan 20 ml larutan asam sulfat P (1 dalam 350) dan kocok kuat selam 5 menit. Tambahkan 20 ml eter P, kocok hati-hati, saring lapisan asam ke dalam corong pisah 125 ml kedua. Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 ml larutan asam sulfat P ( 1 dalam 350), saring tiap lapisan asam kedalam corong pisah 125 ml kedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak asam tambahkan 10 ml natrium hidroksida LP dan 50 ml eter P, kocok hatihati, pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125 ml ketiga berisi 50 ml eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati, buang lapisan air, cuci lapisan eter pada corong pisah kedua dan ketiga berturut-turut dengan 20 ml air, buang lapisan air. Ekstraksi kedua lapisan ester masing-masing dengan 20 ml, 20 ml dan 5 ml larutan asam sulfat P (1 dalam 70). Lakukan ekstraksi pada corong pisah ketiga lebih dahulu, 21 haemolisa total, dibandingkan dengan saponin

setelah itu corong pisah kedua. Campur ekstrak asam dalam labu terukur 50 ml, encerkan dengan asam sampai tanda. Lakukan hal yang sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang tersedia. Encerkan masing-masing 5 ml larutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfat P (1 dalam 70) hingga 100 ml dan tetapkan serapan setiap larutan pada panjang gelombang tertentu menggunakan larutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai blangko. g) Penetapan kadar antarkinon Timbang 0,1 g ekstrak kocok, dengan 10 ml air panas selama 5 menit. Saring dalam keadaan panas, dinginkan filtrat dan ekstraksi dengan 10 ml benzena. Pisahkan lapisan benzena. Tambahkan pada lapisan air 10 ml laritan feri klorida 5 % dan 5 ml asam klorida. Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung refluks. Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 ml benzena. Uapkan cairan hingga habis pada cawan porselen dengan pemanasan lemah. Larutkan residu dalam 5 ml larutan kalium hidroksida 5 % dalam metanol. Ukur resapan pada 515 nm. Hitung kadar total antarkinon glikosida berdasarkan kurva baku antar kinon pembanding. 3) Kadar Kandungan Kimia Tertentu Dengan tersedianya suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut. Intrumen yang dapat digunakan adalah Densitometer, Kromatografi Gas, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau intrumen lain yang sesuai. Metode penetapan kadar harus diuji dahulu 22

validitasnya, yaitu batas deteksi, selektivitas, linearitas, ketelitian, ketepatan dan lain-lain. Bertujuan memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi.

23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2011 di Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang. 3.2 Alat dan Bahan a. Alat-alat yang digunakan adalah : Alat-alat gelas, maserator, corong, rotari evaporator, krus, piknometer, kompor gas, cawan penguap, kertas saring, aluminium foil, timbangan, tab volumeter dan labu bersumbat. b. Bahan-Bahan yang digunakan antara lain : Aquadest, daun jambu biji (Psidium guajava L.), etanol 95%, laktosa, air- kloroform, HCl encer, heksan dan asam sulfat encer. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengumpulan dan Identifikasi Sampel

a) Pemanenan daun jambu biji (Psidium guajava L.) Pemetikan dilakukan pada pagi hari, dilakukan dengan cara manual, daun yang dipetik adalah daun dari tumbuhan yang sudah dewasa. b) Identifikasi jambu biji Identifikasi tumbuhan di Herbarium Universitas Andalas

24

c) Sortasi Basah Daun yang telah dipetik dipisahkan dari kotoran dan membuang bagian-bagian yang tidak perlu sebelum pengeringan, sehingga didapatkan daun yang layak untuk digunakan, cara ini dapat dilakukan dengan manual. d) Pencucian simplisia Dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang masih melekat pada simplisia setelah pelaksanaan sortasi basah. Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan dalam waktu yang sesingkat mungkin bertujuan untuk menghilangkan mikroba dan pengotor, namun tidak menghilangkan zat berkhasiat simplisia tersebut. e) Pengeringan simplisia Dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan atau tidak kena cahaya matahari langsung atau pada suhu kamar. Pengeringan ini berlangsung 10 hari sampai kadar air < 10%.

3.3.2 Pengujian Simplisia (Depkes, 1980) a) Penetapan Susut Pengeringan Timbang saksama 1 gram simplisia yang telah dirajang dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara, masukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap penimbangan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Pengeringan dilakukan pada suhu 105rC selama satu jam atau hingga bobot tetap.

25

b) Penetapan Kadar Abu Total Timbang saksama 3 gram simplisia uji yang telah digerus, masukkan kedalam krus silikat, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat hilang, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap simplisia yang telah dikeringkan di udara.W 2 Wo X 100% W 1 Wo

Rumus Kadar Abu =

Keterangan : Wo = Berat krus porselen kosong W1 = Berat krus porselen dan simplisia W2 = Berat krus porselen setelah pengeringan konstan

c) Penetapan Kadar Abu tidak Larut Asam Abu yang diperoleh pada Penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam klorida encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam. Saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Penetapan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 4,5% Rumus Kadar Abu tidak larut asam =W 2 Wo X 100% W 1 Wo

26

Keterangan : Wo = Berat krus porselen kosong W1 = Berat krus porselen dan simplisia W2 = Berat krus porselen setelah pengeringan konstan d) Penetapan Kadar Abu Yang Larut Dalam Air Abu yang diperoleh pada Penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml air selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu. Cuci dengan air panas dan pijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450r, hingga bobot tetap, timbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air. Hitung kadar abu yang larut dalam air terhadap bahan yang dikeringkan di udara. 3.3.3 Pembuatan ekstrak kental Ekstrak dibuat dengan cara maserasi simplisia daun jambu biji (Psidium guajava L.) menggunakan etanol 95%. Satu bagian serbuk kering daun jambu biji dimasukkan ke dalam maserator, ditambah 10 bagian etanol 95% direndam selama 6 jam sambil diaduk-aduk kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan, dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum menggunakan rotari evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Rendeman yang diperoleh ditimbang dan dicatat. Rendemen tidak kurang dari 12,3% (Depkes, 2004).

27

3.3.4

Pengeringan Ekstrak Ekstrak kental yang telah didapat, keringkan dengan menambahkan sebagian

saccharum lactis. Pada campuran ini tambahkan pelarut heksan tiga kali bagian ekstrak, kemudian aduk sempurna beberapa kali selama 2 jam. Biarkan mengendap dan enaptuangkan cairan, lalu campurkan sisa dengan heksan lagi tiga kali bagian ekstrak aduk sempurna dan pisahkan kelebihan heksan, ulangi pencucian sekali lagi dengan heksan, baru keringkan pada suhu karakteristiknya (Martin, dkk, 1961). 3.3.5 Karakterisasi Ekstrak Kering 70 rC, timbang serbuk ini dan tentukan

Parameter Non Spesifik a) Susut Pengeringan Ekstrak ditimbang secara saksama sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105rC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan

menggoyangkan botol, hingga terdapat lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105rC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup dingin dalam eksikator hingga suhu kamar (Depkes, 2000). b) Bobot Jenis Nyata dan Bobot Jenis Mampat Sebanyak 10 gr sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml, ratakan permukaannya dan catat volumenya (Vo) kemudian dilakukan 28

hentakan dengan alat tab volumeter sampai 1250 kali, dan catat volumenya. Bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat dapat dihitung dengan rumusBj Nyata ! Berat serbuk Volume serbuk sebelum ketukan

Bj Mampat !

Berat serbuk Volume serbuk setelah ketukan

Index Carrs dan Rasio Hausner dihitung dengan rumus : Bj mampat - Bj nyata v 100% Bj mampat Bj mampat Bj nyata

Index Carr' s !

Rasio Hausner !

c) Kadar Abu a) Penetapan Kadar Abu Sebanyak 2 g Ekstrak yang telah digerus dan ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, diratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Penetapan kadar abu total tidak lebih dari 0,8% (Depkes RI, 2000).

29

b) Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara, penetapan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,2% (Depkes RI, 2000). Parameter Spesifik A. Identitas Identitas tanaman uji ini dikeluarkan oleh Herbarium Universitas Andalas. B. Organoleptis a) Bentuk Pengujiannya : Ekstrak dilihat dengan kasat mata bagaimana bentuknya. b) Warna Pengujiannya : Ambil dengan spatel sedikit ekstrak kering diletakkan di atas wadah yang beralaskan warna putih. c) Bau Pengujiannya : Ambil sedikit sampel lalu cium bau apa yang terjadi. d) Rasa Pengujiannya : Sedikit sampel diletakkan di ujung lidah dan dirasakan.

30

C. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu a) Kadar senyawa yang larut dalam air Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105rC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes, 2000).W 1 Wo v P v 100% W2

Kadar senyawa yang larut dalam air = Keterangan : Wo = Berat cawan penguap kosong

W1 = Berat cawan penguap dan sampel setelah pengeringan konstan W2 = Berat ekstrak awal P = Faktor Pengenceran

b) Kadar senyawa yang larut dalam Etanol Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkalikali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol 95%, kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105rC

31

hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes, 2000). W 1 Wo v P v 100% W2

Kadar senyawa yang larut dalam etanol = Keterangan : Wo = Berat cawan penguap kosong

W1 = Berat cawan penguap dan sampel setelah pengeringan konstan W2 = Berat ekstrak awal P = Faktor pengenceran

32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Hasil identifikasi tanaman di Herbarium Universitas Andalas Jurusan Biologi fmipa Universitas Andalas (ANDA) adalah spesies Psidium guajava L. (famili Myrtaceae) (Lampiran 1). Hasil pengujian simplisia kering daun jambu biji adalah sebagai berikut : Tabel 1 Hasil Pengujian Parameter Fisikokimia Simplisia Kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

No

Parameter

Nilai 6,381%

Rata-rata SD

1

Susut pengeringan

7,193% 5,405% 7,528%

6,326%

0,895%

2

Uji Kadar abu total

7,209% 7,274%

7,337%

0,169%

3

Uji kadar abu tidak larut asam

0,198% 0,137% 0,267% 7,330% 7,072% 7,007% 7,136% 0,171% 0,201% 0,065%

4

Uji kadar abu larut air

33

Setelah dilakukan pembuatan ekstrak kering daun jambu biji dan karekteristiknya maka didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2 Hasil Pembuatan Ekstrak Kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

No 1 2 3 Simplisia segar

Tahapan

Hasil 4,0 kg 1,25 kg 22,8 g (Rendemen : 22,8 %)

Simplisia kering Ekstrak kental (dari 100 g simplisia kering)

4

Ekstrak kering yang didapat (Setelah penambahan saccharum lactis dan

33,716 g

pencucian dengan heksan)

34

Tabel 3 Hasil Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak Kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) No

Parameter Susut pengeringan

Nilai 1,300% 1,896% 1,194% 0,714 g/ml 0,689 g/ml 0,667 g/ml

Rata-rata SD

1

1,463%

0,378%

2

Bobot jenis nyata

0,690 g/ml

0,024 g/ml

Bobot jenis 3 mampat

0,885 g/ml 0,883 g/ml 0,800 g/ml 19,333% 0,839 g/ml 0,043g/ml

4

Index Carrs

17,287% 16,625% 1,239

17,745%

1,406%

5

Rasio Hausner

1,209 1,199 0,549%

1,216

0,021

6

Kadar Abu total

0,499% 0,598%

0,532%

0,076%

7

Kadar abu yang Tidak larut asam

0,100% 0,15% 0,1% 0,117% 0,029%

35

Tabel 4 Hasil Pengujian Parameter Spesifik Ekstrak Kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

No

Parameter Organoleptis Bentuk

Nilai

Rata-rata SD

Serbuk Kering Hijau Tua Khas daun jambu biji Kelat 63,8 % 72,8 % 80,7 % 44,9 % 46,5 % 44,8 % 45,4% 0,954% 72,433% 8,456%

1

Warna Bau Rasa Kadar senyawa yang Larut dalam air

2

3

Kadar senyawa yang Larut dalam etanol

36

4.2. Pembahasan Pengambilan sampel ini dilakukan di daerah Aur Duri, Kelurahan Parak Gadang, Kecamatan Padang Timur, Sumatera Barat. Daun yang diambil daun yang masih muda karena kandungan senyawa aktifnya masih banyak dan pengambilan dilakukan pada pagi hari sebelum mengalami fotosintesis, hal ini dilakukan untuk menyeragamkan waktu panen, setelah dipanen dilakukan sortasi basah, pencucian dengan air mengalir, dan pengeringan. Sampel yang digunakan untuk pengujian ini adalah daun jambu biji yang telah dilakukan uji identifikasi di Herbarium Universitas Andalas (ANDA), Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang, Sumbar, Indonesia dengan hasil specimen Psidium guajava L. (famili : Myrtaceae). Pengeringan sampel dilakukan dengan cara di anginkan atau tidak kena cahaya matahari langung, selama 10 hari sampai diperoleh kadar air