kondisi intubasi dan efek samping dari propofol
DESCRIPTION
intubasiTRANSCRIPT
JOURNAL READING
Intubating Conditions and Side Effects of Propofol, Remifentanil and Sevoflurane Compared With Propofol,
Remifentanil and Rocuronium
Disusun Oleh:Dimas Satria Pratama
Pembimbing:dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp.An
SMF ILMU ANESTESIRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Intubating Conditions and Side Effects of Propofol, Remifentanil and Sevoflurane Compared With Propofol,
Remifentanil and Rocuronium
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Anestesi
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh:
Dimas Satria Pratama
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 8 Oktober 2014
Oleh :
Dosen Pembimbing
dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp.An
Kondisi Intubasi dan Efek Samping dari Propofol, Remifentanil dan Sevoflurane
Dibandingkan Dengan Propofol, Remifentanil dan Rocuronium
Abstrak
Latar belakang
Intubasi trakea tanpa relaksan otot biasanya dilakukan dengan Remifentanil
dan Propofol atau Sevoflurane. Remifentanil 1.0 sampai 4.0 µg/kg dan Propofol 2.0-3.0
mg/kg atau Sevoflurane sampai dengan 8.0 volume % menunjukkan kondisi yang sangat baik
dan baik. Kami mengambil kesimpulan sementara bahwa Sevoflurane 1.0 MAC akan
memberikan kondisi intubasi yang dapat diterima ketika dikombinasikan dengan Propofol
dan Remifentanil
Metode
83 pasien yang akan diintubasi dibagi dalam 2 kelompok. SEVO grup
mendapat Propofol 1,5 mg/kg, remifentanil µg/kg, dan sevoflurane 1,0 MAC ; MR grup
mendapat dosis propofol dan remifentanil yang sama ditambah rocuronium 0,45 mg/kg.
Kami mengevaluasi kondisi intubasi dan ekstubasi, Mean arterial pressure (MAP), detak
jantung, dan Bispectral index (BIS). Plika vokalis yang diperiksa adanya cedera karena
videolaryngoscopy sebelum dan 24 jam sesudah pembedahan
Hasil
Kondisi intubasi yang dapat diterima lebih terlihat pada kelompok rocuronium
daripada sevoflurane 97% : 82% ; p=0.03; subscore dari plika vokalis diperbandingkan:
100% vs 98%. MAP sebelum intubasi berkurang secara signifikan dibandingkan dengan
MAP pada awalnya sama luasnya di kedua grup; Efedrin IV diberikan di 15 (SEVO) vs 16
(MR) pasien ; P=0.93. BIS pada intubasi trakea adalah 27 (13-65) pada grup SEVO, 29 (14-
62) pada grup MR; p= 0.07. cedera plika vokalis (edema, hematoma) hampir sama: 4 pasien
pada masing-masing grup
Kesimpulan
Pada umumnya kondisi intubasi lebih baik apabila Rocuronium digunakan;
subscore plika vokalis diperbandingkan. Kejadian efek samping pada kedua grup sama
Latar Belakang
Intubasi trakea tanpa agen blok neuromuskular biasanya dilakukan dengan
Remifentanil dan Propofol; Alfentanil, Fentanyl dan Sufentanil adalah OPIOID alternatif.
Agen hipnotik alternatif adalah Etomidate, Thiopental dan Sevoflurane. Karena kondisi
intubasi yang buruk dihubungkan dengan cedera plika vokalis. Ini penting untuk mencapai
kondisi yang baik dan sangat baik. Remifentanil 1.0 sampai 4.0 µg/kg dikombinasikan
dengan Propofol, menghadirkan kondisi intubasi yang bisa diterima. Tetapi dosis ini dapat
menyebabkan hipotensi dan bradikardi berat. Kadar Remifentanil dapat dikurangi ketika
anestesi volatile seperti Isoflurane ditambahkan lebih dari Propofol. Sevoflurane 8 volume %
(4.0 MAC) dikombinasikan dengan Remifentanil 2.0 µg/kg menghasilkan kondisi yang dapat
diterima pada 97% pasien, tetapi MAP berkurang sekitar 25%. Kita menyimpulkan sementara
bahwa Sevoflurane 1.0 MAC akan menghadirkan kondisi intubasi yang bisa diterima, ketika
dikombinasikan dengan induksi anestesi standar dengan Propofol dan pemberian berlanjut
Remifentanil.
Metode
Grup Sevoflurane mendapat Propofol, Remifentanil dan Sevoflurane 1.0 MAC; grup
MR mendapat Propofol, Remifentanil dan Rocuronium 0,45 mg/kg. Penilaian hasil yang
utama adalah skor intubasi. Penilaian hasil yang kedua adalahh MAP, detak jantung dan
bispectral index; sebagai tambahan, kita menghitung kejadian dan keparahan cedera plika
vokalis pada 24 jam setelah pembedahan dengan videolaryngoscopy, kejadian dan keparahan
dari suara serak dan nyeri tenggorok sampai dengan 72 jam setelah pembedahan.
Persetujuan Etik dan Pencatatan
Studi klinis, acak dan propektif ini dilakukan antara bulan april 2012 dan januari 2013
di University Hospital of Rostock, Germany. Persetujuan etik disediakan oleh Institutional
Review Committee (Ethikkommission der Universitaet Rostock, Rostock, Germany; no.
Registrasi: A 2011 124) pada 3 November 2011. Studi ini didaftarkan pada
ClinicalTrials.Gov dengan nomer NCT 01591031.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Setelah mendapatkan persetujuan medis tertulis, kami mempelajari 88 pasien,
American Society of Anesthesiologist (ASA) grade I-III berumur 18-80 tahun, yang mana
membutuhkan intubasi orotrachea untuk operasi telinga. Kriteria eksklusi adalah pasien yang
telah diketahui atau diduga dengan jalan nafas yang sulit untuk dilakukan intubasi, seperti
pembukaan mulut <3.5cm atau skor Mallampati 4 atau Cormack grade 3 dan 4; obesitas;
penyakit pada laring atau plika vokalis; suara serak sebelum pembedahan; dan kelainan
patologis plika vokalis yang sudah diperiksa dengan videolaryngoscopy oleh ahli THT
sebelum pembedahan.
Pengacakan dan Pengawasan
Program pengacakan digunakan. Pasien pada grup MR diawasi dengan
acceleromyography untuk mendapat blok neuromuskular maksimal pada saat dilakukan
intubasi endotrakeal pada grup MR, contohnya ketika penghitungan TOF tidak terlihat.
Pengawasan neuromuskular dilakukan dengan TOF Watch SX device ( Organon Teknika,
Eppelheim, Germany). Neuromonitoring dilakukan semuanya dengan BIS Vista brain
monitoring system (Aspect Medical Systems, Norwood, MA, USA). Ini digunakan untuk
menghitung kedalaman waktu anestesi intubasi trakea. Tekanan darah diukur dengan tidak
invasif setiap 2 menit selama induksi anestesi dan setelah itu setiap 5 menit.
Induksi dan Pemeliharaan anestesi
Semua pasien mendapat midazolam 7,5 mg per oral sebelum sampai ke ruang
pembiusan, dimana mereka akan mendapat dexamethasone 4.0 mg IV dan ondansetrone 4.0
mg IV. Induksi anestesi distandarisasi: semua pasien mendapat Remifentanil 0.30
µg/kg/menit selama 3 menit, setelah itu diberikan Propofol 1,5 mg/kg (jika diperlukan 30mg
ditambahkan). Setelah Propofol, Grup SEVO mendapat Sevoflurane pada konsentrasi 3.0-3.5
volume % (aliran udara segar 8l/menit). Setelah 2-3 menit, ketika konsentrasi Sevoflurane
pada endtidal mencapai 1.0 MAC (stabil 20 detik), intubasi dilakukan. MAC dihitung dari
umur pasien dengan software dari Primus anaesthetic machine (Drager Medical Germany,
Lubeck, Germany). Sevoflurane tidak dilanjutkan setelah intubasi. Pada grup MR, setelah
Propofol, Rocuronium 0.45 mg/kg diberikan setelah kalibrasi oleh TOF watch SX. Jika blok
maksimal tidak terjadi, Rocuronium 0.15 mg/kg ditambahkan, trakea diintubasi jika blok
maksimal sudah dicapai, oleh ahli anestesi yang sama pada waktu itu.
Pemeliharaan anestesi dengan Propofol 4.0-6.0 mg/kg/jam dan Remifentanil 0.20-
0.30 µg/kg/menit pada kedua grup. Efedrin 5-10 mg IV diberikan jika tekanan sistolik
berkurang 20% dan atau dibawah 100 mmHg dan atropine IV jika detak jantung di bawah 45/
menit. Pasien diekstubasi ketika mereka membuka mata dan atau mulai batuk. Lalu mereka
dipindah ke unit perawatan setelah anestesi.
Kondisi Intubasi, Variabel Intubasi dan Kondisi Ekstubasi
Kondisi intubasi dinilai berdasarkan GCRP guidelines. Kondisi ekstubasi dinilai
selama pelepasan pipa trakea yang dijelaskan berikut ini: sangat baik= tidak batuk dan tidak
ada gerakan anggota tubuh, baik= sedikit batuk dan ada sedikit gerakan anggota tubuh atau
keduanya; buruk= batuk berkelanjutan dan gerakan anggota badan yang kuat saat dilakukan
ekstubasi. Variabel intubasi dinilai: penggunaan Back Upward right pressure (BURP),
Cormack and Lehane grade, waktu intubasi dan berapa kali usaha intubasi. Kami
menggunakan pipa RAE (Mallinckrodt, Coviden, Dublin, Irland) yang distandarisasi 8.0 mm
untuk pria dan 7.0 mm untuk wanita. Tekanan manset dihitung dan yang dapat mengatur
secara berkelanjutan di bawah 25 cm H2O oleh monitur tekanan manset. Tidak ada pipa
lambung dan stylus intubasi yang digunakan.
Kondisi intubasi: sangat baik= semua kwalitas sangat baik; baik= semua kwalitas
sangat baik atau baik; buruk= semua kwalitas buruk. Kondisi intubasi yang sangat baik dan
baik disimpulkan sebagai kondisi intubasi yang dapat diterima.
Suara Serak dan Nyeri Tenggorok
Suara serak dan nyeri tenggorok dinilai di PACU dan setiap hari sampai 72 jam oleh
ahli medis yang secara acak yang memeriksa grup pasien. Kejadian dan keparahan suara
serak (dijelaskan sebagai perubahan kwalitas akustik) dan nyeri tenggorok (dijelaskan sebagi
nyeri tenggorok berkelanjutan) dinilai menurut skala 4 poin.
Cedera Plika Vokalis
Semua pasien menjalani laryngoscopy sebelum pembedahan oleh seorang ahli THT
yang mana acak pada grup pasien. Sedikit perubahan seperti eritema, dan cedera plika vokalis
seperti edema, hematoma dan granuloma oleh videolaryngoscopy dicatat. Perekaman
sebelum dan sesudah pembedahan dibandingkan; perubahan apapun dinilai sebagai
kemungkinan yang bisa disebabkan karena intubasi.
Analisis Statistik
Kami menggunakan SigmaStat untuk Windows versi 3.5 (Systat Software Inc., San
Jose, California, USA). Data demografis dianalisa dengan Mann-Whitney U-test atau t-test.
Perbandingan antara grup studi dilakukan dengan X2test, Fisher’s exact test atau Kruskal-
Wallis ANOVA test. Hasil dianggap secara statistik signifikan ketika p<0.05.
Penghitungan contoh diasumsikan sebagai sebuah kondisi intubasi yang dapat
diterima pada 100% grup Rocuronium dan 75% grus Sevoflurane. Oleh karena itu kami
membutuhkan 66 pasien (33 pasien dari masing-masing grup; α= 0.05, 1-β= 80%).
Hasil
Kami mengacak 83 pasien; 43 dari grup SEVO dan 40 dari grup MR. Karakteritik
pasien diperbandingkan. BMI sedikit, tetapi tidak secara signifikan dalam grup SEVO (p=
0.06). Durasi anestesi secara signifikan lebih baik pada grup MR (p= 0.01). Nilai BIS dan
penggunaan efedrin hampir sama. Menunjukkan respon hemodinamik terhadap intubasi
trakea.
Kondisi Intubasi, Variabel Intubasi dan Kondisi Ekstubasi
Intubasi trakea mungkin pada semua pasien, tetapi pasien pada grup SEVO hanya
bisa diintubasi setelah pemberian Rocuronium. Plika vokalis menutup dan tidak terbuka
setelah pemberian Propofol 30 mg IV; untuk mencegah terjadinya cedera plika vokalis,
Rocuronium 0.45 mg/kg diberikan. Secara keseluruhan kondisi intubasi tidak secara
signifikan lebih baik pada grup MR (p= 0.06). namun kondisi intubasi yang dapat diterima
(sangat baik dan baik) secara signifikan lebih banyak (p= 0.03). subskor untuk plika vokalis
tidak secara signifikan berbeda, tetapi reaksi subskor pada penyisipan pipa atau inflasi manset
secara signifikan lebih baik pada grup MR (p= 0.02). Variabel intubasi dan kondisi ekstubasi
terlihat.
Suara Serak dan Nyeri Tenggorok
Secara keseluruhan kejadian suara serak adalah 21.5%, dengan perbedaan yang tidak
signifikan pada kedua grup. Secara keseluruhan kejadian nyeri tenggorok adalah 52%, dan
lagi tanpa perbedaan yang signifikan diantara kedua grup. Tidak ada pasien menderita suara
serak dan nyeri tenggorok melebihi 72 jam.
Cedera Plika Vokalis
Secara keseluruhan kejadian cedera plika vokalis 12.5%. Ada 2 kasus hematom dan 6
kasus edema, tetapi tidak ada kasus granuloma. Perubahan sedikit, seperti erytema,
ditemukan pada 13 pasien dalam grup SEVO dan 8 pasien pada grup MR.
Diskusi
Intubasi trakea dengan Propofol 1.5 mg/kg, Remifentanil 0.30 µg/kg/menit dan
Sevoflurane 1.0 MAC cenderung layak dan aman, tetapi kondisi intubasi tidak sebagus pada
grup Rocuronium. Kondisi intubasi yang dapat diterima hadir pada 82% pasien pada grup
SEVO, dan subskor untuk plika vokalis diterima dengan 98%. MAP dan pemakaian efedrin
hampir sama pada kedua grup, sama halnya dengan cedera plika vokalis.
Intubasi trakea tanpa agen blok neuromuskular (NMBA) dilakukan lebih sering,
khususnya pada pembedahan ambulatory. Di Jerman tahun 2005, 20% intubasi trakea elektif
dilakukan tanpa NMBA. Sungkup laring menawarkan sebuah alternatif, tetapi untuk
pembedahan pada posisi terlentang, laparoskopi dan pembedahan THT, intubasi trakea
penting. Intubasi tanpa NMBA menghindari blokade residual setelah operasi dan reaksi alergi
pada relaksan otot.
Kombinasi Propofol dengan Remifentanil, 1.0 sampai 4.0 µg/kg menghadirkan
kondisi intubasi yang dapat diterima. Remifentanil 2 µg/kg dan Propofol 2.0 mg/kg cukup
untuk menghadirkan kondisi intubasi yang sangat baik pada 11 dari 12 sukarelawan yang
sehat. Obat-obat ini diberikan lebih dari 5-10 detik, Propofol dengan segera diberikan setelah
Remifentanil, metode ini aman pada sukarelawan yang sehat atau pasien muda, tetapi tidak
untuk pasien dengan ASA II atau III. Sebanyak 4.0 µg/kg mungkin perlu untuk
menghadirkan keadaan intubasi yang sangat baik. Remifentanil ≥ 2 µg/kg tidak cocok untuk
pasien tua atau orang dengan penyakit kardiovaskuler karena ini berhubungan dengan
hipotensi arteria dan bradikardi. Pada salah satu studi observasi pilihan untuk agen
bergantung pada pilihan yang dilakukan oleh ahli anestesi. Kondisi intubasi yang dapat
diterima ditemukan pada 98.2% pasien dalam grup intubasi tanpa relaksan; gejala laring post
intubasi seperti nyeri tenggorok dan gangguan suara dapat diperbandingkan di antara kedua
grup. Pada grup tanpa relaksan dosis propofol rata-rata 3.64 mg/kg, ditambahkan dengan
Sufentanil. Hipotensi arteri diobservasi pada 14% pasien, pada derajat yang sama pada kedua
grup. Pasien pada grup tanpa relaksan, bagaimanapun juga, secara signifikan lebih muda dan
pada tingkat ASA yang lebih baik. Lainnya menemukan bahwa ketika NMBA dihilangkan,
kesulitan intubasi lebih lazim terjadi.
Secara signifikan pasien lebih sedikit pada grup SEVO mempunyai kondisi intubasi
yang bisa diterima. Subskor plika vokalis, bagaimanapun juga dapat diterima pada seluruh
pasien grup SEVO kecuali satu. Sevoflurane melemaskan otot-otot bronkus dan
kemungkinan juga otot-otot laring. Subskor yang lain, bagaimanapun juga, secara signifikan
lebih buruk pada grup SEVO.
Sevoflurane sudah digunakan sebagai satu-satunya agen untuk intubasi trakea; ED95
untuk intubasi trakea adalah 8.07% (konsentrasi end-tidal). Kondisi setelah induksi dengan
Sevoflurane 6% dan N2O 66% dalam O2 diperbandingkan untuk mereka dengan
Succinylcholine 1.5 mg/kg. Teknik ini disarankan untuk pasien yang kontraindikasi terhadap
Succinylcholine. MAP dan detak jantung secara signifikan segera menjadi lebih renda
sevelum intubasi trakea dengan Sevoflurane. Penambahan Remfifentanil 2.0 µg/kg untuk
Sevoflurane 8 vol % menghasilkan kondisi intubasi yang dapat diterima pada 29 dari 30
pasien, kejadian yang sama untuk kondisi intubasi dengan Rocuronium 0.6 mg/kg. Cros et al.
Mengaplikasikan sebuah metode modifikasi Dixon’s up-and-down untuk Remifentanil 1.0
µg/kg diikuti oleh infus 0.25 µg/kg/menit, kenaikan atau keturunan Sevoflurane pada 0.5%
langkah. Konsentasi Sevoflurane untuk kondisi intubasi yang dapat diterima adalah 2.5 ±
0.7%. Sevoflurane 8 vol% dikombinasikan dengan Remifentanil 2.0 µg/kg menyebabkan
reduksi signifikan MAP pada pasien ambulatory muda (rata-rata usia 16 dan 18 tahun). Pada
studi kami, MAP berkurang pada kedua grup sekitar 30% dan penggunaan Efedrin hampir
sama. Penurunan MAP lebih dari yang dibayangkan pada pasien kami (rata-rata usia 48 dan
50 tahun), yang mana lebih tua dari itu Cagiran et al..
Pada studi kami termasuk pasien dengan ASA III dengan penyakit arteri koroner dan
cerebrovaskuler. Detak jantungnya secara signifikan lebih rendah setelah dilakukan intubasi
trakea dengan Sevoflurane, yang mana ini menguntungkan untuk pasien dengan penyakit
jantung koroner.
Menghindari blokade neuromuskular mungkin meningkatkan resiko ventilasi sungkup
yang sulit. Dalam sebuah studi observasi di denmark, intubasi trakea sulit dilakukan dalam
5.1% dari 103,812 pasien; menghindari blokade neuromuskular adalah salah satu faktor
resiko dalam analisis multivariate (odds ratio 1.48). Blokade neuromuskular dengan
Rocuronium yang difasilitasi ventilasi sungkup secara signifikan dibandingkan dengan saline;
dalam 42 pasien dengan Rocuronium, ventilasi mungkin dengan sungkup. Pada sebuah studi
observasi pada 53041 pasien yang mana ventilasi sungkup diupayakan, ini tidak mungkin
dalam 77 (0.14%); 73 pasien yang sudah mendapat obat pemblok neuromuskular selama
tatalaksana jalan nafas dan blokade neuromuskular tidak ada penambahan berarti.
Perubahan yang disebabkan oleh radioterapi pada leher adalah faktor resiko penting
untuk ventilasi sungkup yang memungkinkan. Ventilasi sungkuo yang sulit dikombinasikan
dengan laingoskopi yang susah diamati dalam 698 pasien (0.40%) dari 176,679 pasien.
Faktor resiko independen untuk ventilasi sungkup yang sulit dikombinasikan dengan
laringoskopi yang sulit termasuk perubahan radioterapi, kehadiran gigi, Mallampati III atau
IV dan jenis kelamin pria. Dampak NMBA tidak bisa dinilai.
Intubasi trakea dengan Propofol dan Fentanil sendiri berhubungan dengan frekuensi
yang lebih besar dan kejadian suara serak dan cedera plika vokalis dibandibgkan dengan grup
mendapat obat-obat ini dan Atracurium; kondisi intubasi lebih baik dengan Atracurium.
Tanpa Rocuronium, terjadi lebih suara serak dan kondisi intubasi yang lebih buruk. Namun,
Bouvet et al. Menunjukkan bahwa Propofol dan Remifentanil yang berhubungan dengan
kejadian sama pada suara serak dan cedera plika vokalis terhadap Cisatracurium, meskipun
pemeriksaan fibroskopi yang dilakukan 48 jam setelah pembedahan hanya pada pasien
dengan suara serak yang persisten; selain itu, pipa kecil dengan sebuah ID 6.5 atau 7.0
digunakan. Kejadian cedera plika vokalis pada pasien yang mendapat NMBA sampai 27%
dan 42% pada pasien yang mendapat Propofol dan Fentanyl tanpa NMBA. Pada studi saat
ini, bagaimanapun juga kami menggunakan Remifentanil sebagai gantinya Fentanyl dan juga
Sevoflurane. Cedera plika vokalis seperti hematoma dan edema hadir pada studi kami 12.5%;
kejadian eritema dapat diperbandingkan ada kedua grup. Kami mengira bahwa Sevoflurane
berkontribusi untuk kejadian cedera plika vokalis yang rendah karena kondisi intubasi pada
plika vokalis yang secara klinis dapat diterima dalam 98%. Obregon et al. Menunjukkan
bahwa penambahan Sevoflurane untuk Propofol dan Remifentanil memberikan kejadian yang
sama untuk suara serak dengan Propofol, Remifentanil dan Rocuronium. Kami
mengkonfirmasi hasil ini; menambahkan, kami menambahkan bahwa cedera laring tidak
lebih banyak dibawah anestesi Sevoflurane. Cedera plika vokalis mungkin terjadi selama
intubasi trakea, selama pembedahan dan pada akhir anestesi, ketika pipa di lepas. Oleh karena
itu, kami menilai tidak hanya kondisi intubasi, tertapu juga kondisi ekstubasi untuk
mengungkapkan faktor resiko yang mungkin untuk cedera plika vokalis. Durasi anestesi
secara signifikan lebih baik pada grup MR, yang mana tidak diharapkan pada pasien secara
acak. Durasi anestesi melebihi 5 jam adalah faktor resiko untuk suara serak atau nyeri
tenggorok; pembiusan kami berakhir kurang dari 4 jam. Kepala tidak digerakkan selama
pembedahan telinga; makanya, kami mengira bahwa durasi anestesi tidak mempunyai efek
tambahan pada morbiditas laring.
Studi kami mempunyai batasan dua hal. Pertama ini tidak termasuk pasien dengan
kriteria kesulitan intubasi karena kami ingin untuk membandingkan pasien pada kedua grup.
Kedua, pengamat yang menilai kondisi pada saat intubasi tidak bisa di acak seperti hadirnya
Sevoflurane. Namun, pengamat yang mempelajari suara serak dan nyeri tenggorok sampai 72
jam adalah acak dengan ahli THT yang melakukan videolaringoskopi
Kesimpulan
Disimpulkan, kami menunjukkan kondisi intubasi dengan Propofol 1.5 mg/kg,
Remifentanil 0.30 µg/kg/menit dan Sevoflurane 1.0 MAC dibanding Rocuronium 0.45mg/kg
bisa diterima dalam 82% pasien meskipun kondisi lebih baik dengan Rocuronium. Ketiadaan
NMBA tidak berdampak pada kejadian dan keparahan cedera plika vokalis.